Anda di halaman 1dari 209

CSL Semester 5 Edisi Kedua

ANAMNESIS PENYAKIT GASTROINTESTINAL


dr. Dina Tri Amalia, MKK; dr. Iswandi Darwis, M.Sc, Sp.PD

A. TEMA :
Keterampilan Komunikasi Anamnesis Penyakit Gastrointestinal

B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan instruksional umum
Mahasiswa mampu melakukan anamnesis penyakit gastrointestinal dengan
baik dan benar
2. Tujuan instruksional khusus
a. Mahasiswa dapat mengawali dan mengakhiri anamnesis secara urut
b. Mahasiswa mengucapkan salam pembuka di awal dan penutup di akhir
c. Mahasiswa dapat menggali informasi dengan detail, namun relevan
dengan permasalahan terutama masalah penyakit gastrointestinal
d. Mahasiswa dapat menunjukkan penampilan yang baik
e. Mahasiswa dapat menjaga suasana proses anamnesis yang baik
f. Mahasiswa dapat memahami dan menggunakan bahasa yang
dipahami responden
g. Mahasiswa dapat menghindari sikap interogasi
h. Mahasiswa dapat melakukan cross check
i. Mahasiswa dapat bersikap netral
j. Mahasiswa dapat melaksanakan umpan balik
k. Mahasiswa dapat mencatat hasil anamnesis dengan jelas serta
menyimpulkan hasil anamnesis.

C. ALAT DAN BAHAN


 Pasien Simulasi
 Meja dan kursi periksa

D. SKENARIO
Seorang pasien laki-laki berumur 25 tahun, datang ke praktek anda dengan
keluhan BAB cair lebih dari 3x dalam sehari, disertai badan lemas dan lesu sejak 2
hari yang lalu. Lakukan anamnesis pada pasien tersebut.
E. DASAR TEORI
Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara.
Anamnesis dapat dilakukan langsung kepada pasien, yang disebut sebagai
autoanamnesis, atau dilakukan terhadap orangtua, wali, orang yang dekat
dengan pasien, atau sumber lain, yang disebut sebagai alloanamnesis.
Termasuk di dalam alloanamnesis adalah semua keterangan dari dokter yang

1
CSL Semester 5 Edisi Kedua

merujuk, catatan rekaman medik, dan semua keterangan yang diperoleh selain
dari pasiennya sendiri.
Anamnesis biasanya dilakukan dengan wawancara secara tatap muka, dan
keberhasilannya untuk sebagian besar tergantung pada kepribadian,
pengalaman dan kebijakan pemeriksa. Dalam melakukan anamnesis,
diperlukan teknik komunikasi dengan rasa empati yang tinggi dan teknik
komunikasi itu terdiri atas komunikasi verbal dan non verbal yang harus
diperhatikan. Kemudian rahasia harus dipegang kuat karena pasien datang
dengan rasa kepercayaan. Bila anamnesis dilakukan dengan baik maka lebih
kurang 70% diagnosis penyakit sudah dapat ditegakkan.
Pada penyakit gastrointestinal keluhan yang dirasakan pasien dapat berkaitan
dengan gangguan lokal/ intralumen saluran cerna (misalnya adanya ulkus
duodeni, gastritis dan sebagainya) atau dapat pula disebabkan oleh penyakit
sistemik (misalnya diabetes melitus), sehingga diperlukan anamnesis yang
teliti, akurat dan bertahap untuk memformulasikan gangguan yang terjadi
sehingga bila dikombinasikan dengan hasil pemeriksaan fisik, kita dapat
merencanakan pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menegakkan
diagnosis. Terdapat beberapa gejala/kumpulan gejala/ keluhan yang
karakteristik untuk penyakit gastrointestinal yang dikemukakan oleh pasien
dan perlu diperoleh persepsi yang sama oleh dokter yang memeriksanya.
Untuk itu diperlukan teknik anamnesis yang baik. Sakit perut yang dikeluhkan
oleh pasien harus dijabarkan dan diinterpretasikan dengan baik agar diperoleh
data apakah sakit perut tersebut merupakan nyeri epigastrik, kolik bilier, kolik
usus atau suatu nyeri akibat rangsang peritoneal. Tidak jarang pula suatu
keluhan tertentu diekspresikan secara berbeda, terutama dalam istilah,
tergantung pada latar belakang pendidikan, sosial, budaya pasien.
Berikut akan kita bahas beberapa keluhan yang disebabkan oleh
penyakit GI dan perkiraan penyakit yang mendasarinya, sehingga diharapkan
dengan teknik anamnesis yang baik dapat membantu dalam menegakkan
diagnosis penyakit tersebut:

1. Dispepsia
Dispepsia merupakan istilah yang digunakan untuk suatu sindrom atau
kumpulan gejala yang terdiri nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati,
kembung, mual,muntah,sendawa, rasa cepat kenyang, perut rasa
penuh/begah. Keluhan ini tidak perlu selalu semua ada pada tiap pasien,
dan bahkan pada satu pasien pun keluhan dapat berganti atau bervariasi
baik dari segi jenis keluhan maupun kualitasnya.
Etiologi dispepsia:
 Gangguan atau penyakit dalam lumen saluran cerna; tukak gaster/
duodenum, gastritis, tumor, infeksi Helicobacter pylori.
 Obat- obatan : OAINS, aspirin, beberapa jenis antibiotik dsb.

2
CSL Semester 5 Edisi Kedua

 Penyakit pada hati, pankreas, sistem bilier: hepatitis, pankreatitis,


kolesistitis kronik.
 Penyakit sistemik: diabetes melitus, penyakit tiroid, penyakit jantung
koroner.
 Bersifat fungsional: yaitu dispepsia yang terdapat pada kasus yang
tidak terbukti adanya kelainan/gangguan organik/ struktural biokimia.
Dikenal sebagai dispepsia fungsional atau dispepsia non ulkus.

2. Disfagia
Disfagia adalah sensasi gangguan pasase makanan dari mulut ke lambung.
Pasien mengeluh sulit menelan atau makanan terasa mengganjal di leher/
dada atau makanan terasa tidak turun ke lambung. Harus dibedakan dengan
odinofagia (rasa sakit waktu menelan). Disfagia dapat disebabkan oleh
gangguan pada masing-masing fase menelan yaitu pada fase orofaringeal
dan fase esofageal. Keluhan disfagia pada fase orofaringeal berupa keluhan
adanya regurgitasi ke hidung, terbatuk waktu berusaha menelan atau sulit
untuk mulai menelan. Sedangkan disfagia fase esofageal, pasien mampu
menelan tapi terasa bahwa yang ditelan terasa tetap mengganjal atau tidak
mau turun serta sering disertai nyeri retrosternal. Disfagia yang pada
awalnya terutama terjadi pada waktu menelan makanan padat dan secara
progresif kemudian terjadi pula pada makanan cair, diperkirakan bahwa
penyebabnya adalah kelainan mekanik atau struktural. Sedangkan bila
gabungan makanan padat dan cair diperkirakan penyebabnya adalah
gangguan neuromuskular. Bila keluhan bersifat progresif bertambah berat,
sangat dicurigai adanya proses keganasan.

Etiologi disfagia:
 Fase orofaringeal: penyakit serebrovaskular, miastenia gravis,
kelainan muskular, tumor, divertikulum Zenker, gangguan
motilitas/sfingter esofagus atas.
 Fase esofageal: inflamasi, striktur esofagus, tumor, ring/web,
penekanan dari luar esofagus, akalasia, spasme esofagus difus,
skleroderma.

3. Mual dan muntah


Pada umumnya keluhan ini merupakan bagian dari sindrom dispepsia.
Etiologi:
 Obat-obatan: OAINS, digoksin, eritromisin,dsb
 Gangguan susunan saraf pusat: tumor, perdarahan intra kranial,
infeksi, motion sickness, gangguan psikiatrik, gangguan labirin.
 Gangguan GI dan peritoneal: gastric outlet obstruction, obstruksi usus
halus, gastroparesis, pankreatitis, hepatitis akut, kolesistitis
3
CSL Semester 5 Edisi Kedua

 Gangguan metabolik endokrin: uremia, ketoasidosis diabetik, penyakit


tiroid.

Setiap kasus muntah harus dinilai keadaan sistemik yang menyertainya


serta adanya keluhan neurologi seperti nyari kepala hebat, vertigo, rasa
lemas yang mencolok dan sebagainya. Muntah yang disertai nyeri perut
hebat harus diwaspadai adanya rangsang peritoneum, obstruksi intestinal
akut, atau penyakit pankreatobilier.

4. Perdarahan saluran cerna


Manifestasi klinis perdarahan saluran cerna dapat timbul mulai dari yang
seolah ringan, misalnya perdarahan tersamar sampai keadaan yang
mengancam hidup. Hematemesis adalah muntah darah segar (merah
segar) atau hematin (hitam seperti kopi) yang merupakan indikasi adanya
perdarahan saluran cerna bagian atas atau proksimal ligamentum Treitz.
Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA), terutama dari duodenum
dapat juga bermanifes dalam bentuk keluarnya darah segar per anum bila
perdarahannya banyak. Melena (feses berwarna hitam) biasanya berasal
dari perdarahan SCBA, walaupun perdarahan usus halus dan bagian
proksimal kolon dapat juga bermanifes dalam bentuk melena.
Hematoskezia (darah segar keluar per anum) biasanya berasal dari
perdarahan saluran cerna bagian bawah (kolon). Maroon stools (feses
berwarna merah hati) dapat berasal dari perdarahan kolon bagian
proksimal (ileo-caecal).

Etiologi:
 Saluran cerna bagian atas (SCBA): pecahnya varises esofagus,
perdarahan tukak peptik, gastritis erosif (terutama akibat OAINS),
gastropati hipertensi porta, esofagitis, tumor,dsb.
 Saluran cerna bagian bawah (SCBB): kolitis (infeksi, radiasi,
iskemik), tumor, divertikulosis, inflammatory bowel disease (IBD),
hemoroid.

5. Diare
Diare adalah meningkatnya frekuensi buang air besar lebih dari tiga kali
sehari dan konsistensi feses menjadi cair. Diare dapat digolongkan menjadi
diare akut atau bila berlangsung lebih dari dua minggu dikategorikan
sebagai diare kronik.

Diare akut
Etiologi: virus, protozoa (Giardia lamblia, Entamoeba hystolitica), bakteri:
yang memproduksi enterotoksin (S.aureus, C.perfringens, E.coli,
4
CSL Semester 5 Edisi Kedua

V.cholera, C.difficile) dan yang menimbulkan inflamasi mukosa usus


(Shigella, Salmonella sp, Yersinia), iskemia intestinal, kolitis radiasi, IBD.
Untuk diare akut perlu ditanyakan adanya riwayat makan makanan tertentu
(terutama makanan siap santap) dan adanya keadaan yang sama pada orang
lain, sangat mungkin merupakan keracunan makanan yang disebabkan oleh
toksin bakteri. Adanya riwayat pemakaian antibiotik yang lama, harus
dipikirkan kemungkinan diare karena C.difficile. Diare yang terjadi tanpa
kerusakan mukosa usus (non inflamatorik) dan disebabkan oleh toksin
bakteri (terutama E.coli), biasanya mempunyai gejala feses benar-benar
cair, tidak ada darah, nyeri perut terutama daerah umbilikus, kembung,
mual dan muntah. Bila muntahnya sangat mencolok, biasanya disebabkan
oleh virus atau S.aureus dalam bentuk keracunan makanan. Bila diare
dalam bentuk bercampur darah, lendir dan demam, biasanya disebabkan
oleh kerusakan mukosa usus akibat invasi shigella, salmonella atau amoeba.

Diare Kronis
 Diare osmotik: disebabkan osmolaritas intralumen usus lebih tinggi
daripada osmolaritas serum, misalnya pada intoleransi laktosa, obat
laksatif (laktulosa, magnesium sulfat), obat (antasid)
 Diare sekretorik: sekresi intestinal berlebih dan berkurangnya absorbsi
menimbulkan diare yang cair dan banyak, misalnya akibat tumor
endokrin, malabsorbsi garam empedu, laksatif katartik
 Diare karena gangguan motilitas: disebabkan oleh transit usus yang
cepat atau justru karena stasis yang menimbulkan perkembangan
berlebih bakteri intralumen usus, misalnya pada irritabel bowel
syndrome.
 Diare inflamatorik: akibat faktor inflamasi seperti IBD
 Malabsorpsi: akibat penyakit usus halus, reseksi sebagian usus,
obstruksi limfatik, defisiensi enzim pankreas, pertumbuhan bakteri
berlebih.
 Infeksi kronik: G.lamblia, E. hystolitica, nematoda usus

6. Konstipasi
Konstipasi adalah persepsi gangguan buang air besar berupa berkurangnya
frekuensi BAB, sensasi tidak puas/lampias BAB, terdapat rasa sakit, perlu
ekstra mengejan atau feses keras. Frekuensi BAB normal adalah 3 kali
dalam sehari sampai 3 hari sekali.

Etiologi:
 Pola hidup : diet rendah serat, kurang minum, kebiasaan BAB tidak
teratur, kurang olahraga.

5
CSL Semester 5 Edisi Kedua

 Obat-obatan : antikolinergik, penyekat kalsium, alumunium


hidroksida, suplemen besi dan kalsium, opiat (kodein , morfin).
 Kelainan struktur kolon : tumor, striktur, hemoroid, abses perineum,
megakolon
 Penyakit sistemik : hipotiroidisme, gagal ginjal kronik, diabetes
melitus
 Penyakit neurologik: hirschprung, lesi medula spinalis, neuropati
otonom
 Disfungsi otot dinding dasar pelvis
 Idiopatik transit kolon yang lambat, pseudo obstruksi kronik
 Irritable bowel syndrome tipe konstipasi

7. Nyeri perut
Dapat berasal dari nyeri viseral abdomen akibat rangsang mekanik
(seperti regangan, spasme) atau kimiawi (seperti inflamasi, iskemik).
Nyeri visceral bersifat tumpul, rasa terbakar dan samar batas lokasinya.
Sedangkan nyeri peritoneum parietal lebih bersifat tajam dan lokasinya
lebih jelas. Ujung saraf nyeri pada organ seperti hati dan ginjal terbatas
pada kapsulanya, jadi rasa nyeri timbul bila ada regangan karena
pembesaran organ. Referred pain dapat dijelaskan pada keadaan dimana
serat nyeri visceral dan serat somatik berada pada satu tingkat di susunan
saraf spinal.

Etiologi:
 Inflamasi peritoneum parietal: perforasi, peritonitis, appendisitis,
pankreatitis, dsb
 Kelainan mukosa visceral : tukak peptik, esofagitis, dsb
 Obstruksi visceral : ileus obstruksi, kolik bilier, dsb
 Regangan kapsul organ: hepatitis, pielonefritis, dsb
 Gangguan vaskular: iskemia atau infark intestinal
 Gangguan motilitas: irritable bowel disease, dispepsia fungsional
 Ekstra abdominal: herpes, trauma muskuloskeletal, dsb
Lokasi nyeri:
 Daerah epigastrium: kemungkinan dugaan sumber nyeri pada
organ gaster, pankreas dan duodenum.
 Periumbilikus: kemungkinan sumber nyeri pada
usus halus/duodenum.
 Kuadran kanan atas: kemungkinan sumber nyeri pada
hati,duodenum, atau kandung empedu.
 Kuadran kiri atas: kemungkinan sumber nyeri di pankreas,
6
CSL Semester 5 Edisi Kedua

limpa, gaster,kolon atau ginjal.

Kualitas nyeri: pada dasarnya harus dibedakan rasa nyeri kolik seperti pada
obstruksi intestinal dan bilier, rasa nyeri yang bersifat tumpul seperti pada
batu ginjal, rasa seperti diremas pada kolesistitis, rasa panas seperti pada
esofagitis, dan appendisitis tidak jarang menimbulkan rasa nyeri tumpul
dan menetap.

Intensitas nyeri: pada keadaan akut, intensitas nyeri dapat diurut


berdasarkan intensitas nyeri yang paling hebat sampai ke relatif ringan
yaitu: perforasi ulkus, pankreatitis akut, kolik ginjal, ileus obstruksi,
kolesistitis, appendisitis, tukak peptik, gastroenteritis dan esofagitis.
Sedangkan nyeri kronik lebih sulit menentukannya karena banyak faktor
psikologis yang berperan.

Faktor yang memperberat dan memperingan nyeri: bila nyeri dapat


diringankan dengan minum antasid maka kemungkinan menderita tukak
peptik (terutama tukak duodenum). Pada penyakit kolon, rasa nyeri
berkurang setelah buang air besar. Nyeri pada penyakit pankreas dan juga
iskemia intestinal sering terjadi setelah makan.

F. PROSEDUR

Anamnesis yang baik akan terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, anamnesis sistem, riwayat penyakit dalam
keluarga, dan riwayat pribadi.

1. Identitas Pasien
Identitas pasien merupakan bagian yang paling penting dalam
anamnesis. Kesalahan identifikasi pasien dapat berakibat fatal, baik secara
medis, etika, maupun hukum. Identitas diperlukan untuk memastikan bahwa
pasien yang dihadapi adalah memang benar pasien yang dimaksud, selain itu
juga diperlukan untuk data penelitian , asuransi, dan lain sebagainya.

Identitas meliputi:
 Nama lengkap pasien
 Umur atau tanggal lahir
 Jenis kelamin
 Alamat
 Pendidikan
 Pekerjaan

7
CSL Semester 5 Edisi Kedua

 Suku bangsa
 Agama.

2. Keluhan Utama
Keluhan utama yaitu keluhan atau gejala yang dirasakan pasien yang
membawanya pergi ke dokter untuk berobat. Keluhan utama sangat
dibutuhkan dalam mengumpulan informasi masalah. Dalam menuliskan
keluhan utama, harus disertai dengan indikator waktu, berapa lama pasien
mengalami hal tersebut. Contoh: buang air besar encer seperti cucian beras
sejak 3 jam lalu. Perlu diketahui bahwa keluhan utama tidak selalu keluhan
yang pertama disampaikan oleh pasien. Pasien sering mengeluhkan hal-hal
yang sebenarnya bukan masalah pokok atau keluhan utama pasien tersebut,
misalnya mengeluh lemas dan tidak nafsu makan sejak beberapa hari lalu,
tetapi sesungguhnya ia menderita demam yang tidak diceritakan segera pada
waktu ditanyakan dokter.

3. Riwayat Penyakit Sekarang


Riwayat perjalanan penyakit merupakan cerita yang kronologis,
terinci dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan
utama, sampai pasien datang berobat. Pasien diminta menceritakan gejala-
gejala yang muncul dengan kata-katanya sendiri. Informasi tambahan tentang
keluhan pasien dapat diperoleh dengan mengajukan pertanyaan yang spesifik.
Riwayat perjalanan penyakit disusun dalam bahasa Indonesia yang baik sesuai
dengan apa yang diceritakan pasien, tidak boleh menggunakan bahasa
kedokteran, apalagi melakukan interpretasi dari apa yang dikatakan oleh
pasien. Dalam mewawancarai pasien gunakanlah kalimat terbuka (kata tanya
apa, mengapa, bagaimana, bilamana), bukan kalimat tertutup/ kata tanya yang
mendesak sehingga pasien hanya dapat ya dan tidak, kecuali bila akan
memperjelas sesuatu yang kurang jelas.

Dalam melakukan anamnesis, harus diusahakan mendapatkan data-data


sebagai berikut:
1. Waktu dan lama keluhan berlangsung
2. Sifat dan beratnya serangan, misalnya mendadak, perlahan-lahan, terus-
menerus, hilang timbul, cenderung bertambah berat atau berkurang.
3. Lokalisasi dan penyebarannya, menetap, menjalar, atau berpindah-pindah.
4. Hubungan dengan waktu, misalnya pagi lebih sakit daripada siang dan
sore, atau terus-menerus tidak mengenal waktu
5. Hubungannya dengan aktifitas, misalnya bertambah berat jika melakukan
aktifitas, atau bertambah ringan jika beristirahat.
6. Keluhan-keluhan lain yang menyertai serangan, misalnya keluhan yang
mendahului serangan, atau keluahan lain yang bersamaan dengan
8
CSL Semester 5 Edisi Kedua

serangan
7. Apakah keluhan pertama kali atau sudah berulang
8. Faktor risiko dan pencetus serangan , termasuk faktor-faktor yang
memperberat atau meringankan serangan.
9. Apakah ada saudara sedarah , atau teman-teman dekat yang menderita
keluhan yang sama
10. Perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadi komplikasi atau
gejala sisa
11. Upaya yang sudah dilakukan untuk mengurangi keluhan dan bagaimana
hasilnya, jenis-jenis obat yang telah diminum oleh pasien, juga tidakan
medis yang dilakukan (riwayat pengobatan kuratif maupun preventif)
Setelah semua data terkumpul, usahakan untuk membuat diagnosis
sementara dan diagnosis diferensial.

4. Riwayat penyakit dahulu


Bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan
penyakit yang pernah diderita dengan penyakit sekarang. Tanyakan pula
apakah pasien pernah mengalami kecelakaan, operasi, riwayat alergi obat dan
makanan. Obat -obatan yang pernah diminum oleh pasien juga harus
ditanyakan, termasuk pengobatan dengan steroid, pengobatan antibiotik,
OAINS, kontrasepsi, transfusi, kemoterapi, dan riwayat imunisasi. Bila pasien
pernah melakukan berbagai pemeriksaan medis, maka harus dicatat dengan
seksama, termasuk hasilnya.

5. Riwayat penyakit dalam keluarga


Penting untuk mencari kemungkinan penyakit herediter, familial , atau
penyakit infeksi. Pada penyakit kongenital perlu ditanya juga riwayat
kehamilan dan kelahiran.

6. Riwayat pribadi
Riwayat pribadi meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan, dan
kebiasaan. Perlu juga ditanyakan apakah pasien mengalami kesulitan dalam
kehidupan sehari-hari seperti masalah keuangan, pekerjaan dan sebagainya.
Kebiasaan pasien yang juga harus ditanyakan adalah kebiasaan berolahraga,
riwayat merokok, minuman alkohol, kebiasaan mengkonsumsi obat-obatan
dalam jangka panjang (misalnya: OAINS, steroid, antibiotik) dan
penyalahgunaan obat-obat terlarang ( Narkoba). Bila ada indikasi, riwayat
perkawinan dan kebiasaan seksualnya harus ditanyakan.
Anamnesis juga mengenai lingkungan tempat tinggal pasien, termasuk
keadaan rumahnya, sanitasi, sumber air minum, ventilasi, jamban, tempat
pembuangan sampah dan sebagainya. Anamnesis mengenai pola diet/
kebiasaan makan dan minum sehari-hari pasien juga penting ditanyakan.

9
CSL Semester 5 Edisi Kedua

Misalnya, kebiasaan memakan makanan kurang serat, bersantan dan


berminyak, makanan siap saji, ataupun kurang minum air putih. Perlu juga
ditanyakan riwayat bepergian, mengingat adanya kejadian diare pada
wisatawan (travellers diarrhea).
G. DAFTAR PUSTAKA
 Anonim. 2001. Buku Panduan Skill Lab FK UGM. Yogyakarta
 Sudoyo, Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I.
Ilmu Penyakit Dalam FKUI: Jakarta

H. CEK LIST LATIHAN : ANAMNESIS PENYAKIT GASTROINTESTINAL

N Prosedur/ Aspek Latihan Feedback


o
ITEM INTERAKSI DOKTER-PASIEN
1 Mengucapkan salam pada awal wawancara
2 Mempersilakan duduk berhadapan
3 Memperkenalkan diri
Informed
4  menjelaskan kepentingan penggalian informasi
yang benar tentang sakit pasien
Consent
5  Meminta waktu & ijin untuk melakukan
alloanamnesis jika diperlukan
ITEM PROSEDURAL
Menanyakan identitas pasien :
Nama , Umur , jenis kelamin (dicatat saja tidak perlu
6 ditanyakan), alamat lengkap, pekerjaan, agama dan
suku bangsa.
Pastikan menggali identitas tidak terkesan
interogasi,tidak harus berurutan, boleh diselang-
seling saat anamnesis berlangsung
Menanyakan Riwayat Penyakit Sekarang
7 a. Menanyakan keluhan utama
Cross cek, dan Pastikan Keluhan Utama
8 b. Menanyakan keluhan lain/ tambahan
c. Menggali informasi tentang riwayat penyakit
sekarang
 waktu dan lama
 sifat
9
 lokalisasi dan penyebaran
10
CSL Semester 5 Edisi Kedua

 hubungan dengan waktu dan aktifitas


 keluhan yang mendahului dan menyertai
serangan
 keluhan muncul pertama kali/ sudah berulang
 faktor resiko dan pencetus serangan
 riwayat keluarga dengan keluhan yang sama
 perkembangan penyakit
 upaya pengobatan & hasilnya
10 Menanyakan riwayat penyakit dahulu (menanyakan
riwayat penyakit yang pernah diderita sebelumnya,
adanya riwayat operasi, riwayat alergi obat dan
makanan, riwayat obat - obatan yang pernah
diminum, riwayat transfusi, riwyat imunisasi, dan
riwayat pemeriksaan medis yang pernah dilakukan
sebelumnya).
11 Menanyakan riwayat penyakit dalam keluarga
(riwayat penyakit herediter, familial, atau penyakit
infeksi dalam keluarga)
Menggali informasi tentang riwayat Pribadi
(kebiasaan berolahraga, riwayat merokok, minuman
alkohol, kebiasaan mengkonsumsi obat-obatan dalam
12 jangka panjang (misalnya: OAINS, steroid,
antibiotik) dan penyalahgunaan obat-obat terlarang,
pola diet/ kebiasaan makan dan minum, anamnesis
mengenai lingkungan tempat tinggal pasien, perlu
juga ditanyakan riwayat bepergian)
ITEM PENALARAN KLINIS
13 Melakukan cross check (paraphrase atau
pengulangan terhadap apa yang dikatakan pasien)
14 Melakukan umpan balik (menanyakan hal-hal yang
kurang
jelas, atau pertanyaan yang kurang jelas).
15 Mencatat semua hasil anamnesis
16 Menyimpulkan dan menginterpretasikan hasil
anamnesis
ITEM PROFESIONALISME
17 Percaya diri, bersikap empati, tidak menginterogasi
18 Mengakhiri anamnesis dengan sikap yang baik

11
CSL Semester 5 Edisi Kedua

PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN LANJUT


dr. Hanna Mutiara, M. Kes.; dr. Iswandi Darwis, M.Sc, Sp.PD

A. TEMA
Keterampilan Klinis Pemeriksaan Fisik Abdomen (Lanjut)

B. TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Tujuan Pembelajaran Umum:


 Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan abdomen secara
keseluruhan.
2. Tujuan Pembelajaran Khusus: Mahasiswa mampu untuk:
 Melakukan auskultasi pembuluh darah tertentu pada area
abdomen.
 Melakukan pemeriksaan organ yang terdapat dalam
abdomen (hepar, spleen, ginjal).
 Melakukan palpasi dinding abdomen, kolon, hepar, limpa, aorta,
dan rigiditas.
 Melakukan pemeriksaan asites.

C. LEVEL KOMPETENSI

No. Jenis Kompetensi Level


Kompete
nsi
1. Inspection 1 2 3 4
2. Auscultation (bowel, sounds, bruits) 1 2 3 4
3. Percussion (especially liver, Traube‟s 1 2 3 4
area, bladder dullness)
4. Palpation (abdominal wall, colon, 1 2 3 4
liver,spleen, aorta, rigidity)
5. Eliciting abdominal tenderness and 1 2 3 4
rebound tenderness
6. Eliciting shifting dullness 1 2 3 4
7. Eliciting a fluid thrill 1 2 3 4
8. Eliciting renal tenderness 1 2 3 4

Catatan: dasar dan beberapa prosedur telah dipelajari pada


CSL dengan tema pemeriksaan abdomen dasar. Harap mahasiswa
mempelajari kembali.

12
CSL Semester 5 Edisi Kedua

D. ALAT DAN BAHAN


1. Bed pemeriksaan
2. Meja dokter
3. Kursi dokter dan pasien
4. Stetoskop
5. Alkohol 70%
6. Penggaris

E. SKENARIO
Anda seorang dokter muda yang tengah jaga malam di UGD RS.
Datang seorang pasien dengan keluhan nyeri perut sebelah kanan. Nyeri
dirasakan bertambah jika pasien bergerak atau berjalan sehingga pasien
lebih nyaman berbaring dengan posisi kaki kanan menekuk. Setelah
melakukan anamnesis dan pemeriksaan tanda vital, Anda melakukan
pemeriksaan abdomen. Lakukanlah!

F. DASAR TEORI
Pada CSL abdomen dasar telah dipelajari mengenai tahap
pemeriksaan abdomen yang mencakup inspeksi, auskultasi, perkusi, dan
palpasi. Pelajari kembali dasar pemeriksaan abdomen tersebut dan
lanjutkan dengan pemeriksaan abdomen lanjut ini.
Pada pemeriksaan dengan auskultasi dapat ditemukan beberapa
informasi yang penting tentang bowel motility. Lakukanlah auskultasi
sebelum melakukan perkusi ataupun palpasi. Lakukanlah latihan
auskultasi sesering mungkin sehingga Anda terbiasa dengan variasi
normal dari suara pergerakan usus dan dapat mendeteksi jika terdapat
kecurigaan obstruksi atau inflamasi. Pada keadaan obstruksi, dapat
terdengar metalic sound. Pada auskultasi juga dapat terdengar bruits
(desah sistolik) yang merupakan suara turbulensi aliran darah. Titik untuk
mendengarkan bruits pembuluh darah diilustrasikan pada gambar berikut.

13
CSL Semester 5 Edisi Kedua

aorta

a. renalis

a. illiaca

a. femoralis
Gambar 1. Titik-titik untuk mendengarkan bruits pembuluh
darah.

PENILAIAN INFLAMASI PERITONEAL

Nyeri perut dan tegang, terutama berhubungan dengan spasme muskular,


menandakan kecurigaan inflamasi pada peritoneum parietal. Tentukan lokasi nyeri
tersebut seakurat mungkin. Sebelum palpasi, mintalah pasien untuk batuk dan
tentukanlah apakah batuk tersebut menyebabkan nyeri bertambah. Lalu palpasi secara
gentle dengan menggunakan satu jari pada area yang tegang.
Kemudian perhatikan „rebound tenderness‟. Tekan jari Anda secara perlahan
kemudian lepaskan tekanan tersebut dengan cepat. Perhatikan reaksi pasien. Tanyakan
pasien apakah nyeri terasa lebih hebat saat penekanan dilakukan atau saat penekanan
tersebut dilepaskan. Kemudian minta pasien untuk menunjukkan di mana nyeri tersebut
terasa. Nyeri yang terjadi atau meningkat saat penekanan dilepaskan dengan cepat
disebut „rebound tenderness‟ yang merupakan hasil dari pergerakan cepat dari
peritoneum yang meradang.

PEMERIKSAAN HEPAR

Oleh karena sebagian besar hepar terletak di bawah costa, maka penilaiannya lebih sulit.
Ukuran dan bentuknya dapat diperkirakan dengan perkusi dan palpasi. Palpasi dapat
pula menilai permukaan, konsistensi, dan ketegangannya

Perkusi
Batas atas hepar dapat ditentukan dengan menemukan pekak hepar dengan melakukan
perkusi pada garis midclavicula kanan, pada saat terdapat perbedaan suara timpani
menuju pekak (telah dipelajari pada CSL abdomen dasar). Batas atas hepar penting
untuk ditentukan terutama pada pasien dengan kecurigaan hepatomegali untuk
menyingkirkan kemungkinan hepatoptosis.

14
CSL Semester 5 Edisi Kedua

Batas bawah hepar dapat ditentukan dengan melakukan perkusi pada garis midclavicula
kanan, dimulai dari sejajar atas umbilikus (timpani), menuju atas sampai terdengar
pekak hepar.

Gambar 2. Arah perkusi untuk menentukan batas pekak hepar.

Kemudian lakukan penilaian jarak vertikal batas hepar tersebut dalam centimeter.
Umumnya, hepar pria lebih besar dari pada wanita dan hepar orang berpostur tinggi
lebih besar dibandingkan orang berpostur pendek.

Normalnya ukuran hepar terdapat pada gambar berikut

4 – 8 cm di bawah processus
xiphoideus (pada garis midsternal)

6 – 12 cm pada garis midclavicula


kanan

Gambar 3. Ukuran hepar normal.

Palpasi
Tempatkan tangan kiri Anda di belakang pasien sejajar dan menyangga costa 11 dan 12
kanan. Minta pasien untuk rileks. Tekan menuju depan untuk memudahkan tangan
kanan Anda meraba hepar.

Tempatkan tangan kanan Anda pada abdomen kanan bawah pasien, lateral dari m.
rectus dan sejajar umbilicus. Minta pasien untuk bernafas dalam, lakukan palpasi ringan
dan dengan menggunakan ujung jari Anda, rasakan batas bawah hepar pasien. Ulangi

15
CSL Semester 5 Edisi Kedua

pemeriksaan dengan menaikkan tangan kanan Anda menuju arcus costarum. Jika telah
teraba, kurangi tekanan Anda dan lakukan palpasi ringan sehingga Anda dapat
merasakan permukaan anterior hepar. Normalnya hepar lembut, regular, permukaan
halus dan berbatas tajam. Pada saat pasien inspirasi, hepar dapat teraba 3 cm di bawah
arcus costarum kanan pada garis midclavicula.

Gambar 4. Teknik melakukan palpasi hepar.

Pada pasien tertentu, misalnya pasien obesitas, pemeriksaan tersebut dapat dilakukan
dengan “teknik hooking‟. Anda berdiri sejajar dengan dada kanan pasien, tempatkan
kedua tangan di atas abdomen, di bawah batas bawah pekak hepar. Tekan dengan jari-
jari Anda dengan arah menuju arcus costarum, minta pasien untuk bernafas dalam
dan Anda dapat melakukan pemeriksaan hepar.

Gambar 5. Palpasi hepar dengan teknik hooking.

PEMERIKSAAN LIEN

Jika lien membesar akan ekspansi ke arah anterior, bawah, dan medial sehingga
seringkali mengubah suara timpani pada abdomen dan kolon dengan suara pekak dari

16
CSL Semester 5 Edisi Kedua

organ padat. Lien dapat teraba di bawah arcus costarum kiri. Perkusi tidak dapat
memastikan terdapat pembesaran lien, namun dapat mendukung kecurigaan. Palpasi
dapat memastikan pembesaran organ tersebut.

Perkusi
Terdapat 2 cara dalam mendeteksi splenomegali yakni:
1. Perkusi bagian bawah dinding dada anterior kiri pada garis aksila anterior menuju
garis mid aksila pada ICS 9 (disebut Traube‟s space). Umumnya akan terdengar
suara timpani. Jika terdapat pembesaran lien akan terdengar perubahan suara
berupa timpani berkurang atau pekak.

Anterior axillary line


Midaxillary line

Normal
spleen
2. Periksa splenic percussion sign dengan melakukan perkusi pada ICS kiri
terbawah pada garis aksila anterior (normalnya timpani). Kemudian minta
pasien untuk bernafas dalam dan perkusi kembali (normalnya tetap timpani)

Titik perkusi

Normal spleen x

Negative spleenic percussion sign Positive spleenic percussion sign

17
CSL Semester 5 Edisi Kedua

Palpasi

Untuk menilai lien, letakkan tangan kiri pemeriksa di bawah costae kiri bawah,
sehingga teraba jaringan lunak, kemudian dorong ke atas agar lien terangkat dan mudah
teraba. Tangan kanan melakukan palpasi dimulai dari SIAS dextra menuju arcus costae
sinistra. Minta pasien untuk bernafas dalam. Tekan secara lembut saat pasien inspirasi.
Perhatikan kontur lien dan ukur jarak antara batas bawah lien dengan arcus costae
sinistra. Nilai ukuran lien dengan proyeksi garis Schuffner yang terbentang dari arcus
costae sinistra hingga SIAS dextra. Normalnya, pada beberapa persen orang dewasa lien
batas lien tersebut dapat teraba. Kemudian lakukan penilaian konsistensi dan nilai tekan.

Gambar 8. Teknik palpasi lien

Pembesaran lien dapat terjadi pada pasien yang menderita penyakit thalasemia, sirosis
hepar, malaria, thypoid dan sebagainya. Pembesaran lien yang teraba hingga umbilikus
setara dengan Schuffner IV sedangkan pembesaran lien hingga SIAS kanan setara
dengan Schuffner VIII.

Gambar 9. Garis imajiner Schuffner

18
CSL Semester 5 Edisi Kedua

PEMERIKSAAN GINJAL

Walaupun seringkali ginjal tidak dapat diraba, Anda dapat mempelajari dan berlatih
tekniknya.

Palpasi Ginjal Kiri


Tempatkan tangan kanan Anda di belakang pasien sejajar dengan costa 12 kiri. Dengan
ujung jari Anda, raihlah sudut costovertebra (costovertebral angel). Usahakan menekan
ginjal ke arah depan. Tempatkan tangan kiri Anda pada kuadran kiri atas, lateral dan
sejajar dari m. rectus. Minta pasien untuk bernafas dalam dan saat puncak inspirasi,
usahakan untuk merasakan ballotement ginjal pasien dengan menggunakan kedua
tangan Anda. Kemudian minta pasien untuk menghembuskan nafas dan tahan sesaat,
secara perlahan Anda melepaskan tekanan tangan kiri Anda dan usahakan meraba ginjal
pada posisi ekspirasi. Jika ginjal teraba, deskripsikan ukuran dan konturnya.
Teknik lain, pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeriksaan
lien (posisi pasien berbaring).

Palpasi Ginjal Kanan


Untuk memeriksa ginjal kanan, pemeriksaan berada di sebelah kanan pasien. Gunakan
tangan kiri Anda untuk menyangga pasien dari belakang dan tangan kanan Anda
ditempatkan pada kuadran kanan atas. Prosedur selanjutnya sama dengan palpasi ginjal
kiri. Ginjal kanan normalnya dapat teraba, terutama pada wanita berpostur kurus karena
ginjal kanan terletak lebih anterior.

Gambar 10. Teknik pemeriksaan ginjal kanan

Nyeri Ketok Ginjal


Pemeriksaan dapat dilakukan ketika memeriksa abdomen pada tiap sudut
costovertebra.kepalan. Kepalkan tangan Anda dan pukulkan daerah sudut costovertebra
dengan permukaan ulnaris kepalan Anda. Pukulan dengan kekuatan yang cukup dan

19
CSL Semester 5 Edisi Kedua

tidak menyakitkan pada orang dalam keadaan normal. Pemeriksaan dilakukan dari
belakang pasien. Jika Anda melakukan pemeriksaan yang dicurigai mengalami kelainan
pada ginjal, periksalah terlebih dahulu ginjal yang tidak sakit.

Gambar 11. Teknik pemeriksaan nyeri ketok ginjal

PEMERIKSAAN KANDUNG KEMIH (BLADDER)

Normalnya kandung kemih tidak dapat diraba terkecuali jika terdapat distensi diatas
simfisis pubis. Kandung kemih teraba halus dan bulat. Lakukan perkusi untuk
memeriksa pekak dan menentukan berapa tinggi kandung kemih berada di atas simfisis
pubis. Jika ditemukan kandung kemih bulging maka mintalah dahulu pasien untuk
miksi untuk menghindari overdiagnosis karena kandung kemih yang penuh dengan
urine. Jika masih teraba, pikirkan kemungkinan pembesaran prostat pada pasien pria
atau gravida pada pasien wanita.

PEMERIKSAAN AORTA

Tekan dalam dari atas abdomen pada sebelah kiri garis tengah (sedikit lateral kiri dari
umbilicus) dan identifikasi pulsasi aorta. Pada orang berusia di atas 50 tahun, usahakan
untuk menilai lebar aorta tersebut dengan menekan abdomen dengan satu tangan pada
tiap sisi aorta (lihat gambar). Normalnya diameter aorta tidak lebih dari 3 cm (rata-rata
2,5 cm).

20
CSL Semester 5 Edisi Kedua

Gambar 12. Teknik pemeriksaan aorta

PEMERIKSAAN ASCITES

Abdomen yang menonjol menimbulkan kecurigaan asites. Oleh karena cairan


mempunyai karakteristik mengikuti gravitasi, maka udara akan terdorong ke atas. Akan
terdapat perubahan suara perkusi timpani dan dull (pekak).

Gambar 13. Perkusi pada asites

Teknik Pemeriksaan Asites


1) Test for Shifting Dullness
Dalam keadaan pasien berbaring, tentukan batas timpani dan pekak kemudian minta
pasien untuk berbaring ke salah satu sisi. Lakukan perkusi kembali dan beri tanda
kembali batas timpani-pekak. Pada pasien tidak asites, batas ini relatif tetap.

Gambar 14. Pemeriksaan asites dengan shifting dullness.

21
CSL Semester 5 Edisi Kedua

2) Test for a Fluid Wave


Dalam keadaan pasien berbaring terlentang, minta pasien atau asisten untuk
meletakan kedua tangannya pada pertengahan abdomen dan memberikan tekanan.
Tekanan ini akan menghentikan transmisi gelombang melalui lemak (gelombang
perut). Letakkan kedua tangan Anda pada kedua sis abdomen pasien. Ketika Anda
menepuk salah satu sisi abdomen pasien dengan ujung jari Anda, rasakan transmisi
impuls cairan (gelombang cairan) pada sisi yang berlawanan.

Gambar 15. Pemeriksaan


asites dengan Fluid Wave Test

PEMERIKSAAN KEMUNGKINAN APPENDISITIS

1. Minta pasien untuk menunjukkan lokasi nyeri berawal.


2. Minta pasien untuk batuk dan tanyakan bagaimana dan di mana nyeri yang
dirasakan.
3. Cari dan periksa ketegangan setempat (local tenderness).
4. Periksa muskular rigiditas.
5. Lakukan pemeriksaan rektal dan pada wanita, pemeriksaan panggul. Teknik ini
tidak terlalu membantu Anda dalam membedakan appendiks yang normal dan
meradang, namun dapat dapat membantu dalam mengidentifikasi peradangan
appendiks atipikal yang berlokasi dalam rongga panggul. Hal ini juga dapat
menyebabkan nyeri perut.
6. Beberapa pemeriksaan yang dapat membantu

22
CSL Semester 5 Edisi Kedua

Gambar 16. Teknik pemeriksaan pada peradangan appendiks

a) Periksa daerah yang tegang dan lakukan pemeriksaan rebound


tenderness.
b) Lakukan pemeriksaan Rovsing‟s sign dan referred rebound
tenderness. Tekan dalam pada kuadran kiri bawah kemudian lepaskan
dengan cepat.
c) Pemeriksaan psoas sign. Letakkan tangan Anda di atas lutut kanan
pasien dan minta pasien untuk mengangkat kakinya melawan tangan
Anda. Atau minta pasien untuk berbaring ke sisi kiri lalu luruskan
tungkai bawah kanan pasien pada sendi pinggul dan fleksikan sendi
pinggul tersebut untuk membuat m. psoas kontraksi.
d) Pemeriksaan obturator sign. Fleksikan pinggul kanan pasien dengan
lutut menekuk dan putar ke arah dalam.
e) Pemeriksaan cutaneous hyperesthesia. Cubitlah kulit abdomen pasien
dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk Anda. Normalnya akan
menimbulkan rasa nyeri.

G. PROSEDUR

1. Interpersonal
2. Inspeksi Abdomen
3. Auskultasi Bising Usus (Gerak Peristaltik)
Letakkanlah diafragma stetoskop pada abdomen pada kuadran kanan bawah.
23
CSL Semester 5 Edisi Kedua

Dengarkan suara pergerakan usus (peristaltik), perhatikan karakter dan


frekuensinya.
Normalnya akan terdengar suara „klik‟ atau „gurgles‟ dengan frekuensi 5 s.d.
12 kali per menit.

4. Auskultasi Bruits

aorta

a. renalis

a. illiaca

a. femoralis

5. Pemeriksaan Hepar
 Perkusi batas atas hepar
- Perkusi pada garis midcavicula kanan mulai ICS 1 ke bawah,
tentukan perubahan suara timpani – pekak
- Lakukan tes peranjakan hati dengan meminta pasien bernafas
timpani)
 Perkusi batas bawah hepar
- Perkusi garis midclavicula kanan, dimulai dari sejajar atas
umbilikus (timpani), menuju atas sampai terdengar pekak
hepar.
 Palpasi hepar
- Tempatkan tangan kiri Anda dibelakang pasien sejajar costa 11
dan 12 kanan, minta pasien untuk rileks.
- Tempatkan tangan kanan Anda pada abdomen kanan pasien,
lateral dari m. rectus sejajar umbilicus.
- Tekan tangan kiri Anda menuju depan untuk memudahkan
tangan kanan Anda meraba hepar.
- Minta pasien untuk bernafas dalam, dengan menggunakan
ujung jari Anda, rasakan batas bawah hepar pasien.
- Ulangi pemeriksaan seraya menaikkan palpasi Anda menuju
menuju arcus costarum.
- Jika telah teraba, kurangi tekanan Anda dan lakukan palpasi
ringan sehingga Anda dapat merasakan permukaan anterior
hepar. Normalnya hepar lembut, regular, permukaan halus, dan
24
CSL Semester 5 Edisi Kedua

berbatas tajam. Pada saat pasien inspirasi, hepar dapat teraba 3


cm di bawah arcus costarum kanan pada garis midclavicula.
-
6. Pemeriksaan Lien
 Perkusi
- Perkusi bagian bawah dinding dada anterior kiri pada garis
aksila anterior menuju garis mid aksila pada ICS 9 (disebut
Traube‟s space). Umumnya akan terdengar suara timpani. Jika
terdapat pembesaran lien akan terdengar perubahan suara
berupa timpani berkurang atau pekak.
- Splenic percussion sign dengan melakukan perkusi pada ICS
kiri terbawah pada garis aksila anterior (normalnya timpani).
- Minta pasien untuk bernafas dalam dan perkusi kembali
(normalnya tetap timpani).
 Palpasi
- Meinta pasien menekuk kedua kaki
- Letakkan tangan kiri pemeriksa di bawah costae kiri bawah,,
kemudian dorong ke atas agar lien terangkat dan mudah teraba.
- Tangan kanan melakukan palpasi dimulai dari SIAS dextra
menuju arcus costae sinistra.
- Minta pasien untuk bernafas dalam. Tekan secara lembut saat
pasien inspirasi.
- Perhatikan kontur lien dan ukur jarak antara batas bawah lien
dengan arcus costae sinistra.
- Nilai ukuran lien dengan proyeksi garis Schuffner yang
terbentang dari arcus costae sinistra hingga SIAS dextra.
- Kemudian lakukan penilaian konsistensi dan nilai tekan.
-

25
CSL Semester 5 Edisi Kedua

7. Pemeriksaan Ginjal
 Palpasi Ginjal Kiri
- Tempatkan tangan kanan Anda di belakang pasien sejajar
dengan costa 12 kiri.
- Dengan ujung jari, raihlah sudut costovertebra dan usahakan
menekan ginjal ke arah depan.
- Tempatkan tangan kiri Anda pada kuadran kiri atas, lateral dan
sejajar dari m. rectus.
- Minta pasien untuk bernafas dalam dan saat puncak inspirasi,
usahakan untuk merasakan ballotement ginjal pasien dengan
menggunakan kedua tangan Anda.
- Minta pasien untuk menghembuskan nafas dan tahan sesaat,
secara perlahan lepaskan tekanan tangan kiri Anda dan
usahakan meraba ginjal pada posisi ekspirasi.
- Deskripsikan ukuran dan konturnya.
 Palpasi Ginjal Kanan
- Pemeriksaan berada di sebelah kanan pasien.
- Gunakan tangan kiri Anda untuk menyangga pasien dari
belakang dan tangan kanan Anda ditempatkan pada kuadran
kanan atas.
- Prosedur selanjutnya sama dengan palpasi ginjal kiri.

26
CSL Semester 5 Edisi Kedua

 Nyeri Ketok Ginjal


- Pemeriksaan dilakukan dari belakang pasien.
- Kepalkan tangan Anda.
- Pukulkan daerah sudut costovertebra dengan permukaan
ulnaris kepalan Anda.
- Pukulan dengan kekuatan yang cukup dan tidak menyakitkan
pada orang dalam keadaan normal.

8. Pemeriksaan Aorta
 Tekan dalam dari atas abdomen pada sebelah kiri garis tengah
(sedikit lateral kiri umbilicus) dan identifikasi pulsasi aorta.
 Pada orang berusia di atas 50 tahun, usahakan untuk menilai lebar
aorta tersebut dengan menekan abdomen dengan satu tangan pada
tiap sisi aorta (lihat gambar).
 Normalnya diameter aorta tidak lebih dari 3 cm (rata-rata 2,5 cm).

27
CSL Semester 5 Edisi Kedua

9. Pemeriksaan Khusus
a. Pemeriksaan Kemungkinan Appendisitis
 Minta pasien untuk menunjukkan lokasi nyeri berawal.
 Minta pasien untuk batuk dan tanyakan bagaimana dan dimana
nyeri yang dirasakan
 periksa ketegangan setempat (local tenderness).
 Periksa muskular rigiditas.
 Lakukan pemeriksaan rektal dan pada wanita pemeriksaan
panggul (tidak perlu dilakukan pada CSL saat ini).
b. Pemeriksaan Inflamasi Peritoneal
i. Mintalah pasien untuk batuk dan tentukanlah apakah batuk
tersebut menyebabkan nyeri bertambah.
ii. Palpasi secara gentle dengan menggunakan satu jari pada
area yang tegang.
iii. Perhatikan apakah terdapat „rebound tenderness‟:
a. Tekan jari Anda secara perlahan kemudian lepaskan
tekanan tersebut dengan cepat seraya memperhatikan
reaksi pasien.
b. Tanyakan apakah nyeri terasa lebih hebat saat
penekanan dilakukan atau saat penekanan tersebut
dilepaskan.
c. Minta pasien untuk menunjukkan di mana nyeri
tersebut terasa.
c. Pemeriksaan Asites
1) Test for Shifting Dullness
- Minta pasien berbaring terlentang.
- Perkusi abdomen dan tentukan batas timpani dan pekak.
- Minta pasien untuk berbaring ke salah satu sisi.
- Lakukan perkusi kembali dan beri tanda kembali batas
timpani-pekak (pada pasien tidak asites, batas ini relatif
tetap).
2) Test for a Fluid Wave
- Minta pasien berbaring terlentang.
- Minta pasien atau asisten untuk meletakan kedua tangannya
pada pertengahan abdomen dan memberikan tekanan.
- Letakkan kedua tangan Anda pada kedua sisi abdomen
pasien.
- Tepuk salah satu sisi abdomen pasien dengan ujung jari
Anda dan rasakan transmisi impuls cairan (gelombang
cairan) pada sisi yang berlawanan.

28
CSL Semester 5 Edisi Kedua

DAFTAR PUSTAKA

1) Bate‟s Barbara. Guide to physical examination. Lippincot; 2007. Chapter 9.


2) Konsil Kedokteran Indonesia. Standar kompetensi dokter Indonesia. Jakarta; 2006.
3) Epstein O, Perkin GD. Pocket guide to clinical examination. 3rd edition. Mosby;
2004. Chapter 7.
4) Koliium Ilmu Penyakit Dalam. Panduan Teknik Pemeriksaan dan Prosedur Klinis
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: 2017
CEKLIST LATIHAN

Feedback
No. Aspek
I. Interpersonal
1. Sambung rasa dan informed consent
II. Prosedur
2. Inspeksi Abdomen
Melihat bentuk abdomen (apakah simetri, membuncit
atau tidak), dinding perut (kulit, vena, umbilicus,
inguinal), pergerakan peristaltik abdomen dan pulsasi.
Auskultasi Bising Usus (Gerak Peristaltik)
3. Letakkanlah diafragma stetoskop pada abdomen pada
kuadran kanan
bawah.
4. Dengarkan suara pergerakan usus (peristaltik),
perhatikan karakter dan
frekuensinya. Menghitung frekuensi bising usus (2
menit).
Auskultasi Bruits
5. Aorta
6. a. renalis dextra et sinistra
7. a. iliaca dextra et sinistra
Pemeriksaan Hepar
Perkusi:
8. Tentukan batas atas hepar dengan perkusi pada garis
midclavicula kanan mulai ICS 1 kebawah sampai
terdapat tentukan perubahan suara timpani ke pekak.
9. Lakukan tes peranjakan hati dengan meminta pasien
bernafas dalam dan perkusi kembali batas tadi (pekak ke
timpani).
10. Tentukan batas bawah hepar pada garis midclavicula
kanan, dimulai dari sejajar atas umbilikus menuju atas
sampai terdengar pekak hepar.
29
CSL Semester 5 Edisi Kedua

Palpasi:
11. Tempatkan tangan kiri Anda dibelakang pasien sejajar
costa 11 dan 12 kanan, tekan menuju depan dan minta
pasien untuk rileks.
12. Tempatkan tangan kanan Anda pada abdomen kanan
pasien, lateral dari m.rectus sejajar umbilicus.
13. Minta pasien untuk bernafas dalam, dengan
menggunakan ujung jari Anda, rasakan batas bawah
hepar pasien.
Ulangi pemeriksaan seraya menaikkan palpasi Anda
menuju menuju arcus costarum.
14. Jika telah teraba, kurangi tekanan Anda dan lakukan
palpasi ringan sehingga Anda dapat merasakan
permukaan anterior hepar.
Pemeriksaan Lien
15 Meminta pasien melipat kedua tungkai.
16. Melakukan penekanan pada perut dengan menggunakan sisi palmar r
17. Palpasi dilakukan dengan menekan dinding abdomen
ke bawah dengan arah dorsal pada saat pasien
ekspirasi maksimal, kemudian pada awal inspirasi jari
bergerak ke kranial dalam arah parabolik.
18. Palpasi dimulai dari SIAS kanan, melewati umbilicus
menuju arkus costae kiri
19. Mendeskripsikan ukuran pembesaran limpa dengan
skala schuffner.
Perkusi:
15. Perkusi ruang Traube yakni pada garis aksila anterior
menuju garis mid aksila pada ICS 9 kiri.
16. Lakukan splenic percussion sign pada ICS kiri
terbawah pada garis aksila anterior.
17. Minta pasien untuk bernafas dalam dan perkusi
kembali.
Palpasi :
18. Tempatkan tangan kiri Anda dibelakang pasien sejajar
costa kiri bawah dan tekan ke arah depan.
19. Tempatkan tangan kanan Anda dibawah arcus costarum
kiri dan tekan ke arah dalam untuk menemukan lien.
20. Minta pasien untuk bernafas dalam dan ulangi
pemeriksaan. Perhatikan kontur lien dan ukur jarak
antara batas bawah lien dgn arcus costarum kiri.
Pemeriksaan Ginjal
Palpasi Ginjal Kiri
30
CSL Semester 5 Edisi Kedua

21. (Pemeriksa berada disebelah kiri pasien)


Tempatkan tangan kanan Anda dibelakang pasien
sejajar costa 12 kiri dan dengan ujung jari raihlah
sudut costovertebra, usahakan menekan ginjal ke arah
depan.
22. Tempatkan tangan kiri Anda pada kuadran kiri atas,
lateral dan sejajar dari m. rectus.
23. Minta pasien untuk bernafas dalam dan saat puncak
inspirasi, usahakan untuk merasakan ballotement
ginjal pasien dengan menggunakan kedua tangan
Anda.
24. Minta pasien untuk menghembuskan nafas dan tahan
sesaat, secara perlahan lepaskan tekanan tangan kiri
Anda dan usahakan meraba ginjal pada posisi
ekspirasi.
Palpasi Ginjal Kanan
25. (Pemeriksaan kembali berada di sebelah kanan pasien)
Gunakan tangan kiri Anda untuk menyangga pasien dari
belakang dan tangan kanan Anda ditempatkan pada
kuadran kanan atas.
26. Lakukan prosedur yang sama dengan palpasi ginjal kiri.
Nyeri Ketok Ginjal pada CVA
27. (Pemeriksaan dilakukan dari belakang pasien)
Kepalkan tangan Anda dan pukulkan permukaan ulnaris
pada daerah sudut costovertebra (kekuatan yang cukup
dan tidak menyakitkan pada orang dalam keadaan
normal).
Pemeriksaan Aorta
28. Tekan dalam dari atas abdomen pada sebelah kiri garis
tengah (sedikit lateral kiri umbilicus) dan identifikasi
pulsasi aorta dengan menggunakan kedua tangan Anda.
Pemeriksaan Kemungkinan Appendisitis dan Inflamasi
Peritoneal
29. Minta pasien untuk menunjukkan lokasi nyeri berawal.
30. Minta pasien untuk batuk dan tanyakan bagaimana dan
di mana nyeri yang dirasakan.
31. Cari dan periksa ketengangan setempat (local
tenderness).
32. Periksa apakah terdapat, rebound tenderness‟ dengan
menekan jari Anda secara perlahan kemudian lepaskan
tekanan tersebut dengan cepat, perhatikan reaksi pasien.
Tanyakan apakah nyeri terasa lebih hebat saat
31
CSL Semester 5 Edisi Kedua

penekanan dilakukan atau saat penekanan tersebut


dilepaskan
33. Periksa muskular rigiditas.
34. Periksa daerah yang tegang dan lakukan pemeriksaan
rebound tenderness.
35. Lakukan pemeriksaan Rovsing‟s sign.
36. Lakukan pemeriksaan psoas sign.
37. Lakukan pemeriksaan obturator sign.
Pemeriksaan Asites
Test for Shifting Dullness
38. (Pasien berbaring terlentang)
Perkusi abdomen dan tentukan batas timpani dan pekak,
beri tanda.
39. Minta pasien untuk berbaring ke salah satu sisi dan
lakukan perkusi
kembali dan beri tanda kembali batas timpani-pekak.
Test for a Fluid Wave
40. (Pasien berbaring terlentang)
Minta pasien/asisten untuk meletakan kedua tangannya
pada pertengahan abdomen dan memberikan tekanan.
41. Letakkan kedua tangan Anda pada kedua sisi abdomen
pasien.
42. Tepuk salah satu sisi abdomen pasien dengan ujung jari
Anda dan rasakan transmisi impuls cairan (gelombang
cairan) pada sisi yang berlawanan.
III Profesionalisme
.
43. Melakukan dengan percaya diri.
44. Melakukan dengan kesalahan minimal.

32
CSL Semester 5 Edisi Kedua

PEMASANGAN NGT & BILAS LAMBUNG


dr. Hanna Mutiara, M.Kes, dr. Dwita Oktaria, M.Pd.Ked

A. TEMA
Prosedur Pemasangan Nasogastric Tube (NGT).

B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Mampu melakukan persiapan pemasangan nasogastric tube.
2. Mampu melakukan pemasangan nasogastric tube.
3. Mampu menjelaskan tujuan dan indikasi pemasangan nasogastric tube.

C. LEVEL KOMPETENSI

No. Jenis Kompetensi Level Kompetensi


1. Nasogastric tube 1 2 3 4

D. ALAT DAN BAHAN

a. Spatula
b. Model NGT
c. NGT/selang sump Levin atau Salem
d. Segelas es
e. Pelumas larut air
f. Tabung suntik 50 ml ujung kateter
g. Segelas air dengan sedotan
h. Stetoskop Gambar 17. Stomach tube (Levin type),
i. Bengkok 18 Fr × 48 in (121 cm)
j. Plester dan gunting
k. Handschoen
l. Sarung tangan
m. NaCl 0,9% 2-3 L atau air besih sebagai irigan
n. Gelas ukur

E. SKENARIO

Anda seorang dokter jaga di UGD RS XXX. Kemudian datang seorang pasien yang
tampak tidak sadar. Keluarga pasien mengatakan ia baru saja melakukan percobaan
bunuh diri dengan meminum puluhan tablet obat flu. Anda memutuskan untuk
melakukan bilas lambung melalui NGT. Lakukanlah pemasangan NGT terlebih dahulu

33
CSL Semester 5 Edisi Kedua

F. DASAR TEORI

a. Pemasangan Nasogastric Tube (NGT)


Pemasangan nasogastric tube (NGT) merupakan tindakan pemasangan
slang plastik lunak melalui nasofaring pasien ke dalam lambung. Slang
mempunyai lumen berongga yang memungkinkan untuk pembuangan sekret
gastrik dan pemasukan cairan ke dalam lambung.

Gambar 18. Pemasangan NGT

Bagi anak-anak, kebutuhan akan NGT disebabkan oleh beberapa


kondisi seperti anomali anatomi jalan makanan; oesophagus atau alat
eliminasi, kelemahan reflek menelan, distress pernafasan atau tidak
sadarkan diri.

Indikasi dan Kontraindikasi Pemasangan NGT


Indikasi:
a. Diagnostik
- Evaluasi perdarahan saluran cerna bagian atas
- Pemeriksaan analisis getah lambung
- Identifikasi esofagus dan lambung pada rontgen thorax
- Pemberian kontras radiografik ke saluran cerna
b. Terapeutik
- Dekompresi lambung
- Bilas lambung
- Pemberian obat secara langsung
- Pemberian nutrisi enteral
- Pasien koma

34
CSL Semester 5 Edisi Kedua

Kontra Indikasi
a. Dugaan fraktur basis kranii
b. Atresia koana
c. Kelainan esofagus (atresia, striktur, luka bakar atau perforasi)
d. Pascaesofagoplasti

Nasogastrik tube berdiameter besar, kurang fleksibel, lebih kaku,


digunakan untuk pemberian obat, dekompresi/pengurangan tekanan udara
di lambung, dan untuk pemberian makan jangka pendek (biasanya kurang
dari 1 minggu).
Penggunaan NGT ukuran kecil sebagai tindakan profilaksis untuk
pencegahan gastro-oesofageal reflux dan mikro-aspirasi isi lambung ke
dalam jalan napas bagian bawah masih kontroversial sebagaimana yang
lain menunjukkan tak ada hubungan antara ukuran NGT dan komplikasi-
komplikasi ini.
Displacement dapat terjadi pada ukuran besar maupun kecil, namun
ukuran kecil lebih mudah dislokasi, sering ke dalam jalan napas dan tanpa
tanda-tanda yang dapat terlihat dari luar, serta mudah terjadi kemacetan
dan melilit.

b. Bilas Lambung (Gastric Lavage)


Tujuan prosedur bilas lambung:
1. Membilas lambung dan mengeliminasi zat-zat yang tercerna
2. Mengosongkan lambung sebelum pemeriksaan endoskopi

PROSEDUR
1. Pemasangan NGT
1) Informed consent
2) Persiapkan alat.
3) Atur posisi pasien.
4) Pasang perlak atau pengalas pada daerah dada pasien.
5) Cuci tangan dan memakai sarung tangan.
6) Tentukan seberapa panjang selang NGT yang akan dimasukkan
dengan mengukur panjang dari nares ke cuping telinga ipsilateral
lanjutkan menuju prosesus xiphoideus (lebih kurang 40 – 45 cm pada
pasien dewasa).
7) Masukan ujung selang ke dalam segelas es untuk mengeraskannya.
8) Olesi selang NGT dengan aqua jelly (sepanjang 15 cm dari ujung
NGT).
9) Memasukkan NGT malalui lubang hidung dan meminta pasien untuk

35
CSL Semester 5 Edisi Kedua

menelan (jika pasien tidak sadar tekan lidah pasien dengan spatula).
10) Minta pasien untuk menekukan leher dan dengan perlahan masukan
selang ke dalam lubang hidung pasien dengan arah paralel dasar
hidung dan arah distall sedikit menekuk (mengikuti bentuk alami
rongga hidung).
11) Dorong selang ke dalam faring mengarah ke posterior, minta pasien
untuk menelan (apabila memungkinkan).
12) Setelah selang tertelan, pastikan bahwa pasien dapat berbicara
dengan jelas dan bernapas, tanpa kesulitan dan dengan lembut
dorong selang sampai panjang yang telah diperkirakan. Apabila
pasien mampu dan sadar, dapat pula dilakukan teknik meminta
pasien minum melalui sedotan, sementara pasien menelan, Anda
mendorong selang dengan lembut.
13) Pastikan pemasangan NGT telah benar dengan posisi NGT di dalam
lambung. Terdapat beberapa cara untuk memastikan hal tersebut,
yakni (cukup lakukan salah satu):
a. Aspirasi cairan lambung dengan spuit 10 cc jika terdapat cairan
bercampur isi lambung berarti sudah masuk ke lambung.
b. Masukan ujung NGT ke dalam air dalam kom apabila ada
gelembung berarti NGT berada dalam paru-paru.
c. Suntikkan kira-kira 20 ml udara dengan menggunakan spuit
melalui ujung selang NGT sambil melakukan auskultasi pada
daerah epigastrium. Apabila terdengar suara udara tersebut, maka
NGT berada di lambung.
14) Dengan menggunakan peniti atau plester, selang direkatkan ke baju
pasien.
15) Merapikan kembali pasien sehingga pasien berada dalam posisi
nyaman dan aman.
16) Rapikan kembali alat-alat.
17) Lepaskan sarung tangan, simpan pada tempat sampah yang telah
disiapkan.
18) Cuci tangan
19) Catat dan tempelkan pada selang NGT kapan dan oleh siapa
pemasangan NGT dilakukan.
20) Pada kasus tertentu diperlukan irigasi selang tiap 4 jam dengan salin
15 ml. Selang sump salem juga memerlukan penyuntikan 15 ml
udara melalui saluran sump (biru) setiap 4 jam agar selang tetap
berfungsi baik. Pantau pH lambung setiap 4 – 6 jam dan perbaiki
dengan pemberian antasid apabila pH < 4,5.
21) Lakukan pemantauan residu apabila selang NGT digunakan untuk

36
CSL Semester 5 Edisi Kedua

pemberian makan secara enteral. (Lakukan foto thorax untuk


memastikan letak selang yang benar sebelum menggunakan selang
untuk menyalurkan makanan).

ii. Bilas Lambung

1. Jelaskan jenis dan prosedur tindakan


2. Siapkan alat dan bahan
3. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan
4. Lakukan pemasangan NGT
5. Pasang spuit 50mL pada ujung NGT
6. Mulai bilaslambung dengan memasukkan 250mL irigan untuk
mengecek toleransi pasien dan mencegah muntah
7. Aspirasi irigan dengan spuit dan tampung di gelas ukur
8. Urut abdomen di bagian lambung untuk membantu aliran keluar
irigan
9. Ulangi siklus ini hingga cairan yang keluar tampak jernih
10. Periksa tanda vital pasien, output urin, dan tingkat kesadaran setiap
15 menit
11. Lepaskan NGT sesuai indikasi

B. DAFTAR PUSTAKA

1) Konsil Kedokteran Indonesia. Standar kompetensi dokter Indonesia.


Jakarta; 2006.
2) Fakultas Kedokteran UI. Kapita selekta kedokteran. Jilid 2. Edisi Ke-
3. Jakarta: Media Aesculapius; 2000.

C. EVALUASI

Daftar Tilik Pemasangan NGT

Feedback
No. Aspek
I. Interpersonal
1. Senyum, salam, sapa
2. Informed consent
II. Prosedur
3. Siapkan alat-alat untuk pemasangan NGT.

37
CSL Semester 5 Edisi Kedua

4. Persiapkan pasien duduk atau berbaring telentang.


5. Cuci tangan WHO (prosedural scrubbing).
6. Gunakan handschoen.
7. Pasang pengalas pada daerah dada pasien.
8. Tentukan seberapa panjang selang NGT yang akan dimasukkan
dengan mengukur panjang dari nares ke cuping telinga ipsilateral
lanjutkan menuju prosesus xiphoideus.
9. Masukan ujung selang ke dalam segelas es untuk mengeraskannya.
10. Oleskan pelumas pada selang.
11. Minta pasien untuk menekukan leher dan dengan perlahan masukan
selang ke dalam lubang hidung pasien dengan arah paralel dasar
hidung dan arah distal sedikit menekuk (mengikuti bentuk alami
rongga hidung).
12. Dorong selang ke dalam faring mengarah ke posterior, minta pasien
untuk menelan (apabila memungkinkan).
13. Setelah selang tertelan, pastikan bahwa pasien dapat berbicara
dengan jelas dan bernapas, tanpa kesulitan dan dengan lembut
dorong selang sampai panjang yang telah diperkirakan.
14. Pastikan pemasangan NGT telah benar dengan menyuntikan kira-kira
20 ml udara dengan menggunakan spuit melalui ujung selang sambil
melakukan auskultasi daerah epigastrium.
15. Plester selang ke hidung pasien dengan memastikan bahwa tidak ada
tekanan yang ditimbulkan oleh selang ke lubang hidung.
16. Dengan menggunakan peniti atau plester, selangt direkatkan ke baju
pasien.
17. Rapikan kembali pasien.
18. Rapikan alat.
19. Lepaskan handscoen dan cuci tangan.
20. Catat dan tempelkan pada selang NGT kapan dan oleh siapa
pemasangan NGT dilakukan.
III. Clinical Reasoning & Profesionalisme
21. Mampu menjelaskan tujuan pemasangan NGT.
22. Mampu menjelaskan indikasi dan kontraindikasi pemasangan NGT.
23. Menunjukan sikap percaya diri.
24. Melakukan dengan kesalahan minimal. CEKLIS
BILAS LAMBUNG
Feedback
No. Aspek
I. Interpersonal
1. Senyum, salam, sapa
2. Informed consent
II. Prosedur
3. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan

38
CSL Semester 5 Edisi Kedua

4. Lakukan pemasangan NGT


5. Pasang spuit 50mL pada ujung NGT
6. Mulai bilaslambung dengan memasukkan 250mL irigan untuk
mengecek toleransi pasien dan mencegah muntah
7. Aspirasi irigan dengan spuit dan tampung di gelas ukur
8. Urut abdomen di bagian lambung untuk membantu aliran keluar
irigan
9. Ulangi siklus ini hingga cairan yang keluar tampak jernih
10. Periksa tanda vital pasien, output urin, dan tingkat kesadaran setiap
15 menit
11. Lepaskan NGT sesuai indikasi

39
CSL Semester 5 Edisi Kedua

ANAMNESIS OBSTETRI
Oleh : dr. Dian Isti Angraini, M.P.H

A. TEMA
Keterampilan anamnesis obstetri

B. TUJUAN
Tujuan Instruksional Umum
Setelah melakukan pelatihan ketrampilan Anamnesis Obstetrik mahasiswa
mampu melaksanakan anamnesa pada ibu hamil .
Tujuan Instruksional Khusus :
 Mahasiswa mampu menjelaskan tujuan dilakukannya anamnesis obstetri
yang merupakan bagian dari antenatal care
 Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan antenatal secara umum,
terutama melakukan anamnesis obstetri dengan baik.
 Mahasiswa mampu membuat kesimpulan hasil anamnesis/ diagnosis.
 Mahasiswa mampu membuat prognosis dan rencana

C. ALAT DAN BAHAN


1. Medical record kebidanan dan kandungan
2. Alat tulis

D. SKENARIO
Ny. S berusia 25 tahun, G1P0A0 hamil 28 minggu datang ke klinik Anda
dengan tujuan ingin memeriksa kehamilan. Anda lalu merencanakan
melakukan anamnesis dan akan dilanjutkan dengan pemeriksaan antenatal
care.

40
CSL Semester 5 Edisi Kedua

E. DASAR TEORI
Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil
normal adalah 280 hari (40 minggu) dihitung dari hari pertama haid terakhir. Kehamilan
dibagi dalam 3 triwulan, yaitu triwulan pertama dimulai dari konsepsi sampai 3 bulan,
triwulan kedua dari bulan keempat sampai 6 bulan, triwulan ketiga dari bulan ketujuh
sampai 9 bulan.
Kehamilan melibatkan perubahan fisik maupun emosional dari ibu serta
perubahan sosial di dalam keluarga. Jarang seorang ahli medik terlatih yang begitu
terlibat dalam kondisi yang biasanya sehat dan normal. Mereka menghadapi suatu tugas
yang tidak biasa dalam memberikan dukungan pada ibu dan keluarganya dalam rencana
menyambut anggota keluarga baru, memantau perubahan-perubahan fisik yang normal
yang dialami ibu serta tumbuh kembang janin, juga mendeteksi serta menatalaksana
setiap kondisi yang tidak normal. Pada umumnya kehamilan berkembang dengan
normal dan menghasilkan kelahiran.
Bayi sehat cukup bulan melalui jalan lahir namun kadang-kadang tidak sesuai
dengan yang diharapkan. Sulit diketahui sebelumnya bahwa kehamilan akan menjadi
masalah. Sistem penilaian risiko tidak dapat memprediksi apakah ibu hamil akan
bermasalah selama kehamilannya. Oleh karena itu, pelayanan/ asuhan antenatal
merupakan cara penting untuk memonitor dan mendukung kesehatan ibu hamil normal
dan mendeteksi ibu dengan kehamilan normal. Ibu hamil sebaiknya dianjurkan untuk
mengunjungi bidan atau dokter sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk
mendapatkan pelayanan/asuhan antenatal.

Tujuan asuhan antenatal


 Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh
kembang bayi
 Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental dan sosial ibu dan bayi

41
CSL Semester 5 Edisi Kedua

 Mengenali secara dini adanya ketidak normalan atau komplikasi yang mungkin
terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan
pembedahan
 Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, ibu maupun
bayinya dengan trauma seminimal mungkin
 Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian asi eksklusif
 Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat
tumbuh kembang secara normal

Kebijakan program
Kunjungan antenatal sebaikr.ya dilakukan paling sedikit 4 kali selama kehamilan
Satu kali pada triwulan pertama
Satu kali pada triwulan kedua
Dua kali pada triwulan ketiga
Pelayanan asuhan standar minimal termasuk "7T"
(Timbang) berat badan
Ukur (Tekanan) darah
Ukur (Tinggi) fundus uteri
Pemberian imunisasi (Tetanus Toksoid) TT lengkap
Pemberian Tablet zat besi, minimum 90 tablet selama kehamilan
Tes terhadap Penyakit Menular Seksual
Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan
WHO:
Birth Planning
Danger Signs
Emergency Preparedness
Social Support

42
CSL Semester 5 Edisi Kedua

Pelayanan/asuhan antenatal ini hanya dapat diberikan oleh tenaga kesehatan


profesional dan tidak dapat diberikan oleh dukun bayi.

Kebijakan teknis
Setiap kehamilan dapat berkembang menjadi masalah atau komplikasi setiap
saat. Itu sebabnya mengapa ibu hamil memerlukan pemantauan selama kehamilannya.
Penatalaksanaan ibu hamil secara keseluruhan meliputi komponen-komponen sebagai
berikut:
 Mengupayakan kehamilan yang sehat
 Melakukan deteksi dini kompikasi, melakukan penatalaksanaan awal serta rujukan
bila diperlukan
 Persiapan persalinan yang bersih dan aman
 Perencanaan antisipatif dan persiapan dini untuk melakukan rujukan jika terjadi
komplikasi

Pemberian vitamin Zat Besi


Dimulai dengan memberikan satu tablet sehari sesegera mungkin setelah rasa
mual hilang. Tiap tablet mengandung FeSOa 320 mg (zat besi 60 mg) dan Asam Folat
500 pg, minimal masing-masing 90 tablet. Tablet besi sebaiknya tidak diminum
bersama teh atau kopi, karena akan mengganggu penyerapan.

Imunisasi TT
Antigen Interval Lama perlindungan %
(selang waktu minimal) perlindungan
TT1 Pada kunjungan antenatal - -
pertama
TT2 4 minggu setelah TT1 3 tahun* 80
TT3 6 bulan setelah TT2 5 tahun 95
TT4 1 tahun setelah TT3 10 tahun 99
TT5 1 tahun setelah TT4 25 tahun/ seumur hidup 99

43
CSL Semester 5 Edisi Kedua

Keterangan : * artinya apabila dalam waktu 3 tahun WUS(Wanita Usia Subur) tersebut
melahirkan, maka bayi yang dilahirkan akan terlindung dari TN (Tetanus Neonatorum).

Keluhan Obstetri
Keluhan obstetri yang menyebabkan pasien datang ke pusat kesehatan berupa:
a) Berkaitan dengan kehamilan
b) Komplikasi hamil muda
c) Perdarahan
d) Gestosis; pre-eklampsia/ eklampsia
e) Pecahnya ketuban
f) Inpartu : mules-mules, keluar darah lendir
g) Penyakit infeksi yang menyertai kehamilan

PENILAIAN KLINIK
Penilaian klinik merupakan proses berkelanjutan yang dimulai pada kontak
pertama antara petugas kesehatan dengan ibu hamil dan secara optimal berakhir pada
pemeriksaan 6 minggu setelah persalinan. Pada setiap kunjungan antenatal, petugas
mengumpulkan dan menganalisis data mengenai kondisi ibu melalui anamnesis dan
pemeriksaan fisik, untuk mendapatkan diagnosis kehamilan intrauterin, serta ada
tidaknya masalah atau komplikasi.
Penentuan usia kehamilan dapat dilakukan berdasarkan perhitungan dari hari
pertama siklus haid (HPHT) dengan menggunakan rumus Naegele dengan syarat
menstruasi haruslah teratur setiap 28 hari dan tidak menggunakan kontrasepsi hormonal.
Rumus Naegele adalah cara standar perhitungan tanggal jatuh tempo untuk kehamilan.
Hal ini dinamai Franz Karl Naegele (1778-1851), dokter kandungan Jerman yang
merancang aturan ini. Aturan ini memperkirakan tanggal taksiran persalinan (TP),
berdasarkan HPHT dengan cara menambahkan tahun satu, mengurangkan tiga pada
bulan dan menambahkan tujuh pada hari untuk tanggal tersebut . Hal ini mendekati
dengan rata-rata kehamilan manusia normal yang berlangsung selama 40 minggu (280

44
CSL Semester 5 Edisi Kedua

hari) dari HPHT, atau 38 minggu (266 hari) dari tanggal pembuahan. Kriteria tertentu
harus diikuti untuk menerapkan aturan Naegele, yaitu:
1. Sebelumnya 12 siklus harus teratur dan siklus 28-30 hari;
2. Ke-12 siklus sebelumnya tidak boleh dengan menggunakan pil kontrasepsi oral.
3. Periode menstruasi terakhir harus normal, yaitu perdarahan haid durasi 3-5 hari
dan rata-rata jumlah pad berubah per hari adalah 3

Anamnesis yang harus diperhatikan untuk menilai kondisi kehamilan pada pasien
adalah:
Riwayat kehamilan Riwayat obstetri lalu Riwayat penyakit Riwayat sosial
ini ekonomi
 Usia ibu hamil  Jumlah kehamilan - Jantung - status perkawinan
 Hari pertama haid  Jumlah persalinan - tekanan darah tinggi- respon ibu dan
terakhir, siklus haid  Jumlah persalinan - diabetes melitus keluarga terhadap
 Perdarahan cukup bulan -TBC kehamilan
pervaginam  Jumlah persalinan -pernah operasi - jumlah keluarga
 Keputihan premature - alergi obat/makanan di rumah yang
 Mual dan muntah  Jumlah anak hidup - ginjal membantu
 Masalah/kelainan  Jumlah keguguran - asma - siapa pembuat
- epilepsi keputusan dalam
pada kehamilan  Jumlah aborsi
- penyakit hati keluarga
sekarang  Perdarahan pada
-pernah kecelakaan - kebiasaan makan
 Pemakaian obat- kehamilan,
dan minum
obat (termasuk persalinan, nifas
-kebiasaan
jamu-jamuan) terdahlu
merokok,
 Adanya hipertensi
menggunakan
dalam kehamilan
obat-obatan dan
pada kehamilan
alkohol
terdahulu
- kehidupan seksual
 Berat bayi < 2,5 kg - pekerjaan dan
atau berat abyi > 4 aktivitas sehari-
kg hari
 Adanya masalah- - pilihan tempat
masalah selama untuk melahirkan
kehamilan, - pendidikan
persalinan, nifas - penghasilan
terdahulu

45
CSL Semester 5 Edisi Kedua

Wanita hamil bisa melakukan kunjungan rutin untuk pemeriksaan pranatal atau
karena perdarahan per vaginam, persalinan, hipertensi atau nyeri. Hal-hal yang biasanya
ditanyakan dalam anamnesis obstetrik sama saja dengan anamnesis lain pada umumnya.
Hal-hal yang berbeda misalnya adalah adalah:
1) Riwayat kehamilan sekarang
 Kapan hari pertama menstruasi terakhir pasien dan berapa lama biasanya siklus
menstruasi berlangsung?
 Sudah berapa bulan kehamilannya?
 Pernahkah ada perdarahan, diabetes, anemia, hipertensi, infeksi saluran kemih,
atau masalah selama kehamilan?
 Gejala apa yang menyertai kehamilan pasien (misalnya mual, muntah, nyeri
tekan payudara, frekuensi dalam berkemih)?
2) Riwayat obstetrik dahulu
Rincian lengkap mengenai kehamilan sebelumnya (paritas = jumlah persalinan bayi
yang potensial untuk lahir hidup; graviditas = jumlah kehamilan) di antaranya
kehamilan, cara persalinan, komplikasi pada ibu atau bayi, kesulitan saat menyusui,
berat lahir, jenis kelamin, nama, keadaan kesehatan anak sekarang, keguguran, dan
riwayat ginekologis dahulu. Tanyakan secara khusus mengenai penyakit jantung,
murmur, diabetes, hipertensi, anemia, epilepsi, dan lakukan penilaian fungsi
kardiorespiratorius.
3) Pemeriksaan obstetrik
Dibahas lebih lanjut dalam pemeriksaan ANC

F. PROSEDUR
1) Identitas
a. Nama, Usia, Pendidikan, Pekerjaan, Agama, Suku, Alamat
b. Nama suami, umur, pendidikan, pekerjaan, agama, suku, alamat
2) Keluhan utama dan tambahan

46
CSL Semester 5 Edisi Kedua

a. Jenis dan sifat gangguan yang dirasakan ibu


b. Lamanya mengalami gangguan tersebut
3) Riwayat pasien sekarang
4) Riwayat haid
a. Umur haid pertama, siklus, lamanya, banyaknya
b. Hari pertama haid terakhir (HPHT)
c. Usia kehamilan dan taksiran persalinan ( rumus naegele: tanggal
HPHT di tambah 7 dan bulan dikurangi 3)
5) Riwayat obstetrik
No Tgl/Bln/Th Jenis Berat Usia Jenis Penolong Keterangan
Persalinan Kelamin Badan Anak Persalinan

6) Riwayat Penyakit
a. Penyakit dahulu :
• DM, infeksi saluran kemih
• Penyakit jantung
• Tekanan darah tinggi
• Infeksi virus berbahaya
• TBC
• Ginjal
• Asma
• Epilepsi
• Penyakit hati
• Alergi obat atau makanan tertentu
• Pernah mendapat transfusi darah dan indikasi tindakan tersebut
• Inkompabilitas resus
• Paparan sinar –X/ rontgen
• Pernah kecelakaan
47
CSL Semester 5 Edisi Kedua

b. Penyakit dalam keluarga :


 Diabetes mellitus, hipertensi atau hamil kembar
 Kelainan bawaan
7) Riwayat Operasi/ pembedahan
• Dilatase dan kuretase
• Reparasi vagina
• Seksio sesaria
• Serviks incompetence
• Operasi non-ginecologi
8) Riwayat KB/ kontrasepsi
9) Riwayat antenatal
a.Selama hamil diperiksa dimana dan oleh siapa
b.Keluhan dan kelainan
c.Imunisasi

G. DAFTAR PUSTAKA
 Adriaansz, 2010. Asuhan Anternatal, Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo. P.T. Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta.
 Gleadle, J. 2007. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Penerbit
Erlangga. Jakarta.
 Manuaba, IBG. 2004. Panduan Kepaniteraan Klinik Obstetri dan
Ginekologi edisi 2. PT EGC. Jakarta.

H. TUGAS MAHASISWA
1) Masing-masing mahasiwa membuat anamnesis pasien obstetrik

CEKLIS ANAMNESIS OBSTETRI


Umpan
No Prosedur/ Aspek Latihan
Balik
ITEM INTERAKSI DOKTER-PASIEN
1 Mengucapkan salam pada awal wawancara
2 Mempersilakan duduk berhadapan
3 Memperkenalkan diri
48
CSL Semester 5 Edisi Kedua

4 Informed consent
ITEM PROSEDURAL
5 Menanyakan Identitas Pasien
6 Menanyakan keluhan utama dan tambahan
7 Menanyakan riwayat pasien sekarang
8 Menanyakan riwayat haid
9 Menanyakan obstetrik
10 Menanyakan riwayat penyakit dahulu
11 Menanyakan riwayat penyakit dalam keluarga
12 Menanyakan riwayat operasi/ pembedahan
13 Menanyakan riwayat KB/ kontrasepsi
14 Menanyakan riwayat ANC
ITEM PENALARAN KLINIS
15 Melakukan cross check (paraphrase atau pengulangan
terhadap apa yang dikatakan pasien)
Melakukan umpan balik (menanyakan hal-hal yang kurang
16
jelas, atau pertanyaan yang kurang jelas).
17 Mencatat semua hasil anamnesis
18 Menyimpulkan dan menginterpretasikan hasil anamnesis
ITEM PROFESIONALISME
19 Percaya diri, bersikap empati, tidak menginterogasi
20 Mengakhiri anamnesis dengan sikap yang baik

49
CSL Semester 5 Edisi Kedua

ANTENATAL CARE (ANC)


Oleh : dr. Oktadoni Saputra, dr. Efriyan Imantika, M.Sc.,Sp.OG

A. Tema Pembelajaran
Keterampilan Pemeriksaan Fisik Antenatal Care (ANC)

B. Tujuan
 Mahasiswa mampu menjelaskan dan melakukan informed consent ANC
 Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan Timbang dan Tensi pada
ANC
 Mahasiswa mampu melakukan prosedur Pemeriksaan Leopold I dengan
baik dan benar
 Mahasiswa mampu melakukan prosedur Pemeriksaan Leopold II dengan
baik dan benar
 Mahasiswa mampu melakukan prosedur Pemeriksaan Leopold III dengan
baik dan benar
 Mahasiswa mampu melakukan prosedur Pemeriksaan Leopold IV dengan
baik dan benar
 Mahasiswa mampu melakukan prosedur Pemeriksaan Auskultasi Denyut
Jantung Janin (DJJ) dengan Laennec secara baik dan benar
 Mahasiswa mampu mengintepretasikan hasil pemeriksaan ANC
 Mahasiswa mampu melakukan konseling kehamilan, rencana terapi,
tatalaksana lanjutan pada ibu hamil

C. Level Kompetensi
No Keterampilan Level of expected ability
1 Attending pregnant women -1- -2- -3- -4-
2 Inspection of abdomen of pregnant -1- -2- -3- -4-
woman
3 Palpation : fundal height, Leopold‟s -1- -2- -3- -4-
manoeuvre, external assessment of
position
4 Assessment of fetal heart rate -1- -2- -3- -4-
5 Pregnancy test, urine -1- -2- -3- -4-

D. Alat dan Bahan


 Manekin Pregnancy
 Meteran gulung
 Stetoskop monoaural Laenec
 Timbangan
 Tensimeter/ Sphygmomanometer & Stetoskop
50
CSL Semester 5 Edisi Kedua

 Meja, Kursi dan Bed Periksa dan alat tulis

E. Skenario
Amenorheae
Pada tanggal 5 April 2010, Ny. Ame, usia 22 tahun, G 1P0A0 memeriksakan
kehamilannya ke praktek dokter umum. Hari pertama haid terakhir (HPHT) tanggal 29
Juni 2009. Ny. Ame merasa kehamilannya lebih kecil dari bulan sebelumnya. Gerakan
janin dirasakan sama seperti sebelumnya. Kadang-kadang perut Ny.Ame kencang
sebentar tetapi kemudian menghilang lagi. Kencang-kencang teratur belum dirasakan.
Bloody show yang dipesankan oleh dokter saat kontrol sebelumnya juga belum ada. Ny.
Ame takut terjadi apa-apa dengan bayinya. Dokter kemudian melakukan pemeriksaan
Leopold, DJJ dan menyarankan Ny.Ame untuk kontrol setiap minggu.

F. Dasar teori / Rujukan


Definisi Antenatal Care (ANC)/Asuhan antenatal adalah suatu program yang
terencana berupa observasi, edukasi dan penanganan medik pada ibu hamil, untuk
memperoleh suatu proses kehamilan dan persalinan yang aman dan memuaskan. Istilah
lain asuhan antenatal/ pre natal.
Tujuan pemeriksaan antenatal adalah agar setiap kehamilan yang diinginkan
dapat mencapai persalinan dengan bayi dan ibu yang sehat dan selamat. Secara rinci,
tujuan Asuhan Antenatal adalah sebagai berikut :
1) Menjaga agar ibu sehat selama masa kehamilan, persalinan dan nifas serta
mengusahakan bayi yang dilahirkan sehat.
2) Memantau kemungkinan adanya risiko-risiko kehamilan, dan merencanakan
penatalaksanaan yang optimal terhadap kehamilan risiko tinggi.
3) Menurunkan morbiditas dan mortalitas ibu dan perinatal.
Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, pemeriksaan harus dilakukan secara
sistematis melalui 4 maneuver yang dibuat oleh Leopold dan Sporlin (1985).
Pemeriksaan Obstetrik Leopold biasa dilakukan pada kunjungan antenatal wanita hamil
terutama pada kehamilan trimester 2 dan 3 ataupun mulai kehamilan 28 minggu.
Kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali selama kehamilan
a) Satu kali pada triwulan pertama.
b) Satu kali pada triwulan kedua.
c) Dua kali pada triwulan ketiga.
Jadwal pemeriksaan ANC yang baik berdasarkan usia kehamilan dari HPHT :
a) Sampai 28 minggu : 4 minggu sekali
b) 28 - 36 minggu : 2 minggu sekali
c) Di atas 36 minggu : 1 minggu sekali
KECUALI jika ditemukan kelainan / faktor risiko yang memerlukan penatalaksanaan
medik lain, pemeriksaan harus lebih sering dan intensif.

51
CSL Semester 5 Edisi Kedua

Pelayanan/asuhan standar minimal termasuk "7T" :


a) (Timbang) berat badan.
b) Ukur (Tekanan) darah.
c) Ukur (Tinggi) fundus uteri.
d) Pemberian imunisasi (Tetanus Toksoid) TT lengkap
e) Pemberian Tablet zat besi, minimum 90 tablet selama kehamilan
f) Tes terhadap penyakit Menular Seksual.
g) Temu Wicara dalam rangka persiapan rujukan
Catt : Beberapa literature Cuma menyebutkan 5T (lima yang teratas a-e) tetapi jika
memungkinkan dan fasilitas memadai dilakukan sampai dengan 7T.
Sebelum melakukan pemeriksaan, sebaiknya dijelaskan prosedur pemeriksaan,
tujuan atau hasil yang diharapkan, serta menjelaskan bahwa pemeriksaan ini kadang-
kadang menimbulkan perasaan khawatir atau tidak anak tetapi tidak akan
membahayakan bayi yang ada dalam kandungan.
Dalam rangkaian pemerikisaan antenatal ini, terutama dilakukan Pemeriksaan
Obstetrik Leopold yaitu Pemeriksaan yang dilakukan dengan palpasi abdominal kedua
tangan pada uterus gravidus yang dilanjutkan dengan Pemeriksaan Auskultasi Denyut
Jantung Janin (DJJ) dengan stetoskop monoaural laenec
Pada pemeriksaan Leopold, wanita hamil yang diperiksa diminta berbaring
telentang dengan bahu dan kepala sedikit lebih tinggi (memakai bantal) dan pemeriksa
berada di sebelah kanan yang diperiksa. Kemudian ibu diminta menekuk tungkai pada
pangkal paha dan lutut sehingga bagian abdomen dalam posisi yang rileks. Pastikan saat
pemeriksaan uterus tidak sedang berkontraksi. Suhu tangan pemeriksa hendaknya
disesuaikan dengan suhu tubuh wanita hamil yang diperiksa, dengan maksud supaya
dinding perut wanita tersebut tidak tiba-tiba menjadi kontraktil.
Posisi bayi di dalam rahim diperkirakan melalui inspeksi dan palpasi pad
abdomen ibu hamil, dengan beberapa pertanyaan penuntun yang kita pikirkan :
1. Apakah letak janin memanjang, melintang atau oblique?
2. Apakah presentasi janin?
3. Dimana bagian punggung janin?
4. Dimana bagian kecil/ekstrimitas janin?
5. Bagian janin apa yang berada di fundus?
6. Apakah janin sudah masuk panggul?
7. Berapa tinggi fundus uteri pada abdomen ibu?
8. Berapa perkiraan berat janin?
Cara Pemeriksaan menurut Leopold dibagi dalam 4 tahap. Pada pemeriksaan
menurut Leeopold I, II dan III, pemeriksa menghadap ke arah muka wanita yang
diperiksa sedangkan pada pemeriksaan Leopold IV pemeriksa menghadap ke arah kaki
wanita tersebut. Adapun sistematika pemeriksaan ANC sebagai berikut.

52
CSL Semester 5 Edisi Kedua

G. Prosedur
1) Senyum, Salam, Sapa
2) Anamnesis
Hal yang ditanyakan sama dengan prosedur anamnesis yang lain (identitas, dst)
kemudian ditambah dengan menanyakan :
 Riw. Kehamilan sekarang (Tanda/gejala kehamilan, HPHT, taksiran
hari persalinan dengan rumus Naegele (H +7, Bln -3, Thn +1),
 Riw ANC sebelumnya dan keluhan apakah terkait dengan kehamilan
atau tidak
 Riw khusus Obs-Gyn; status obstetric/hamil,melahirkan,aborsi
(GxPxAx),
 Ada/tidaknya masalah2 pada kehamilan / persalinan sebelumnya
seperti prematuritas, cacat bawaan, kematian janin, perdarahan dan
sebagainya.
 Penolong persalinan terdahulu, cara persalinan, penyembuhan luka
persalinan, keadaan bayi saat baru lahir, berat badan lahir jika masih
ingat.
 Riwayat menarche, siklus haid, ada/tidak nyeri haid atau gangguan
haid lainnya, riwayat penyakit kandungan lainnya.
 Riwayat kontrasepsi, lama pemakaian, ada masalah/tidak.
3) Informed Consent
Perlu diinformasikan tentang ANC, tujuan dan berapa kali kunjungan yang
dianjurkan, pemeriksaan yang dilakukan saat kunjungan termasuk tentang
pemeriksaan Leopold (tujuan pemeriksaan Leopold, menjelaskan
pemeriksaan tidak berbahaya bagi ibu dan janin) kemudian meminta izin
secara lisan kepada sang ibu.
Note : informed consent, dilakukan pada awal melakukan ANC, dan setiap
memasuki pemeriksaan Leopold
4) Cuci tangan, persiapan alat, persiapan pasien dan pemeriksa
5) Pemeriksaan Tensi
Sama dengan CSL Vital Sign
6) Pemeriksaan Timbang Berat Badan
Sama dengan penimbangan pada CSL Antropometri/ General survey
7) Pemeriksaan Obstetrik Leopold
Pemeriksaan Obstetrik Leopold ada 4; Leopold I, II, III dan IV dengan rincian
sebagai berikut:

a) Pemeriksaan Leopold I
Maksud pemeriksaan Leopold I adalah untuk menentukan tinggi fundus uteri
(untuk memperkirakan usia kehamilan) serta menentukan bagian janin yang terletak
pada fundus uteri. Adapun cara pemeriksaan Leopold 1 sebagai berikut:

53
CSL Semester 5 Edisi Kedua

1. Memposisikan ibu dengan lutut fleksi (kaki ditekuk 450 atau lutut bagian
dalam diganjal bantal) dan pemeriksa menghadap ke arah ibu
2. Inspeksi. Perhatikan kontur rahim pada kulit abdomen
3. Kemudian letakkan sisi lateral telunjuk kiri pada puncak fundus uteri untuk
menentukan tinggi fundus. Perhatikan agar jari tersebut tidak mendorong
uterus ke bawah (jika diperlukan, fiksasi uterus bawah dengan meletakkan ibu
jari dan telunjuk tangan kanan di bagian lateral depan kanan dan kiri, setinggi
tepi atas simfisis)
4. Kemudian dengan meteran gulung ukur jarak dari symphisis pubis ke fundus
uteri (tinggi fundus uteri/ TFU)
5. Rasakan bagian bayi yang ada pada bagian tersebut dengan jalan menekan
secara lembut dan menggeser telapak tangan kiri dan kanan secara bergantian.
Bokong bayi akan memberikan sensasi besar, tidak begitu bulat dan lunak
sedangkan jika kepala akan teraba keras, bulat lebih mudah digerakkan dan ada
ballotemen.

b) Pemeriksaan Leopold II
Leopold II untuk menentukan bagian janin yang terletak pada bagian lateral
kanan dan kiri (untuk menentukan letak punggung janin sebagai patokan lokasi menilai
DJJ) dan menentukan situs bayi (memanjang, melintang atau oblik). Adapun langkah-
langkah pemeriksaan Leopold II adalah sebagai berikut :
1. Posisi ibu masih dengan lutut fleksi (kaki ditekuk) dan pemeriksa menghadap
ibu
2. Letakkan telapak tangan kiri pada dinding perut lateral kanan dan telapak
tangan kanan pada dinding perut lateral kiri ibu secara sejajar dan pada
ketinggian yang sama.
3. Tekan secara bergantian atau bersamaan (simultan) telapak tangan kiri dan
kanan mulai dari bagian atas. Kemudian geser ke arah bawah dan rasakan
adanya bagian-bagian janin.
4. Bagian yang rata dan memanjang adalah punggung janin sedangkan bagian-
bagian yang kecil adalah ekstremitas janin.

c) Pemeriksaan Leopold III


Tujuan dari pemeriksaan leopold III adalah untuk menentukan bagian
janin yang terletak di bagian terbawah atau dekat simfisis pubis.
1. Posisi ibu masih dengan lutut fleksi (kaki ditekuk) dan pemeriksa menghadap
ibu
2. Letakkan ujung telapak tangan kiri pada dinding lateral kiri bawah, telapak
tangan kanan pada dinding lateral kanan bawah perut ibu.
3. Tekan secara lembut secara bersamaan/bergantian untuk menentukan bagian
terbawah janin.

54
CSL Semester 5 Edisi Kedua

4. Bagian yang keras, bulat dan hampir homogen adalah kepala, sedangkan
tonjolan yang lunak kurang simetris adalah bokong.

d) Pemeriksaan Leopold IV
Pemeriksaan leopold IV merupakan pemeriksaan lanjutan untuk memastikan
hasil dari pemeriksaan leopold III. Tujuannya adalah apakah bagian terbawah
janin sudah memasuki pintu atas panggul atau belum, dan bila sudah masuk PAP,
berapa bagian yang telah masuk atau melewati PAP.
1. Pemeriksa menghadap ke arah kaki ibu, dengan posisi kaki ibu lurus
2. Letakkan ujung telapak tangan kiri dan kanan pada lateral kiri dan kanan
uterus bawah, ujung-ujung jari tangan kiri dan kanan berada pada tepi atas
simfisis.
3. Temukan kedua ibu jari kiri dan kanan kemudian rapatkan semua jari-jari
tangan yang meraba dinding bawah uterus. Perhatikan sudut yang dibentuk.
(Konvergen = V kepala belum masuk PAP, Divergen = >< kepala sudah
masuk PAP)
4. Pindahkan ibu jari dan telunjuk tangan kiri pada bagian terbawah janin (bila
presentasi kepala, upayakan memegang bagian kepala didekat leher dan bila
presentasi bokong upayakan untuk memegang pinggang bayi)
5. Fiksasi bagian terbawah janin, kearah pintu atas panggul kemudian letakkan
jari-jari tangan kanan di antara tangan kiri dan simfisis sehingga bisa
diperkirakan seberapa jauh bagian terbawah janin masuk ke dalam pintu atas
panggul. Bila belum masuk, teraba balotemen kepala.

Gambar 1. Pemeriksaan Obstetrik Leopold I, II, III dan IV

Pada Pemeriksaan tersebut di atas mungkin terdapat keganjilan, misalnya


terdapat penonjolan kepala di atas simfisis. Mungkin pula terdapat kepala janin lain
pada gemelli. Hendaknya ditentukan pula letak janin dalam uterus. Letak yang ideal
adalah memanjang dengan kepala di bawah (presentasi kepala) dan dengan sikap badan

55
CSL Semester 5 Edisi Kedua

fleksi (dagu dekat dengan dada sedangkan badan membongkok). Kemudian setelah
diagnosis ditegakkan, pengobatan dan nasehat dapat diberikan.

8) Pemeriksaan Auskultasi Denyut Jantung Janin


Pemeriksaan Denyut Jantung Janin (DJJ) dilakukan dengan menggunakan
stetoskop monoaural laenec. Pemeriksaan dilakukan setelah Pemeriksaan Obstetrik
Leopold saat relaksasi uterus (setelah HIS). Normalnya 120-160 kali per menit.
Prosedur pemeriksaan sebagai berikut :
a) Setelah pemeriksaan Leopold, angkat kedua tangan dari dinding perut ibu
kemudian ambil stetoskop monoaural laenec dengan tangan kiri, kemudian
tempelkan ujungnya pada dinding perut ibu yang sesuai dengan posisi punggung
bayi (bagian yang memanjang dan merata)
b) Tempelkan telinga kiri pemeriksa dan dengarkan bunyi jantung bayi
c) Pindahkan titik dengar apabila pada titik pertama bunyi jantung kurang jelas
(upayakan untuk mendapatkan puntum maksimum). Apabila dinding perut cukup
tebal sehingga sulit untuk mendengarkan bunyi jantung bayi, pindahkan ujung
stetoskop pada dinding perut yang relatif tipis yaitu sekitar 3 cm dibawah
umbilikus (sub-umbilikus)
d) Dengarkan dan hitung bunyi jantung bayi selama 60 detik, perhatikan irama
regular atau irregular (frekuensi 120-160 kpm)

9) Penutup
Akhiri kunjungan antenatal dengan memberikan konseling kehamilan berupa
hasil pemeriksaan (keadaan ibu, janin dan kehamilannya), rencana tindak lanjut (apa
yang harus dilakukan ibu hamil) dan terapi jika ada. Jangan lupa mengingatkan kapan
bumil harus control kembali, mencatat semua data pada rekam medik dan mengakhiri
dan menutup pemeriksaan dengan baik.

H. Daftar Pustaka
 Berek, Jonathan. S, 2002. Novak‟s Gynecology. 13th edition. Lippincott
Williams & Wilkins
 Cunningham, F. Gary. Et al. 2001. Williams‟ Obstetric 21st edition. The
McGraw Hill Companies.
 Anonim. Catatan Kuliah (CAKUL) Obgyn FKUI - Pemeriksaan Obstetri dan
Asuhan Antenatal
 Anonim, 2002. Buku Panduan Asuhan kesehatan Maternal. JNPKKR/POGI,
BKKBN, DEPKES dan JHPIEGO/STARH PROGRAM. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo-Bagian Obstetri
 Kementerian Kesehatan RI dan WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di
Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
2013.

56
CSL Semester 5 Edisi Kedua

Check List Latihan Antenatal Care (ANC)


No Prosedur/langkah klinik yang dinilai Umpan Balik
I. Item Interaksi Dokter Pasien
1 Senyum, Salam, Sapa
2 Anamnesis singkat
3 Jelaskan prosedur,tujuan dan hasil yang diharapkan (Informed)
ketika akan memulai ANC, setiap pemeriksaan Leopold
4 Meminta persetujuan lisan (Consent)
II. Item Prosedural
5 Memposisikan model (Persilahkan ibu berbaring, sisihkan pakaian,
menekuk kaki serta menutup paha dan kaki ibu dengan selimut)
6 Cuci tangan dengan sabun, bilas dengan air mengalir kemudian
keringkan dengan handuk pribadi (Simulasi)
7 Pemeriksa berada di sisi kanan ibu
Leopold 1
8 Memposisikan ibu dengan lutut fleksi dan menghadap ke kepala ibu
Rasakan bagian bayi yang ada pada bagian fundus uteri,
9 menyebutkan bagian janin apa yang dipalpasi serta mengukur tinggi
fundus uteri
10 Leopold 2:
Menghadap bagian kepala ibu. Letakkan telapak tangan kiri pada
dinding perut lateral kanan dan telapak tangan kanan pada dinding
perut lateral kiri ibu secara sejajar dan pada ketinggian yang sama.
Tekan secara bergantian atau bersamaan (simultan) dari atas ke arah
11 bawah, rasakan serta sebutkan bagian janin yang dipalpasi. {Bagian
yang rata dan memanjang (punggung) atau bagian-bagian yang kecil
(ekstrimitas)}.
Leopold 3:
12 Melakukan pemeriksaan leopold 3 dengan benar, menentukan dan
menyebutkan bagian terbawah janin (Bagian yang keras, bulat dan
hampir homogen adalah kepala, sedangkan tonjolan yang lunak
kurang simetris adalah bokong)
13 Leopold 4:
Menghadap ke bagian kaki ibu
14 Melakukan pemeriksaan leopold 4 secara benar, temukan kedua ibu
jari kiri dan kanan kemudian rapatkan semua jari-jari tangan yang
meraba dinding bawah uterus.
(Perhatikan dan sebut hasilnya sudut yang dibentuk oleh jari-jari kiri
dan kanan, konvergen atau divergen)
15 Pindahkan ibu jari dan telunjuk tangan kiri pada bagian terbawah
janin (bila presentasi kepala, upayakan memegang bagian kepala
didekat leher dan bila presentasi bokong upayakan untuk memegang
57
CSL Semester 5 Edisi Kedua

pinggang bayi)
16 Fiksasi bagian terbawah janin kearah pintu atas panggul kemudian
letakkan jari-jari tangan kanan di antara tangan kiri dan simfisis
untuk menilai seberapa jauh bagian terbawah janin telah memasuki
pintu atas panggul.
(Sebutkan seberapa jauh bagian terbawah janin telah masuk
panggul.)
Pemeriksaan Auskultasi DJJ dengan Stetoskop monoaural Laennec
17 Setelah pemeriksaan Leopold, angkat kedua tangan dari dinding
perut ibu kemudian ambil stetoskop monoaural laenec dengan
tangan kiri, kemudian tempelkan ujungnya pada dinding perut ibu
yang sesuai dengan posisi punggung bayi (bagian yang memanjang
dan merata)
18 Tempelkan telinga kiri pemeriksa dan dengarkan bunyi jantung bayi
19 Pindahkan titik dengar apabila pada titik pertama bunyi jantung
kurang jelas (upayakan untuk mendapatkan puntum maksimum).
Apabila dinding perut cukup tebal sehingga sulit untuk
mendengarkan bunyi jantung bayi, pindahkan ujung stetoskop pada
dinding perut yang relatif tipis yaitu sekitar 3 cm dibawah umbilikus
(sub-umbilikus)
20 Dengarkan dan hitung bunyi jantung bayi selama 60 detik,
perhatikan irama regular atau irregular (frekuensi 120-160 kpm)
III. Item Penalaran Klinis
22 Simpulkan hasil pemeriksaan secara keseluruhan, posisi,letak dan
presentasi janin, janin sudah masuk panggul belum serta seberapa
jauh bagian terbawah janin masuk panggul, artinya secara klinis,
memberikan saran dan rencana selanjutnya sesuai dengan keadaan
klinis pasien
23 Simpulkan hasil pemeriksaan DJJ (frekuensi, irama, arti secara
klinis serta rencana tindak lanjut)
IV. Item Profesionalisme
24 Tunjukkan sikap percaya diri
25 Tunjukkan sikap menghormati pasien
26 Tutup, memberikan salam serta mencatat pada medical record

58
CSL Semester 5 Edisi Kedua

Asuhan Persalinan Normal (APN) I : Kala I & Kala II


Oleh : dr. Oktadoni Saputra, dr. Dian Isti Angraini, MPH

A. Tema Pembelajaran
Keterampilan Prosedural Asuhan Persalinan Normal (APN) : Kala I dan II

B. Tujuan
1. Mahasiswa mampu melakukan persiapan APN
 Memilih dan memeriksa alat dan bahan yang diperlukan termasuk
menyalakan lampu
 Simulasi memberikan salam dan melakukan anamnesis seperlunya
 Mempersiapkan klien (model) dalam posisi litotomi
 Simulasi mencuci kedua tangan dengan desinfektan, termasuk melepas
cincin, jam, dsb.
 Memakai sarung tangan secara aseptik
2. Mampu Melakukan prosedur APN Kala I dan II
 Melakukan manajemen kala 1 meliputi pemeriksaan abdomen (Leopold)
dan pemeriksaan dalam
 Melakukan manajemen kala 2 meliputi memimpin meneran, melahirkan
kepala, bahu dan tubuh bayi

C. Level Kompetensi
Keterampilan : Normal Delivery Level Kompetensi
Attending woman in labour -1- -2- -3- -4-
Obstetric examination (assessment of cervix,
dilatation, membranes, presentation of fetus, -1- -2- -3- -4-
descent)

D. Alat dan Bahan


1. Manekin Persalinan
2. Partus Set steril berisi :
 Sarung tangan steril : 2 pasang
 Gunting Siebold (tali pusat) : 1
 Gunting episiotomi : 1
 Klem arteri (klem Kelly) : 2
 Klem Tali Pusat : 2
 Kocher setengah : 1
 Benang DTT/ Klem tali pusat : 1
 Kassa steril secukupnya
Gambar 2. Partus Set
 Kain duk steril : 4
 Spuit 5 cc berisi lidokain 1 %, spuit 3 cc, 1 cc masing-masing : 1
59
CSL Semester 5 Edisi Kedua

 Benang jahit luka episiotomy


 Medikamentosa : oksitosin, ergometrin, Vit K
 Mahasiswa wajib hapal dan tahu PARTUS SET
3. Peralatan lain :
 Lampu sorot
 Stetoskop dan Tensimeter
 Stetoskop Monoaural (Laenec/ Pinard)
 Oksigen dalam regulator
 Bahan antiseptik (khlorheksidn, povidon iodine 10%,klorin 5%)
 Kateter (nelaton, foley)
 Bengkok, baskom besar
 Tempat sampah (medis, non-medis, sampah tajam)
 Alat Pelindung Diri (APD) ; Hat, Google, Masker, Celemek plastik, Sepatu
Boots
4. Perlengkapan pribadi ibu & bayi
5. Set resusitasi bayi
 Penghisap lendir, spatula lidah, ambu bag 1 set
 Meja bersih, popok & selimut bayi, kain bersih: 2
 Medikamentosa

E. Skenario
MP (Melahirkan Pertama)
Tanggal 1 april 2009, Ny. Ame, 25 tahun, G1P0A0, HPHT 1 juli 2008 datang ke
rumah sakit dengan his yang teratur dan makin sering. Bloody show (+). Dari PL
didapatkan: KU baik, Vital sign( TD 130/80mmhg, nadi 88x/menit, RR 20x/m,T 37 oC),
janin tunggal, denyut jantung janin masih baik. Dilakukan evaluasi servik , didapatkan
pembukaan 4 cm, letak kepala, presentasi belakang kepala. Setelah sekitar 6 jam, sang
ibu terlihat mulai mengejan, perineum terlihat menonjol dan anus terbuka. Dilakukan
PD dengan hasil pembukaan sudah lengkap. Pimpin persalinan dengan prosedur Asuhan
Persalinan Normal.

F. Dasar teori / Rujukan


A. Definisi
 Persalinan (partus = labor) adalah proses pengeluaran produk konsepsi yang
viable melalui jalan lahir biasa.
 Delivery adalah momentum kelahiran janin sejak kala II
 5 benang merah dalam APN :
1. Pengambilan Keputusan Klinik
2. Sayang ibu dan sayang bayi

60
CSL Semester 5 Edisi Kedua

3. Pencegahan Infeksi
4. Dokumentasi
5. Rujukan
B. Kala persalinan
Proses persalinan terdiri dari 4 kala, yaitu;
1) Kala I : waktu untuk pembukaan serviks sampai menjadi pembukaan lengkap
10cm (Dilatasi servik)
2) Kala II : kala pengeluaran janin, waktu uterus dengan kekuatan his ditambah
kekuatan mengedan mendorong janin keluar hingga lahir (Pengeluaran janin)
3) Kala III: waktu uintuk pelepasan dan pengeluaran plasenta
4) Kala IV: mulai dari lahirnya plasenta selama 1-2 jam

Kala I
In partu (partus mulai) ditandai dengan keluarnya lender bercampur darah
(bloody shows), karena serviks mulai dilatasi dan mendatar. Darah berasal dari
pecahnya pembuluh darah kapiler sekitar kanalis sevikalis karena pergeseran ketika
serviks mendatar dan terbuka. Selainitu juga terjadi His (kontraksi rahim) yang makin
teratur. His yang adekuat saat in partu antara lain :
 Lama kontraksi 30-50 menit
 Simetri
 Dominasi fundus
 Relaksasi optimal
 Interval 2-4 menit
 Intensitas cukup
Kala I dibagi 2 fase;
1. Fase laten, dimana dilatasi serviks berlangsung lambat; sampai pembukaan 3cm.
2. Fase aktif, mulai dari pembukaan 4 cm sampai 10 cm (lengkap).

Kala II
Pada kala pengeluaran janin, his terkoordinir, kuat, cepat dan lebih lama, kira-
kira 2-3menit sekali. Kepala janin telah turun masuk ruang panggul sehingga terjadi
tekanan pada otot-otot dasar panggul yang secara reflektoris menimbulkan rasa
meneran. Karena tekanan pada rectum, ibu merasa seperti mau BAB, dengan tanda
anus terbuka. Pada waktu his, kepala janin mulai kelihatan, vulva membuka dan
perineum meregang. Dengan his meneran yang terpimpin, akan lahirlah kepala, diikuti
oleh seluruh badan janin.

Kala III dan IV


Kala ini akan dibicarakan khusus pada keterampilan CSL selanjutnya.

61
CSL Semester 5 Edisi Kedua

G. Prosedur
1. Anamnesis
 Identifikasi pasien
 Keluhan utama pasien datang
 Tanda-tanda in partu (bloody show, HIS teratur dan makin sering)
 Tanda-tanda kehamilan resiko tinggi :
 Usia : < 16 tahun/ > 35 tahun
 Interval terlalu dekat/jauh : < 2 athun/ > 10 tahun
 Paritas > P4  Grande Multi
 Riw. Obstetri buruk ; Sectio Caesaria (SC), Premture 2x, Abortus 3x,
Forcep, Ekstraksi vakum, Perdarahan Post Partum, dll
 Tinggi Badan (TB) < 145 cm
 Penyakit obstetri : penyakit yang timbul secara langsung karena
kehamilannya
 Penyulit Medis : Paru (TBC,Asma), SLE, Kelainan hematologi, CVD,
SSP (Epilepsi), Ginjal (SN,GNA), Diabetes Mellitus, dll
 Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT/ Last Menstrual Period)
 Taksiran Persalinan
 Riwayat Penyakit (sebelum dan selama kehamilan) termasuk alergi
 Riwayat Persalinan (Paritas)

2. Persiapan ibu
 Periksa umum; vital sigan
 Kosongkan kandung kemih
 Ganti pakaian yang longgar

3. Menolong/ Memimpin persalinan normal


a. Kala I
Periksa Luar:
 Tentukan tinggi fundus uteri dan letak janin dengan leopold
 Menentukan penurunan bagian terbawah janin dengan bidang Hodge
 Memantau denyut jantung janin, normal 120-180x/menit
 Menilai kontraksi uterus, frekuensi his dan lamanya
Periksa Dalam
 Tentukan konsistensi dan pendataran serviks (termasuk kondisi jalan lahir) dgn
bishop score
 Mengukur besarnya pembukaan, 1-10cm atau jari
 Menilai selaput ketuban, apakah masih intake atau tidak
 Menentukan presentasi janin dan seberapa jauh bagian terbawah telah melalui
jalan lahir
 Menentukan denominator

62
CSL Semester 5 Edisi Kedua

b. Kala II
 Apabila pembukaan telah lengkap maka akan terlihat perineum menonjol,
vulva dan sfingter ani membuka, tampak bagian kepala janin di bukaan
introitus vagina
 Setelah pembukaan lengkap, pimpin untuk meneran apabila timbul dorongan
spontan untuk melakukan hal itu
 Tiap his kepala lebih maju, anus terbuka, perineum meregang. Tahan perineum
dgn tangan kanan beralaskan kain kassa atau doek steril agar tidak terjadi
ruptur perinea
 Lahirkan kepala dengan perasat Rietgen: bila perineum meregang dan menipis,
tangan kiri menekan bagian belakang kepala janin ke arah anus, tangan kanan
menahan perineum. Dengan ujung-ujung jari tangan kanan yang melalui kulit
perineum dicoba mengait dagu janin dan ditekan kearah simfisis pelan-pelan.
Secara berturut-turut lahirlah ubun-ubun kecil di bawah simfisis sebagai
hipomochlion, ubun-ubun besar, dahi, muka dan dagu.

(Gambar 2. Crowning Kepala Janin pada Kala II)

 Usap muka janin dan periksa kalau ada lilitan tali pusat, kepala kemudian akan
melakukan putaran paksi luar (restitusi) kearah dimana punggung janin berada.
 Pegang kepala janin dengan kedua tangan secara biparietal,
 Lahirkan bahu depan dengan menarik kepala kearah anus (bawah)
 Lahirkan bahu belakang dengan menarik pelan-pelan kearah simfisis (atas)
 Lahirkan badan , bokong dan kaki dengan melakukan Sangga-Susur
 Letakkan bayi dengan kepala lebih rendah, hisap lender dengan penghisap
lender
 Klem tali pusat pada 2 tempat 5 dan 10 cm dari umbilicus, gunting di
antaranya.
 Ujung talipusat bayi di ikat kuat dengan tali atau klem plastic sehingga tidak
ada perdarahan. Metode mengikat = “buku ketemu buku”
 Hangatkan bayi, keringkan, buang popok basah, selimuti dengan popok kering,
pasang topi dan letakkan diantara kedua payudara ibu untuk IMD jika APGAR
baik
 Awasi lagi uterus untuk memastikan tidak ada bayi lagi/kembar
63
CSL Semester 5 Edisi Kedua

 Beritahu ibu dan lakukan Injeksi oksitosin 1 ampul , siapkan klem untuk Kala
III

H. Daftar Pustaka
 Anonim. 2008 : Buku Panduan Peserta Pelatihan Klinik : Asuhan Persalinan
Normal; Asuhan Esensial, Pencegahan dan Penanggulangan Segera
Komplikasi Persalinan dan Bayi Baru lahir. Jaringan Nasional Pelatihan
Klinik-Kesehatan Reproduksi (JNPK-KR). Depkes RI. Indonesia
 Anonim, 2002. Buku Panduan Asuhan kesehatan Maternal. JNPKKR/POGI,
BKKBN, DEPKES dan JHPIEGO/STARH PROGRAM. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo-Bagian Obstetri Ginekologi FKUI. Jakarta.

I. Evaluasi

Cek list Penilaian Prosedur Asuhan Persalinan Normal


Umpan
KEGIATAN
Balik
I. MENGENALI GEJALA DAN TANDA KALA DUA
1. Mendengar dan melihat adanya tanda persalinan kala dua.
 Ibu mempunyai keinginan untuk meneran.
 Ibu merasa tekanan yang semakin meningkat pada rektum dan/atau
vaginanya.
 Perineum menonjol dan menipis
 Vulva-vagina dan sfingter anal membuka.
II. MENYIAPKAN PERTOLONGAN PERSALINAN
2. Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial
 Klem, gunting, benang tali pusat, penghisap lendir steril siap dalam
wadahnya.
 Semua pakaian, handuk selimut dan kain untuk bayi dalam kondisi
bersih dan hangat
 Timbangan, pita ukur, stetoskop bayi, dan termometer dalam kondisi
baik dan bersih
 Patahkan oksitosin 10 U dan tempatkan spuit steril sekali pakai di
dalam partus set/wadah DTT
 Untuk resusitasi  tempat datar, rata, bersih, kering dan hangat, 3
handuk/kain bersih dan kering, alat penghisap lendir, lampu sorot 60
watt dengan jarak 60 cm di atas tubuh bayi
 Menggelar kain diatas perut ibu dan tempat resusitasi serta ganjal
bahu bayi
3. Gunakan apron, sepatu tertutup kedap air, tutup kepala, masker,
kacamata

64
CSL Semester 5 Edisi Kedua

4. Melepaskan dan menyimpan semua perhiasan yang dipakai, cuci tangan


dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian keringkan tangan
dengan tissue atau handuk yang bersih dan kering.
5. Pakai sarung tangan DTT pada tangan yang akan dipergunakan untuk
periksa dalam.
6. Masukkan oksitosin 10 U ke dalam tabung suntik (gunakan tangan yang
memakai sarung tangan DTT dan steril) (pastikan tidak terjadi
kontaminasi pada alat suntik).

III. MEMASTIKAN PEMBUKAAN LENGKAP DAN KEADAAN


JANIN BAIK
7. Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati dari
depan ke belakang dengan menggunakan kapas atau kassa yang dibasahi
air DTT.
 Jika introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi tinja,
bersihkan dengan seksama dari arah depan ke belakang.
 Buang kapas atau kassa pemberih (terkontaminasi) dalam wadah
yang tersedia.
 Ganti sarung tangan jika terkontaminasi (dekontaminasi, lepaskan
dan rendam dalam larutN KLORIN 0,5%  langkah #9
8. Lakukan periksa dalam untuk memastikan pembukaan lengkap,
 Bila selaput ketuban belum pecah dan pembukaan sudah lengkap
maka lakukan amniotomi.
 Syarat amniotomi: kepala sudah masuk ke dalam panggul dan tali
pusat tidak teraba
9. Dekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang
masih memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5% kemudian
lepaskan dan rendam dalam keadaan terbalik dalam larutan klorin 0,5%
selama 10 menit. Cuci kedua tangan setelah sarung tangan dilepaskan.
10. Periksa Denyut Jantung Janin (DJJ) setelah kontraksi/saat relaksasi
uterus untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120-
160x/menit).
 Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal
 Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ dan semua
hasil-hasil penilaian serta asuhan lainnya pada Partograf
IV. MENYIAPKAN IBU DAN KELUARGA UNTUK MEMBANTU
PROSES BIMBINGAN MENERAN
11. Beritahukan bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik
dan bantu ibu dalam menemukan posisi yang nyaman dan sesuai dengan
keinginannya.
a. Tunggu hingga timbul rasa ingin meneran, lanjutkan pemantauan

65
CSL Semester 5 Edisi Kedua

kondisi dan kenyamanan ibu dan janin (ikuti pedoman


penatalaksanaan fase aktif) dan dokumentasikan semua temuan yang
ada.
b. Jelaskan pada anggota keluarga tentang bagaimana peran mereka
untuk mendukung dan memberi semangat pada ibu untuk meneran
secara benar
12. Minta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran ( bila ada rasa
ingin meneran dan terjadi kontraksi yang kuat, bantu ibu ke posisi
setengah duduk atau posisi lain yang diinginkan dan pastikan ibu merasa
nyaman)
a. Bimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif
b. Dukung dan beri semangat pada saat meneran dan perbaiki cara
meneran apabila caranya tidak sesuai
c. Bantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya (kecuali
posisi berbaring terlentang dalam jangka waktu yang lama)
d. Anjurkan ibu untuk beristirahat di antara kontraksi
e. Anjurkan keluarga memberi dukungan dan semangat untuk ibu
f. Berikan cukup asupan cairan per-oral (minum)
13. Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa ada dorongan
yang kuat untuk meneran :
 Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai
 Segera rujuk jika bayi belum atau tidak akan segera lahir
setelah 120 menit (2 jam) meneran (primigravida) atau 60
menit (1 jam) meneran (multigravida)
14. Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang
nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam
waktu 60 menit
V. PERSIAPAN PERTOLONGAN KELAHIRAN BAYI
15. Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu, jika
kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm
16. Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian di bawah bokong ibu
17. Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat dan
bahan
18. Pakai sarung tangan DTT pada kedua tangan
VI. MENOLONG KELAHIRAN BAYI
Lahirnya Kepala
19. Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka vulva
maka lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi dengan kain
bersih dan kering. Tangan yang lain menahan kepala bayi untuk
menahan posisi defleksi dan membantu lahirnya kepala. Anjurkan ibu
untuk meneran perlahan atau bernafas cepat dan dangkal.
20. Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan ambil tindakan yang
66
CSL Semester 5 Edisi Kedua

sesuai jika hal itu terjadi, dan segera lanjutkan proses kelahiran bayi.
 Jika tali pusat melilit leher secara longgar, selipkan tali pusat lewat
kepala bayi
 Jika lilitan terlalu ketat, klem tali pusat di dua titik lalu gunting di
antaranya.
21. Tunggu kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan.
Lahiran Bahu
22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparietal.
Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi, dengan lembut gerakkan
kepala kearah bawah dan distal hingga bahu depan muncul di bawah
arkus pubis dan kemudian gerakkan kearah atas dan distal untuk
melahirkan bahu belakang.
Lahirnya Badan dan Tungkai
23. Setelah kedua bahu lahir, geser tangan bawah untuk kepala dan bahu.
Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang lengan dan siku
ke sebelah atas.
24. Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut ke
punggung, bokong, tungkai dan kaki. Pegang kedua mata kaki
(masukkan telunjuk di antara kaki dan pegang masing-masing mata kaki
dengan ibu jari dan jari-jari lainnya).
VII. PENANGANAN BAYI BARU LAHIR
25. Lakukan penilaian (selintas, 30 detik)  APGAR Score
 Apakah kehamilan cukup bulan?
 Apakah air ketuban jernih, tidak tercampur mekoneum
 Apakah bayi menangis kuat dan/atau bernafas tanpa kesulitan
 Apakah bayi bergerak dengan aktif
Bila salah satu jawaban adalah “TIDAK” lanjut ke langkah resusitasi pada
asfiksia bayi baru lahir (melihat penuntun berikutnya). Bila semua jawaban
adalah “YA” lanjut ke 26
26. Keringkan tubuh bayi
Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya
kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk basah
dengan handuk/kain yang kering
Biarkan bayi diatas perut ibunya
27. Periksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam
uterus (hamil tunggal)
28. Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar terus berkontraksi
baik
29. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin 10 unit I.M
(intramuskuler) di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi
sebelum menyuntikkan oksitosin)

67
CSL Semester 5 Edisi Kedua

30. Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3
cm dari pusat bayi. Mendorong isi tali pusat kearah distal (ibu) dan jepit
kembali tali pusat pada 2 cm distal dari klem pertama.
31. Pemotongan dan pengikatan tali pusat
 Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi
perut bayi) dan lakukan pengguntingan tali pusat diantara dua klem
tersebut
 Ikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi
kemudian melingkarkan kembali benang tersebut dan mengikatnya
dengan simpul kunci pada sisi lainnya
 Lepaskan klem dan masukkam dalam wadah yang telah disediakan
32. Letakkan bayi agar ada kontak kulit ibu ke kulit bayi. Letakkan bayi
tengkurap di dada ibu. Luruskan bahu bayi sehingga bayi menempel di
dada/ perut ibu. Usahakan kepala bayi berada di antara payudara ibu
dengan posisi lebih rendah dari puting payudara ibu.
33. Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi di kepala
bayi

68
CSL Semester 5 Edisi Kedua

Manajemen Aktif Kala III, Kala IV, Manual Plasenta dan Kompresi Bimanual
Oleh : dr. Oktadoni Saputra, dr. Exsa Hadibrata, Sp. U

A. Tema
Keterampilan Prosedural Manajemen Aktif Kala III, Manual Plasenta, Kompresi
Bimanual dan Kala IV

B. Tujuan
 Mahasiswa mampu menjelaskan tentang Manajemen Aktif Kala III, Manual
Plasenta, Kompresi Bimanual dan Kala IV (tujuan/ kegunaan, manfaat, indikasi
dan komplikasi)
 Mahasiswa mampu melakukan procedural Manajemen Aktif Kala III
 Mahasiswa mampu melakukan procedural Manual Plasenta
 Mahasiswa mampu melakukan procedural Kompresi Bimanual
 Mahasiswa mampu melakukan procedural Kala IV

C. Level Kompetensi
Level Of Expected
Keterampilan/ Skills
Ability
Delivery of placenta -1- -2- -3- -4-
Examination of placenta and umbilical cord -1- -2- -3- -4-
Postpartum : examination fundal height, placenta:
-1- -2- -3- -4-
loose/ retained
Manual removal of placenta -1- -2- -3- -4-
Episiotomy -1- -2- -3- -4-
Clamp cord/separation of placenta -1- -2- -3- -4-
Record APGAR -1- -2- -3- -4-
Measure/estimate loss of blood, after delivery -1- -2- -3- -4-

D.Alat dan Bahan


Sama dengan peralatan pada APN, ditambah :
 Sarung Tangan Panjang
 Peralatan Infus
 Analgetik-sedatif

E. Skenario
Saat sedang bertugas jaga di sebuah RS, anda mendapat konsul dari kamar
bersalin seorang Grandemultigravida umur 38 tahun hamil anak ke 6. Saat anda datang
69
CSL Semester 5 Edisi Kedua

pasien sedang dalam kala III dan plasenta belum lahir sudah lebih dari 15 menit. Anda
melakukan Manajemen aktif kala III, Peregangan Tali PUsar Terkendali dan dorongan
dorso-kranial uterus setelah diberi dosis ulangan oksitosin 10 unit IM, kateterisasi uretra
dan stimulasi papilla mammae. Karena jaringan yang rapuh, tali pusar putus anda
melakukan manual plasenta. Setelah plasenta lahir, anda melakukan kompresi bimanual
eksternal dan internal karena adanya indikasi atonia uterus.

F.Dasar Teori
Kala III
Setelah bayi lahir, kontraksi uterus istirahat sebentar. Uterus teraba keras
dengan fundus uteri setinggi pusat dan berisi plasenta yang menjadi tebal 2x
sebelumnya. Kemudian timbul his pelepasan dan pengeluaran plasenta. Dalam waktu 5-
10menit seluruh plasenta terlepas, terdorong ke dalam vagina dan akan lahir spontan
atau dengan sedikit dorongan dari atas simfisis atau fundus uteri. Pengeluaran palsenta
disertai dengan pengeluaran darah kira-kira 200cc.
Terjadinya pelepasan plasenta diakibatkan kontraksi rahim. Kontraksi rahim
akan mengurangi area plasenta, karena uterus bertambah kecil dan dindingnya
bertambah tebal beberapa cm. kontraksi akan menyebabkan bagian yang lemah dan
longgar dari plasenta pada dinding uterus terlepas, mula-mula sebagian kemudian
seluruhnya dan tinggal bebas dalam kavum uteri. Pengumpulan darah di belakang
plasenta juga membantu pelepasan plasenta yang dikenal dengan retroplasental
hematoma.
Cara lepasnya plasenta:
1. Menurut schultze: lepasnya seperti kita menutup payung (paling sering sekitar
80%). Yang lepas duluan adalah bagian tengah, lalu terjadi retroplasental
hematoma yang mendorong plasenta mula-mula bagian tengah, kemudian
seluruhnya.
2. Menurut Duncan: lepasnya plasenta mulai dari pinggir. Darah akan mengalir
keluar antara selaput ketuban.
Perasat-perasat untuk mengetahui lepasanya plasenta:
1. Perasat Kustner: letakkan tangan disertai tekanan di atas simfisis; tali pusat
ditegangkan, maka bila tali pusat masuk=belum lepas, diam atau maju+sudah
lepas
2. Perasat Klein: sewaktu ada his, fundus uteri kita dorong sedikit, bila tali pusat
kembali+ belum lepas, diam atau turun+ sudah lepas
3. Perasat Strassman: tegangkan tali pusat an ketok pada fundus uteri, bila tali pusat
bergetar = belum lepas.
Proses persalinan Kala III bisa berjalan secara sendiri/fisiologis, mengingat
kematian akibat perdarahan pasca persalinan akibat atonia uteri dan retensio plasenta
masih cukup tinggi sehingga disarankan dengan Manajemen Aktif Kala III.

70
CSL Semester 5 Edisi Kedua

Manajemen Aktif Kala III meliputi :


 Pemberian uterotonika sebelum plasenta lahir; oksitosin 10 Unit i.m
 Penegangan Talipusat Terkendali ( Controlled Cord Traction )
 Masase uterus setelah placenta lahir

Kala IV
Adalah kala pengawasan selama 1-2 jam setelah bayi dan plasenta lahir untuk
mengamati keadaan ibu terutama terhadap perdarahan postpartum

Manual Plasenta
Suatu tindakan procedural untuk mengeluarkan plasenta secara manual dengan
memasukkan tangan secara manual ke dalam cavum uteri.
Indikasi manual plasenta adalah retensio plasenta yaitu tertahannya atau belum
lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir. (Wiknjosastro,
1999 & Abdul Bari S, 2001:178)
Plasenta normal biasanya menanamkan diri sampai batas atas lapisan
miometrium. Menurut tingkat perlekatannya retensio plasenta dibedakan menjadi :
 Plasenta adhesive, yang melekat pada desidua
endometrium lebih dalam. Kontraksi uterus kurang
kuat untuk melepaskan plasenta.
 Plasenta akreta parsial : vili khorialis tumbuh
menembus desidua endometrium sebagian sampai ke
miometrium.
 Plasenta akreta, implantasi vili khorialis tumbuh lebih
dalam dan menembus desidua endometrium sampai ke
miometrium.
 Plasenta inkreta, implantasi menembus hingga
miometrium
Gambar 3. Lokasi  Plasenta perkreta, menembus sampai serosa atau
Implantasi Plasenta peritoneum dinding rahim
dan manifestasi
klinisnya)

Penyebab Retensio Plasenta antara lain :


 His kurang kuat
 Plasenta sukar terlepas karena : plasenta adhesive

71
CSL Semester 5 Edisi Kedua

Kriteria Diagnosis Retensio Plasenta :


 Plasenta belum lahir 30 menit setelah bayi lahir
 Uterus tdk berkontraksi dengan baik
 Kadang disertai putusnya tali pusat akibat traksi yang berlebihan
 Perdarahan segera dari jalan lahir, tetapi kadang ada yang tanpa disertai
perdarahan
Tatalaksana untuk retensio plasenta adalah dengan manual plasenta, adapun
prosedur dapat dilihat pada bagian prosedur :

Kompresi Bimanual
Adalah tindakan procedural dengan melakukan kompresi (tekanan) dengan
kedua tangan baik dari dalam maupun luar untuk penanganan perdarahan post partum
biasanya akibat Atonia uteri, yaitu keadaan dimana tonus/kontraksi uterus lemah/tidak
ada.
Perdarahan Post Partum adalah Perdarahan 500 ml atau lebih setelah selesainya
kala III persalinan. PPP bukanlah diagnosis melainkan gejala yang harus dicari
etiologinya. Penyebab perdarahan post partum ada 4T :
 Tonus ; atonia uteri
 Tissue ; retensio plasenta/ jaringan sisa plasenta
 Trauma ; robekan jalan lahir
 Thrombin ; gangguan perdarahan
Perdarahan Post partum dibagi 2 :
 PPP Dini/awal (early); atonia uteri, robekan jalan lahir, retensio plasenta,
gangguan perdarahan
 PPP Lanjut (late); 6-10 hari PP; Retensi sisa plasenta, infeksi, involusi
abnormal, episiotomy, perdarahan dari kanalis servikalis
Penanganan atonia uteri :
a) Umum :
 Kenali faktor resiko
Polihidramnion; Kehamilan kembar; Makrosomia; Persalinan lama; Persalinan
terlalu cepat; Persalinan dengan induksi; Infeksi intrapartum‟ Paritas tinggi
 Tegakkan Diagnosis Kerja
 Pasang Infus, berikan uterotonika
 Pastikan plasenta lahir lengkap
 Bila perlu trnasfusi darah
 Uji pembekuan darah

b) Spesifik :
 Kompresi Bimanual Interna
 Kompresi Bimanual Eksterna
 Kompresi Aorta abdominalis
72
CSL Semester 5 Edisi Kedua

c) Di Rumah Sakit :
 Pemasangan tampon katether
 Ligasi arteri uterina dan ovarika
 Histerektomi

Prosedur pelaksanaan kompresi bimanual pada atonia uteri dapat dilihat pada bagian
prosedur.

Membedakan beberapa diagnosis kerja penyebab perdarahan post partum :


Diagnosis
Gejala dan Tanda Penyulit
Kerja

 Darah Segar setelah bayi lahir.  Pucat Robekan


 Kontraksi uterus baik  Lemah Jalan Lahir
 Plasenta keluar lengkap  Menggigil
 Kontraksi uterus (-)/ lembek  Syok
Atonia Uteri
 Perdarahan segera setelah anak  Bekuan darah di
lahir serviks
 Plasenta belum lahir ≥ 30  Tali pusat putus oleh Retensio
menit karena traksi plasenta
 Perdarahan segera berlebihan
 Subinvolusi uterus
 Anemia
 Nyeri tekan perut bawah dan
 Demam Metritis
uterus
 Perdarahan lokhia
mukopurulen dan berbau
 Uterus tak teraba
 Syok neurogenik Inversio uteri
 Lumen vagina terisi massa
 Pucat dan limbung
 Tampak tali pusat
 Plasenta/ sebagian kulit
Sisa Plasenta
ketuban tidak lengkap
 Perdarahan segera

G.Prosedur

Kala III
 Suntikkan oksitosin pada paha ibu
 Lahirkan plasenta dengan cara PTT (Peregangan Tali Pusat Terkendali)
 Berdiri di samping ibu

73
CSL Semester 5 Edisi Kedua

 Letakkan telapak tangan (alas dengan kain) yang lain, pada segmen bawah
rahim atau dinding uterus di suprasimfisis
 Pada saat terjadi kontraksi, tegangkan tali pusat sambil tekan uterus ke
dorsokranial
 Pindahkan jepitan semula tali pusat ke titik 5-10 cm dari vulva dan pegang
klem penjepit tsb
 Ulangi kembali perasat ini bila plasenta belum dapat dilahirkan (jangan lakukan
pemaksaan)
 Lahirkan plasenta mengikuti jalan lahir seperti melahirkan bayi
 Saat plasenta mulai terlihat di introitus vagina, putar plasenta searah jarum jam
secara perlahan supaya tidak ada bagian plasenta yang terputus
 Periksa/cek kelengkapan plasenta sambil tangan kiri melakukan masase uterus

Kala IV
 Kontraksi uterus; baik atau tidak dengan palpasi, lakukan massage
 Perdarahan: ada atau tidak, banyaknya
 Kosongkan kandung kemih
 Luka-luka; kalau ada, jahitannya baik atau tidak, ada perdarahan
 Periksa kelengkapan plasenta dan selaput ketuban
 Keadaan Umum ibu , vital sign tiap 15 menit dalam 1 jam pertama kemudian
tiap 30 menit untuk 1jam berikutnya
 Keadaan Umum bayi (Apgar Score)

Manual Plasenta
 Jelaskan kepada ibu tindakan yang akan dilakukan (Informed Consent)
 Lakukan persiapan alat, persiapan pasien dan penolong
 Posisikan pasien pada bed ginekologi dengan posisi litotomi
 Pasang Infus pada pasien
 Lakukan cuci tangan secara aseptic
 Pakai sarung tangan dengan prosedur aseptic
 Berikan anestesi pada pasien (analgesia per rectal propenid 1 tube)
 Lakukan kateterisasi
 Kenakan sarung tangan panjang sampai siku yang steril pada tangan kanan
 Jepit tali pusar 5-10 cm dari vulva, tegangkan sejajar lantai (PTT) dengan satu
tangan (kiri). Tidak diperbolehkan menarik tali pusar karena dapat putus.
 Masukkan tangan kanan ke dalam vagina secara obstetric menyusuri tepi
bawah tali pusar (lihat gambar diatas) sampai ke pangkal perlekatan tali
pusar.(Jika implantasi plasenta di korpus sebelah kanan/sulit dijangkau dengan
tangan kanan, keluarkann dan ulangi lagi prosedur seperti diatas dengan tangan
yang berkebalikan. Sekali masuk cavum uteri sebisa mungkin harus
mendapatkan plasenta tidak dengan berkali-kali).

74
CSL Semester 5 Edisi Kedua

1. PTT 2. Menyusuri tali [pusar) 3. Menemukan


tempat implantasi
(Gambar 4. Manual Plasenta)

 Pindahkan tangan kiri ke abdomen untuk memegang


fundus uteri.
 Tentukan tempat implantasi plasenta. Bentangkan tangan
secara obstetric menjadi datar seperti memberi salam,
jari-jari tangan merapat, temukan tepi plasenta bagian
bawah.
 Perluas perlepasan plasenta. Geser tangan kekanan dan
kiri, sambil digeserkan keatas (kranial ibu) hingga semua
perlekatan terlepas dari dinding uterus, curigai adanya
plasenta akreta jika plasenta sulit dilepaskan.
 Jika plasenta sudah terlepas semua, pegang secara
keseluruhan plasenta kemudian tarik plasenta secara hati-
hati dengan tangan kanan pada waktu uterus berkontraksi.
 Pindahkan tangan kiri ke supra simpisis untuk menahan
uterus pada saat plasenta dikeluarkan. Dorong uterus ke
arah dorso-kranial
 Sambil tangan kiri melakukan masase uterus, periksa
kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pastikan tidak
ada robekan pada plasenta dan selaput plasenta.
 Berikan uterotonika. Methergin (Methyl Ergometrin) 0,2
mg IM untuk membantu kontraksi uterus. Perhatikan
keadaan umum ibu saat diberikan suntikan
 Periksa ibu dan lakukan penjahitan jika robekan jalan lahir
 Dekontaminasi sarung tangan dan cuci tangan
 Periksa kembali tanda vital ibu, pastikan uterus berkontraksi baik (bulat dan
keras)
 Berikan antibiotic profilaksis (Ampisilin 2 gr (IV), Sefazolin 1 gr (IV),
Metronidazol 500 mg per oral
 Observasi perdarahan pervaginam dan periksa vital signs setiap 15 menit pada
ja m pertama, setiap 30 menit pada jam kedua dan Cek kontraksi uterus

75
CSL Semester 5 Edisi Kedua

Kompresi Bimanual Interna

 Membina sambung rasa dan mulai menanyakan identitas pasien. Menjelaskan


tujuan tindakan Kompresi Bimanual Interna. Meminta persetujuan tindakan.
 Sebelum melakukan tindakan cuci tangan terlebih dahulu dengan sabun dan air
yang mengalir untuk mencegah infeksi. Mengeringkan tangan dengan handuk
bersih lalu pasang sarung tangan.
 Dengan lembut memasukan tangan (dengan cara menyatukan kelima ujung
jari) ke introitus dan ke dalam vagina ibu.
 Periksa vagina dan serviks untuk mengetahui ada tidaknya selaput ketuban
atau bekuan darah pada kavum uteri yang memungkinkan uterus tidak dapat
berkontraksi secara penuh.
 Letakkan kepalan tangan menekan dinding anterior uterus (korpus anterior),
sementara telapak tangan lain pada abdomen, menekan dengan kuat dinding
belakang uterus (korpus posterior) ke arah kepalan tangan dalam.
 Tekan uterus dengan kedua tangan secara kuat. Hal ini dimaksudkan untuk
memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah di dalam dinding uterus
dan juga merangsang miometrium untuk berkontraksi.
 Evaluasi hasil kompresi bimanual internal:
o Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan melakukan
KBI selama 2 menit, kemudian perlahan-lahan keluarkan tangan dari
dalam vagina, pantau kondisi ibu secara melekat selama kala IV
o Jika uterus berkontraksi tetapi perdarahan terus berlangsung, periksa
perineum, vagina dan serviks apakah terjadi laserasi di bagian tersebut,
segera lakukan penjahitan bila ditemukan laserasi.
o kontraksi uterus tidak terjadi dalam 5 menit, ajarkan pada keluarga untuk
melakukan kompresi bimanual eksternal, kemudian teruskan dengan
langkah-langkah penatalaksanaan atonia uteri selanjutnya. Minta keluarga
untuk mulai menyiapkan rujukan.

Daftar Pustaka
 Varney, Helen. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Edisi 4 vol 2. Jakarta. EGC,
2008; 1170-1171
 JNPK-KR. Asuhan Pesalinan Normal –Asuhan Esensial Persalinan. Edisi
Revisi. Cetakan ke-3. Jakarta. JNPK-KR, 2007; 128-130
76
CSL Semester 5 Edisi Kedua

 Cunningham, Gary. Obstetri Williams. Edisi 21. Jakarta. EGC, 2006; 707-708
 Santoso, Budi Iman. Slide Kuliah : Perdarahan Post Partum. Diupload 20 april
2009. Didownload pada 15 maret 2011 pukul 11.08 dari :
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/b2077c4740ec9d1e8066b09eaab0
9990e2e98506.pdf
 Anonim, Materi pelatihan : Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar. Di
download pada 15 maret 2011 pukul 11.11 dari :
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/963c07503f3b5a28b95eabe77806
959c7cf0282a.pdf

Evaluasi
Cek List Latihan Kala III, Kala IV
VIII. PENATALAKSANAAN AKTIF PERSALINAN KALA Umpan
TIGA Balik
34. Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva.
35. Letakkan satu tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis
untuk mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat.
36. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah sambil
tangan yang lain mendorong uterus ke arah belakang-atas (dorso-
kranial) secara hati-hati (untuk mencegah inversio uteri). Jika plasenta
tidak lahir setelah 30-40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan
tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi prosedur di
atas.
 Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu, suami atau
anggota keluarga untuk melakukan stimulasi puting susu.
Mengeluarkan plasenta
37. Lakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta
terlepas, minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat
dengan arah sejajar lantai dan kemudian ke arah atas, mengikuti poros
jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorso-kranial)
 Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak
10-15 cm dari vulva dan lahirkan plasenta
 Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat:
1 Beri dosis ulangan oksitosin 10 unit IM
2 Lakukan kateterisasi (aseptik) jika kandung kemih penuh
3 Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan
4 Ulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya
5 Jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi lahir atau
bila terjadi perdarahan, segera lakukan plasenta manual
38. Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan
77
CSL Semester 5 Edisi Kedua

kedua tangan. Pegang dan putar plasenta hingga selaput ketuban


terpilin kemudian lahirkan dan tempatkan pada wadah yang telah
disediakan.
 Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau steril
untuk melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jari-
jari tangan atau klem DTT atau steril untuk mengeluarkan bagian
selaput yang tertinggal.
Rangsangan taktil (masase) uterus
39. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase
uterus, letakkan telapak tangan di fundus dan lakukan masase dengan
gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi (fundus
teraba keras).
 Lakukan tindakan yang diperlukan jika uterus tidak berkontraksi
setelah 15 detik masase.
IX. MENILAI PERDARAHAN
40. Periksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bayi dan pastikan
selaput ketuban lengkap dan utuh. Masukkan plasenta ke dalam
kantung plastic atau tempat khusus
41. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Lakukan
penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan
Bila ada robekan yang menimbulkan perdarahan aktif, segera lakukan
penjahitan
X. MELAKUKAN PROSEDUR PASCA PERSALINAN
42. Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan
pervaginam
43. Biarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling
sedikit 1 jam
 Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi menyusu
dini dalam waktu 30-60 menit. Menyusu pertama biasanya
berlangsung sekitar 10-15 menit. Bayi cukup menyusu dari satu
payudara
 Biarkan bayi berada di dada ibu selama 1 jam walaupun bayi
sudah berhasil menyusu
44. Setelah satu jam lakukan pemeriksaan fisik bayi baru lahir, beri
antibiotika salep mata pencegahan dan vitamin K1 1 mg intramuskular
di paha kiri anterolateral
45. Setelah satu jam pemberian Vit K1 berikan suntikan imunisasi
hepatitis B dipaha kanan anterolateral
Letakkan bayi di dalam jangkauan ibu agar sewaktu-waktu bias
disusukan
Letakkan kembali bayi pada dada ibu bila bayi belum berhasil
menyusu didalam satu jam pertama dan biarkan sampai bayi berhasil
78
CSL Semester 5 Edisi Kedua

menyusu
Evaluasi
46. Lanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan
pervaginam
 2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan
 Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pascapersalinan
 Setiap 20-30 menit pada jam kedua pascapersalinan
 Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, melakukan asuhan
yang sesuai untuk mentalaksana atonia uteri
47. Ajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai
kontraksi
48. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah
49. Memeriksa nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit
selama 1 jam pertama pascapersalinan dan setiap 30 menit selama jam
kedua pascapersalinan
50. Periksa kembali bayi dan pantau setiap 15 menit untuk pastikan bahwa
bayi bernafas dengan baik (40-60 kali / menit) serta suhu tubuh
normal (36,5-37,5 ºC)
 Jika bayi sulit bernafas, merintih atau retraksi diresusitasi dan
segera merujuk ke rumah sakit
 Jika bayi bernafas terlalu cepat, segera rujuk
 Jika kaki teraba dingin, pastikan ruangan hangat. Kembalikan kulit
ke kulit dengan ibunya dan selimuti ibu dan bayi dengan selimut
Kebersihan dan Keamanan
51. Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5%
untuk dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas perlatan setelah
didekontaminasi
52. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang
sesuai
53. Bersihkan ibu dengan menggunakan air DTT. Bersihkan sisa cairan
ketuban, lendir dan darah. Bantu ibu memakai pakaian yang bersih
dan kering
54. Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberikan ASI. Anjurkan
keluarga untuk member ibu minuman dan makanan yang
diinginkannya
55. Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%
56. Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%, balikkan
bagian dalam ke luar dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10
menit
57. Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir
Dokumentasi

79
CSL Semester 5 Edisi Kedua

58. Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa tanda vital
dan asuhan kala IV

Cek List Latihan Manual Plasenta


Umpan
MANUAL PLASENTA
Balik
1. Jelaskan kepada ibu tindakan yang akan dilakukan (Informed Consent)
2. Lakukan persiapan alat, persiapan pasien dan penolong.
3. Posisikan pasien pada bed ginekologi dengan posisi litotomi.
4. Pasang infus pada pasien.
5. Lakukan cuci tangan dan pakai sarung tangan dengan prosedur aseptik.
6. Berikan anestesi pada pasien (analgesia per rectal propenid 1 tube)
7. Lakukan kateterisasi.
8. Kenakan sarung tangan panjang sampai siku yang steril pada tangan
kanan.
9. Jepit tali pusar 5-10 cm dari vulva, tegangkan sejajar lantai (PTT)
dengan satu tangan (kiri). Tidak diperbolehkan menarik tali pusar
karena dapat putus.
10. Masukkan tangan kanan ke dalam vagina secara obstetric menyusuri
tepi bawah tali pusar
11. Pindahkan tangan kiri ke abdomen untuk memegang fundus uteri
12. Tentukan tempat implantasi plasenta. Bentangkan tangan secara
obstetric menjadi datar seperti memberi salam, jari-jari tangan merapat,
temukan tepi plasenta bagian bawah
13. Perluas perlepasan plasenta.
14. Jika plasenta sudah terlepas semua, pegang secara keseluruhan
plasenta kemudian tarik plasenta secara hati-hati dengan tangan kanan
pada waktu uterus berkontraksi.
15. Pindahkan tangan kiri ke supra simpisis untuk menahan uterus pada
saat plasenta dikeluarkan. Dorong uterus ke arah dorso-kranial.
16. Sambil tangan kiri melakukan masase uterus, periksa kelengkapan
plasenta setelah dilahirkan.
17. Berikan uterotonika Methergin (Methyl Ergometrin) 0,2 mg IM untuk
membantu kontraksi uterus. Perhatikan keadaan umum ibu saat
diberikan suntikan.
18. Periksa ibu dan lakukan penjahitan jika robekan jalan lahir
19. Dekontaminasi sarung tangan dan cuci tangan
20. Periksa kembali tanda vital ibu, pastikan uterus berkontraksi baik
(bulat dan keras)
21. Berikan antibiotic profilaksis (Ampisilin 2 gr (IV), Sefazolin 1 gr (IV),
Metronidazol 500 mg per oral
80
CSL Semester 5 Edisi Kedua

22. Observasi perdarahan pervaginam dan periksa vital signs setiap 15


menit pada jam pertama, setiap 30 menit pada jam kedua dan Cek
kontraksi uterus

Cek List Latihan Kompresi Bimanual


Umpan
KOMPRESI BIMANUAL
Balik
1. Membina sambung rasa dan mulai menanyakan identitas pasien.
1. Jelaskan tujuan tindakan Kompresi Bimanual.
3. Mintalah persetujuan tindakan.
4. Sebelum melakukan tindakan cuci tangan terlebih dahulu
dengan sabun dan air yang mengalir untuk mencegah infeksi.
5. Keringkan tangan dengan handuk bersih pribadi.
6. Pasang sarung tangan secara aseptik.
7. Dengan lembut memasukan tangan (dengan cara menyatukan
kelima ujung jari) ke introitus dan ke dalam vagina ibu.
8. Periksa vagina dan serviks untuk mengetahui ada tidaknya
selaput ketuban atau bekuan darah pada kavum uteri yang
memungkinkan uterus tidak dapat berkontraksi secara penuh.
9. Letakkan kepalan tangan pada forniks anterior, menekan
dinding anterior uterus
10. Telapak tangan lain (kiri) pada abdomen, menekan dengan kuat
dinding belakang uterus ke arah kepalan tangan dalam.
11. Tekan uterus dengan kedua tangan secara kuat. Hal ini
dimaksudkan untuk memberikan tekanan langsung pada
pembuluh darah di dalam dinding uterus dan juga merangsang
miometrium untuk berkontraksi.
12. Evaluasi hasil kompresi bimanual internal:
o Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan
melakukan KBI selama 2 menit, kemudian perlahan-lahan
keluarkan tangan dari dalam vagina, pantau kondisi ibu
secara melekat selama kala IV
o Jika uterus berkontraksi tetapi perdarahan terus berlangsung,
periksa perineum, vagina dan serviks apakah terjadi laserasi
di bagian tersebut, segera lakukan penjahitan bila ditemukan
laserasi
o Kontraksi uterus tidak terjadi dalam 5 menit, ajarkan pada
keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksternal,
kemudian teruskan dengan langkah-langkah penatalaksanaan
atonia uteri selanjutnya. Minta keluarga untuk mulai
menyiapkan rujukan

81
CSL Semester 5 Edisi Kedua

PARTOGRAF
dr. Dian Isti Angraini, M.P.H.
A. Tema
Keterampilan mengisi partograf.

B. Tujuan
 Mahasiswa mampu mendokumentasikan keadaan persalinan pasien dalam
lembar partograf

C. Level Kompetensi
Level Of Expected
Keterampilan/ Skills
Ability
Partograf -1- -2- -3- -4-

D. Alat dan Bahan


 Lembar/ form partograf
 Alat tulis

E. Skenario
Pada saat Anda sedang jaga klinik, datanglah pasien, Ny. W, 27 tahun, G1P0A0
hamil 40 minggu datang dengan keluhan keluar darah lendir sejak 4 jam yang lalu.
Ketika Anda melakukan VT, didapatkan pembukaan 2 jari. 4 jam kemudian ternyata
pembukaan sudah 3 cm. 10 jam kemudian pasien melahirkan bayi laki-laki.
Catatlah keadaan persalinan ibu dalam lembar partograf.

82
CSL Semester 5 Edisi Kedua

F. Dasar Teori
Partograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala satu persalinan dan
informasi untuk membuat keputusan klinik. Tujuan utama dari penggunaan partograf
adalah:
 Mencatat hasil obeservasi dan kemajuan persalinan dengan menilai pembukaan
serviks melalui pemeriksaan dalam.
 Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal. Dengan demikian
juga dapat mendeteksi secara dini kenmungkinan terjadinya partus lama.
 Data pelengkap yang terkait dengan pemantauan kondisi ibu, kondisi bayi,
grafik kemajuan proses persalinan, bahan dan medikamentosa yang diberikan,
pemeriksaan laboratorium, membuat keputusan klinik dan asuhan atau
tindakan yang diberikan dimana semua itu dicatatkan secara rinci pada status
atau rekam medis ibu bersalin dan bayi baru lahir.
Penggunaan partograf merupakan Indikasi untuk semua ibu dalam fase aktif
kala satu persalinan sebagai elemen penting asuhan persalinan. Secara rutin oleh semua
tenaga penolong persalinan yang memberikan asuhan kepada ibu selama persalinan dan
kelahiran. Kontraindikasi dari partograf tidak boleh digunakan untuk memantau
persalinan yang tidak mungkin berlangsung secara normal seperti; plasenta previa,
panggul sempit, letak lintang dan lain-lain. Untuk mencegah terjadinya partus lama,
APN mengandalkan penggunaan partograf sebagai salah satu praktek pencegahan dan
deteksi dini.
Menurut WHO (1994) pengenalan partograf sebagai protokol dalam manjemen
persalinan terbukti dapat mengurangi persalinan lama dari (6,4%) menjadi (3,4%).
Kegawatan bedah sesaria turun dari (9,9%) menjadi (8,3%), dan lahir mati intrapartum
dari (0,5%) menjadi (0,3%). Kehamilan tunggal tanpa komplikasi mengalami perbaikan,
kejadian bedah sesaria turun dari (6,2%) menjadi (4,5%).
Penggunaan partograf secara rutin dapat memastikan bahwa ibu dan bayinya
mendapatkan asuhan persalinan yang aman, adekuat dan tepat waktu serta membantu

83
CSL Semester 5 Edisi Kedua

mencegah terjadinya penyulit yang dapat mengancam keselamatan jiwa mereka.


Partograf APN dapat digunakan:
a) Untuk semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan dan merupakan elemen
penting dari asuhan persalinan.
b) Selama persalinan dan kelahiran bayi di semua tempat (rumah, puskesmas, klinik
bidan swasta, rumah sakit, dan lain-lain).
c) Secara rutin oleh semua penolong persalinan yang memberikan asuhan persalinan
kepada ibu dan proses kelahiran bayinya (dokter spesialis obstetrik, bidan, dokter
umum, PPDS obgin dan mahasiswa kedokteran).

Menurut WHO (2000) dan Depkes (2004) cara pengisian partograf modifikasi
WHO atau yang dikenal dengan partograf APN meliputi :
A.Informasi tentang ibu
Identitas pasien; nama pasien, riwayat kehamilan, riwayat persalinan, nomor register
pasien, tanggal dan waktu kedatangan dalam "jam" mulai dirawat, waktu pecahnya
selaput ketuban. Selain itu juga mencatat waktu terjadinya pecah ketuban, pada
bagian atas partograf secara teliti.
B. Kondisi janin
(1) DJJ.
Hasil pemeriksaan DJJ setiap 30 menit atau lebih sering jika ada tanda-tanda
gawat janin. Setiap kotak menunjukkan waktu 30 menit. Skala angka di
sebelah kolom paling kiri menunjukkan DJJ. DJJ dicatat dengan memberi
tanda titik pada garis yang sesuai dengan angka yang menunjukkan DJJ.
Kemudian hubungkan titik yang satu dengan titik lainnya dengan garis tidak
terputus;
(2) Warna dan adanya air ketuban,
Penilaian air ketuban setiap kali melakukan pemeriksaan dalam, dan nilai
warna air ketuban jika selaput ketuban pecah. Mencatat temuan-temuan ke

84
CSL Semester 5 Edisi Kedua

dalam kotak yang sesuai di bawah lajur DJJ, menggunakan lambang-lambang


seperti berikut:
(a) U jika ketuban utuh atau belum pecah;
(b) J jika ketuban sudah pecah dan air ketuban jemih;
(c) M jika ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur mekonium;
(d) D jika ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur darah;
(e) K jika ketuban sudah pecah dan tidak ada air ketuban atau "kering";
(3) Molase atau penyusupan tulang-tulang kepala janin, menggunakan lambang-
lambang berikut ini:
(a) 0 jika tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah dapat
dipalpasi;
(b) 1 jika tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan;
(c) 2 jika tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih, tapi masih dapat
dipisahkan;
(d) 3 jika tulang-tulang kepala janin tumpang tindih dan tidak dapat
dipisahkan. Hasil pemeriksaan dicatat pada kotak yang sesuai di bawah lajur
air ketuban.
C. Kemajuan persalinan
Kolom dan lajur kedua pada partograf adalah untuk pencatatan kemajuan persalinan.
Angka 0-10 yang tertera di tepi kolom paling kiri adalah besarnya dilatasi serviks.
Setiap angka/kotak menunjukkan besarnya pembukaan serviks. Kotak yang satu
dengan kotak yang lain pada lajur di atasnya, menunjukkan penambahan dilatasi
sebesar 1 cm. Skala angka 1-5 menunjukkan seberapa jauh penurunan kepala janin.
Masing-masing kotak di bagian ini menyatakan waktu 30 menit. Kemajuan
persalinan meliputi:
(1) Pembukaan serviks, penilaian dan pencatatan pembukaan serviks dilakukan
setiap 4 jam atau lebih sering dilakukan jika ada tanda-tanda penyulit. Saat ibu
berada dalam fase aktif persalinan, catat pada partograf hasil temuan dari setiap

85
CSL Semester 5 Edisi Kedua

pemeriksaan dengan simbol "X". Simbol ini harus ditulis di garis waktu yang
sesuai dengan lajur besarnya pembukaan serviks di garis waspada. Hubungkan
tanda "X" dari setiap pemeriksaan dengan garis utuh atau tidak terputus.
(2) Pencatatan penurunan bagian terbawah atau presentasi janin, setiap kali
melakukan pemeriksaan dalam atau setiap 4 jam, atau lebih sering jika ada
tanda-tanda penyulit. Kata-kata "turunnya kepala" dan garis tidak terputus dari 0-
5, tertera di sisi yang sama dengan angka pembukaan serviks. Berikan tanda "--"
pada garis waktu yang sesuai. Hubungkan tanda " " dari setiap pemeriksaan
dengan garis tidak terputus.
(3) Garis waspada dan garis bertindak, garis waspada dimulai pada pembukaan
serviks 4 cm dan berakhir pada titik dimana pembukaan lengkap, diharapkan
terjadi laju pembukaan 1 cm per jam. Pencatatan selama fase aktif persalinan
harus dimulai di garis waspada.
D. Pencatatan jam dan waktu, meliputi:
(1) Waktu mulainya fase aktif persalinan, di bagian bawah pembukaan serviks dan
penurunan, tertera kotak-kotak yang diberi angka 1-16. Setiap kotak menyatakan
waktu satu jam sejak dimulainya fase aktif persalinan;
(2) Waktu aktual saat pemeriksaan dilakukan, dibawah lajur kotak untuk waktu
mulainya fase aktif, tertera kctak-kotak untuk mencatat waktu aktual saat
pemeriksaan dilakukan. Setiap kotak menyatakan satu jam penuh dan berkaitan
dengan dua kotak waktu tiga puluh menit pada lajur kotak di atasnya atau lajur
kontraksi di bawahnya. Saat ibu masuk dalam fase aktif persalinan, catat
pembukaan serviks di garis waspada. Kemudian catat waktu aktual pemeriksaan
ini di kotak waktu yang sesuai.
E. Kontraksi uterus
(1) Frekuensi kontraksi dalam waktu 10 menit
Kontraksi uterus dicatat pada bawah lajur waktu yaitu ada lima lajur kotak
dengan tulisan "kontraksi per 10 menit" di sebelah luar kolom paling kiri. Setiap

86
CSL Semester 5 Edisi Kedua

kotak menyatakan satu kontraksi. Setiap 30 menit, raba dan catat jumlah
kontraksi daiam 10 menit dan lamanya kontraksi dalam satuan detik.
(2) lama kontraksi (dalam detik)
Nyatakan jumlah kontraksi yang terjadi dalam waktu 10 menit menggunakan
simbol:
 ░ bila kontraksi lamanya kurang dari 20 detik;

 bila kontraksi lamanya 20 menit sampai dengan 40 detik;


 ▓ bila kontraksi lamanya lebih dari 40 detik.
E. Mencatat obat-obatan dan cairan yang diberikan
Mencatat obat-obatan dan cairan intravena (IV) yang diberikan dalam kotak yang
sesuai dengan kolom waktu.
a. Oksitosin
Untuk setiap pemberian oksitosin drip, bidan harus mendokumentasikan setiap
30 menit jumlah unit oksitoksin yang diberikan per volume cairan (IV) dan
dalam satuan tetesan per menit (atas kolaborasi dokter),
b. Obat-obatan lainnya dan cairan IV yang diberikan
Catat semua pemberian obat-obatan tambahan dan/atau cairan IV.
F. Kondisi ibu
Ditulis dibagian terakhir pada lembar depan partograf berkaitan dengan kesehatan
dan kenyamanan ibu, meliputi:
(1) Nadi, tekanan darah dan temperatur tubuh, angka di sebelah kiri bagian partograf
berkaitan dengan nadi dan tekanan darah ibu. Nilai dan catat nadi ibu setiap 30
menit selama fase aktif persalinan atau lebih sering jika dicurigai adanya
penyulit menggunakan simbol titik (•). Pencatatan tekanan darah ibu dilakukan
setiap 4 jam selama fase aktif persalinan atau lebih sering jika dianggap akan
adanya penyulit menggunakan simbol pencatatan temperatur tubuh ibu setiap 2
jam atau lebih sering jika suhu tubuh meningkat ataupun dianggap adanya
infeksi dalam kotak yang sesuai.
87
CSL Semester 5 Edisi Kedua

(2) Volume urin, protein atau aseton, ukur dan catat jumlah produksi urin ibu
sedikitnya setiap 2 jam atau setiap kali ibu berkemih spontan atau dengan
kateter. Jika memungkinkan setiap kali ibu berkemih, lakukan pemeriksaan
adanya aseton atau protein dalam urin.
G. Asuhan, pengamatan dan keputusan klinik lainnya
Catat semua asuhan lain, hasil pengamatan dan keputusan klinik di sisi luar kolom
partograf, atau buat catatan terpisah tentang kemajuan persalinan. Cantumkan juga
tanggal dan waktu saat membuat catatan persalinan. Asuhan, pengamatan dan
keputusan klinik mencakup:
1) jumlah cairan per oral yang diberikan;
2) keluhan sakit kepala atau pengelihatan kabur;
3) konsultasi dengan penolong persalinan lainnya (spesialis obgin)
4) persiapan sebelum melakukan rujukan;
5) upaya rujukan.

G. Prosedur
i. Persiapan alat yang dibutuhkan
ii. Mencatat data tentang ibu : nama, umur, gravida, para, abortus, no catatan
medik, tanggal dan waktu mulai dirawat, waktu pecahnya selaput ketuban
iii. Mencatat kondisi janin : DJJ, warna dan air ketuban, serta molase kepala janin
iv. Mencatat kemajuan persalinan : pembukaan serviks, penurunan bagian terbawah
atau presentasi janin, serta garis waspada dan garis bertindak
v. Mencatat jam dan waktu : waktu mulainya fase aktif persalinan, serta waktu
aktual saat pemeriksaan atau penilaian
vi. Mencatat Kontraksi uterus : frekuensi kontraksi dalam 10 menit, serta lamanya
kontraksi (dalam detik)
vii. Mencatat Obat-obatan dan cairan yang digunakan : oksitosin, serta obat-obatan
lainnya dan cairan IV yang diberikan

88
CSL Semester 5 Edisi Kedua

viii. Mencatat Kondisi ibu : nadi, tekanan darah dan suhu tubuh, serta urin (volume,
aseton atau protein)
ix. Mencatat asuhan, pengamatan dan keputusan klinik lainnya (rujukan, dll)

H.Daftar Pustaka
 JNPK-KR Depkes RI. 2008. Buku Acuan Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan
Normal. Revisi 5. Depkes RI. Jakarta.

I.TUGAS MAHASISWA
 Masing-masing mahasiswa mengerjakan atau membuat partograf sesuai
dengan skenario yang diberikan

J.Ceklis Dokumentasi PARTOGRAF


No Aspek Penilaian Umpan Balik
I INTERPERSONAL
1 Informed consent
II PROSEDURAL
2 Persiapan alat
PENGISIAN LEMBAR PARTOGRAF
3 Mencatat informasi tentang ibu
4 Mencatat kondisi janin
5 Mencatat kemajuan persalinan
6 Mencatat jam dan waktu
7 Mencatat kontraksi uterus
8 Mencatat obat dan cairan yang diberikan
9 Mencatat kondisi ibu
10 Mencatat asuhan, pengamatan dan keputusan klinik lainnya
III PROFESIONALISME
11 Tunjukkan sikap percaya diri

89
CSL Semester 5 Edisi Kedua

ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK NIFAS


dr. Fajriani Damhuri, MKK
A. TEMA :
Keterampilan Komunikasi Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Nifas

B. TUJUAN PEMBELAJARAN
 Mahasiswa mampu melakukan anamnesis nifas dengan baik dan benar
 Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan nifas dengan benar

C. ALAT DAN BAHAN


 Pasien simulasi
 Meja dan kursi periksa
 Alat tulis

D. SKENARIO
Seorang pasien perempuan P1A0 berumur 25 tahun, datang ke praktek Anda untuk
kontrol paska melahirkan seminggu yang lalu.

E. Dasar Teori
Masa nifas atau yang juga dikenal sebagai masa puerperium adalah masa
sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan yang
lamanya 6 minggu. Periode 6 minggu pasca persalinan, disebut juga masa involusi
(periode di mana sistem reproduksi wanita postpartum kembali kepada keadaannya
seperti sebelum hamil). Di masyarakat Indonesia, masa nifas (puerperium) berlangsung
kurang lebih selama 40 hari.
Pada masa nifas (peurperium) akan terjadi perubahan pada tubuh, dia
antaranya adalah :

90
CSL Semester 5 Edisi Kedua

1. Involusi Uterus
Kontraksi uterus meningkat setelah bayi keluar.
Hal ini menyebabkan iskemia pada lokasi perlekatan plasenta (placental site)
sehingga jaringan perlekatan antara plasenta dan dinding uterus nekrosis dan lepas.
Setelah placenta lahir, uterus merupakan alat keras karena kontraksi dan retraksi
otot-ototnya.
Pada awal setelah placenta keluar, ukuran uterus sekitar 1 jari di bawah pusat.
Selama 2 hari berikutnya, besarnya tidak seberapa berkurang, tetapi sesudah 2 hari,
uterus mengecil dengan cepat sehingga pada hari ke-10 tidak teraba lagi dari luar.
Setelah 6 minggu tercapai lagi ukurannya yang normal. Involusi terjadi karena
masing-masing sel menjadi lebih kecil yang diakibatkan oleh pengeluaran
sitoplasma yang berlebihan.
2. Involusi Tempat Placenta
Setelah persalinan, tempat placenta merupakan tempat dengan permukaan
kasar, tidak rata, dan kira-kira sebesar telapak tangan. Dengan cepat luka ini
mengecil, pada akhir minggu ke-2 hanya sebesar 3-4 cm dan pada akhir nifas 1-2
cm.
3. Perubahan Pembuluh Darah Rahim
Dalam kehamilan, uterus mempunyai banyak pembuluh-pembuluh darah yang
besar, tetapi karena setelah persalinan tidak diperlukan lagi peredaran darah yang
banyak, maka arteri harus mengecil lagi dalam nifas. Orang menduga bahwa
pembuluh-pembuluh yang besar tersumbat karena perubahan-perubahan pada
dindingnya dan diganti oleh pembuluh-pembuluh yang lebih kecil.
4. Perubahan Pada Cervix dan Vagina
Beberapa hari setelah persalinan, ostium externum dapat dilalui oleh 2 jari,
pinggir-pinggirnya tidak rata tetapi retak-retak karena robekan dalam persalinan.
Pada akhir minggu pertama hanya dapat dilalui oleh 1 jari saja, dan lingkaran
retraksi berhubungan dengan bagian atas dari canalis cervicalis.

91
CSL Semester 5 Edisi Kedua

5. Saluran Kencing
Dinding kandung kencing memperlihatkan edema dan hiperemia. Kadang-
kadang edema dari trigonum menimbulkan obstruksi dari uretra sehingga terjadi
retensio urine. Kandung kencing dalam puerperium kurang sensitif dan kapasitasnya
bertambah, sehingga kandung kencing penuh atau sesudahnya masih tinggal urine
residual. Sisa urine ini dan trauma pada dinding kandung kencing waktu persalinan
memudahkan terjadinya infeksi. Dilatasi ureter dan pyelum, normal kembali dalam
waktu 2 minggu.
6. Laktasi
Masing-masing buah dada terdiri dari 15-24 lobi yang terletak radial dan
terpisah satu sama lain oleh jaringan lemak. Tiap lobus terdiri dari lobuli yang terdiri
pula dari acini. Acini ini menghasilkan air susu. Tiap lobulus mempunyai saluran
halus untuk mengalirkan air susu. Saluran-saluran halus ini bersatu menjadi satu
saluran untuk tiap lobus. Saluran ini disebut ductus lactiferosus yang memusat
menuju ke puting susu di mana masing-masing bermuara.
Keadaan buah dada pada 2 hari pertama nifas sama dengan keadaan dalam
kehamilan. Pada waktu ini buah dada belum mengandung susu, melainkan
colostrum yang dapat dikeluarkan dengan memijat areola mammae.
Masalah yang dapat timbul pada masa nifas anatar lain demam lebih dari 38oC
pada 2 hari berturut-turut pada 10 hari yang pertama postpartum. Demam ini biasanya
disebabkan infeksi nifas. Nadi yang cepat terdapat pada ibu yang nerveus, yang banyak
kehilangan darah, atau mengalami persalinan yang sulit.
His pengiring (royan) terutama terasa oleh multipara, karena rahimnya
berkontraksi dan berelaksasi, yang menimbulkan perasaan nyeri. His pengiring terutama
terasa waktu menyusukan anaknya. Biasanya setelah 48 jam postpartum tidak seberapa
mengganggu lagi. Primipara kurang diganggu oleh his pengiring, karena uterusnya
dalam kontraksi dan retraksi yang tonis.

92
CSL Semester 5 Edisi Kedua

Gangguan psikologis pasca melahirkan perlu diwaspadai, yang disebut dengan


baby blue syndrome maupun depresi. Gejala yang dapat terlihat seperti kehilangan
minta, lemas, murung, nafsu makan hilang, sering merasa cemas berlebihan terutama
untuk bayinya, keinginan menyakiti diri sendiri.
Pada bagian pertama masa nifas biasanya keluar cairan dari vagina yang
dinamakan lochia. Lochia tidak lain dari pada sekret luka yang berasal dari luka dalam
rahim terutama luka placenta. Maka sifat lochia berubah seperti sekret luka menurut
tingkat penyembuhan luka. Pada 2 hari pertama lochia berupa darah dan disebut lochia
rubra, setelah 3-4 hari merupakan darah encer, yang disebut lochia serosa, dan pada hari
ke-10 menjadi cairan putih atau kekuning-kuningan yang disebut lochia alba. Warna ini
disebabkan karena banyak leukosit terdapat di dalamnya. Lochia berbau amis dan lochia
yang berbau busuk menandakan infeksi. Kalau lochia tetap berwarna merah setelah 2
minggu ada kemungkinan tertinggalnya sisa placenta atau karena involusi yang kurang
sempurna yang sering disebabkan retrofleksio uteri.
Pada proses miksi harus diperhatikan karena ditakutkan terjadi retensio urin
postpartum yang disebabkan karena tekanan intra abdominal berkurang, otot-otot perut
masih lemah, edema dari uretra, dinding kandung kencing kurang sensitif.
Pada defekasi juga diperhatikan harus diberi tindakan bila penderita hari ketiga
belum juga buang air besar.
Puting susu harus diperhatikan kebersihannya dan rhagade (luka pecah) harus
segera diobati, karena kerusakan puting susu merupakan port d‟entree dan dapat
menimbulkan mastitis. Air susu yang menjadi kering merupakan kerak dan dapat
merangsang kulit sehingga timbul eczema, maka sebaiknya puting susu dibersihkan
dengan air yang telah dimasak, tiap kali sebelum dan sesudah menyusukan bayi.
Masa postpartum merupakan saat yang paling baik untuk menawarkan
kontrasepsi, oleh karena pada saat ini motivasi paling tinggi. Oleh karena pil dapat
mempengaruhi sekresi air susu biasanya ditawarkan IUD, injeksi, atau sterilisasi.

93
CSL Semester 5 Edisi Kedua

F. PROSEDURAL
 Senyum, salam, sapa dan melakukan informed consent
 Anamnesis Nifas
1) Menanyakan identitas pasien : Nama, Umur, jenis kelamin, alamat lengkap,
pekerjaan, agama, dan suku bangsa
2) Menanyakan Riwayat Penyakit Sekarang
Menanyakan keluhan utama
3) Menanyakan mengenai riwayat persalinan, waktu, tempat, jenis persalinan,
penolong persalinan, tindakan dalam persalinan, episitomy, paritas
4) Menanyakan keluhan lain/penyerta : demam, pusing, sakit kepala hebat,
penglihatan kabur, kesedihan/depresi, ada gangguan tidur atau tidak
5) Menanyakan frekuensi BAB dan BAK
6) Menanyakan pengeluaran pervaginam (lochia), jenismya, warnanya, baunya,
jumlahnya
7) Menanyakan cara menyusui bayi dan laktasi (apakah bayi mau menyusu,
bagaimana pengeluaran ASI, apakah ada kesulitan menyusui, apakah ada
keluhan pada payudara, apakah puting susu lecet)
8) Bagaimana gizi ibu, makan teratur atau tidak, cukup gizi atau tidak
9) Menanyakan masalah kontrasepsi untuk mengatur jarak kelahiran
 Pemeriksaan Nifas
1) Pemeriksaan tanda-tanda vital
2) Pemeriksaan kepala : anemis atau tidak
3) Pemeriksaan payudara : puting (bentuknya, pengeluaran colostrum/ASI),
pembengkakan, luka/lecet, tanda radang atau benjolan.
4) Pemeriksaan abdominal secara umum dan memeriksa tinggi fundus uteri,
kontraksi uterus dan memeriksa apakah kandung kemih kosong/penuh
5) Pemeriksaan genitalia :
Perineum ( apakah ada edema dan hematoma)
Memeriksa luka jahitan episiotomy

94
CSL Semester 5 Edisi Kedua

Kebersihan daerah perineum


Pengeluaran lochia (jenismya, warnanya, baunya, jumlahnya)
6) Pemeriksaan ekstremitas bawah : apakah ada edema, atau varises.

G.DAFTAR PUSTAKA
 Cunningham, T Gary, Williams Obstetrics 22nd Edition.2005.USA.McGraw-
Hill Companies,Inc
 Sastrawinata, et all. editor. Ilmu Kesehatan Reproduksi : Obstetri Patologi
Edisi 2.2003.Jakarta EGC
 Anonim.2001. Buku Panduan skill Lab FK UGM. Yogyakarta
 Anonim.2006.Buku Panduan Skill Lab FK Unpad.Bandung

Cek List Anamnesis dan Pemeriksaan Nifas

No Prosedur/Aspek Penilaian Umpan Balik


ITEM INTERAKSI DOKTER PASIEN
1 Senyum, salam dan sapa
2 Mempersilakan duduk berhadapan
3 Memperkenalkan diri
4 Informed
Menjelaskan kepentingan penggalian informasi yang benar tentang
sakit pasien
5 Consent
Meminta waktu dan izin untuk melakukan alloanamnesis jika
diperlukan
ITEM PROSEDURAL
ANAMNESIS NIFAS
6 Menanyakan identitas pasien : Nama, Umur, jenis kelamin, alamat
lengkap, pekerjaan, agama, dan suku bangsa
7 Menanyakan Riwayat Penyakit Sekarang
Menanyakan keluhan utama
8 Menanyakan mengenai riwayat persalinan, waktu, tempat, jenis
persalinan, penolong persalinan, tindakan dalam persalinan,
95
CSL Semester 5 Edisi Kedua

episitomy, paritas
9 Menanyakan keluhan lain/penyerta : demam, pusing, sakit kepala
hebat, penglihatan kabur, kesedihan/depresi, ada gangguan tidur atau
tidak
10 Menanyakan frekuensi BAB dan BAK
11 Menanyakan pengeluaran pervaginam (lochia), jenismya, warnanya,
baunya, jumlahnya
12 Menanyakan cara menyusui bayi dan laktasi (apakah bayi mau
menyusu, bagaimana pengeluaran ASI, apakah ada kesulitan
menyusui, apakah ada keluhan pada payudara, apakah puting susu
lecet)
13 Bagaimana gizi ibu, makan teratur atau tidak, cukup gizi atau tidak
14 Menanyakan masalah kontrasepsi untuk mengatur jarak kelahiran
PEMERIKSAAN NIFAS
15 Lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital (Tensi, Nadi, Respirasi, Suhu)
16 Pemeriksaan Kepala :
Konjungtiva apakah anemis atau tidak
17 Pemeriksaan payudara : puting (bentuknya, pengeluaran
colostrum/ASI), pembengkakan, luka/lecet, tanda radang atau
benjolan.
18 Pemeriksaan abdominal secara umum dan memeriksa tinggi fundus
uteri, kontraksi uterus dan memeriksa apakah kandung kemih
kosong/penuh.
19 Pemeriksaan genitalia :
a. Perineum ( apakah ada edema dan hematoma)
b. Memeriksa luka jahitan episiotomy
c. Kebersihan daerah perineum
d. Pengeluaran lochia (jenismya, warnanya, baunya,
jumlahnya)
20 Pemeriksaan ekstremitas bawah : apakah ada edema, atau varises.
21 Pemeriksaan fisik telah selesai persilakan kembali pasien duduk di
meja konsultasi
ITEM PENALARAN KLINIS
22 Melakukan umpan balik (menanyakan hal-hal yang kurang jelas, atau
pertanyaan yang kurang jelas)
23 Mencatat semua hasil anamnesis

96
CSL Semester 5 Edisi Kedua

24 Menyimpulkan dan menginterpretasi hasil anamnesis


ITEM PROFESIONALISME
25 Tunjukkan sikap percaya diri
26 Tunjukkan sikap menghormati pasien
27 Mengakhiri anamnesis dengan sikap baik
28 Cuci tangan sebelum dan sesudah prosedural

97
CSL Semester 5 Edisi Kedua

ANAMNESIS GINEKOLOGI
Oleh : dr. Dian Isti Angraini, M.P.H

A. TEMA
Keterampilan anamnesis ginekologi (kandungan)

B. TUJUAN
Tujuan Instruksional Umum
Setelah melakukan latihan keterampilan anamnesis ginekologi mahasiswa mampu
melaksanakan anamnesa pada wanita dengan keluhan ginekologi
Tujuan Instruksional Khusus :
 Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan ginekologi secara umum,
terutama melakukan anamnesis ginekologi dengan baik.
 Mahasiswa mampu membuat kesimpulan hasil anamnesis/ diagnosis.
 Mahasiswa mampu membuat prognosis dan rencana

C. ALAT DAN BAHAN


a. Medical record kandungan
b. Alat tulis

D. SKENARIO
Nn. A berusia 22 tahun, datang dengan keluhan perdarahan haid yang berlangsung
selama 20 hari dengan jumlah darah haid 2x lipat dari biasanya. Hal ini telah dialami
selama 3 bulan terakhir. Lakukanlah anamnesis ginekologi kepada pasien.

98
CSL Semester 5 Edisi Kedua

E. DASAR TEORI
Ginekologi (secara harfiah berarti "ilmu mengenai wanita") adalah cabang
ilmu kedokteran yang khusus mempelajari penyakit-penyakit sistem reproduksi wanita
(rahim, vagina dan ovarium). Gangguan ginekologi meliputi gangguan haid, perdarahan
uterus abnormal, keputihan, endometriosis, penyakit radang panggul, bartolinitis,
mioma uteri, tumor ovarium neoplastik jinak, infertilitas, menopause dan lain
sebagainya.
Masalah ginekologis bisa timbul dengan berbagai gejala, di antaranya:
 Menstruasi banyak (menoragia)
 Tidak menstruasi (amenore)
 Sekret vagina
 Nyeri suprapubik
 Perdarahan per vaginam
 Masalah kontrasepsi
 Nyeri saat berhubungan seksual (dispareuni)
Hal-hal terkait anamnesis ginekologi:
1. Keluhan utama pasien datang dan lamanya diderita
2. Tanggal hari pertama haid terakhir (HPHT)
3. Data tentang siklus menstruasi dan menstruasi terakhir; regularitas dan panjang
siklus, lama, banyaknya dan bentuk darah menstruasi
4. Riwayat dismenorhea, Umur Menarche
5. Ada tidaknya perdarahan intermenstrual, Ada tidaknya pengeluaran discharge :
jenis, warna, banyaknya, bau dan saat keluarnya, Ada tidaknya pruritus/ gatal pada
vulva
6. Keluhan di daerah abdomen : Pembesaran, lokasiny, rasa tidak enak atau sakit
7. Riwayat dan lama perkawinan
8. Data tentang riwayat kehamilan dan persalinan
9. Keluhan yang berhubungan dengan coitus : libido, dispareunia dan orgasmus

99
CSL Semester 5 Edisi Kedua

10. Riwayat pembedahan pada perut atau pembedahan ginekologis


11. Hal-hal yang berhubungan dengan BAB dan BAK
12. Keluhan-keluhan sistemik atau keluhan yang menyangkut sistem lain
13. Riwayat penyakit medik dan genetik dalam keluarga

F. PROSEDUR
1) Identitas Pasien
Identitas pasien merupakan bagian yang paling penting dalam anamnesis. Kesalahan
identifikasi pasien dapat berakibat fatal, baik secara medis, etika, maupun hukum.
Unsur-unsur yang terdapat pada identitas pasien adalah:

2) Keluhan Utama
Keluhan utama yaitu keluhan atau gejala yang menyebabkan pasien dibawa berobat.
Keluhan utama sangat dibutuhkan dalam mengumpulan informasi masalah.Bahkan
untuk pasien yang datang hanya untuk sekedar pemeriksaan rutin.

3) Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien diminta untuk menceritakan gejala-gejala yang muncul dengan kata-katanya
sendiri. Informasi tambahan tentang keluhan pasien dapat diperoleh dengan
mengajukan pertanyaan yang spesifik.Untuk itu kita perlu mengetahui :
a. Keadaan pasien pada saat keluhan terjadi, termasuk kegiatan pasien, gangguan
kesehatan yang dialami, dan setiap obat yang dia minum pada dan atau sekitar
saat itu.

100
CSL Semester 5 Edisi Kedua

b. Tanyakan apakah keluhan yang dialami pasien ini bersifat sementara, kronis,
berulang, atau terus-menerus.Tanyakan pula apakah keluhan tersebut terkait
dengan siklus menstruasi.
c. Galilah informasi, apakah keluhan ini pertama kali terjadi atau sudah pernah
dialami sebelumnya.
d. Tanyakan karakteristik masalah, dan gejala yang terkait. Untuk kasus nyeri,
gali informasi tentang lokasi, tingkat keparahan nyeri, dan sifatnya (misalnya,
tajam, tumpul, seperti keram), faktor yang memperburuk, faktor yang
meringankan, dan apakah rasa sakit menjalar ke lokasi lain. Untuk kasus
perdarahan, gali informasi mencakup frekuensi, intensitas, dan durasi aliran,
dan apakah pasien mengalami kelelahan atau perasaan kepala yang melayang
e. Tanyakan sampai sejauh mana keluhan tersebut mengganggu aktivitas
keseharian pasien.
f. Apakah pasien pernahmendapatkan pengobatan untuk keluhan seperti ini
sebelumnya? Jika pernah, tanyakan kepada pasien untuk meminta
menceritakan pengobatan sebelumnya atau rekam medisnya.
g. Tanyakan pada pasien mengapa pasien baru berkonsultasi tentang masalahnya
pada saat ini. Apakah keluhan yang dirasakan pasien berubah atau bertambah
parah.

4. Riwayat Menstruasi
a. Kapan haid pertama (menarche). Pubertas pada wanita merupakan tanda awal
matangnya organ reproduksi dan mencakup serangkaian peristiwa yang terjadi
selama 2-4 tahun termasuk peningkatan tinggi badan, perkembangan payudara,
tumbuhnya rambut kemaluan (pubarche atau adrenarche), dan onset menstruasi
pertama kali (menarche). Umur rata-rata menarche adalah 12-13 tahun, dengan
rentang 9-17 tahun. Awalnya, siklus menstruasi biasanya anovulasi dan
menstruasi terjadi pada interval yang tidak teratur.

101
CSL Semester 5 Edisi Kedua

b. Periode menstruasi terakhir atau HPHT (Hari Pertama Haid Terakhir)


c. Pola menstruasi dan gejala-gejala yang terkait
1) Lama Siklus. Lama siklus dihitung sejak hari pertama dari satu periode
menstruasi sampai hari pertama periode menstruasi berikutnya. Panjang
siklus rata-rata adalah 28 hari.
2) Durasi aliran menstruasi. Menstruasi biasanya berlangsung selama 3-5
hari, dengan kisaran 1-7 hari. Durasi aliran menstruasi yang dialami oleh
wanita pengguna kontrasepsi oral seringkali lebih pendek dari periode
menstruasi spontan.
3) Jumlah darah yang keluar. Hilangnya darah rata-rata selama periode
menstruasi adalah 30 mL, dengan kisaran 10 sampai 80 mL.. Metode
kontrasepsi dapat mempengaruhi jumlah aliran. Jumlah darah yang keluar
biasanya lebih sedikit pada pasien pengguna kontrasepsi oral. Pasien yang
menggunakan kontrasepsi dalam Rahim, jumlah darah yang keluar
biasanya lebih banyak.
4) Munculnya gejala molimina (premenstrual). Gejala sering dilaporkan
termasuk nyeri payudara, distensi abdomen, berat badan, nafsu makan
meningkat, lekas marah, dan suasana hati yang labil.
5) Munculnya nyeri yang berhubungan dengan menstruasi. Sakit perut atau
punggung bawah pada saat menstruasi (dismenore) adalah umum. Rasa
sakit biasanya dimulai dalam beberapa jam setelah onset menstruasi dan
reda pada hari kedua aliran.
6) Pendarahan tambahan (Spotting/bercak).

5. Perimenopuse/menopause
a) Pola Menstruasi. Pada akhir siklus reproduksi wanita, interval intermenstrual
biasanya menjadi sulit diprediksi. Seringkali interval yang lebih pendek dan
kemudian menjadi lebih bervariasi. Menopause didefinisikan sebagai tidak

102
CSL Semester 5 Edisi Kedua

adanya menstruasi selama 1 tahun. Pendarahan yang terjadi setelah fase ini
biasanya merupakan pendarahan yang abnormal. Usia rata-rata pada
penghentian menstruasi adalah 51 tahun, dengan kisaran dari 40 tahun ke 50-
an.
b) Gejala yang berhubungan. Beberapa gejala yang muncul berhubungan dengan
perubahan hormonal yang terjadi sekitar waktu menopause. Gejala vasomotor,
termasuk hot flushes dan berkeringat di malam hari, sering dilaporkan. Ingatan
yang melemah, gangguan tidur, dan sakit di leher, bahu, dan punggung
memiliki prevalensi yang sama. Vagina yang kering dan kesulitan
mendapatkan gairah seksual.
c) Terapi penggantian hormon. Dalam rangka untuk mengevaluasi pola
perdarahan pasien perimenopause atau menopause dan gejala yang
berhubungan, penting bagi kita untuk mengetahui apakah pasienmenggunakan
terapi penggantian hormone dari regimen estrogen, atau estrogen dan
progesterone. Selain itu, penting untuk mengetahui sediaan pbat pengganti
hormone tersebut, apakah berbentuk herbal, tablet, atau bahan olahan kedelai.

6. Kontrasepsi
a) Metode kontrasepsi saat ini. Jika pasien premenopause dan aktif secara seksual
dengan laki-laki, penting untuk bertanya tentang metode kontrasepsi saat ini,
apakah ia puas dengan metode ini atau ada keinginan untuk menggantinya
b) Metode kontrasepsi sebelumnya yang pernah digunakan. Sebuah daftar metode
kontrasepsi masa lalu harus diperoleh, termasuk kapan digunakannya,
komplikasi yang terkait dengan penggunaan kontrasepsi tersebut, dan mengapa
pasien menghentikan penggunaannya.

103
CSL Semester 5 Edisi Kedua

7. Sitologi Cerviks dan vagina.


 Tanggal dan hasil terbaru pemeriksaan Pap Smear harus ditanyakan. Penting
untuk ditanyakan pada pasien, apakah ia pernah mempunyai riwayat hasil
smear yang abnormal, jika iya, pengobatan apa yang dilakukan dan bagaimana
caranya. Pertanyaan ini juga dapat membantu kita untuk mengetahui sudah
seberapa sering pasien melakukan pemeriksaan sitology cerviks dan vagina.

8. Riwayat Infeksi
Tanyakan mengenai riwayat penyakit menular seksual dan cara
penanganannya.
Riwayat mengalami vulvo-vaginitis atau bacterial vaginosis
Riwayat salphingo-oophorotis (Pelvic Inflamatory Desease)

9. Riwayat Kesuburan
 Penting untuk mengetahui riwayat kesuburan sebelumnya.Tanyakan apakah
ada gangguan fertilitas sebelumnya.Bila ada, tanyakan riwayat kesuburannya,
sebelum dan sesudah terapi.

10. Riwayat Aktivitas Seksual


Galilah informasi mengenai aktivitas seksual pasien dan berikan kesempatan
pada pasien untuk bertanya mengenai masalah ini, mulai dari libido sampai
pengalaman nyeri saat berhubungan. Hal lain yang perlu di gali adalah
mengenai riwayat kekerasan dan penyerangan seksual bila ada indikasi.

11. Riwayat Kehamilan dan Persalinan


Pasien harus ditanya tentang semua kehamilan dan hasilnya masing-masing,
dengan memperhatikan apakah kehamilannya itu intrauterin atau ektopik.

104
CSL Semester 5 Edisi Kedua

Jika kehamilan berakhir dengan aborsi, penting untuk mengetahui apakah


secara spontan atau diinduksi, dan apakah dilatasi cerviks dan kuretase
dilakukan.
Penatalaksanaan terhadap kehamilan juga mola harus ditanyakan. Untuk
kehamilan yang berlangsung lebih dari 20 minggu, harus ditanyakan usia
kehamilan saat melahirkan, carapersalinan, jenis anestesi untuk persalinan,
berat janin saat melahirkan, komplikasi ibu, janin, atau neonatal, dan apakah
anak tersebut saat ini masih hidup.
Tanyakan tentang riwayat infeksi bakteri streptokokus grup B (GBS) pada
kehamilan sebelumnya atau pada anak yang dilahirkan.

12. Riwayat Penyakit Dahulu


 Pasien diminta untuk menyebutkan penyaki-penyakit apa yang pernah ia
derita, dan penyakit-penyait yang masih ia alami hingga saat ini, baik yang
berhubungan maupun yang tidak berhubungan dengan masalah gineologi, serta
riwayat opname sebelumnya.

13. Riwayat Pembedahan Sebelumnya


 Pasien harus diminta untuk menyebutkan apa saja tindakan bedah yang pernah
ia alami sebelumnya baik dibidang ginekologi ataupun non-ginekologi, tanggal
perlakuan dan komplikasi-komplikasi apa saja yang pernah dirasakan paska
pembedahan.

14. Tanyakan Riwayat Konsumsi Obat-Obatan Dan Alergi

105
CSL Semester 5 Edisi Kedua

15. Riwayat Penyakit Keluarga


 Penyakit-penyait yang dialami oleh anggota keluarga harus ditanyakan,
termasuk kanker, diabetes melitus, penyakit kardiovaskular, hiperlipidemia,
osteoporosis, dan gangguan herediter lainnya.

16. Aspek Sosial


Aspek relevan dari riwayat sosial pasien termasuk statusn perkawinan, tingkat
pendidikan, dan pekerjaannya.

17. Anamnesis yang berkaitan Sistem Ginekologi


a. Abdomino-pelvic
i. Gejala Ginekologi
1) Pendarahan Uterus Abnormal. Tinjauan ginekologi termasuk menstruasi
sedikit (amenore), interval intermenstrual pendek atau panjang (polymenorrhea
atau oligomenore), berlebihan atau menstruasi berkepanjangan (menoragia),
dan pendarahan intermenstrual (metrorrhagia). Pasien pascamenopause harus
ditanya tentang adanya pendarahan (pendarahan pascamenopause). Semua
wanita harus ditanya tentang perdarahan postcoital.
2) Nyeri Panggul. Tanyakan apakah nyeri panggul bersamaan dengan siklus
menstruasi atau tidak. Modus, onset, tingkat keparahan, karateristik, lokasi,
radiasi, durasi, factor yang memperburuk keadaan dan yang memperingan
keadaan. Tanyakan pula apakah ada nyeri saat berhubungan (dyspareunia).
Karena organ reproduksi dekat dengan saluran kemih dan pencernan maka
keluhan pada bagian tersebut dapat mirip ataupun berhubungan satu sama lain.
3) Gejala prolaps rahim atau vagina. Pasien dengan prolaps saluran genital
(prolaps uteri, sistokel atau cystourethrocele, atau rectocele) mungkin
menyadari adanya jaringan yang menonjol di introitus. Pasien dengan sistokel
atau cystourethrocele dapat mengalami inkontinensia. Pasien dengan rectocele

106
CSL Semester 5 Edisi Kedua

dapat mengalami sembelit dan mungkin perlu menekan perineum agar bisa
buang air besar.
4) Vaginal Dicharge. Pasien harus ditanya tentang perubahan atau peningkatan
cairan vagina, dan jika ada, apakah disertai gatal di sekitar vulvo-vagina, rasa
terbakar dan bau tidak wajar.
5) Vagina kering. Kekeringan atau penurunan lubrikasi vagina dapat dikeluhkan
ketika tingkat estrogen rendah seperti pada saat postpartum danpada saat
menopause. Atau difiirkan adanya kemungkinan sindrom Sjögren.
6) Lesi vulva. Karakteristik lesi harus ditanyakan mulai dari perjalanan
pertumbuhan lesi, hingga besar dan dalam lesi. Dan apakah sudah menjadi
suatu lesi yang ulseratif.
7) Vulva terasa gatal atau terbakar. Pasien harus ditanya tentang gejala gatal di
vulva dan rasa terbakar, yang mungkin menjadi gejala vulvo-vaginitis,
dermatitis kontak, atau vestibulitis. Gejala ini juga dapat berhubungan dengan
kondisi seperti lichen simpleks, lichen sclerosus et atrophicus, neoplasia
intraepitel vulva, dan karsinoma vulva.
8) Disfungsi seksual. Gejala disfungsi seksual pada organ ginekologidapat dibagi
menjadi beberapa kategori seperti :kelainan gairah (libido menurun), nyeri
dengan hubungan seksual (dispareunia), dan ketidakmampuan untuk mencapai
orgasme (anorgasmia).
ii. Gejala-Gejala Saluran Kencing.
a) Gejala infeksi saluran kemih meliputi disuria, frekuensi kencing, urgensi
kemih, dan hematuria.
b) Gejala urolithiasis termasuk nyeri panggul dan hematuria.
c) Inkontinensia Urin. Inkontinensia urin dapat dialami dengan berbagai kondisi,
termasuk infeksi saluran kemih, kelainan kongenital, vesiko-atau fistula
uretero-vagina, sistokel atau cystourethrocele, ketidakstabilan detrusor, dan
berbagai kondisi neurologis. Penting diketahui kapan inkontinensia terjadi

107
CSL Semester 5 Edisi Kedua

(terus menerus, dengan kegiatan seperti batuk, bersin, atau berjalan, dalam
perjalanan ke kamar mandi, atau dengan rangsangan seperti menyalakan air
atau mendengar gemerincing kunci).
d) Retensi Urin. Ketidakmampuan untuk mengeluarkan urin mungkin disebabkan
oleh kompresi uretra (misalnya, oleh leiomyoma atau edema periurethral) atau
terjadi setelah prosedur bedah panggul. Pengosongan kandung kemih yang
tidak lengkap juga dapat terjadi pada pasien dengan sistokel.
iii. Gejala-Gejala Gastrointestinal
Pasien harus ditanya tentang gejala mual,muntah, konstipasi, diare berdarah,
dengan atau tanpa tinja, nyeri buang air besar dengan, dan inkontinensia tinja atau
flatus. Pasien dengan Irritable Bowel Syndromesering mengeluhkan konstipasi
atau bahkan diare yang berhubungan dengan kram perut.Inkontinensia tinja atau
flatus dapat dikeluhkan setelah luka pada sfingter anal selama persalinan, atau
pada fistula anal atau rektovaginal.

b. Payudara.
Pasien harus ditanya tentang adanya massa pada payudara, nyeri, dan riwayat
biopsi payudara. Ketika diketahui terdapat massa, tanyakan sudah berapa lama
munculnya, dan apakah ukurannya berubah sesuai siklus menstruasi. Discharge
payudara harus ditanyakan apakah pada satu sisi atau dua sisi, dan juga warna dischare
payudaranya. Galaktorea (keluarnya airsusu) dapat unilateral atau bilateral, dan
kemungkinan terjadi pada hiperprolaktinemia, hipotiroidisme, dan dengan penggunaan
obat-obatan tertentu, termasuk kontrasepsi oral. Discharge berdarah unilateral biasanya
terjadi pada intraductal papilloma. Sebuah Discharge kehijauan unilateral dapat terjadi
pada ektasia duktal.Nyeri ringan pada saat menstruasi adalah hal yang wajar, hal ini
terkait dengan proses hormonal. Nyeri lebih lama atau berat dapat dikaitkan dengan
adanya perubahan fibrokistik pada payudara.

108
CSL Semester 5 Edisi Kedua

18. Riwayat Pemeliharaan Kesehatan dan Kebiasaan Sehari-hari.


Sebuah riwayat kebiasaan kesehatan umum harus diperoleh, termasuk penilaian dari
penggunaan tembakau, konsumsi alkohol, dan penggunaan narkoba. Penting untuk
ditanyakan padapasien tentang dietnya, termasuk asupan kalsium, asupan asam folat,
dan apakah iaolahraga secara teratur. Riwayat pemeliharaan kesehatan juga
mencakup riwayat imunisasi terhadap penyakit menular seperti rubella dan varicella,
high risk human papillomavirus (HPV), hepatitis B, tetanus, difteri, pertusis,
pneumokokus, dan influenza.

A. DAFTAR PUSTAKA

 Bowdler, N; Elson, M. 2008. The Gynecologic History and


Examination.Glob. libr. women's med.,(ISSN: 1756-2228) 2008; DOI
10.3843/GLOWM.1000.
 Gleadle, J. 2007. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Penerbit
Erlangga. Jakarta.
 Prawirohardjo, S. 2008. Ilmu Kandungan. PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo: Jakarta.

B. TUGAS MAHASISWA
1) Masing-masing mahasiswa membuat anamnesis pasien dengan keluhan
ginekologi seperti keputihan (fluor albus), dismenorea, menorhagia,
metroragia, polimenorhagia, PUD, dll
2) Hasil anamnesis yang telah dibuat akan dijadikan bahan latihan pada
pertemuan kedua

C. CEKLIS ANAMNESIS GINEKOLOGI


Umpan
No Prosedur/ Aspek Latihan
Balik
ITEM INTERAKSI DOKTER-PASIEN
1 Mengucapkan salam pada awal wawancara
2 Mempersilakan duduk berhadapan
3 Memperkenalkan diri
4 Informed consent
109
CSL Semester 5 Edisi Kedua

ITEM PROSEDURAL
5 Menanyakan Identitas Pasien
6 Menanyakan keluhan utama dan tambahan
Menanyakan riwayat penyakit sekarang
KU pasien sekarang
keluhan baru (pertama kali) atau lama
keluhan bersifat kronis, berulang atau terus menerus
karakteristik masalah yang terkait misal :
- nyeri (lokasi, tingkat keparahan nyeri, dan sifatnya
(misalnya, tajam, tumpul, seperti keram), faktor
yang memperburuk, faktor yang meringankan, dan
apakah rasa sakit menjalar ke lokasi lain)
7
- pendarahan (warna, segar atau tidak, frekuensi,
intensitas, dan durasi aliran, dan apakah pasien
mengalami kelelahan atau perasaan kepala yang
melayang)
- benjolan (warna, bentuk, simetris atau tidaknya,
batas, sesuai warna sekitar, panas, nyeri, bisa
digerakkan, dan lainnya)
mengganggu aktivitas sehari-hari atau tidak
pengobatan sebelumnya dan hasilnya
Menanyakan riwayat menstruasi
 haid pertama (menarche)
8
 Haid Pertama Haid Terakhir (HPHT)
 Pola Menstruasi dan gejala yang terkait
Khusus pasien Perimenopause/menopause
 Pola menstruasi
 Gejala/keluhan yang berhubungan (hot flushes, berkeringat
9
malam hari, ingatan melemah, gangguan tidur, vagina
kering dan libido menurun)
 Adakah terapi penggantian homon
Menanyakan riwayat Kontrasepsi
10

Menanyakan riwayat Infeksi Ginekologis


11

Menanyakan riwayat Sitologi Cerviks dan Vagina (Pap


Smear)
12
riksaan yang abnormal
13 Menggali informasi tentang riwayat Kesuburan (gangguan
110
CSL Semester 5 Edisi Kedua

fertilitas dan penanganannya), dan Riwayat aktivitas Seksual


(penurunan libido ataupun masalah
Menggali informasi tentang riwayat Kehamilan dan persalinan
intraunterin/ektopik

14

Menggali informasi tentang riwayat penyakit dahulu, adanya


tindakan pembedahan terdahulu, konsumsi obat-obatan dan
15
alergibaik yang berhubungan maupun tidak berhubungan
dengan masalah ginekologi
Menanyakan riwayat pemeliharaan kesehatan dan kebiasaan
sehari-hari.
16

aksin HPV)
Menggali informasi mengenai aspek sosial pasien dan
17
keluarganya.
ITEM PENALARAN KLINIS
Melakukan cross check (paraphrase atau pengulangan
18
terhadap apa yang dikatakan pasien)
Melakukan umpan balik (menanyakan hal-hal yang kurang
19
jelas, atau pertanyaan yang kurang jelas).
20 Mencatat semua hasil anamnesis
21 Menyimpulkan dan menginterpretasikan hasil anamnesis
ITEM PROFESIONALISME
22 Percaya diri, bersikap empati, tidak menginterogasi
23 Mengakhiri anamnesis dengan sikap yang baik

111
CSL Semester 5 Edisi Kedua

Pemeriksaan Ginekologi
Oleh : dr. Oktadoni Saputra, M.Med.Ed; dr. Dian Isti Angraini, M.P.H; dr. Fajriani D
dr. Efriyan Imantika, M.Sc., Sp.OG

1. Tema Pembelajaran
Keterampilan pemeriksaan ginekologi
2. Tujuan
1) Mahasiswa mampu melakukan inspeksi dan palpasi genitalia eksterna wanita
2) Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan spekulum yaitu inspeksi vagina
dan serviks
3) Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan bimanual yaitu palpasi vagina,
serviks, korpus uteri dan ovarium
4) Mahasiswa mampu melakukan (di bawah supervisi) pemeriksaan rektal wanita,
palpasi kantung douglas, uterus dan adneksa
5) Mahasiswa mampu melakukan (di bawah supervisi) pemeriksaan rekto-vaginal

3.Level Kompetensi
Keterampilan Level Kompetensi
Inspeksi dan palpasi genitalia eksterna wanita -1- -2- -3- -4-
Pemeriksaan spekulum : inspeksi vagina dan -1- -2- -3- -4-
serviks
Pemeriksaan bimanual : palpasi vagina,
-1- -2- -3- -4-
serviks, korpus uteri dan ovarium
Pemeriksaan rektal wanita : palpasi kantung
-1- -2- -3- -4-
douglas, uterus dan adneksa
Pemeriksaan rektovaginal -1- -2- -3- -4-

4.Alat dan Bahan


 Model panggul (bisa untuk RT)
 Spekulum Graves
 Kateter logam / nelaton
 Kapas dan larutan antiseptik
 Meja Instrumen
 Ranjang periksa ginekolog
 Lampu sorot
 Sarung tangan steril (DTT)
 Apron (Celemek Plastik)
 Sabun dan Air bersih
 Handuk bersih dan kering
Gambar Speculum graves dalam
berbagai ukuran 112
CSL Semester 5 Edisi Kedua

5.Skenario
Keputihan
Seorang wanita, berusia 42 tahun, datang ke praktek dokter kandungan
dengan keluhan keputihan sejak 10 hari yang lalu. Keputihan yang dirasakan agak
encer, tidak gatal dan berbau amis. Keluhan ini sering dirasakan sejak 3 bulan
belakangan. Riwayat dan siklus haid normal, pemakaian kontrasepsi disangkal,
pemakaian sabun pembersih daerah kewanitaan (sabun sirih) (+) sejak beberapa bulan
terakhir. Pasien mengeluhkan nyeri saat berhubungan dan kadang-kadang flek-flek
darah di luar siklus haid. Dokter kemudian melakukan pemeriksaan
ginekologi/inspekulo,bimanual, vaginal swab untuk Pemeriksaan. Mikrobiologi dan
Ispeksi Visual Asetat (IVA) serta menyarankan pasien melakukan Pap Smear.

6.Dasar teori / Rujukan


Seperti pemeriksaan fisik lainnya, maka pengamatan dilakukan sejak pasien
masuk ke ruang periksa. Keadaan umum, sikap, dan kesadaran pasien harus diamati
dengan cermat. Kemudian dilakukan pemeriksaan lainnya termasuk thorax dan
abdomen. Pada kasus obgyn biasanya juga dilakukan pemeriksaan payudara sebagai
berikut :
Secara inspeksi, pada pengamatan payudara harus diperhatikan bentuknya,
besarnya, simetrik atau tidaknya, permukaan kulitnya (hiperpigmentasi atau peau
d‟orange), gambaran venosa, adanya ulkus dan keadaan aerola serta papilla mama
(hiperpigmentasu, retraksi). Palpasi payudara dengan cara berikut:
Pasien berada dalam posisi duduk dan lengan ada di samping badan. Pasien
diminta mengangkat salah satu lengannya dan diamati secara visual sekali lagi.
Dilakukan palpasi payudara dengan posisi tangan pemeriksa :
a. Tangan pemeriksa menyangga payudara pada aksila (ibu jari kearah bawah),
dilakukan perabaan bagian payudara diantara ibu jari dan jari tangan yang lain
kearah medial.
b. Tangan pemeriksa di antara dua payudara dan digerakkan melingkar menekan
tulang iga
c. Perabaan lebih tinggi kearah aksila dan dan meraba ke bawah kea rah iga. Tangan
pemeriksa menyangga bagian bawah payudara, diraba bagian payudara di antara
ibu jari dan jari yang lain.
Pada palpasi diperhatikan adanya nodul atau masa pada payudara, dan dicatat
ukurannya, konsistensinya, mudah digerakkan atau tidak, apakah ada sakit tekan atau
sakit pergerakan, dan apakah terfiksasi dengan jaringan sekitarnya.

Pemeriksaan Pelvik
Pemeriksaan pelvic biasanya menimbulkan ketegangan pada pasien. Sebelum
dilakukan pemeriksaan harus dilakukan pendekatan yang baik pada pasien, agar pasien
bisa bekerja sama pada waktu diperiksa.

113
CSL Semester 5 Edisi Kedua

Pemeriksaan pelvic dikerjakan pada pasien yang berada dalam posisi litotomi.
Pasien diminta merebahkan sepenuhnya punggungnya secara santai (agar dinding perut
kendor), dan meletakkan dua kaki pada penyangga kaki (foot-rest) secara santai (agar
otot-otot daerah pelvic kendor), sedemikian rupa sehingga perineum ada tepat ditepi
meja periksa.
Pemeriksa menggunakan sarung tangan steril dengan ukuran yang sesuai. Cara
memakai sarung tangan harus mengikuti prosedur aseptik. Sebelum melakukan
pemeriksaan harus dilakukan toilet vulva dan vagina. Prosedur antiseptik ini dilakukan
dengan kasa atau kapas steril yang direndam dalam desinfektan yang tidak mengiritasi
(misalnya : larutan Lysol). Kapas steril tersebut disapukan pada vulva sampai sekitar
perineum dari arah medial ke lateral atau sentral ke perifer, dan penyapuan daerah anus
harus dilakukan paling akhir.

7.Prosedur

A. ANAMNESIS GINEKOLOGI (dibahas pada materi sebelumnya)

B. PEMERIKSAAN PELVIK
1. Inspeksi
Pengamatan dilakukan pada alat genital bagian luar (eksterna), khususnya
daerah vulva, dimulai dengan pengamatan secara keseluruhan tentang keadaan
atau hygiene daerah genital secara umum atau adanya kelainan yang mencolok.
Secara sistematik hal-hal yang diamati adalah :
1. Pertumbuhan dan pola pertumbuhan rambut pada pubes (maskulin atau
feminin) dan kelainan pada folikel rambut pubes
2. Keadaan kulit didaerah vulva (perlukaan, vesikel atau nodul, pruritus,
leukoplakia, tumor)
3. Keadaan klitoris (apakah ada pembesaran klitoris atau tidak)
4. Keadaan muara urethra (infeksi, karunkula, tumor)
5. Keadaan labium majus dan minus (simetrik atau tidak, perlukaan,
pembengkakan, atau penonjolan)
6. Keadaan perineum (pembengkakan, sikatriks atau bekas episiotomi,
pemendekan karena sisa persalinan atau adanya tumor) dan komisura posterior
(utuh atau sudah rupture)
7. Keadaan introitus vagina (apakah ada discharge yang mengalir dari liang
vagina)

114
CSL Semester 5 Edisi Kedua

Gambar 8. Anatomi genitalia eksterna wanita

2. Inspekulo
Pemeriksaan inspekulo dilakukan dengan menggunakan speculum dan hanya
dilakukan pada pasien yang sudah menikah dan sudah melakukan hubungan seksual.
Ada berbagai macam speculum, tetapi yang sering digunakan di klinik adalah speculum
Graves dan speculum
Sims.

Gambar 4.
Spekulum Spekulum Graves
Sims & Sims
Spekulum
Graves

Gambar 9. Spekulum Sims (kiri) dan Spekulum Graves (kanan)

Pemeriksaan dengan speculum Sims akan mendapatkan visualisasi yang lebih


baik, tetapi harus dilakukan dengan kedua tangan. Hanya satu tangan yang diperlukan
untuk memegang speculum Graves dan mempertahankan pada posisinya, sehingga
tangan yang satu bisa bebas melakukan tindakan, misalnya membersihkan rongga
vagina. Penggunaan speculum Sims pada keadaan tertentu memerlukan seorang yang
membantu memegang sendok speculum.

115
CSL Semester 5 Edisi Kedua

Gambar 10. Cara Memegang Spekulum Graves


(Sumber : Bate's guide to physical examination)

Cara pemasangan spekulum Graves


1. Labium majus disibakkan ke kanan kiri dengan jari telunjuk dan ibu jari tangan
kiri.
2. Tangan kanan memegang spekulum Graves yang sudah disterilkan secara miring,
sedemikian rupa sehingga daun spekulum pada posisi kiri-kanan. (Apabila akan
mengambil sediaan sitologik, maka spekulum tidak perlu dilumuri dengan lubrikan
atau dibasahi dengan desinfektan)
3. Spekulum dimasukkan kedalam liang vagina secara halus dan perlahan, dalam
kedudukan kedua daun spekulum tertutup. (Perhatikan arah dari spekulum yang
harus sejajar dengan sumbu panjang vagina)
4. Setelah kira-kira 2/3 daun spekulum masuk ke vagina, pegangan spekulum diputar
secara perlahan-lahan 90 derajat hingga sendok spekulum pada posisi atas-bawah,
dan secara perlahan-lahan daun spekulum dibuka.
5. Setelah bisa memvisualisasikan serviks, maka daun spekulum dimasukkan
sepenuhnya ke vagina, sehingga daun spekulum mencapai forniks anterior dan
posterior kemudian spekulum dikunci.

116
CSL Semester 5 Edisi Kedua

Gambar 11. Cara Pemasangan Spekulum Graves


(Sumber : Bate's guide to physical examination)

Cara Pemasangan Spekulum Sims


1. Tangan kiri pemeriksa menyibakkan labium majus dengan cara seperti di atas dan
tangan kanan memegang daun spekulum yang bawah.
2. Daun spekulum yang bawah dimasukkan ke vagina secara perlahan-lahan dalam
posisi miring.
3. Setelah daun spekulum mencapai 2/3 panjang vagina, daun spekulum diputar 90
derajat ke bawah dan daun spekulum dimasukkan sepenuhnya hingga mencapai
forniks posterior.
4. Selanjutnya, tangan kiri pemeriksa memegang daun spekulum bawah yang sudah
terpasang, sedangkan tangan kanan memegang daun spekulum atas.
5. Daun spekulum atas dimasukkan ke vagina secara mendatar, hingga mencapai
forniks anterior. Jika akan melakukan tindakan, maka pembantu diminta
memegang daun spekulum atas dan tangan kiri pemeriksa memegang daun
spekulum bawah.

117
CSL Semester 5 Edisi Kedua

Pemasangan speculum sudah dianggap benar jika serviks uteri terlihat dengan
jelas. Apabila visualisasi serviks uteri dan fornices vagina terhalang oleh akumulasi
discharge, maka vagina dibersihkan dengan larutan desinfektan atau salin. Sebelumnya
discharge harus diamati lebih jelas dan dicatat perihal banyaknya, jenis atau
konsistensinya, warna dan berbau atau tidak. Sesudah berhasil tampak dengan jelas,
serviks uteri dinilai secara cermat warna mukosanya (hipermis, anemis, livid) dan
adanya kelainan seperti erosi, ektropion, laserasi, sikatriks, granulasi, teleangiektasi,
pertumbuhan polips serta tumor.
Spekulum ditarik dan dilepas dengan perlahan-lahan sambil mengamati
dinding vagina. Keadaan vagina diamati dengan seksama, dan dicat warnanya, adanya
ptekie, varises, granulasi, ulserasi, perlukaan, fistula, penonjolan akibat kendornya
dinding vagina (kistokel, rektokel) dan adanya tumor.

C. Pemeriksaan Bimanual
Pemeriksaan bimanual (vaginal toucher, colok vagina) dikerjakan dengan cara:
1. Mengoles telunjuk dan jari tengah yang akan digunakan untuk memeriksa
dengan lubrikan atau desinfektan
2. Memasukkan jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan ke vagina (Tangan
pemeriksa masuk ke vagina sesuai dengan aksis vagina dan dikerjakan secara
perlahan-lahan dan sehalus mungkin)
3. Telapak tangan kiri berada di daerah suprapubik
4. Tangan yang ada di abdomen dimanfaatkan sepenuhnya untuk mengarahkan
organ mana yang diperiksa. (Posisi tangan kanan dan kiri pemeriksa ini bisa
terbalik tergantung kebiasaan pemeriksa)
5. Perabaan dilakukan mulai dari vagina hingga fornises, serviks uteri, uterus,
adneksa atau parametrium, dan keseluruhan rongga panggul.
6. Sesudah tangan pemeriksa ditarik dari vagina dilakukan perabaan pada daerah
luar genital (vulva dan sekitarnya).
7. Pemeriksaan harus dilakukan secara siatematik, untuk itu perabaan harus urut
dan tidak boleh ada yang terlewatkan.
Hal-hal yang harus dicatat dan diperhatikan pada pemeriksaan bimanual antara lain:

Vagina
 Ada tidaknya kelainan di daerah introitus Vagina (Kista/ Abses Bartholini)
 Ketegangan (kuatnya) dinding vagina
 Ada tidaknya sistokel atau rektokel
 Permukaan dan keadaan rugae (ulkus, tumor, fistula)
 Penonjolan fornix & cavum Douglasi
 Ada tidaknya kelainan kongenital ( atresia, stenosis, septum)

118
CSL Semester 5 Edisi Kedua

Gambar 12. Pemeriksaan Bimanual


(Sumber : Bate's guide to physical examination)

Serviks Uteri
 Permukaan (sikatriks, ulkus, tumor)
 Besar dan bentuk serviks uteri
 Konsistensi (kenyal, lunak, keras, tanda Hegar)
 Kanalis servikalis terbuka atau tertutup
 Mudah digerakkan (mobile) atau sukar digerakkansakit pada pergerakan (arah
pergerakan, slinger pain)
Uterus
 Bentuk uterus
 Ukuran atau dimensi uterus
 Posisi dan kedudukan uterus (anteversi, retroversi, antefleksi, tetrtifleksi,
sinistro, dekstroposisi)
 Konsistensi (kenyal, padat)
 Permukaan uterus (rata, berbenjol-benjol)
 Mobilitas uterus
 Ada tidaknya pertumbuhan tumor (bentuk, ukuran, konsistensi)
 Ada tidaknya kelainan bawaan
Parametrium
 Strutur adneksa ( tuba, ovarium)
 Ruang di parametrium (longgar, memendek)
 Ada tidaknya sakit pada perabaan
 Teraba masa tumor atau tidak (lokasi, ukuran, permukaan, konsistensi,
mobilitas, hubungan dengan alat sekitarnya)/
 Adanya infiltrasi keganasan

119
CSL Semester 5 Edisi Kedua

Seperti halnya pemeriksaan inspekulo, pemeriksaan bimanual hanya boleh


dilakukan pada wanita yang sudah menikah dan sudah melakukan hubungan seksual.
Perabaan uterus sulit dilakukan pada kasus:
 Uterus retroversio fleksio, perabaan uterus agak sulit oleh karena pencekapan
uterus tak dapat berlangsung secara baik.
 Pasien obese, evaluasi uterus secara palpasi sulit dilakukan.
 Vesika urinaria yang terlampau penuh.

Perabaan adneksa dan parametrium:


 Pemeriksaan adneksa dan parametrium baru dapat dilakukan bila palpasi uterus
sudah dapat dilakukan dengan baik.
 Dalam keadaan normal, tuba falopii dan ovarium tak dapat diraba.
 Tuba falopii dan ovarium hanya dapat diraba dari luar pada pasien kurus atau
pada tumor ovarium / kelainan tuba ( hidrosalphynx) yang cukup besar.

E. Pemeriksaan Lain dan Tambahan

Pemeriksaan rektal (rectal toucher) pada wanita


Pemeriksaan lain yang dikerjakan pada pemeriksaan ginekologi seperti
pemeriksaan rektal dan rektovaginal. Pada wanita yang belum menikah atau belum
melakukan hubungan seksual, maka pemeriksaan bimanual tidak dilakukan melaui
vagina melainkan secara rektal (rectal toucher). Rectal toucher , dikerjakan pada :
 Virgin
 Pasien yang mengaku “belum pernah bersetubuh”
 Kelainan bawaan (atresia himenalis atau atresia vaginalis)
 Hymen rigidus dan vaginismus
 Wanita diatas usia 50 tahun
Pemeriksaan RT pada wanita bisa dilakukan untuk menilai keadaan himen
seseorang untuk mengetahui apakah seorang wanita memang masih virgin atau tidak.
Pada pemeriksaan RT wanita, posisi yang dianjurkan adalah berbaring miring atau
posisi Sim‟s dan posisi litotomi. Caranya: jari telunjuk dimasukkan ke dalam rektal,
120
CSL Semester 5 Edisi Kedua

tangan luar diletakkan di atas sympisis. Pada pemeriksaan RT wanita ini dilakukan untu
menilai sfingter ani, mukosa usus, massa hemoroid, uterus, dan himen. Palpasi serviks
uterus melalui dinding rektal anterior. Normalnya, teraba licin, melingkar, tegas, dan
dapat digerakkan.

Gambar 13. Pemeriksaan rektal wanita

Gambar 14. Tipe-tipe Himen (Selaput Dara)

121
CSL Semester 5 Edisi Kedua

Recto vaginal toucher :


Pemeriksaan rektovaginal dilakukan untuk menilai septum rektovaginal
dan dilakukan pada wanita yang sudah menikah.
Prosedur pemeriksaan rektovaginal yaitu:
 Masukkan secara perlahan jari tengah ke dalam rektum dan jari telunjuk ke
dalam vagina, minta pasien untuk menarik nafas dalam untuk merelaksasikan
otot anus
 Nilai septum rektovagina, permukaan posterior uterus, adanya massa dan nyeri
pada daerah permukaan uterus dan rektum
 Keluarkan jari secara perlahan-lahan

Gambar 15. Pemeriksaan rektovaginal

Pemeriksaan rectovaginal dikerjakan untuk menilai keadaan septum


rectovaginalis. Penebalan dinding vagina dan infiltrasi karsionoma rektum lebih mudah
ditentukan dengan pemeriksaan rectovaginal. Pada pemeriksaan ini, kita dapat memilih
posisi pasien sbb:
a. Left lateral prone position
Letak miring memudahkan pemeriksaan inspeksi dan palpasi anal kanal dan rektum.
Tetapi posisi ini kurang sesuai untuk pemeriksaan peritoneum.

122
CSL Semester 5 Edisi Kedua

b. Litothomy position
Posisi litotomi biasanya dilakukan pada pemeriksaan rutin yang tidak memerlukan
pemeriksaan anus secara detail. Dianjurkan dalam pemeriksaan prostate dan vesika
seminalis karena memudahkan akses pada cavum peritoneal.
c. Knee-chest position
Posisi ini biasanya tidak/kurang menyenangkan bagi pasien.
d. Standing elbow-knee position
Posisi ini jarang digunakan.

Pemeriksaan tambahan yang kadang dilakukan beserta pemeriksaan


ginekologik, antara lain adalah :
 Pap‟s smear (usapan Papanicolau)
 IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) untuk deteksi dini keganasan serviks
 Uji Fern (uji daun pakis) untuk deteksi ovulasi
 Uji schiller untuk keganasan serviks dan vagina
 Pengambilan spesimen untuk pemeriksaan mikrobiologik/ Vaginal Swab
 Sondase rongga rahim
 Perasat Acosta-Scizon
 Pungsi Douglas (Kuldosenstesis)
 Biopsi (vagina, serviks, endometrium)
 Kolposkopi
 Histeroskopi

8.Daftar Pustaka
Anonim. 2008 : Buku Panduan Peserta Pelatihan Klinik : Asuhan Persalinan Normal;
Asuhan Esensial, Pencegahan dan Penanggulangan Segera Komplikasi
Persalinan dan Bayi Baru lahir. Jaringan Nasional Pelatihan Klinik-Kesehatan
Reproduksi (JNPK-KR). Depkes RI. Indonesia

123
CSL Semester 5 Edisi Kedua

Anonim. 2005. Skills Lab Jilid 8 Tahun Akademik 2004/2005. Laboratorim


Keterampilan Medik. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
F. Gary Cunningham. Et al. 2001. Williams Obstetrics, 21st edition. McGraw-Hill
Professional.
Jonathan S. Berek .2002. Novak‟s Gynecology, 13th edition. Lippincott Williams &
Wilikns.
Mansjoer, Arif. Et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Penerbit Media
Aesculapius. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Moerdijat, Tonny S. dr. Sp.OG. et al. 2008. Menggulirkan Sistem Terbuka Pencegahan
Kanker Serviks di Indonesia. Disampaikan dalam Pertemuan Ilmiah Tahunan I
Himpunan Obstetri & Ginekologi Sosial Indonesia. Malang, April 2008.
Didownload dari :
http://www.rotaryd3400.org/campur/Pencegahan%20Kanker%20Serviks%20d
i%20Indonesia.pdf
Szilagy, PG. 2002. Bate‟s guide to phsycal examination. McGraw-Hill.
Wilopo, S. 2010. Epidemiologi dan Pencegahan Kanker Leher Rahim. Center for
Reproductive Health, Department of Public Health, Faculty of Medicince
Gadjah Mada University. Didownload dari : http://chnrl.net/mkia-
kr/files/CaCervic-texfinal.pdf

9.Evaluasi
Check List Penilaian Keterampilan Pemeriksaan Ginekologi

No Prosedur/langkah klinik yang dinilai Umpan Balik

I Item Interaksi Dokter Pasien


1 Senyum, Salam, Sapa
2 Ajak Bicara/ Anamnesis kasus ginekologik (simulasi)
3 Informed Consent (Meminta persetujuan lisan)
II Item Prosedural
INSPEKULO
4 Periksa alat dan bahan yang diperlukan
5 Siapkan lampu periksa, menyalakan dan mengarahkannya
Siapkan model/Persilakan pasien untuk berkemih terlebih
6
dahulu lalu posisikan dengan tenang dalam posisi litotomi
Betulkan posisi ginekologi pasien/model (perineum tepat ditepi
7
meja)
Simulasi mencuci kedua tangan dengan desinfektan, termasuk
8
melepas cincin, jam dsb.
9 Gunakan sarung tangan dengan cara aseptic
10 Lakukan simulasi toilet vulva dan sekitarnya secara lege artis

124
CSL Semester 5 Edisi Kedua

11 Pasang duk steril


13 Inspeksi daerah mons pubis, labium majus, vulva
14 Pilih spekulum dan atur sekrupnya
15 Oles spekulum dengan lubrikan atau desinfektan
16 Singkap labia majora dengan tangan dan arah yang benar
Pasang spekulum dgn tangan kanan dengan cara dan arah yang
17
benar
18 Tampilkan serviks uteri dengan membuka spekulum
19 Kunci kedudukan speKulum
Catt : Jika ingin melakukan Pap Smear atau IVA langsung
ke check list pap smear atau IVA
Lakukan simulasi membersihkan rongga vagina dengan
20
desinfektan
21 Periksa serviks uteri dan orifisium uteri eksternum
Amati dinding vagin dengan mengarahkan pandangan ke
22
seluruh permukaan vagina
PEMERIKSAAN BIMANUAL
23 Simulasi mengusap tangan dengan lubrikan/ desinfektan
Berdiri, mengambil sikap tangan kanan di vulva & tangan kiri di
24
suprapubik
25 Lakukan colok dengan cara penetrasi dan arah yang sesuai
Nilai dinding vagina, fornises, serviks (tidak ada nyeri goyang
pada serviks), keadaan uterus (ukuran), adneksa dan
26
parametrium (tidak teraba tumor dan parametrium tidak
kaku/keras)
PEMERIKSAAN REKTAL WANITA
Posisikan pasien dalam posisi berbaring miring (sim‟s) atau
27
litotomi, dengan sudah membuka celana dalam
28 Oleskan jari telunjuk yang bersarung tangan dengan lubricant
Masukkan jari telunjuk ke dalam rektal, tangan luar diletakkan
29
di atas sympisis
Nilailah sfingter ani, mukosa usus, massa hemoroid,
30
uterus,himen yang intak
Setelah selesai keluarkan jari secara perlahan-lahan, lihat di
31
sarung tangan apakah ada darah, feses, lendir dll
PEMERIKSAAN REKTOVAGINAL
Posisikan pasien dalam posisi berbaring miring (sim‟s) atau
32
litotomi, dengan sudah membuka celana dalam
33 Lakukan tindakan asepsis pada vulva
34 Oleskan jari tengah yang bersarung tangan dengan lubricant
35 Buka labia mayor, masukkan secara perlahan jari tengah ke

125
CSL Semester 5 Edisi Kedua

dalam rektum dan jari telunjuk ke dalam vagina, minta pasien


untuk menarik nafas dalam untuk merelaksasikan otot anus
Nilai septum rektovagina, permukaan posterior uterus, adanya
36
massa dan nyeri pada daerah permukaan uterus dan rektum
37 Setelah selesai keluarkan jari secara perlahan-lahan
III. Item Penalaran Klinis
Laporkan keadaan serviks uteri (setelah menampilkan serviks
38
uteri pada pemeriksan inspekulo)
39 Laporkan penilaian keseluruhan dinding panggul
40 Laporkan hasil pemeriksaan rektal wanita
41 Laporkan hasil pemeriksaan rektovaginal
IV. Item Profesionalisme
42 Percaya diri
43 Bersihkan alat-alat dan menyimpannya

126
CSL Semester 5 Edisi Kedua

PROSEDUR SWAB VAGINA, PAP’S SMEAR DAN IVA


dr. Oktadoni Saputra, dr. Dian Isti Angraini, M.P.H, dr. Fajriani D

1.Tema Pembelajaran
Keterampilan pemeriksaan Pap Smear dan Inspeksi Visual dengan Asam
Asetat (IVA).

2.Tujuan
A. Mahasiswa mampu melakukan prosedur pemeriksaan Pap Smear
B. Mahasiswa mampu melakukan prosedur pemeriksaan Inspeksi Visual dengan
Asam Asetat dan mengintepretasikan hasilnya

3.Level Kompetensi
Keterampilan Level Of Expexcted Ability
Melakukan swab vagina -1- -2- -3- -4-
Duh (discharge) genital: bau, pH, pemeriksaan -1- -2- -3- -4-
dengan pewarnaan Gram, salin, dan KOH
Melakukan Pap‟s smear -1- -2- -3- -4-
Melakukan IVA -1- -2- -3- -4-

4.Alat dan Bahan


a) Model panggul
b) Spekulum Graves
c) Kateter logam / nelaton
d) Kapas dan larutan antiseptik
e) Meja Instrumen
f) Ranjang periksa ginekolog
g) Lampu sorot
h) Sarung tangan steril (DTT)
i) Apron (Celemek Plastik)
j) Sabun dan Air bersih
k) Handuk bersih dan kering
l) Spatula ayre
m) Cytobrush
n) Objek glass
o) Alkohol 96%
p) Larutan asam asetat 3%-5%
q) Cotton bud
r) Lidi kapas steril
s) Tabung reaksi yang ditutup kapas berlemak
t) Larutan garam fisiologis

127
CSL Semester 5 Edisi Kedua

5.Skenario
Keputihan
Seorang wanita, berusia 42 tahun, datang ke praktek dokter kandungan
dengan keluhan keputihan sejak 10 hari yang lalu. Keputihan yang dirasakan agak
encer, tidak gatal dan berbau amis. Keluhan ini sering dirasakan sejak 3 bulan
belakangan. Riwayat dan siklus haid normal, pemakaian kontrasepsi disangkal,
pemakaian sabun pembersih daerah kewanitaan (sabun sirih) (+) sejak beberapa bulan
terakhir. Pasien mengeluhkan nyeri saat berhubungan dan kadang-kadang flek-flek
darah di luar siklus haid. Dokter kemudian melakukan pemeriksaan
ginekologi/inspekulo,bimanual, vaginal swab untuk Pemeriksaan. Mikrobiologi dan
Ispeksi Visual Asetat (IVA) serta menyarankan pasien melakukan Pap Smear.

6.Dasar teori / Rujukan

A.SWAB VAGINA
Swab vagina atau pemeriksaan apus vagina artinya mengambil sediaan seperti
lendir yang terdapat pada daerah vagina untuk diperiksa sel-sel yang terkandung di
dalamnya dengan menggunakan bantuan bawah mikroskop. Tujuan dilakukan swab
vagina :
1) Untuk mengambil High Vagina Swab yaitu contoh spesimen jika seseorang itu
mengalami discharge (keputihan) yang banyak/ abnormal dari vagina.
2) Untuk memeriksa kuman-kuman apakah yang ada didalam vagina dengan
menggunakan bantuan bawah mikroskop.

Swab vagina dilakukan pada :


1. Wanita yang mengalami infeksi berulang. Misalnya, keputihan yang berulang.
2. Wanita yang mengalami radang panggul yang tak kunjung sembuh.
3. Pemeriksaan ini juga dilakukan pada ibu yang sedang hamil, terutama yang
kerapkali mengalami kontraksi.

Contoh penyakit yang merupakan indikasi dilakukan swab vagina yaitu :


1) Fluor Albus
Fluor albus adalah keluarnya cairan atau lendir putih kekuningan pada
permukaan vulva. Gejala ini menyebabkan keluhan yang sering dijumpai pada
wanita, yaitu rasa gatal, panas dan lecet di daerah vulva vaginalis, kadang-kadang
sampai terjadi edema. Penyebab gejala ini adalah protozoa, biasanya Trichomonas
vaginalis. Di samping itu dapat disebabkan oleh jamur, umumnya Candida albicans.
Fluor albus fisiologik pada perempuan normalnya hanya ditemukan pada daerah
portio vagina. Sekret patologik biasanya terdapat pada dinding lateral dan anterior
vagina. Fluor albus fisiologik ditemukan pada:

128
CSL Semester 5 Edisi Kedua

a. Bayi baru lahir sampai umur kira-kira 10 hari. Di sini sebabnya ialah
pengaruh estrogen dari plasenta terhadap uterus dan vagina janin.
b. Waktu di sekitar menarche karena mulai terdapat pengaruh estrogen. Fluor
albus di sini hilang sendiri, akan tetapi dapat menimbulkan keresahan pada
orang tuanya.
c. Wanita dewasa apabila ia dirangsang sebelum dan pada waktu koitus,
disebabkan oleh pengeluaran transudasi dari dinding vagina.
d. Waktu di sekitar ovulasi, dengan sekret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri
menjadi lebih encer.
e. Pengeluaran sekret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri juga bertambah pada
wanita dengan penyakit menahun, dengan neurosis, dan pada wanita dengan
ektropion porsionis uteri.
Sedang fluor albus abnormal (patologik) disebabkan oleh:
a. Vaginosis bakterialis
b. Infeksi
1) Bakteri: Chlamydia trachomatis, Neisseria gonorrhoeae
2) Jamur: Candida albicans
3) Protozoa: Trichomonas vaginalis
4) Virus: Virus Herpes dan Human Papilloma Virus 2
c. Iritasi
1) Sperma, pelicin, atau kondom
2) Sabun cuci dan pelembut pakaian
3) Deodorant dan sabun
4) Cairan antiseptik untuk mandi
5) Pembersih vagina
6) Celana yang ketat dan tidak menyerap keringat
7) Kertas tisu toilet yang berwarna
d. Tumor atau jaringan abnormal lain
e. Fistula
f. Benda asing
g. Radiasi
h. Penyebab lain
1) Psikologi: Volvovaginitis psikosomatik
2) Tidak diketahui: “Desquamative inflammatory vaginitis”

Meskipun banyak variasi warna, konsistensi, dan jumlah dari sekret vagina
bisa dikatakan suatu yang normal, tetapi perubahan itu selalu diinterpretasikan
penderita sebagai suatu infeksi, khususnya disebabkan oleh jamur. Beberapa
perempuan pun mempunyai sekret vagina yang banyak sekali. Dalam kondisi
normal, cairan yang keluar dari vagina mengandung sekret vagina, sel-sel vagina
yang terlepas dan mukus serviks, yang akan bervariasi karena umur, siklus
menstruasi, kehamilan, dan penggunaan pil KB.

129
CSL Semester 5 Edisi Kedua

Lingkungan vagina yang normal ditandai adanya suatu hubungan yang


dinamis antara Lactobacillus acidophilus dengan flora endogen lain, estrogen,
glikogen, pH vagina, dan hasil metabolit lain. Lactobacillus acidophilus
menghasilkan endogen peroksida yang toksik terhadap bakteri patogen. Karena aksi
dari estrogen pada epitel vagina, produksi glikogen, Lactobacillus (Döderlein) dan
produksi asam laktat yang menghasilkan pH vagina yang rendah sampai 3,8 – 4,5
dan pada level ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain

2) Vaginosis bakterialis
Vaginosis bakterialis merupakan kondisi vagina yang sering dialami oleh
wanita usia reproduktif. Vaginosis bakterialis mempunyai mikrobiologi yang
kompleks; dua organisme, Gardnerella vaginalis dan spesies Mobiluncus, adalah
spesies yang paling dikaitkan dengan proses penyakit (Brooks, 2007). Nama lain
dari vaginosis bakterialis adalah non specific vaginitis, Gardnerella vaginitis,
Corynebacterium vaginitis, Haemophilus vaginitis, non specific vaginosis, dan
anaerobic vaginosis.
Faktor risikonya adalah hubungan seksual pertama pada usia muda,
perokok, pasangan seksual yang banyak, penggunaan alat kontrasepsi intrauterin,
pembersih vagina, ras, dan aktivitas homoseks diperkirakan menjadi faktor resiko
vaginosis bakterialis. Flora campuran kuman anaerob dapat tumbuh secara
berlebihan sebagai akibat adanya peningkatan substrat, peningkatan pH, dan
hilangnya dominasi Lactobacillus yang berkhasiat menghambat pertumbuhan
kuman lain. Pada wanita normal dijumpai koloni strain Lactobacillus yang mampu
memproduksi H2O2, sedangkan pada penderita vaginosis bakterialis terjadi
penurunan jumlah populasi Lactobacillus secara menyeluruh, sementara populasi
yang masih tersisa tidak mampu menghasilkan H2O2.
Dengan meningkatnya pertumbuhan kuman, produksi senyawa amin oleh
kuman anaerob juga bertambah, yaitu karena adanya dekarboksilase mikrobial.
Senyawa amin dalam suasana pH vagina yang meningkat akan mudah menguap dan
menimbulkan bau amis. Poliamin asal bakteri bersamaan dengan asam organik yang
terdapat dalam vagina bersifat sitotoksik dan menyebabkan eksfoliasi epitel vagina.
Kumpulan eksfoliasi yang terkumpul membentuk sekret vagina. Dalam pH alkalis,
Gardnerella vaginalis melekat erat pada sel epitel vagina yang lepas dan
membentuk clue cells.
Pada wanita dengan vaginosis bakterialis, keluhan berupa adanya duh
tubuh vagina ringan, melekat pada dinding vagina, dan berbau amis. Bau lebih
menusuk setelah senggama dan darah menstruasi berbau abnormal. Dapat timbul
rasa gatal dan terbakar akibat iritasi pada vagina dan sekitarnya, serta kemerahan
dan edema pada vulva. Terdapat 50% kasus bersifat asimptomatik. Pada
pemeriksaan terdapat adanya duh tubuh vagina bertambah, warna abu-abu homogen,
berbau, dan jarang berbusa. Gejala peradangan umumnya tidak ada

130
CSL Semester 5 Edisi Kedua

B.PAP SMEAR
1. Definisi
Pada tahun 1924, George N Papanicolaou seorang ahli anatomi secara tidak
sengaja mengamati tingginya sel-sel abnormal pada sediaan yang diambil dari pasien
kanker serviks. Penggunaan materi seluler dari serviks dan vagina untuk diagnosis
kanker serviks ini kemudian dipublikasikan pada tahun 1928 dan selanjutnya tehnik
pengumpulan sel-sel dari vagina mengalami perbaikan dari penghapusan vagina,
spatula ayre, dan cytobrush. Apabila hasil pap smear abnormal, perlu dipastikan
melalui pemeriksaan histopatologi dengan melakukan biopsi.
Pap smear merupakan prosedur atau pemeriksaan sitologis yang dilakukan
untuk skrining perubahan sel, lesi pre kanker atau kanker pada leher rahim dengan
metode usapan (smear) lendir leher rahim pada objek gelas yang kemudian diperiksa
secara mikroskopik

2. Alat dan Bahan


 Alat-alat pemeriksaan Ginekologi
 Spatula ayre {suatu alat yang terbuat dari kayu atau plastik dengan ujung
tertentu untuk mengusap lendir serviks (ektoserviks dan endoservik)}
 Cytobrush
 Objek gelas (kaca preparat)

Gambar 13. Alat-alat Pap smear

3. Prosedur
1. Langkah pertama sama dengan langkah pada pemeriksaan ginekologi sampai
ke pemasangan spekulum. Pada pemeriksaan pap smear, spekulum tidak
diolesi dengan jelly maupun antiseptik.

131
CSL Semester 5 Edisi Kedua

2. Setelah spekulum dimasukkan tampilkan porsio cervik (bagian servik yang


menonjol ke arah vagina berbentuk bulat dengan muara orificium uteri
externum di bagian tengahnya), kunci spekulum dan pegang dengan tangan
kiri.
3. Amati dan deskripsikan keadaan serviks (ingat jangan mengoleskan antiseptik
pada daerah porsio ini)
4. Ambil spekulum ayre dan masukkan bagian ujung yang lebih pendek di muara
ostium uteri eksterna (ektoservik) (regio Squamo-Columner Junction) dan
putar 360° searah jarum jam
5. Oleskan hasil usapan tersebut ke salah satu bagian ujung objek gelas
6. Ambil sikat cyto brush, kemudian masukkan ke dalam kanalis servikalis
(endoserviks) dan dilakukan usapan berputar searah jarum jam (360°)
7. Bahan hasil usapan tadi juga dihapuskan pada object glass sebelumnya pada
tempat yang berbeda (ujung yang berlawanan dengan cara diputar ke arah
sebaliknya.
8. Lepaskan spekulum dan taruh pada tempat yang telah disediakan
9. Sediaan difiksasi dengan etil alkohol 95% ± selama 30 menit kemudian
keringkan di udara terbuka
10. Lepaskan sarung tangan dan letakkan dalam larutan desinfektan
11. Cuci tangan dengan sabun, bilas dengan air mengalir dan keringkan dengan
handuk
12. Beri label sediaan, masukkan dalam bahan pembawa dan kirim ke
laboratorium

Gambar 14. Prosedur Pap smear

132
CSL Semester 5 Edisi Kedua

4. Hasil
Adapun hasil pemeriksaan sitologi dari pap smear dinyatakan dengan
klasifikasi menurut WHO, klasifikasi lain menurut sistem papanicolaou, sistem
bethesda dan sistem NIS. Secara lengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Sitologi Histologi
Sistem
Sistem WHO Sistem Bethesda Klasifikasi NIS
Papanicolaou
Klas I Normal Dalam batas normal -
Perubahan reaktif atau
Klas II Atipik perubahan reparatif : -
ASCUS
Klas III Displasia ringan Low-grade SILa NIS-1
Klas III Displasia sedang High-grade SIL NIS-2
Klas III Displasia berat High-grade SIL NIS-3
Klas IV Karsinoma in situ High-grade SIL NIS-3
Karsinoma sel Karsinoma sel
Klas V Karsinoma sel skuamosa
skuamosa invasif skuamosa
Klas V Adenokarsinoma Adenokarsinoma Adenokarsinoma
a
= Termasuk perubahan yang disebabkan oleh infeksi HPV
ASCUS = Atypical Squamous Cells of Undetermined Significance
SIL = Squamous Intraepithelial Lesion; NIS = Neoplasia Intraepithelial

Tabel 1. Klasifikasi Lesi Pre Kanker (hasil pap smear)

Gambar 15. Klasifikasi lesi pra kanker (hasil pap smear)

133
CSL Semester 5 Edisi Kedua

Gambar 16. Hasil Pemeriksaan PAP SMEAR (staging derajat lesi prekanker)

C. IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)


1. Definisi :
Merupakan metode terbaru untuk screening keganasan dan lesi prakanker pada
serviks dengan menggunakan asam asetat melalui metode pengamatan langsung.

134
CSL Semester 5 Edisi Kedua

Pemeriksaan IVA pertamakali diperkenalkan oleh Hinselman ( 1925 ) dengan


cara mengusap serviks dengan kapas yang telah dicelupkan ke dalam asam asetat 3%.
Adanya tampilan ” bercak putih ” setelah pulasan asam asetat kemungkinan diakibatkan
lesi prakanker serviks. Cara ini kemudian dikembangkan oleh WHO sejak tahun 1990 di
India, Thailand dan Zimbabwe.
Metode skrining dengan teknik IVA relatif mudah dan dapat dilakukan oleh
tenaga kesehatan. Keuntungan skrining IVA dibandingkan tes Pap adalah tidak
memerlukan dukungan laboratorium beserta SDMnya, hasilnya dapat segera
disampaikan setelah diperiksa, biaya sangat ringan.Data terkini menunjukan bahwa
pemeriksaan IVA paling tidak sama efektifnya dengan tes Pap.

2. Sensitivitas & spesifisitas


Di Indonesia, Hanafi,et al (2003) dalam Indones J. Obstet Gynecol 27(1): 59-
66 menyatakan Sensitivitas IVA dibandingkan sitologi adalah 90,9%, spesifisitas
99,8%, nilai duga positif 83,3% dan nilai duga negatif 99,9%

3. Keuntungan/kelebihan
 Tehnik ini mudah, murah dan praktis
 Dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bukan dokter ginekologi, dapat
dilakukan oleh bidan dan dokter umum disetiap tempat pemeriksaan kesehatan
ibu.
 Alat-alat dan bahan yang dibutuhkan sangat sederhana
 Interpretasi hasil cepat dan mudah
 Sensitivitas dan spesifisitas baik untuk mendeteksi lesi prekanker

4. Alat & Bahan


 Larutan asam asetat 3%-5%
 Cotton bud
 Alat2 pemeriksaan ginekologi
 Lampu penerangan secukupnya

5. Prosedur
 Pemeriksaan IVA dilakukan setelah pemeriksaan ginekologi dengan inspekulo
sebelum pemeriksaan bimanual (periksa dalam)
 Setelah pemasangan spekulum dan serviks ditampilkan, oleskan larutan asam
asetat 3-5% pada regio Squamo-Columner Junction (SCJ) pada serviks
 Amati perubahan warna yang terjadi (setelah 20 detik)

6. Hasil & Intepretasi


Pengamatan dapat dilakukan dengan mata telanjang ataupun dengan pembesaran
gineskopi (magnifikansi)

135
CSL Semester 5 Edisi Kedua

 Hasil dinyatakan positif jika pulasan akan tampak bercak warna putih yang
disebut aceto white epithelium (WE) pada regio SCJ
 Hasil dinyatakan negatif jika tidak tampak lesi keputihan (acetowhite) pada
pulasan regio SCJ atau bercak keputihan jauh/tidak berhubungan dengan regio
SCJ
 Dicurigai keganasan jika tampak lesi ulseratif, cauliflower-like (seperti bunga
kol) disertai bercak perdarahan atau mudah berdarah jika disentuh

(Negatif) (Positif)

 Dicurigai Kanker

Gambar 17. Hasil Pemeriksaan


Inspeksi Visual Asam asetat

Daftar Pustaka
Anonim. 2008 : Buku Panduan Peserta Pelatihan Klinik : Asuhan Persalinan Normal;
Asuhan Esensial, Pencegahan dan Penanggulangan Segera Komplikasi

136
CSL Semester 5 Edisi Kedua

Persalinan dan Bayi Baru lahir. Jaringan Nasional Pelatihan Klinik-Kesehatan


Reproduksi (JNPK-KR). Depkes RI. Indonesia
Anonim. 2005. Skills Lab Jilid 8 Tahun Akademik 2004/2005. Laboratorim
Keterampilan Medik. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
F. Gary Cunningham. Et al. 2001. Williams Obstetrics, 21st edition. McGraw-Hill
Professional.
Jonathan S. Berek .2002. Novak‟s Gynecology, 13th edition. Lippincott Williams &
Wilikns.
Mansjoer, Arif. Et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Penerbit Media
Aesculapius. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Moerdijat, Tonny S. dr. Sp.OG. et al. 2008. Menggulirkan Sistem Terbuka Pencegahan
Kanker Serviks di Indonesia. Disampaikan dalam Pertemuan Ilmiah Tahunan I
Himpunan Obstetri & Ginekologi Sosial Indonesia. Malang, April 2008.
Didownload dari :
http://www.rotaryd3400.org/campur/Pencegahan%20Kanker%20Serviks%20d
i%20Indonesia.pdf
Szilagy, Peter G. 2002. Bate‟s guide to phsycal examination. McGraw-Hill.
Wilopo, Siswanto A. 2010. Epidemiologi dan Pencegahan Kanker Leher Rahim. Center
for Reproductive Health, Department of Public Health, Faculty of Medicince
Gadjah Mada University. Didownload dari : http://chnrl.net/mkia-
kr/files/CaCervic-texfinal.pdf

Evaluasi
Check List Penilaian Keterampilan Pemeriksaan Pap Smear dan IVA
Umpan
No Prosedur/langkah klinik yang dinilai
Balik
I Item Interaksi Dokter Pasien
1 Senyum, Salam, Sapa
2 Ajak Bicara/ Anamnesis kasus ginekologik (simulasi)
3 Informed Consent (Meminta persetujuan lisan)
II Item Prosedural
INSPEKULO
Meminta pasien untuk mengosongkan kandung kemih
4 Periksa alat dan bahan yang diperlukan
5 Siapkan lampu periksa, menyalakan dan mengarahkannya
6 Siapkan model/Persilakan pasien tenang dalam posisi litotomi
7 Betulkan posisi ginekologi pasien/model (perineum tepat ditepi meja)
Simulasi mencuci kedua tangan dengan desinfektan, termasuk melepas
8
cincin, jam dsb.
9 Gunakan sarung tangan dengan cara aseptic
10 Lakukan simulasi toilet vulva dan sekitarnya secara lege artis
11 Pasang duk steril
137
CSL Semester 5 Edisi Kedua

13 Inspeksi daerah mons pubis, labium majus, vulva


14 Pilih spekulum dan atur sekrupnya
15 Singkap labia majora dengan tangan dan arah yang benar
16 Pasang spekulum dgn tangan kanan dengan cara dan arah yang benar
17 Tampilkan serviks uteri secara avoe dengan membuka spekulum
18 Kunci kedudukan spekulum
SWAB VAGINA
19 Oleskan lidi kapas steril pada bagian vagina dan atau serviks
20 Masukkan lidi kapas steril pada tabung reaksi atau tempat khusus
21 Tutup rapat dengan kapas berlemak yang terbungkus kertas perkamen
22 Cabut Spekulum sesudah mengendorkan sekrup pengunci
23 Letakkan spekulum ke tempat seharusnya (mangkok antiseptik)
24 Kirim ke laboratorium untuk pemeriksaan gram, kultur, dll
PEMERIKSAAN IVA (INSPEKSI VISUAL ASAM ASETAT)
Setelah pemasangan spekulum dan serviks ditampilkan, oleskan larutan
33 asam asetat 3-5% pada regio Squamo-Columner Junction (SCJ) pada
serviks (dengan menggunakan lidi kapas)
34 Amati perubahan warna yang terjadi pada SCJ (setelah 20 detik)
PEMERIKSAAN PAP SMEAR
25 Amati dan deskripsikan keadaan serviks
Ambil spekulum ayre dan masukkan bagian ujung yang lebih
26 pendek(bercabang dua) kedalam ostium uteri eksterna (ektoservik)
(regio Squamo-Columner Junction) dan putar 360° searah jarum jam
27 Oleskan hasil usapan tersebut ke salah satu bagian ujung objek gelas
Ambil sikat cyto brush, kemudian masukkan ke muara kanalis
28 servikalis (endoserviks) dan dilakukan usapan berputar searah jarum
jam (360°)
Bahan hasil usapan tadi juga dihapuskan pada object glass sebelumnya
29 pada tempat yang berbeda (ujung yang berlawanan dengan cara diputar
ke arah sebaliknya
30 Cabut Spekulum sesudah mengendorkan sekrup pengunci
31 Letakkan spekulum ke tempat seharusnya (mangkok antiseptik)
Fiksasi object glass dalam alkohol 95% selama 30 menit dan beri label
32
pada sediaan dan kirim ke laboratorium
III. Item Penalaran Klinis
Laporkan keadaan serviks uteri (setelah menampilkan serviks uteri
35
pada pemeriksan inspekulo)
36 Laporkan penilaian keseluruhan dinding panggul
Laporkan hasil pemeriksaan IVA (positif/negatif) dan interpretasi
37
klinisnya
IV. Item Profesionalisme
138
CSL Semester 5 Edisi Kedua

38 Percaya diri
39 Bersihkan alat-alat dan menyimpannya

139
CSL Semester 5 Edisi Kedua

KONSELING KONTRASEPSI
Oleh : dr.Dian Isti Angraini, M.P.H.

A. Tema
Keterampilan komunikasi interpersonal (KIP) atau konseling kontrasepsi.

B. Tujuan
 Mahasiswa mampu melakukan konseling kontrasepsi

C. Level Kompetensi
Keterampilan/ Skills Level Of Expected Ability
Konseling kontrasepsi -1- -2- -3- -4-

D. Alat dan Bahan


 Alat kontrasepsi (IUD, implan, dll)
 Leaflet kontrasepsi

E. Skenario
Ketika anda sedang bertugas di poliklinik FK Unila, datanglah Ny. S,
35 tahun, didampingi oleh suaminya. Pasangan suami istri ini telah memiliki
anak 3 dan anak ke-3 berumur 2 bulan. Ny. S berkeinginan untuk
menggunakan alat kontrasepsi. Tetapi masih bingung mau memakai apa. Anda
sebagai dokter lalu melakukan konseling kontrasepsi.

F. Dasar Teori

1. Definisi
Konseling adalah proses pemberian informasi objektif dan lengkap,
dengan panduan keterampilan interpersonal, bertujuan untuk membantu seseorang

140
CSL Semester 5 Edisi Kedua

mengenali kondisinya saat ini, masalah yang sedang dihadapi dan menentukan
jalan keluar atau upaya untuk mengatasi masalah tersebut. Konseling merupakan
proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli (konselor) kepada
individu yang mengalami sesuatu masalah yang berakhir pada teratasinya masalah
yang dihadapi klien. Bantuan yang diberikan kepada individu yang sedang
mengalami hambatan, memecahkan sesuatu melalui pemahaman terhadap fakta,
harapan, kebutuhan dan perasaan-perasaan klien.
Kontrasepsi merupakan suatu cara atau metode yang bertujuan untuk
mencegah pembuahan sehingga tidak terjadi kehamilan. Negara berkembang
seperti Indonesia yang memiliki jumlah penduduk besar mendukung program
kontraspesi untuk mengendalikan pertumbuhan jumlah penduduk dan untuk
meningkatkan kesejahteraaan keluarga. Dalam hal ini pemerintah Indonesia
menyelenggarakan program Keluarga Berencana atau KB melalui pengaturan
kelahiran. Menurut BKKBN, konseling ber-KB merupakan proses pertukaran
informasi tentang KB dan interaksi positif antara klien-petugas untuk membantu
klien mengenali kebutuhannya, memilih solusi terbaik dan membuat keputusan
yang paling sesuai dengan kondisi yang sedang dihadapi klien.
2. Tujuan Konseling kontrasepsi
Konseling KB bertujuan membantu klien dalam hal:
a. Menyampaikan informasi dan pilihan pola reproduksi
b. Memilih metode KB yang diyakini
c. Menggunakan metode KB yang dipilih secara aman dan efektif

d. Memulai dan melanjutkan KB

e. Mempelajari tujuan, ketidakjelasan informasi tentang metode KB yang tersedia.


3. Fungsi Konseling
o Konseling dengan fungsi pencegahan merupakan upaya mencegah timbulnya
masalah kesehatan.

141
CSL Semester 5 Edisi Kedua

o Konseling dengan fungsi penyesuaian dalam hal ini merupakan upaya untuk
membantu klien mengalami perubahan biologis, psikologis, social, cultural,
dan lingkungan yang berkaitan dengan kesehatan.
o Konseling dengan fungsi perbaikan dilaksanakan ketika terjadi penyimpangan
perilaku klien atau pelayanan kesehatan dan lingkungan yang menyebabkan
terjadi masalah kesehatan sehingga diperlukan upaya perbaikan dengan
konseling.
o Konseling dengan fungsi pengembangan ditujukan untuk meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan serta peningkatan derajat kesehatan masyarakat
dengan upaya peningkatan peran serta masyarakat.
4. Prinsip Konseling KB
Prinsip konseling KB meliputi :
Kerahasiaan / confidentiality,
Tidak memaksa / voluntary choice,
Informed consent,
Hak klien / clien‟t rights ,
Kewenangan / empowerment.
5. Keuntungan Konseling KB
Konseling KB yang diberikan pada klien memberikan keuntungan kepada
pelaksana kesehatan maupun penerima layanan KB. Adapun keuntungannya
adalah:
 Klien dapat memilih metode kontrasepsi yang sesuai dengan
kebutuhannya.
 Puas terhadap pilihannya dan mengurangi keluhan atau penyesalan.
 Cara dan lama penggunaan yang sesuai serta efektif.
 Membangun rasa saling percaya.
 Mengormati hak klien dan petugas.
 Menambah dukungan terhadap pelayanan KB.

142
CSL Semester 5 Edisi Kedua

 Menghilangkan rumor dan konsep yang salah.


Hak Pasien
Pasien sebagai calon maupun akseptor KB mempunyai hak sebagai berikut :
Terjaga harga diri dan martabatnya.
Dilayani secara pribadi (privasi) dan terpeliharanya kerahasiaan.
Memperoleh informasi tentang kondisi dan tindakan yang akan
dilaksanakan.
Mendapat kenyamanan dan pelayanan terbaik.
Menerima atau menolak pelayanan atau tindakan yang akan dilakukan.
Kebebasan dalam memilih metode yang akan digunakan.
6. Proses Konseling KB dan Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal dalam pelayanan kesehatan menggunakan :
a) Motivasi
Motivasi pada pasien KB meliputi:
 Berfokus untuk mewujudkan permintaan
 Bukan pada kebutuhan individu klien
 Menggunakan komunikasi satu arah
 Menggunakan komunikasi individu,kelompok atau massa.
b) Edukasi / pendidikan
Pelayanan KB yang diberikan pada pasien mengandung unsur pendidikan
sebagai berikut :
Menyediakan seluruh informasi metode yang tersedia
Menyediakan informasi terkini dan isu
Menggunakan komunikasi satu arah atau dua arah
Dapat melalui komunikasi individu, kelompok atau massa
Menghilangkan rumor dan konsep yang salah.
c) Konseling
Konseling KB antara lain:

143
CSL Semester 5 Edisi Kedua

 Mendorong klien untuk mengajukan pertanyaan


 Menjadi pendengar aktif
 Menjamin klien penuh informasi
 Membantu klien membuat pilihan sendiri.
7. Peran Konselor KB
Proses konseling dalam praktik pelayanan kebidanan terutama pada pelayanan
keluarga berencana, tidak terlepas dari peran konselor. Tugas seorang konselor
adalah sebagai berikut:
 Sahabat, pembimbing dan memberdayakan klien untuk membuat
pilihan yang paling sesuai dengan kebutuhannya.
 Memberi informasi yang obyektif, lengkap, jujur dan akurat tentang
berbagai metode kontrasepsi yang tersedia.
 Membangun rasa saling percaya, termasuk dalam proses pembuatan
Persetujuan Tindakan Medik.
Ciri Konselor Efektif :
Memperlakukan klien dengan baik.
Berinteraksi positif dalam posisi seimbang.
Memberikan informasi obyektif, mudah dimengerti dan diingat serta
tidak berlebihan.
Mampu menjelaskan berbagai mekanisme dan ketersediaan metode
kontrasepsi.
Membantu klien mengenali kebutuhannya dan membuat pilihan yang
sesuai dengan kondisinya.
8. Perubahan pada konseling akseptor KB
Tidak semua akseptor KB mengalami kenyamanan dalam menggunakan alat
kontrasepsi. Ada juga yang mengalami perubahan baik secara fisiologis maupun
psikologis setelah penggunaan alat kontrasepsi. Perubahan fisiologis yang
sering terjadi adalah akibat dari efek samping penggunaan alat kontrasepsi

144
CSL Semester 5 Edisi Kedua

tersebut. Misalnya pusing, BB bertambah, timbul flek-flek di wajah, gangguan


menstruasi, keputihan, gangguan libido, dll. Adapun perubahan psikologis yang
dialami adalah kecemasan atau ketakutan akan keluhan-keluhan yang terjadi,
kegagalan dalam pemakaian alat kontrasepsi.
Pelaksanaan komunikasi bagi akseptor KB yaitu terfokus pada KIE efek
samping kontrasepsi dan cara mengatasinya, cara kerja dan penggunaan alat
kontrasepsi.
9. Konseling dan persetujuan tindakan medik
Maksud dari konseling dan persetujuan tindakan medik adalah untuk mengenali
kebutuhan klien, membantu klien membuat pilihan yang sesuai dan memahami
tujuan dan risiko prosedur klinik terpilih.
10. Langkah-Langkah Konseling KB
Dalam memberikan konseling, khususnya bagi calon klien KB yang baru
hendaknya dapat diterapkan enam langkah yang sudah dikenal dengan kata kunci
SATU TUJU. Penerapan satu tuju tersebut tidak perlu dilakukan secara
berulang-ulang karena konselor harus menyesuaikan diri dengan kebutuhan
klien. Kata kunci SATU TUJU adalah sebagai berikut:
SA : SApa dan SAlam kepada klien secara terbuka dan sopan. Berikan perhatian
sepenuhnya kepada mereka dan berbicara di tempatyang nyamanserta terjamin
privasinya. Tanyakan kepada klien apa yang perlu dibantu serta jelaskan
pelayanan apa yang diperoleh.
T : Tanyakan kepada klien informasi tentang dirinya. Bantu klien untuk berbicara
mengalami pengalaman Keluarga Berencana. Tanyakan kontrasepsi yang
diinginkan oleh klien. Coba tempatkan diri kita didalam hati klien.
U : Uraian kepada klien mengenai dan pilihannya dan diberi tahu apa pilihan
kontrasepsi, bantu klien pada jenis kontrasepsi yang diingini.

145
CSL Semester 5 Edisi Kedua

TU : banTUlah klien menentukan pilihannya. Bantulah klien berpikir mengenai apa


yang paling sesuai dengan keadaan dan kebutuhannya. Doronglah klien untuk
menunjukkan keinginannya dan mengajukan pertanyaan.
J : Jelaskan secara lengkap bagaiman menggunakan kontrasepsi pilihannya.
U : Perlunya dilakukan kunjungan Ulang. Bicarakan dan buatlah perjanjian kapan klien
akan kembali untuk melakukan pemeriksaaan lanjutan atau permintaan kontrasepsi
jika dibutuhkan.

Dalam melakukan konseling kontrasepsi/ KB, BKKBN menganjuran


menggunakan alat bantu pengambilan keputusan ber-KB (ABPK). ABPK mempunyai
fungsi sebagai berikut:
 Membantu pengambilan keputusan metode KB
 Membantu pemecahan masalah dalam penggunaan KB
 Alat bantu kerja bagi provider (tenaga kesehatan)
 Menyediakan referensi/info teknis
 Alat bantu visual untuk pelatihan provider (tenaga kesehatan) yang baru
bertugas

Gambar 1. Alat Bantu Pengambilan Keputusan ber-KB (ABPK)

146
CSL Semester 5 Edisi Kedua

Gambar 2. Anjuran Penggunaan Kontrasepsi

G.Prosedur
1. Sapalah pasien atau keluarganya dengan ramah dan persilahkan duduk.
Perkenalkan diri anda, serta tanyakan keadaannya.
2. Tanyakan kepada pasien mengenai kontrasepsi yang diketahuinya dan yang
diinginkan
3. Berikan informasi mengenai jenis-jenis alat kontrasepsi, keuntungan dan
kerugiannya, pilihan yang bisa digunakan pasien, serta gambaran kontrasepsi
yang diinginkan pasien.
4. Bantulah pasien untuk memilih jenis kontrasepsi yang sesuai dengan keadaan
dan pilihan pasien. Bila berbeda berikan lagi informasi yang dibutuhkan
pasien. Beri dukungan pasien untuk memilih jenis kontrasepsi yang akan
diagunakan.
5. Bila sudah ditentukan jenis kontrasepsi yang akan digunakan, berikan
penjelasan mengenai cara pemakaiannya.
6. Rencanakan kunjungan ulang kapan pasien akan dilakukan pemasangan alat
kontrasepsi, pemberian alat kontrasepsi atau pemilihan jenis kontrasepsi bila
pada pertemuan ini belum ditetapkan pilihan jenis kontrasepsi.

147
CSL Semester 5 Edisi Kedua

H.Daftar Pustaka
 Depkes RI. 2009. Buku Saku Pencegahan Kanker Leher Rahim & Kanker
Payudara. Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular Direktorat
Jendreal PP & PL. Jakarta.
 Google photo search. www.google.com.

Ceklis Latihan Konseling KB/ kontrasepsi


No Aspek Penilaian Umpan Balik
I INTERPERSONAL
1 Senyum, salam dan sapa
2 Informed consent
II PROSEDURAL
3 Persiapan alat bantu
KONSELING KONTRASEPSI
4 Tanyakan kepada pasien mengenai kontrasepsi yang diketahuinya
5 Tanyakan kepada pasien mengenai pengalaman menggunakan
kontrasepsi
6 Tanyakan kepada pasien mengenai kontrasepsi yang diinginkannya
7 Jelaskan mengenai jenis-jenis kontrasepsi (keuntungan dan kerugian)
8 Jelaskan jenis kontrasepsi yang sesuai dengan keadaan dan kebutuhan
pasien
9 Mendorong pasien untuk memilih kontrasepsi yang sesuai dengan
keadaan dan keinginan pasien
10 Memberi kesempatan kepada pasien untuk mengemukakan
keinginannya dan mengajukan pertanyaan
11 Meminta pasien menentukan jenis kontrasepsi pilihannya
12 Memberikan penjelasan bagaimana cara menggunakan, melakukan
atau memasang jenis kontrasepsi yang sudah dipilih
13 Rencanakan kunjungan ulang untuk pemeriksaan lebih lanjut,
pemasangan atau pemberian informasi lainnya ATAU pemilihan jenis
kontrasepsi lagi apabila pada kunjungan pertama ini belum ditentukan
pilihan kontrasepsinya.
III PROFESIONALISME
24 Tunjukkan sikap percaya diri
25 Tunjukkan sikap menghormati pasien
26 Tutup, memberikan salam serta catat hasil konseling

148
CSL Semester 5 Edisi Kedua

Pemasangan dan Pencabutan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim


Oleh : dr. Oktadoni Saputra,M.Med.Ed, dr. Dwita Oktaria, M.Pd.Ked

A. Tema pembelajaran
Keterampilan prosedural Pemasangan dan Pencabutan Alat Kontrasepsi Dalam
Rahim (AKDR)/ IUD

B. Level Kompetensi
Keterampilan/ Skills Level of expected ability
Advise about contraception -1- -2- -3- -4-
Insertion I.U.D -1- -2- -3- -4-

C. Tujuan
1. Mahasiswa mampu melakukan pemasangan IUD
2. Mahasiswa mampu melakukan pencabutan IUD

D. Alat dan Bahan


1. AKDR/IUD Copper-T 380 A
2. Inserter & Plunger IUD
3. Model Uterus
4. Model Panggul
5. Spekulum
6. Sonde Uterus
7. Tenakulum
8. Pean
9. Lampu Periksa
10. Sarung Tangan steril
11. Kain Lubang Steril
12. Gunting bengkok
13. Kom berisi desinfektan
14. Kassa steril
15. Klem arteri panjang

Gambar 18 & 19. Alat-alat Pemasangan IUD dan Jenis-jenis IUD/AKDR

149
CSL Semester 5 Edisi Kedua

E. Skenario
AKDR
Ny. Ayudi, usia 28 tahun, P4A0 datang ke praktek saudara untuk berkonsultasi
tentang metode KB. Ny. Ayudi ingin menggunakan KB AKDR dikarenakan belum
ingin punya anak lagi untuk beberapa tahun kedepan tetapi belum mau di tubektomi.
Anda kemudian melakukan konseling KB serta menjelaskan jenis-jenis AKDR yang
mungkin dapat dipergunakan dan melakukan pemasangan AKDR pada Ny. Ayudi

F. Dasar Teori/ Rujukan


Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR, IUD, Intra-Uterine Devices) adalah
suatu alat yang dimasukkan ke dalam rongga rahim dengan tujuan untuk mencegah
terjadinya kehamilan. Jenis AKDR, antara lain :
(1) AKDR Copper-Releasing (Copper T 380A, Nova T, Multiload 375)
(2) AKDR Progestin-Releasing (Progestasert, LevoBova/LNG-20, Mirena)
Pemilihan AKDR yang akan digunakan tergantung hal berikut ini:
1. AKDR yang dipasang harus mempunyai efektivitas kontraseptif yang tinggi
dan angka kegagalan serta efek samping yang rendah
2. Prinsip yang penting adalah AKDR harus yang mudah dipasang, tetapi tidak
bisa lepas sendiri (ekspulsi).
3. Ukuran AKDR harus sesuai dengan besarnya rahim.
4. Riwayat pemakaian AKDR jenis tertentu sebelumnya

Menurunkan motilitas
sperma melalui
kavum uteri

Mengentalkan lendir atau


mukus serviks

150
CSL Semester 5 Edisi Kedua

Kelebihan :
 Efektivitasnya tinggi: 0,6-0,81 kehamilan per 100 wanita dalam tahun pertama
penggunaan (Copper T 380A)
 Segera efektif dan efek sampingnya sedikit
 Metode jangka-panjang (perlindungan sampai 10 tahun jika menggunakan
Copper T 380A)
 Tidak mengganggu proses sanggama
 Kesuburan cepat pulih setelah AKDR dilepas
 Tidak mengganggu produksi ASI
 Bila tak ada masalah setelah kunjungan ulang awal, tidak perlu kembali ke
klinik jika tak ada masalah
 Dapat disediakan oleh petugas kesehatan terlatih
 Tidak mahal (CuT380A)
 Mengurangi kram akibat menstruasi (hanya yang mengandung progestin)
 Mengurangi darah menstruasi (hanya yang mengandung progestin)
 Mengurangi insidensi kehamilan ektopik (kecuali Progestasert)
Keterbatasan:
 Perlu pemeriksaan ginekologi dan penapisan PMS sebelum pakai
 Insersi dan pencabutan dilakukan oleh petugas terlatih
 Perlu deteksi benang AKDR (setelah menstruasi) jika terjadi kram, perdarahan
bercak atau nyeri
 Meningkatkan jumlah perdarahan dan kram menstruasi dalam beberapa bulan
pertama (terutama CuT)
 Kemungkinan terjadi ekspulsi spontan
 Walaupun jarang (< 1/1000 kasus), dapat terjadi perforasi saat insersi AKDR
 Tidak mencegah semua kehamilan ektopik (khususnya Progestasert)
 Dapat meningkatkan risiko PRP/PID dan yang berlanjut dengan infertilitas bila
pasangannya risiko tinggi PMS (misalnya: HBV, HIV/ AIDS)
AKDR sesuai untuk wanita usia reproduksi yang:
 Ingin kontrasepsi efektifitas dan jangka panjang
 Sedang memberikan ASI
 Pascapersalinan dan tidak memberikan ASI
 Pascakeguguran
 Risiko rendah terhadap PMS
 Pelupa/tidak ingat untuk minum pil setiap hari
 Tidak suka/tidak boleh pakai kontrasepsi hormon
 Membutuhkan kontrasepsi darurat

Kontraindikasi pada wanita:


 Hamil (diketahui atau dicurigai)
 Dengan perdarahan per vaginam yang sebabnya belum diketahui atau diduga
mempunyai masalah ginekologis yang serius

151
CSL Semester 5 Edisi Kedua

 Mengidap PID (riwayat atau sedang)


 Mengeluarkan cairan seperti pus (nanah) dan akut
 Mengalami gangguan bentuk atau anomali kavum uteri
 Mengidap penyakit trophoblast yang berbahaya
 Mengidap Tuberkulosis Pelvik
 Mengidap kanker ginekologik
 Dengan infeksi saluran genital yang aktif (mis: vaginitis, servisitis)
Waktu pemasangan AKDR:
 Setiap saat selama 7 hari pertama menstruasi atau dalam siklus berjalan bila
diyakini klien tidak hamil
 Pascapersalinan (segera setelah melahirkan, selama 48 jam pertama atau
setelah 4 sampai 6 minggu atau setelah 6 bulan menggunakan MLA)
 Pascakeguguran (segera atau selama 7 hari pertama) selama tidak ada
komplikasi infeksi/radang panggul
Efek samping & Komplikasi
 IUD dengan tembaga:
o Darah haid lebih banyak
o Perdarahan tidak teratur atau hebat
o Spasme menstruasi
o Dismenore/kram haid yang lebih dari biasanya
 IUD dengan progestin:
o Amenore atau perdarahan bercak (spotting
 Benang hilang
 Risiko infeksi panggul (hingga 20 hari pasca-insersi)
 Perforasi uterus (jarang terjadi)
 Ekspulsi spontan
 Kehamilan ektopik
 Abortus spontan
 Gangguan/rasa tak nyaman akibat benang saat sanggama
Petunjuk bagi klien pasca pemasangan AKDR:
 AKDR segera efektif setelah terpasang baik.
 AKDR mungkin terekspulsi spontan, khususnya dalam bulan-bulan pertama
pemasangan.
 Perdarahan atau bercak dapat terjadi dalam beberapa hari pertama pasca-
insersi.
 Perubahan pola haid tergantung dari jenis AKDR yang digunakan
 AKDR dapat dilepas setiap saat klien menginginkannya.
 Cukup aman dan memberi efek kontraseptif 5-10 tahun (tergantung jenis
AKDR yang digunakan)
 AKDR tidak melindungi klien PMS (misalnya: HBV, HIV/ AIDS

152
CSL Semester 5 Edisi Kedua

 Kembali lagi untuk periksa ulang setelah menstruasi pertama pasca


pemasangan atau 4 hingga 6 minggu setelah pemasangan.
 Selama bulan pertama setelah pemasangan, periksa keadaan benang beberapa
kali, khususnya setelah menstruasi selesai.
 Periksa keadaan benang setelah bulan pertama, hanya jika Anda mengalami:
 Kram di perut bawah,
 Perdarahan bercak diantara haid atau pasca-sanggama
 Sakit/ nyeri setelah hubungan seksual (atau jika pasangan mengalami
rasa tidak nyaman selama sanggama).
 Kembali ke petugas bila:
 Benang hilang atau tidak dapat dirasakan
 Terasa batang AKDR
 Melepas AKDR, atau
 Terlambat haid

G. PROSEDUR

1. PEMASANGAN AKDR:

Konseling Pra Pemasangan


1. Senyum, salam dan sapa
2. Tanyakan tujuan reproduksi dan alasan penggunaan AKDR
3. Pastikan pasien memahami efek samping, alasan memilih dan kekhawatiran terkait
dengan AKDR
4. Lakukan seleksi pasien (anamnesis) secara cermat untuk memastikan tidak ada
masalah kesehatan untuk menggunakan AKDR
Riwayat kesehatan reproduksi:
• Tanggal haid terakhir, lama haid dan pola perdarahan haid
• Paritas dan riwayat persalinan yang terakhir
• Riwayat kehamilan ektopik
• Nyeri yang hebat setiap haid
• Anemia yang berat (Hb < 9 gr% atau Hematokrit <30)
• Riwayat Infeksi Sistem Genitalia (ISG), Penyakit Menular Seksual (PMS) atau
infeksi panggul
• Berganti-ganti pasangan (risiko ISG tinggi)
• Kanker serviks
5. Jelaskan bahwa perlu dilakukan pemeriksaan fisik dan panggul dan jelaskan apa
yang akan dilakukan dan persilahkan pasien untuk mengajukan pertanyaan.
6. Informed consent dan berikan jaminan akan kerahasiaan yang diperlukan pasien

Pemeriksaan panggul
7. Pastikan pasien sudah mengosongkan kandung kemihnya dan mencuci area genitalia

153
CSL Semester 5 Edisi Kedua

dengan menggunakan sabun dan air.


8. Cuci tangan dengan air bersih mengalir dan sabun, keringkan dengan kain bersih.
9. Bantu pasien untuk naik ke meja pemeriksaan
10. Palpasi daerah perut dan periksa apakah ada nyeri, benjolan atau kelainan lainnya di
daerah supra pubik
11. Kenakan kain penutup pada pasien pasien untuk pemeriksaan panggul
12. Atur arah sumber cahaya untuk melihat serviks
13. Pakai sarung tangan DTT
14. Atur penempatan peralatan dan bahan-bahan yang akan digunakan dalam wadah
steril atau DTT
15. Lakukan inspeksi pada genitalia eksterna
16. Palpasi kelenjar Skene dan Bartolini amati adanya nyeri atau duh (discharge) vagina
17. Masukkan spekulum vagina
18. Lakukan pemeriksaan inspekulo:
• Periksa adanya lesi atau keputihan pada vagina
• Inspeksi serviks
19. Keluarkan spekulum dengan hati-hati dan letakkan kembali pada tempat semula
dengan tidak menyentuh peralatan lain yang belum digunakan
20. Lakukan pemeriksaan bimanual:
• Pastikan gerakan serviks bebas
• Tentukan besar dan posisi uterus
• Pastikan tidak ada kehamilan
• Pastikan tidak ada infeksi atau tumor pada adneksa
21. Lakukan pemeriksaan rektovaginal (bila ada indikasi):
• Kesulitan menentukan besar uterus retroversi
• Adanya tumor pada Kavum Douglasi
22. Celupkan dan bersihkan sarung tangan dalam larutan klorin 0,5%, kemudian buka
secara terbalik dan rendam dalam klorin

Tindakan pra pemasangan


23. Jelaskan proses pemasangan AKDR dan apa yang akan klien rasakan pada saat
proses pemasangan dan setelah pemasangan dan persilahkan klien untuk
mengajukan pertanyaan.
24. Masukkan lengan AKDR Cu T 380 A di dalam kemasan sterilnya:
• Buka sebagian plastik penutupnya dan lipat ke belakang
• Masukkan pendorong ke dalam tabung inserter tanpa menyentuh benda
tidak steril
• Letakkan kemasan pada tempat yang datar
• Selipkan karton pengukur di bawah lengan AKDR
• Pegang kedua ujung lengan AKDR dan dorong tabung inserter sampai ke
pangkal lengan sehingga lengan akan melipat
• Setelah lengan melipat sampai menyentuh tabung inserter, tarik tabung

154
CSL Semester 5 Edisi Kedua

inserter dari bawah lipatan lengan


• Angkat sedikit tabung inserter, dorong dan putar untuk memasukkan lengan
AKDR yang sudah terlipat tersebut ke dalam tabung inserter

Prosedur pemasangan AKDRGambar 20. Cara Kerja IUD Cu-380 A


25. Pakai sarung tangan Sumber:
DTT Slide Pelatihan
yang baruContraception Technological Update, 2012
26. Pasang spekulum vagina untuk melihat serviks
27. Usap vagina dan serviks dengan larutan antiseptik 2 sampai 3 kali
28. Jepit serviks dengan tenakulum secara hati-hati (takik pertama)
29. Masukkan sonde uterus dengan teknik “tidak menyentuh” (no touch technique)
yaitu secara hati-hati memasukkan sonde ke dalam kavum uteri dengan sekali masuk
tanpa menyentuh dinding vagina ataupun bibir spekulum
30. Tentukan posisi dan kedalaman kavum uteri dan keluarkan sonde
31. Ukur kedalaman kavum uteri pada tabung inserter yang masih berada di dalam
kemasan sterilnya dengan menggeser leher biru pada tabung inserter, kemudian
buka seluruh plastik penutup kemasan
32. Angkat tabung AKDR dari kemasannya tanpa menyentuh permukaan yang tidak
steril, hati-hati jangan sampai pendorongnya terdorong.
33. Pegang tabung AKDR dengan leher biru dalam posisi horizontal (sejajar lengan
AKDR). Sementara melakukan tarikan hati-hati pada tenakulum, masukkan tabung
inserter ke dalam uterus sampai leher biru menyentuh serviks atau sampai terasa
adanya tahanan.
34. Pegang serta tahan tenakulum dan pendorong dengan satu tangan
35. Lepaskan lengan AKDR dengan menggunakan teknik withdrawal yaitu menarik

155
CSL Semester 5 Edisi Kedua

keluar tabung inserter sampai pangkal pendorong dengan tetap menahan


pendorong
36. Keluarkan pendorong, kemudian tabung inserter didorong kembali ke serviks
sampai leher biru menyentuh serviks atau terasa adanya tahanan
37. Keluarkan sebagian dari tabung inserter dan gunting benang AKDR kurang lebih 3-
4 cm

Gambar 21. Cara memasukkan lengan AKDR Copper T


380A di dalam kemasan sterilnya
38. Keluarkan seluruh tabung inserter, buang ke tempat sampah terkontaminasi
39. Lepaskan tenakulum dengan hati-hati, rendam dalam larutan klorin 0,5%
40. Periksa serviks dan bila ada perdarahan dari tempat bekas jepitan tenakulum, tekan
dengan kasa selama 30-60 detik
41. Keluarkan spekulum dengan hati-hati, rendam dalam larutan klorin 0,5%

Tindakan pascapemasangan
42. Rendam seluruh peralatan yang sudah dipakai dalam larutan klorin 0,5% selama 10
menit untuk dekontaminasi
43. Buang bahan-bahan yang sudah tidak dipakai lagi (kasa, sarung tangan sekali pakai)
ke tempat yang sudah disediakan
44. Celupkan kedua tangan yang masih memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin
0,5%, bersihkan cemaran pada sarung tangan, buka secara terbalik dan rendam
dalam klorin 0,5%
45. Cuci tangan dengan air dan sabun
46. Pastikan klien tidak mengalami kram hebat dan amati selama 15 menit sebelum
memperbolehkan pasien pulang

Konseling pascapemasangan
47. Ajarkan pasien bagaimana cara memeriksa sendiri benang AKDR dan kapan harus
dilakukan
48. Jelaskan pada pasien apa yang harus dilakukan bila mengalami efek samping

156
CSL Semester 5 Edisi Kedua

49. Beritahu kapan pasien harus datang kembali ke klinik untuk kontrol
50. Ingatkan kembali masa pemakaian AKDR Cu T 380A adalah 10 tahun
51. Yakinkan pasien bahwa ia dapat datang ke klinik setiap saat bila memerlukan
konsultasi, pemeriksaan medik atau bila menginginkan AKDR tersebut dicabut
52. Minta pasien untuk mengulangi kembali penjelasan yang telah diberikan
53. Lengkapi rekam medik dan kartu AKDR untuk pasien

2. PENCABUTAN AKDR:
Konseling pra pencabutan
1. Sapa klien dengan ramah dan perkenalkan diri Anda
2. Tanyakan tujuan dari kunjungannya
3. Tanyakan apa alasannya ingin mencabut AKDR tersebut dan jawab semua
pertanyaannya
4. Tanyakan tujuan reproduksi (KB) selanjutnya (apakah klien ingin mengatur jarak
kelahiran atau ingin membatasi jumlah anaknya)
5. Jelaskan proses pencabutan AKDR dan apa yang akan klien rasakan pada saat
proses pencabutan dan setelah pencabutan

Tindakan pra pencabutan


6. Pastikan klien sudah mengosongkan kandung kencingnya dan mencuci area
genitalia dengan menggunakan sabun dan air
7. Bantu klien naik ke meja pemeriksaan
8. Cuci tangan dengan air dan sabun, keringkan dengan kain bersih
9. Pakai sarung tangan DTT yang baru
10. Atur penempatan peralatan dan bahan-bahan yang akan dipakai dalam wadah steril
atau DTT

Prosedur pencabutan
11. Lakukan pemeriksaan bimanual:
• Pastikan gerakan serviks bebas
• Tentukan besar dan posisi uterus
• Pastikan tidak ada infeksi atau tumor pada adneksa
12. Pasang spekulum vagina untuk melihat serviks
13. Usap vagina dan serviks dengan larutan antiseptik 2 sampai 3 kali
14. Jepit benang yang dekat serviks dengan klem
15. Tarik keluar benang secara mantap tetapi hati-hati untuk mengeluarkan AKDR
16. Tunjukkan AKDR tersebut pada klien, kemudian rendam dalam klorin 0,5%
17. Keluarkan spekulum dengan hati-hati

Tindakan pasca pencabutan


18. Rendam semua peralatan yang sudah dipakai dalam larutan klorin 0,5% selama 10
menit untuk dekontaminasi

157
CSL Semester 5 Edisi Kedua

19. Buang bahan-bahan yang sudah tidak dipakai lagi (kasa, sarung tangan sekali pakai)
ke tempat yang sudah disediakan.
20. Celupkan kedua tangan yang masih memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin
0,5%, kemudian lepaskan dalam keadaan terbalik dan rendam dalam larutan klorin
tersebut.
21. Cuci tangan dengan air dan sabun
22. Amati selama 5 menit sebelum memperbolehkan klien pulang

Konseling pasca pencabutan


23. Diskusikan apa yang harus dilakukan bila klien mengalami masalah (misalnya
perdarahan yang lama atau rasa nyeri pada perut/panggul)
24. Minta klien untuk mengulangi kembali penjelasan yang telahdiberikan
25. Jawab semua pertanyaan klien
26. Ulangi kembali keterangan tentang pilihan kontrasepsi yang tersedia dan risiko
keuntungan dari masing-masing alat kontrasepsi bila klien ingin tetap mengatur
jarak kelahiran atau ingin membatasi jumlah anaknya
27. Bantu klien untuk menentukan alat kontrasepsi sementara sampai dapat
memutuskan alat kontrasepsi baru yang akan dipakai
28. Buat rekam medik tentang pencabutan AKDR

H. Daftar Pustaka

Adriaansz, George et al. 2011. Pelatihan Klinik Teknologi Kontrasepsi Terkini


(Contraception Technology Update). BKKBN Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia
Anonim, 2003. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. JNPKKR/POGI,
BKKBN, DEPKES dan JHPIEGO/STARH PROGRAM. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo-Bagian Obstetri Ginekologi FKUI. Jakarta
Anonim, 2002. Buku Panduan Asuhan kesehatan Maternal. JNPKKR/POGI, BKKBN,
DEPKES dan JHPIEGO/STARH PROGRAM. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo-Bagian Obstetri Ginekologi FKUI. Jakarta.

I. Evaluasi
Cek List Latihan Pemasangan AKDR/IUD pada Model Uterus

Umpan
No Prosedur/langkah klinik yang dinilai
Balik
I Item Interaksi Dokter Pasien
Konseling Pra Pemasangan
1 Senyum, salam dan sapa
2 Tanyakan tujuan reproduksi dan alasan penggunaan AKDR

158
CSL Semester 5 Edisi Kedua

Pastikan klien memahami efek samping, alasan memilih dan


3
kekhawatiran terkait dengan AKDR
Lakukan seleksi klien (anamnesis) secara cermat untuk memastikan
tidak ada masalah kesehatan untuk menggunakan AKDR
Riwayat kesehatan reproduksi:
• Tanggal haid terakhir, lama haid dan pola perdarahan haid
• Paritas dan riwayat persalinan yang terakhir
• Riwayat kehamilan ektopik
4
• Nyeri yang hebat setiap haid
• Anemia yang berat (Hb < 9 gr% atau Hematokrit <30)
• Riwayat Infeksi Sistem Genitalia (ISG), Penyakit Menular
Seksual (PMS) atau infeksi panggul
• Berganti-ganti pasangan (risiko ISG tinggi)
• Kanker serviks
Jelaskan bahwa perlu dilakukan pemeriksaan fisik dan panggul dan
5 jelaskan apa yang akan dilakukan dan persilahkan klien untuk
mengajukan pertanyaan.
Informed consent dan berikan jaminan akan kerahasiaan yang
6
diperlukan klien
Pemeriksaan Panggul
Pastikan klien sudah mengosongkan kandung kemihnya dan mencuci
7
area genitalia dengan menggunakan sabun dan air.
Cuci tangan dengan air bersih mengalir dan sabun, keringkan dengan
8
kain bersih.
9 Bantu klien untuk naik ke meja pemeriksaan
Palpasi daerah perut dan periksa apakah ada nyeri, benjolan atau
10
kelainan lainnya di daerah supra pubik
11 Kenakan kain penutup pada klien untuk pemeriksaan panggul
12 Atur arah sumber cahaya untuk melihat serviks
13 Pakai sarung tangan DTT
Atur penempatan peralatan dan bahan-bahan yang akan digunakan
14
dalam wadah steril atau DTT
15 Lakukan inspeksi pada genitalia eksterna
Palpasi kelenjar Skene dan Bartolini amati adanya nyeri atau duh
16
(discharge) vagina
17 Masukkan spekulum vagina
Lakukan pemeriksaan inspekulo:
18 • Periksa adanya lesi atau keputihan pada vagina
• Inspeksi serviks
Keluarkan spekulum dengan hati-hati dan letakkan kembali pada
19 tempat semula dengan tidak menyentuh peralatan lain yang belum
digunakan
159
CSL Semester 5 Edisi Kedua

Lakukan pemeriksaan bimanual:


• Pastikan gerakan serviks bebas
20 • Tentukan besar dan posisi uterus
• Pastikan tidak ada kehamilan
• Pastikan tidak ada infeksi atau tumor pada adneksa
Lakukan pemeriksaan rektovaginal (bila ada indikasi):
21 • Kesulitan menentukan besar uterus retroversi
• Adanya tumor pada Kavum Douglasi
Celupkan dan bersihkan sarung tangan dalam larutan klorin 0,5%,
22
kemudian buka secara terbalik dan rendam dalam klorin
Tindakan pra pemasangan
Jelaskan proses pemasangan AKDR dan apa yang akan klien rasakan
23 pada saat proses pemasangan dan setelah pemasangan dan
persilahkan klien untuk mengajukan pertanyaan.
Masukkan lengan AKDR Cu T 380 A di dalam kemasan sterilnya:
• Buka sebagian plastik penutupnya dan lipat ke belakang
• Masukkan pendorong ke dalam tabung inserter tanpa menyentuh
benda tidak steril
• Letakkan kemasan pada tempat yang datar
• Selipkan karton pengukur di bawah lengan AKDR
24
• Pegang kedua ujung lengan AKDR dan dorong tabung inserter
sampai ke pangkal lengan sehingga lengan akan melipat
• Setelah lengan melipat sampai menyentuh tabung inserter, tarik
tabung inserter dari bawah lipatan lengan
• Angkat sedikit tabung inserter, dorong dan putar untuk
memasukkan lengan AKDR
II Item Prosedural
25 Pakai sarung tangan DTT yang baru
26 Pasang spekulum vagina untuk melihat serviks
27 Usap vagina dan serviks dengan larutan antiseptik 2 sampai 3 kali
Jepit serviks dengan tenakulum secara hati-hati (takik pertama) pada
28
arah pukul 11
Masukkan sonde uterus dengan teknik “tidak menyentuh” (no touch
29
technique)
30 Tentukan posisi dan kedalaman kavum uteri dan keluarkan sonde
Ukur kedalaman kavum uteri pada tabung inserter yang masih berada
31 di dalam kemasan sterilnya dengan menggeser leher biru pada tabung
inserter, kemudian buka seluruh plastik penutup kemasan
Angkat tabung AKDR dari kemasannya tanpa menyentuh permukaan
32
yang tidak steril, hati-hati jangan sampai pendorongnya terdorong.
33 Pegang tabung AKDR dengan leher biru dalam posisi horizontal

160
CSL Semester 5 Edisi Kedua

(sejajar lengan AKDR). Sementara melakukan tarikan hati-hati pada


tenakulum, masukkan tabung inserter ke dalam uterus sampai leher
biru menyentuh serviks atau sampai terasa adanya tahanan.
34 Pegang serta tahan tenakulum dan pendorong dengan satu tangan
Lepaskan lengan AKDR dengan menggunakan teknik withdrawal
35 yaitu menarik keluar tabung inserter sampai pangkal pendorong
dengan tetap menahan pendorong
Keluarkan pendorong, kemudian tabung inserter didorong kembali
36 ke serviks sampai leher biru menyentuh serviks atau terasa adanya
tahanan
Keluarkan sebagian dari tabung inserter dan gunting benang AKDR
37
kurang lebih 1-2 cm
Keluarkan seluruh tabung inserter, buang ke tempat sampah
38
terkontaminasi
Lepaskan tenakulum dengan hati-hati, rendam dalam larutan klorin
39
0,5%
Periksa serviks dan bila ada perdarahan dari tempat bekas jepitan
40
tenakulum, tekan dengan kasa selama 30-60 detik
Keluarkan spekulum dengan hati-hati, rendam dalam larutan klorin
41
0,5%
Tindakan Pasca Pemasangan
Rendam seluruh peralatan yang sudah dipakai dalam larutan klorin
42
0,5% selama 10 menit untuk dekontaminasi
Buang bahan-bahan yang sudah tidak dipakai lagi (kasa, sarung
43
tangan sekali pakai) ke tempat yang sudah disediakan
Celupkan kedua tangan yang masih memakai sarung tangan ke dalam
44 larutan klorin 0,5%, bersihkan cemaran pada sarung tangan, buka
secara terbalik dan rendam dalam klorin 0,5%
45 Cuci tangan dengan air dan sabun
III Item Profesionalisme
Pastikan klien tidak mengalami kram hebat dan amati selama 15
46
menit sebelum memperbolehkan klien pulang
Ajarkan klien bagaimana cara memeriksa sendiri benang AKDR dan
47
kapan harus dilakukan
Jelaskan pada klien apa yang harus dilakukan bila mengalami efek
48
samping
49 Beritahu kapan klien harus datang kembali ke klinik untuk kontrol
Ingatkan kembali masa pemakaian AKDR Cu T 380A adalah 10
50
tahun
Yakinkan klien bahwa ia dapat datang ke klinik setiap saat bila
51
memerlukan konsultasi, pemeriksaan medik atau bila menginginkan

161
CSL Semester 5 Edisi Kedua

AKDR tersebut dicabut


Minta klien untuk mengulangi kembali penjelasan yang telah
52
diberikan
Lengkapi rekam medik dan kartu AKDR untuk klien
53
54 Percaya diri, minimal error

Cek List Latihan Pencabutan AKDR/IUD pada Model Uterus

Umpan
No Prosedur/langkah klinik yang dinilai
Balik
I Item Interaksi Dokter Pasien
1 Sapa klien dengan ramah dan perkenalkan diri Anda
Tanyakan tujuan dari kunjungannya, apa alasannya ingin mencabut
2 AKDR tersebut dan tujuan reproduksi (KB) selanjutnya (apakah klien
ingin mengatur jarak kelahiran atau ingin membatasi jumlah anaknya)
Jelaskan proses pencabutan AKDR dan apa yang akan klien rasakan
3
pada saat proses pencabutan dan setelah pencabutan
4 Informed Consent (Meminta persetujuan lisan)
Tindakan Pra Pencabutan
Pastikan klien sudah mengosongkan kandung kencingnya dan mencuci
5
area genitalia dengan menggunakan sabun dan air
6 Bantu klien naik ke meja pemeriksaan
7 Cuci tangan dengan air dan sabun, keringkan dengan kain bersih
8 Pakai sarung tangan DTT yang baru
Atur penempatan peralatan dan bahan-bahan yang akan dipakai dalam
9
wadah steril atau DTT
II Prosedur Pencabutan
Lakukan pemeriksaan bimanual:
• Pastikan gerakan serviks bebas
10
• Tentukan besar dan posisi uterus
• Pastikan tidak ada infeksi atau tumor pada adneksa
11 Pasang spekulum vagina untuk melihat serviks
12 Usap vagina dan serviks dengan larutan antiseptik 2 sampai 3kali
13 Jepit benang yang dekat serviks dengan klem
Tarik keluar benang secara mantap tetapi hati-hati untuk mengeluarkan
14
AKDR
Tunjukkan AKDR tersebut pada klien, kemudian rendam dalam klorin
15
0,5%
16 Keluarkan spekulum dengan hati-hati

162
CSL Semester 5 Edisi Kedua

Tindakan Pasca Pencabutan


Rendam semua peralatan yang sudah dipakai dalam larutan klorin 0,5%
17
selama 10 menit untuk dekontaminasi
Buang bahan-bahan yang sudah tidak dipakai lagi (kasa, sarung tangan
18
sekali pakai) ke tempat yang sudah disediakan.
Celupkan kedua tangan yang masih memakai sarung tangan ke dalam
19 larutan klorin 0,5%, kemudian lepaskan dalam keadaan terbalik dan
rendam dalam larutan klorin tersebut.
20 Cuci tangan dengan air dan sabun
21 Amati selama 5 menit sebelum memperbolehkan klien pulang
Konseling Pasca Pencabutan
Diskusikan apa yang harus dilakukan bila klien mengalami masalah
22
(misalnya perdarahan yang lama atau rasa nyeri pada perut/panggul)
Ulangi kembali keterangan tentang pilihan kontrasepsi yang tersedia
dan risiko keuntungan dari masing-masing alat kontrasepsi bila klien
23
ingin tetap mengatur jarak kelahiran atau ingin membatasi jumlah
anaknya
Bantu klien untuk menentukan alat kontrasepsi sementara sampai dapat
24
memutuskan alat kontrasepsi baru yang akan dipakai
III Item Profesionalisme
27 Percaya diri
28 Buat rekam medik tentang pencabutan AKDR

163
CSL Semester 5 Edisi Kedua

PEMASANGAN DAN PENCABUTAN IMPLANT


Oleh : dr. Oktadoni Saputra, M.Med.Ed.

A. Tema Pembelajaran
Keterampilan Pemasangan dan pencabutan alat kontrasepsi implan ini
merupakan salah satu keterampilan klinis yang diharapkan agar mahasiswa mampu
melakukan prosedural pemasangan dan pencabutan implan secara baik dan benar
kepada para akseptor Keluarga Berencana.

B. Tujuan
Pemasangan Implan
 Mahasiswa mampu mempersiapkan pemasangan implan
 Mahasiswa mampu melakukan prosedur pemasangan implan
 Mampu menempatkan kembali alat-alat sesudah dipakai
Pencabutan implan
 Mahasiswa mampu mempersiapkan pencabutan implan
 Mampu melaksanakan pencabutan implan

C. Level Kompetensi
Level Kompetensi
No Kompetensi
SKDI Target Capaian
1 Pemasangan dan Pencabutan Implan 4 4

D. Alat dan Bahan


1. Implan 1 set (implan 2) 8. Kain Lubang/ Duk Steril
2. Trokar 9. Sarung tangan steril
3. Spuit dan Jarum Injeksi 10. Kasa steril
4. Pisau Bedah/ bisturi 11. Betadine
5. Needle holder/ Naldbudle 12. Lidokain
6. Klem Kocher 13. Verban
7. Klem Pean dan klem U 14. Model Lengan

164
CSL Semester 5 Edisi Kedua

Sumber: slide pelatihan CTU


Gambar 1. Alat Kontrasepsi Implant dan lokasi Pemasangannya

E. Skenario
Ny. Implan, usia 30 tahun, P4A0 datang ke praktek saudara untuk
berkonsultasi tentang metode KB. Setelah anda memberikaan konseling mengenai
alat kontrasepsi, Ny. Implan ingin menggunakan KB Susuk dikarenakan belum
ingin punya anak lagi untuk beberapa tahun kedepan tetapi belum mau di tubektomi
dan menolak untuk dipasang IUD karena takut efek sampingnya setelah mendengar
cerita dari teman-temannya. Anda kemudian menjelaskan lebih mendalami tentang
implan dan melakukan pemasangannya pada Ny. Implan.

F. Dasar teori / Rujukan


Susuk KB (implan) adalah suatu alat kontrasepsi hormonal yang
dimasukkan dibawah kulit (AKBK). Merk dagang dari implant yang dahulu banyak
digunakan di Indonesia ialah Norplant. Alat ini berupa 6 buah tabung silastik
berdiameter 2,4 mm dan panjang 34 mm, yang masing-masing mengandung 36 mg
levonorgestrel. Setiap hari 30 µg hormone tersebut dilepaskan oleh tabung-tabung
silastik tersebut dan jumlah tersebut sesuai dengan dosis pemakaian pil
(kontrasepsi) mini.
Norplant berdaya kerja kontrasespsi selama 5 tahun. Sesudah 5 tahun,
Norplant akan dicabut dan kalau masih diperlukan bisa dipasang yang baru. Saat ini
Norplant sudah jarang ditemukan di pasaran dan sudah tersedia implan yang hanya
terdiri 2 tabung silastik saja dengan merk dagang Norplant-2. Ada juga implanon™
yang terdiri 1 tabung silastik dengan daya kerja selama 3 tahun, jenis susuk lain
yang sedang dikembangkan adalah Capronor, yang mempunyai daya aktif selama
setahun, tetapi tidak memerlukan pencabutan.
Implant 2 merupakan alat kontrasepsi yang sekarang paling banyak
digunakan. Alat ini berupa 2 kapsul 43 mm diameter 2,5 mm berisi 75 mg
levonorgestrel per kapsul dengan masa kerja 3 tahun, mekanisme kerja sama
dengan Implan-6 dan profile hormon dalam serum dan efek samping tidak berbeda
jauh. pemerintah saat ini malalui Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
165
CSL Semester 5 Edisi Kedua

(BKKBN) sedang menggalakkan pemasangan implan 2 plus dan implant 2 fin yang
terdiri dari satu paket alat pemasangan implant dan sudah tersedia di pasaran atau
di sarana kesehatan milik pemerintah.
Indikasi kontra pemasangan susuk KB adalah seperti indikasi kontra
kontrasepsi progestrogen lainnya, yaitu didapatkan atau dicurigai ada kehamilan,
penyakit hati yang akut, ikterus, perdarahan uterus abnormal yang tidak diketahui
penyebabnya, penyakit tromboembolik atau tromboflebitis, penyakit vaskuler otak
atau kelainan pembuluh darah koroner jantung, dan keganasan payudara. Indikasi
kontra yang lain adalah menyangkut adanya kelainan-kelainan pada kulit yang
dipasangi misalnya adanya peradangan (abses) dan sikatriks.
Saat pemasangan yang terbaik dilakukan pada saat menstruasi dan dapat
juga dilakukan 5-7 hari sesudah menstruasi selesai, agar terhindar dari resiko
kehamilan. Pascapersalinan (3-4 minggu), bila tidak menyusukan bayinya,
Pascakeguguran (segera atau dalam 7 hari pertama), atau yang sedang menyusukan
bayinya secara eksklusif ( di pasang lebih dari 6 minggu pascapersalinan dan
sebelum 6 bulan pascapersalinan).
Alat yang digunakan adalah Trokar dan set bedah minor yang lain. Alat
yang digunakan harus steril dan dengan prosedur yang aseptik. Trokar adalah
piranti utama untuk pemasangan susuk KB, yaitu suatu alat yang berbentuk seperti
jarum dengan diameter sedikit lebih besar dari diameter tabung silastik dan
didalamnya dilengkapi dengan suatu pendorong. Adapun prosedur pemasangan dan
pencabutan dapat dilihat pada item prosedural berikut.

Sumber: slide pelatihan CTU


Gambar 2. Implan-2, Implan-2 plus dan Implan-6(norplant)

166
CSL Semester 5 Edisi Kedua

G. Prosedur

1. Pemasangan Implan
Ketrampilan Klinik Dan Konseling Memasang Implan-2
Konseling Pra Pemasangan
5. Sapa klien dengan ramah dan hangat
6. Tanyakan tujuan reproduksi dan alasan penggunaan Implan 2
7. Pastikan klien calon pengguna yang sesuai untuk Implan 2
8. Pastikan klien memahami efek samping, alasan memilih dan kekhawatiran
terkait dengan Implan 2
9. Jelaskan proses dan apa yang dirasakan klien selama dan setelah pemasangan
Implan 2

Pemasangan Kapsul Implan-2


Persiapan
10. Pastikan klien telah mencuci lengan atasnya sebersih mungkin
11. Tentukan tempat pemasangan implan di lengan atas
12. Beri tanda pada tempat pemasangan
13. Pastikan ketersediaan instrumen steril/DTT dan Implan-2
Tindakan pra pemasangan
14. Cuci dan keringkan tangan petugas
15. Pakai sarung tangan steril/DTT
16. Usap tempat pemasangan dengan larutan antiseptik
17. Pasang kain penutup steril/DTT di tempat pemasangan Implan-2
Pemasangan kapsul Implan-2
18. Suntikkan anestesi lokal secara intrakutan
19. Lanjutkan dengan anestesi subdermal di tempat insisi dan alur pemasangan
implan-2 (masing-masing 1 cc)
20. Uji efek anestesi sebelum melakukan insisi pada kulit
21. Buat insisi 2 mm dengan ujung bisturi/skalpel hingga subdermal
22. Masukkan ujung trokar melalui luka insisi hingga mencapai subdermal
kemudian ungkit dan dorong sejajar kulit hingga tanda 1 (trokar) berada di
luka insisi
23. Keluarkan pendorong dan masukkan kapsul ke dalam trokar
24. Masukkan pendorong, dorong kapsul ke ujung trokar
25. Tahan pendorong di tempatnya, kemudian tarik trokar ke arah pangkal
pendorong untuk menempatkan kapsul 1 di subdermal
26. Tahan kapsul pada tempatnya, tarik trokar dan pendorong (bersamaan) hingga
tanda 2 mencapai luka insisi
27. Arahkan ujung trokar ke samping kapsul pertama, kemudian dorong trokar
(mengikuti alur kaki segitiga terbalik) hingga tanda 1 mencapai luka insisi

167
CSL Semester 5 Edisi Kedua

28. Tarik pendorong keluar, masukkan kapsul kedua dan dorong dengan
pendorong ke ujung trokar hingga terasa tahanan
29. Tarik trokar ke arah pangkal pendorong untuk menempatkan kapsul 2 di
subdermal
30. Tahan kapsul pada tempatnya, tarik trokar dan pendorong (bersamaan) hingga
keluar seluruhnya melalui luka
31. Periksa kembali kedua kapsul telah terpasang di subdermal pada posisi yang
telah direncanakan

Tindakan pasca pemasangan


32. Dekatkan ujung-ujung insisi, kemudian tutup dengan band-aid
33. Beri balutan tekan pada tempat insisi dan pemasangan Implan-2
34. Lakukan dekontaminasi peralatan dan sampah medik
35. Buang peralatan dan bahan habis pakai ke tempatnya
36. Lepaskan sarung tangan dan rendam dalam larutan klorin
37. Cuci dan keringkan tangan petugas
Konseling pasca pemasangan
38. Gambar posisi kapsul dan buat catatan khusus di rekam medik
39. Jelaskan pada klien cara merawat luka dan kondisi yang membuat klien harus
datang ke klinik
40. Jelaskan bahwa klien dapat datang ke klinik untuk konsultasi, kontrol dan
mencabut Implan-2
41. Observasi klien selama 5 menit sebelum ia pulang

2. Pencabutan Implan
Ketrampilan Klinik Dan Konseling Pencabutan Implan-2
Konseling Pra Pencabutan
1. Sapa klien dengan ramah dan hangat
2. Tanyakan alasan klien untuk mencabut Implan-2 dan rencana KB selanjutnya
3. Jelaskan proses pencabutan Implan-2 dan rencana pasang ulang atau kondisi
setelah pencabutan
Tindakan pencabutan implan-2
Persiapan
4. Pastikan klien telah mencuci lengannya sebersih mungkin
5. Atur posisi lengan, tentukan lokasi kapsul dan tempat insisi
6. Pastikan ketersediaan instrumen steril atau DTT
Tindakan pra pencabutan
7. Cuci dan keringkan tangan
8. Pakai sarung tangan steril atau DTT
9. Usapkan larutan antiseptik di area insisi dan pasang doek steril

168
CSL Semester 5 Edisi Kedua

A. Pencabutan kapsul dengan Teknik Dorong dan Jepit


a. Suntikkan anestesi intrakutan dan subdermal (bawah kapsul)
b. Uji efek anestesi dan lakukan 2-3 mm pada kulit
c. Dorong kapsul ke luka insisi dan jepit ujung kaudal dengan klem lengkung
(mosquito) d. Bersihkan ujung kapsul (bebaskan dari jaringan ikat) sehingga
dapat dijepit dengan pinset/pean
d. Keluarkan kapsul dari lapisan subdermal dan letakkan di dalam wadah yang
tersedia.
e. Lakukan langkah yang sama untuk mencabut kapsul kedua

B. Pencabutan dengan Teknik Hand Pop Out


a. Suntikkan anestesi (0,3 cc) intrakutan di tempat insisi dan subdermal (di bawah
¼ ujung kapsul)
b. Uji efek anestesi dan lakukan insisi 2-3 mm pada kulit
c. Dorong kapsul hingga mencuat dari luka insisi dan jepit ujung kaudal dengan
klem mosquito/pean lengkung
d. Tarik kapsul ke luar dari luka insisi, bersihkan ujung kapsul (dari jaringan ikat)
sehingga dapat dijepit dengan pinset/pean
e. Tarik ujung kapsul untuk mengeluarkannya dari lapisan subdermal dan
letakkan kapsul pada tempatnya
f. Lakukan langkah yang sama untuk mencabut kapsul kedua

C. Pencabutan kapsul dengan Teknik U Klasik


a. Lakukan anestesi lokal di tempat insisi dan subdermal di bawah ujung kapsul
dan lakukan uji efek anestesi
b. Tentukan lokasi dan lakukan insisi pada kulit untuk menjepit batang kapsul
dengan klem „U‟ atau klem fiksasi
c. Angkat klem „U‟ dan presentasikan ujung kapsul sehingga dapat dilakukan
pembebasan jaringan ikat di bagian tersebut
d. Bersihkan dan dorong jaringan ikat pembungkus kapsul dan jepit ujung kapsul
dengan klem diseksi
e. Tarik keluar ujung kapsul hingga seluruh batang kapsul dapat dikeluarkan dan
letakkan kapsul tersebut pada mangkok
f. Lakukan langkah 2 hingga 8 pada kapsul kedua

Tindakan pasca pencabutan


10. Dekatkan ujung-ujung insisi, kemudian tutup dengan band-aid
11. Beri balutan tekan pada tempat insisi dan pemasangan kapsul
12. Lakukan dekontaminasi peralatan dan sampah medik
13. Buang peralatan dan bahan habis pakai ke tempatnya
14. Lepaskan sarung tangan dan rendam dalam larutan klorin
15. Cuci dan keringkan tangan petugas

169
CSL Semester 5 Edisi Kedua

Konseling pasca pencabutan


16. Jelaskan cara merawat luka dan jadwal kontrol
17. Jelaskan kondisi yang menyebabkan klien harus kembali ke klinik
18. Beri penjelasan terkait dengan pasang ulang atau rencana reproduksi atau
pilihan alat kontrasepsi lainnya
19. Observasi selama 5 menit sebelum klien pulang

H. Daftar Pustaka

Adriaansz, George et al. 2011. Pelatihan Klinik Teknologi Kontrasepsi Terkini


(Contraception Technology Update). BKKBN Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia
Anonim, 2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. JNPKKR/POGI,
BKKBN, DEPKES dan JHPIEGO/STARH PROGRAM. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo-Bagian Obstetri Ginekologi FKUI. Jakarta
Anonim, 2002. Buku Panduan Asuhan kesehatan Maternal. JNPKKR/POGI, BKKBN,
DEPKES dan JHPIEGO/STARH PROGRAM. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo-Bagian Obstetri Ginekologi FKUI. Jakarta.
Anonim. 2005. Skills Lab Jilid 8 Tahun Akademik 2004/2005. Laboratorim
Keterampilan Medik. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
F. Gary Cunningham. Et al. 2001. Williams Obstetrics, 21st edition. McGraw-Hill
Professional.
Jonathan S. Berek .2002. Novak‟s Gynecology, 13th edition. Lippincott Williams &
Wilikns.
Mansjoer, Arif. Et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Penerbit Media
Aesculapius. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Szilagy, Peter G. 2002. Bate‟s guide to phsycal examination. McGraw-Hill.
Moerdijat, Tonny S. dr. Sp.OG. et al. 2008. Menggulirkan Sistem Terbuka Pencegahan
Kanker Serviks di Indonesia. Disampaikan dalam Pertemuan Ilmiah Tahunan I
Himpunan Obstetri & Ginekologi Sosial Indonesia. Malang, April 2008.
Didownload dari :
http://www.rotaryd3400.org/campur/Pencegahan%20Kanker%20Serviks%20d
i%20Indonesia.pdf

170
CSL Semester 5 Edisi Kedua

Evaluasi

a. Check List Penilaian Keterampilan Pemasangan Implan pada Model


Umpan
No Prosedur/langkah klinik yang dinilai
Balik
I Item Interaksi Dokter Pasien
1 Senyum, Salam, Sapa
Ajak Bicara (jelaskan prosedur yang akan dilakukan & anamnesis
secukupnya tentang indikasi dan kontra indikasi pemasangan
2
implan serta menanyakan pasien apakah ia sudah mencuci lengan
atas kiri)
3 Informed Consent (Meminta persetujuan lisan/tertulis)
II Item Prosedural
Periksa alat dan bahan yang diperlukan, buka peralatan steril dari
4 kemasannya letakkan pada wadah yang steril, pastikan jumlah
kapsul lengkap 2 buah.
Persilakan klien berbaring dengan tenang, sambil menempatkan
5 lengan kiri atas dengan bagian volar menghadap ke atas dan siku di
fleksikan 90⁰
Tentukan tempat pemasangan pada bagian dalam lengan atas
dengan mengukur 8 cm diatas lipatan siku, beri tanda pada tempat
6
pemasangan dengan pola kaki segi tiga terbalik untuk memasang
dua kapul implan 2(40cm)
7 Cuci kedua tangan dengan sabun dan keringkan
8 Pakai sarung tangan secara aseptic
Lakukan preparasi kulit daerah pemasangan dengan mengusap
9 dengan antiseptik gerakan melingkar kearah luar diameter 10-15
cm
10 Pasang kain lobang steril
Lakukan penyuntikan anestesi lokal pada daerah yang akan di insisi
11 0,3cc secara intradermal dan pada jalur kapsul 1 dan 2 secara sub
dermal masing-masing 0,8cc, uji efek anestesinya
Buat insisi dangkal 2mm dengan skapel atau ujung bisturi hingga
12
mencapai lapisan subdermal
Lakukan simulasi memasukkan trokar dan pendorongnya melalui
13 tempat insisi 45⁰ hingga mncapai lapisan subdermal kemudian
luruskan trokar sejajar permukaan kulit
Ungkit kulit, dorong trokar dan pendorongnya sampai batas tanda 1
14
pada trokar tepat berasda pada luka insisi, keluarkan pendorong
Lakukan simulasi memasukkan kapsul pada trokar dengan cara
15 yang benar, masukkan kembeli pendorong dan tekan kapsul kearah
ujung trokar sampai terasa ada tahanan
171
CSL Semester 5 Edisi Kedua

Tahan pendorong di tempatnya dengan satu tangan dan tarik trokar


keluar sampai mencapai pangkal pendorong, sambil manahan
16
kapsul dibawah kulit tarik trokar dan pendorongnya sampai batas
tanda 2(pada trokar) terlihat pada insisi
Belokkan trokar ke arah jalur kapsuk kedua, dorong trokar sampai
17 pendorongnya hingga tanda 1 berada pada luka insisi, selanjutnya
sama dengan pemasangan kapsul pertama
Periksa seluruh kapsul yang telah tertanam dengan benar, kapsul
18
tidak boleh terlalu dekat dengan luka insisi.
19 Lepas trokar dan menempatkannya di tempatnya
Periksa seluruh luka irisan, sambil melakukan hemostosis dengan
20
menekan luka insisi
21 Bersihkan kulit dan sekitarnya dari bercak pendarahan
22 Lepaskan kain lobang dan menempatkannya pada tempatnya
23 Tutup luka dengan band-aid/plaster dan verband
Lepas sarung tangan dan menempatkannya pada tempatnya, serta
24
rapikan semua peralatan
III Item Penalaran Klinis
Pastikan kapsul telah terpasang dengan benar serta mampu
25
menghentikan perdarahan (hemostasis)
IV Item Profesionalisme
Terangkan obat-obatan yang harus diminum, ingatkan kembali
26
akseptor tentang metode implan ( masa kerja, efek samping dll)
27 Berikan nasehat untuk perawatan luka setelah pemasangan implan
28 Lakukan pencatatan pada kartu yang telah disediakan

B. Check List Penilaian Keterampilan Pencabutan Implan Teknik U Klasik


Umpan
No Prosedur/langkah klinik yang dinilai
Balik
I Item Interaksi Dokter Pasien
1 Senyum, Salam, Sapa
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan (informed), anamnesis
2 singkat kapan implan dipasang, dan tanyakan apakah pasien sudah
mencuci lengan atas kiri
3 Meminta persetujuan lisan/ tertulis (Consent )
II Item Prosedural
4 Periksa alat dan bahan yang diperlukan
Persilakan klien berbaring dg tenang, sambil menempatkan lengan
5
kiri dengan bagian volar menghadap ke atas, siku di fleksikan 90⁰
Raba kapsul untuk menentukan lokasi tempat insisi guna
6
mencabut kapsul perhitungkan jarak yang sama dari ujung akhir

172
CSL Semester 5 Edisi Kedua

semua kapsul
7 Cuci kedua tangan dengan desinfektan
8 Pakai sarung tangan secara aseptic
Usap tempat pemasangan dengan antiseptik gerakan memutar
9
radi dalam keluar diameter 10-15cm
10 Pasang kain lobang steril
Lakukan simulasi penentuan irisan kulit diantara kapsul 1 dan 2
11
lebih kurang 3mm dari ujung kapsul dekat siku
Lakukan injeksi anestetika lokal (0,3cc) intrakutan pada tempat
12 insisi dan 0,8cc subdermal dibawah ujung kapsul (1/4 panjang
kapsul)
13 Lakukan simulasi irisan vertikal pada kulit sekitar 3 mm
Jepit batang kapsul pada bagian yang sudah diidentifikasi
14 menggunakan klem U dan pastikan mencakup sebagian diameter
kapsul
Angkat klem U untuk mempresentasikan ujung kapsul dengan
15 baik, kemudian tusukkan ujung klem diseksi pada jaringan ikat
yang melingkupi ujung kapsul
Bebaskan dan mengangkat kapsul dengan klem fiksasi sampai
16
semua implant terangkat, lakukan juga pada kapsul kedua
17 Pastikan seluruh kapsul yang tertanam sudah terangkat semua
18 Periksa luka Irisan pada kulit
19 Lakukan simulasi penghentian darah
20 Lepaskan kain lobang dan buang pada tempatnya
21 Tutup luka dengan band-aid/plaster dan verband
22 Bersihkan kulit sekitar luka dari bercak darah
23 Lepas sarung tangan dan buang pada tempatnya
III Item Penalaran Klinis
Pastikan kapsul silastik yang tertanam sudah terangkat semua
24
serta mampu menghentikan perdarahan (hemostasis)
IV Item Profesionalisme
25 Tunjukkan semua kapsul yang telah terangkat kepada akseptor
26 Tuliskan resep dan menerangkan obat-obatan yang harus diminum
27 Berikan nasehat untuk perawatan luka
28 Lakukan pencatatan pada kartu yang telah disediakan

173
CSL Semester 5 Edisi Kedua

INSISI ABSES BARTOLINI


dr. Dian Isti Angraini, MPH

A. TEMA
Keterampilan prosedural insisi abses bartolini (marsupialisasi)

B. TUJUAN
- Mahasiswa mengetahui indikasi, tujuan dan mampu melakukan prosedur insisi
abses bartolini

C. ALAT DAN BAHAN

1) Sarung tangan steril


2) Larutan yodium
3) Jarum 26G
4) Spuit 5ml
5) Lidocain ampul
6) Scalpel
7) 2 Hemostat kecil untuk memegang dinding kista
8) Kassa steril
9) 1 hemostat untuk memecah lokulasi
10) Jarum dan benang absorbable 2-0
11) Needle holder
12) Gunting

D. SKENARIO

Seorang wanita, berusia 40 tahun datang dengan keluhan nyeri di daerah


kemaluan. Nyeri dirasakan sangat berat dan mengganggu ketika berjalan dan
duduk. Wanita tersebut mengatakan terdapat benjolan bernanah di bibir kiri alat
kelaminnya. Setelah selesai anamnesis, Anda melakukan pemeriksaan fisik dan
Anda mendiagnosa wanita tersebut menderita abses bartolini. Kemudian Anda
merencanakan untuk melakukan tindakan marsupialisasi.

E. DASAR TEORI

Kista adalah kantung yang berisi cairan atau bahan semisolid yang terbentuk di
bawah kulit atau di suatu tempat di dalam tubuh. Kista kelenjar Bartholin terjadi ketika
kelenjar ini menjadi tersumbat. Kelenjar Bartolini bisa tersumbat karena berbagai
alasan, seperti infeksi, peradangan atau iritasi jangka panjang. Apabila saluran kelenjar
ini mengalami infeksi maka saluran kelenjar ini akan melekat satu sama lain dan

174
CSL Semester 5 Edisi Kedua

menyebabkan timbulnya sumbatan. Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar ini kemudian
terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk suatu kista. Suatu
abses terjadi bila kista menjadi terinfeksi. Kelenjar ini mengeluarkan lendir untuk
memberikan pelumasan vagina. kelenjar Bartolini mengeluarkan jumlah lendir yang
relatif sedikit sekitar satu atau dua tetes cairan tepat sebelum seorang wanita orgasme.
Tetesan cairan pernah dipercaya menjadi begitu penting untuk pelumas vagina, tetapi
penelitian dari Masters dan Johnson menunjukkan bahwa pelumas vagina berasal dari
bagian vagina lebih dalam. Cairan mungkin sedikit membasahi permukaan labia vagina,
sehingga kontak dengan daerah sensitif menjadi lebih nyaman bagi wanita.
Kista Bartolini berkembang ketika saluran keluar dari kelenjar Bartolini
tersumbat. Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar kemudian terakumulasi, menyebabkan
kelenjar membengkak dan membentuk suatu kista. Suatu abses terjadi bila kista menjadi
terinfeksi. Abses Bartolini dapat disebabkan oleh sejumlah bakteri. Ini termasuk
organisme yang menyebabkan penyakit menular seksual seperti Klamidia dan Gonore
serta bakteri yang biasanya ditemukan di saluran pencernaan, seperti Escherichia coli.
Umumnya abses ini melibatkan lebih dari satu jenis organisme. Obstruksi distal saluran
Bartolini bisa mengakibatkan retensi cairan, dengan dihasilkannya dilatasi dari duktus
dan pembentukan kista. Kista dapat terinfeksi, dan abses dapat berkembang dalam
kelenjar. Kista Bartolini tidak selalu harus terjadi sebelum abses kelenjar. Kelenjar
Bartolini adalah abses polimikrobial. Meskipun Neisseria gonorrhoeae adalah
mikroorganisme aerobik yang dominan mengisolasi, bakteri anaerob adalah patogen
yang paling umum. Chlamydia trachomatis juga mungkin menjadi organisme kausatif.
Namun, kista saluran Bartolini dan abses kelenjar tidak lagi dianggap sebagai bagian
eksklusif dari infeksi menular seksual. Selain itu operasi vulvovaginal adalah penyebab
umum kista dan abses tersebut.

Gambar 1. Kista Bartolini

Tersumbatnya bagian distal dari duktus Bartholin dapat menyebabkan retensi


dari sekresi, dengan akibat berupa pelebaran duktus dan pembentukan kista. Kista
tersebut dapat menjadi terinfeksi, dan abses bisa berkembang dalam kelenjar. Kelenjar
Bartholin sangat sering terinfeksi dan dapat membentuk kista atau abses pada wanita
usia reproduksi. Kista dan abses bartholin seringkali dibedakan secara klinis.
175
CSL Semester 5 Edisi Kedua

Kista Bartholin terbentuk ketika ostium dari duktus tersumbat, sehingga


menyebabkan distensi dari kelenjar dan tuba yang berisi cairan.Sumbatan ini biasanya
merupakan akibat sekunder dari peradangan nonspesifik atau trauma. Kista bartholin
dengan diameter 1-3 cms eringkali asimptomatik. Sedangkan kistayang berukuran lebih
besar, kadang menyebabkan nyeri dan dispareunia. Abses Bartholin merupakan akibat
dari infeksi primer dari kelenjar, atau kista yang terinfeksi. Pasien dengan abses
Bartholin umumnya mengeluhkan nyeri vulva yang akut dan bertambah secara cepat
dan progresif. Abses kelenjar Bartholin disebakan oleh polymicrobial.
Pasien dengan kista dapat memberi gejala berupa pembengkakan labial tanpa
disertai nyeri. Pasien dengan abses dapat memberikan gejala sebagai berikut:
 Nyeri yang akut disertai pembengkakan labial unilateral.
 Dispareunia
 Nyeri pada waktu berjalan dan duduk
 Nyeri yang mendadak mereda, diikuti dengan timbulnya discharge ( sangat
mungkin menandakan adanya ruptur spontan dari abses)
Tindakan penatalaksanaan abses bartolini salah satunya dengan melakukan
insisi abses bartolini (marsupialisasi). Marsupialisasi merupakan suatu insisi vertikal
pada bagian tengah kista. Setelah dilakukan persiapan yang steril dan pemberian
anestesi lokal, dinding kista dijepit dengan dua hemostat kecil. Lalu dibuat insisi
vertikal pada vestibular melewati bagian tengah kista dan bagian luar dari hymenal
ring. Insisi dapat dibuat sepanjang 1.5 hingga 3cm, bergantung pada besarnya kista.
Setelah kista diinsisi, isi rongga akan keluar. Rongga ini dapat diirigasi dengan larutan
saline, dan lokulasi dapat dirusak dengan hemostat. Dinding kista ini lalu dieversikan
dan ditempelkan pada dindung vestibular mukosa dengan jahitan interrupted
menggunakan benang absorbable 2 -0.18 Sitz bath dianjurkan pada hari pertama setelah
prosedur dilakukan. Kekambuhan kista Bartholin setelah prosedur marsupialisasi
adalah sekitar 5-10 %.

F. PROSEDUR

1) Tindakan sepsis-asepsis pada daerah yang akan dilakukan tindakan.


2) Pemberian anestesi lokal.
3) Dinding kista dijepit dengan menggunakan hemostat kecil
4) Dilakukan insisi vertikal pada vestibular, melewati bagian tengah kista dan bagian
luar cincin hymenal
5) Insisi dibuat sepanjang 1,5cm-3cm, bergantung pada besarnya kista.
6) Setelah dibuka, isi rongga akan keluar.
7) Irigasi rongga denga larutan saline.
8) Rusak lokulasi menggunakan hemostat.
9) Dinding kista dieversikan dan ditempelkan pada dinding mukosa vestibuler dengan
jahitan interrupted menggunakan benang absorbable 2-0
176
CSL Semester 5 Edisi Kedua

Gambar 2. Teknik Insisi Kista bartolini

G. DAFTAR PUSTAKA
Wheeless CR, Roenneburg ML. Bartholin‟s Gland Cyst Marsupialization: Atlas of
Pelvic Surgery. On-line edition.

177
CSL Semester 5 Edisi Kedua

RUPTUR PERINEUM, EPISIOTOMI DAN PENJAHITANNYA


dr. Dian Isti Angraini, MPH & dr. Efriyan Imantika, M.Sc., Sp.OG

A. TEMA
Keterampilan prosedural episiotomi, ruptur perineum dan penjahitan luka

B. TUJUAN
- Mahasiswa mengetahui indikasi, tujuan dan mampu melakukan prosedur ruptur
perineum dan penjahitannya
- Mahasiswa mengetahui indikasi, tujuan dan mampu melakukan prosedur
episiotomi dan penjahitannya

C. ALAT DAN BAHAN

D. SKENARIO
Seorang wanita, berusia 38 tahun G1P0A0 hamil 39 minggu datang ke klinik Unila
dengan keluhan mules-mules dan keluar darah lendir. Dokter melakukan anamnesa
dan pemeriksaan fisik serta segera mempersiapkan proses persalinan. Karena janin
besar dan ibu adalah primigravida, maka Anda merencanakan melakukan
episiotomi.

E. DASAR TEORI

RUPTUR PERINEUM

Perineum adalah wilayah pelvic outlet diujung diafragma pelvic (levator ani).
Batasannya dibentuk oleh pubic rami di depan ligament sacro tuberos di belakang.
Pelvic outletnya dibagi oleh garis melintang yang menghubungkan bagian depan ischial
tuberosities ke dalam segitiga urogenital dan sebuah segitiga belakang anal.

Segitiga urogenital
Otot-otot diwilayah ini dikelompokkan ke dalam kelompok superfisial
(dangkal) dan dalam bergantung pada membran perineal. Bagian bulbospongiosus,
perineal melintang dangkal dan otot ischiocavernosus terletak dalam bagian terpisah
yang superfisial. Otot bulbospongiosus melingkari vagina dan masuk melalui bagian
depan corpora cavernosa clitoridis. Di bagian belakang, sebagian serabutnya mungkin
menyatu dengan otot contralateral superfisial transverse perineal (otot yang melintang
contralateral dipermukaan perineal) juga dengan cincin otot anus (sfingter). Kelenjar
bartholini merupakan struktur berbentuk kacang polong dan bagian duktusnya

178
CSL Semester 5 Edisi Kedua

membuka ke arah introitus vagina di permukaan selaput dara pada persimpangan


duapertiga bagian atas dan sepertiga bagian bawah labia minora.
Pada wanita, otot perineal profunda melintang antara bagian depan dan
belakang fasia membran perineal yang membentuk diafragma urogenital berbentuk tipis
dan sukar untuk digambarkan, karena itu kehadirannya tidak diakui oleh sebagian ahli.
Dibagian yang sama terletak juga otot cincin external uretra.

Segitiga anal
Wilayah ini mencakup otot luar anus dan lubang ischiorectal.4

Badan perineal
Bagian perineal merupakan wilayah fibromuskular (berotot serabut) antara
vagina dan kanal anus. Pada dataran saggita berbentuk segitiga. Pada sudut segitiganya
terdapat ruang rectovaginal dan dasarnya dibentuk oleh kulit perineal antara bagian
belakang fouchette vulva dan anus. Dalam bagian perineal terdapat lapisan otot fiber
bulbospongiosus, dataran perineal melintang dan otot cincin anus bagian luar.
Diatas bagian ini terdapat otot dubur membujur dan serat tengah otot pubo
rectalis, karena itu sandaran panggul dan juga sebagian hiatus urogenitalis antara otot
levator ani bergantung pada keseluruhan badan perineal. Bagi ahli kesehatan ibu dan
anak, istilah perineum merujuk sebagian besar pada wilayah fibromuskular antara
vagina dan kanal anus.

Anatomi anorektum
Anorektum merupakan bagian yang paling jauh dari traktus gastrointestinalis
dan terdiri dari dua bagian yaitu kanal anus dan rektum. Kanal anus berukuran 3,5 cm
dan terletak dibawah persambungan anorektal yang dibentuk oleh otot puborectalis.
Otot cincin anus terdiri dari tiga bagian (subcutaneus / bawah kulit), superfisial
(permukaan) dan bagian profunda (dalam) dan tidak bisa dipisahkan dari permukaan
puborectalis. Cincin otot anus bagian dalam merupakan lanjutan menebalnya otot halus
yang melingkar. Bagian ini dipisahkan dari bagian luar cincin otot anus oleh otot
penyambung yang membujur rektum.

179
CSL Semester 5 Edisi Kedua

Gambar 1. Struktur Perineum Wanita

Etiologi Ruptur Perineum


Robekan pada perineum umumnya terjadi pada persalinan dimana :

Persalinan seringkali menyebabkan perlukaan pada jalan lahir. Perlukaan pada


jalan lahir tersebut terjadi pada : Dasar panggul/perineum, vulva dan vagina, servik
uteri, uterus sedangkan ruptur pada perineum spontan disebabkan oleh : Perineum kaku,
kepala janin terlalu cepat melewati dasar panggul, bayi besar, lebar perineum, paritas.

Klasifikasi Ruptur Perineum


1) Ruptur Perineum Spontan
Yaitu luka pada perineum yang terjadi karena sebab-sebab tertentu tanpa dilakukan
tindakan perobekan atau disengaja. Luka ini terjadi pada saat persalinan dan
biasanya tidak teratur.
2) Ruptur perineum yang disengaja (Episiotomi)
Yaitu luka perineum yang terjadi karena dilakukan pengguntingan atau perobekan
pada perineum: Episiotomi adalah torehan yang dibuat pada perineum untuk
memperbesar saluran keluar vagina.

180
CSL Semester 5 Edisi Kedua

RUPTUR PERINEUM SPONTAN


Luka pada perineum yang terjadi karena sebab-sebab tertentu tanpa dilakukan
tindakan perobekan atau disengaja. Luka ini terjadi pada saat persalinan dan biasanya
tidak teratur. Tingkat robekan perineum dapat dibagi atas 4 tingkatan:
a) Tingkat I : Robekan hanya terjadi pada selaput lender vagina dengan atau tanpa
mengenai kulit perineum sedikit.
b) Tingkat II : Robekan yang terjadi lebih dalam yaitu selama mengenai selaput lendir
vagina juga mengenai muskulus perinei transversalis, tapi tidak mengenai sfingter
ani.
c) Tingkat III : Robekan yang terjadi mengenai seluruh perineum sampai mengenai
otot-otot sfingter ani. Ruptura perinei totalis di beberapa kepustakaan yang berbeda
disebut sebagai termasuk dalam robekan derajat III atau IV. Beberapa kepustakaan
juga membagi tingkat III menjadi beberapa bagian seperti :
eksterna.
eksterna
seluruh sfingter ani eksterna hingga sfingter ani
interna
d) Tingkat IV :Robekan hingga lapisan mukosa anorektal.

Robekan mukosa rectum tanpa robekan sfingter ani sangat jarang dan tidak termasuk
dalam klasifikasi diatas.

Gambar 2. Klasifikasi Ruptur Perineum

181
CSL Semester 5 Edisi Kedua

EPISIOTOMI (RUPTUR PERINEUM YANG DISENGAJA)

Episiotomi adalah suatu tindakan operatif berupa sayatan pada perineum


meliputi selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum rektovaginal,
otot-otot dan fascia perineum dan kulit depan perineum.
Indikasi episiotomi dapat berasal dari faktor ibu maupun faktor janin.
Indikasi ibu antara lain adalah:
a. Primigravida umumnya
b. Perineum kaku dan riwayat robekan perineum pada persalinan yang lalu
c. Apabila terjadi peregangan perineum yang berlebihan misalnya pada persalinan
sungsang, persalinan dengan cunam, ekstraksi vakum dan anak besar
d. Arkus pubis yang sempit
Indikasi janin antara lain adalah:
a. Sewaktu melahirkan janin prematur. Tujuannya untuk mencegah terjadinya
trauma yang berlebihan pada kepala janin.
b. Sewaktu melahirkan janin letak sungsang, letak defleksi, janin besar.
c. Pada keadaan dimana ada indikasi untuk mempersingkat kala II seperti pada
gawat janin, tali pusat menumbung.

Kontra indikasi episiotomi antara lain adalah:


a. Bila persalinan tidak berlangsung pervaginam
b. Bila terdapat kondisi untuk terjadinya perdarahan yang banyak seperti penyakit
kelainan darah maupun terdapatnya varises yang luas pada vulva dan vagina.

Jenis Episiotomi
Sayatan episiotomi umumnya menggunakan gunting khusus, tetapi dapat juga sayatan
dilakukan dengan pisau. Berdasarkan lokasi sayatan maka dikenal 4 jenis episiotomi
yaitu:
a. Episiotomi medialis.
Sayatan dimulai pada garis tengah komissura posterior lurus ke bawah tetapi tidak
sampai mengenai serabut sfingter ani.
Keuntungan dari episiotomi medialis ini adalah:
� perdarahan yang timbul dari luka episiotomi lebih sedikit oleh karena merupakan
daerah yang relatif sedikit mengandung pembuluh darah.
� sayatan bersifat simetris dan anatomis sehingga penjahitan kembali lebih mudah
dan penyembuhan lebih memuaskan.
Kerugiannya adalah dapat terjadi ruptur perinei tingkat III inkomplet (laserasi
m.sfingter ani) atau komplet (laserasi dinding rektum).
b. Episiotomi mediolateralis
Sayatan disini dimulai dari bagian belakang introitus vagina menuju ke arah
belakang dan samping. Arah sayatan dapat dilakukan ke arah kanan ataupun kiri,
tergantung pada kebiasaan orang yang melakukannya. Panjang sayatan kira-kira 4

182
CSL Semester 5 Edisi Kedua

cm. Sayatan disini sengaja dilakukan menjauhi otot sfingter ani untuk mencegah
ruptura perinei tingkat III. Perdarahan luka lebih banyak oleh karena melibatkan
daerah yang banyak pembuluh darahnya. Otot-otot perineum terpotong sehingga
penjahitan luka lebih sukar. Penjahitan dilakukan sedemikian rupa sehingga
setelah penjahitan selesai hasilnya harus simetris.
c. Episiotomi lateralis
Sayatan disini dilakukan ke arah lateral mulai dari kira-kira jam 3 atau 9 menurut
arah jarum jam. Jenis episiotomi ini sekarang tidak dilakukan lagi, oleh karena
banyak menimbulkan komplikasi. Luka sayatan dapat melebar ke arah dimana
terdapat pembuluh darah pudendal interna, sehingga dapat menimbulkan perdarahan
yang banyak. Selain itu parut yang terjadi dapat menimbulkan rasa nyeri yang
mengganggu penderita.
d. Insisi Schuchardt.
Jenis ini merupakan variasi dari episiotomi mediolateralis, tetapi sayatannya
melengkung ke arah bawah lateral, melingkari rektum, serta sayatannya lebih lebar.

Gambar 1. Jenis Episiotomi

Saat Melakukan Episiotomi


Bila episiotomi dilakukan terlalu cepat, maka perdarahan yang timbul dari luka
episiotomi bisa terlalu banyak, sedangkan bila episiotomi dilakukan terlalu lambat maka
otot-otot dasar panggul sudah sangat teregang sehingga salah satu tujuan episiotomi itu
sendiri tidak akan tercapai. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas banyak penulis
menganjurkan episiotomi dilakukan pada saat kepala janin sudah terlihat dengan
diameter 3 - 4 cm pada waktu his.
Pada penggunaan cunam beberapa penulis melakukan episiotomi setelah
cunam terpasang tetapi sebelum traksi dilakukan, dengan alasan bahwa bila dilakukan
sebelum pemasangan, akan memperbanyak perdarahan serta memperbesar resiko
183
CSL Semester 5 Edisi Kedua

perluasan luka episiotomi yang tidak terkontrol selama pemasangan cunam. Pada
persalinan letak sungsang, episiotomi sebaiknya dilakukan sebelum bokong lahir,
dengan demikian luasnya episiotomi dapat disesuaikan dengan kebutuhan.

PENJAHITAN (REPAIR) RUPTUR PERINEUM DAN EPISIOTOMI

Tujuan penjahitan/ repair :


• Mendekatkan/merapatkan jaringan.
• Menghentikan perdarahan (Hemostasis)

Teknik menjahit robekan perineum


1) Tingkat I : Penjahitan robekan perineum tingkat I dapat dilakukan hanya dengan
memakai catgut yang dijahitkan secara jelujur (continuous suture) atau dengan cara
angka delapan (figure of eight).
2) Tingkat II : Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum tingkat II maupun
tingkat III, jika dijumpai pinggir yang tidak rata atau bergerigi, maka pinggir
bergerigi tersebut harus diratakan terlebih dahulu. pinggir robekan sebelah kiri dan
kanan masing-masing diklem terlebih dahulu, kemudian digunting. Setelah pinggir
robekan rata, baru dilakukan penjahitan luka robekan. Mula-mula otot-otot dijahit
dengan catgut. Kemudian selaput lendir vagina dijahit dengan catgut secara
terputus-putus atau jelujur. Penjahitan selaput lendir vagina dimulai dari puncak
robekan, terakhir kulit perineum dijahit dengan benang sutera secara terputus-putus.
3) Tingkat III : Mula-mula dinding depan rectum yang robek dijahit. Kemudian fasia
perektal dan fasia septum rektovaginal dijahit dengan kromik catgut, sehingga
bertemu kembali. Ujung- ujung otot sfingter ani yang terpisah oleh karena robekan
diklem dingan klem pean lurus. Kemudian dijahit dengan 2-3 jahitan kromik catgut
sehingga bertemu kembali. Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti
menjahit robekan perineum tingkat II. Robekan perineum derajat III B dan C
direkomendasikan untuk direpair oleh dokter umum terlatih atau dibawah supervise
spesialistik oleh karena tingginya risiko inkontinensia anal di kemudian hari.
4) Tingkat IV : Pasien dirujuk ke fasilitas dan tenaga kesehatan yang memadai

Tehnik penjahitan luka episiotomi sangat menentukan hasil penyembuhan luka


episiotomi, bahkan lebih penting dari jenis episiotomi itu sendiri. Penjahitan biasanya
dilakukan setelah plasenta lahir, kecuali bila timbul perdarahan yang banyak dari luka
episiotomi maka dilakukan dahulu hemostasis dengan mengklem atau mengikat
pembuluh darah yang terbuka.
Beberapa prinsip dalam penjahitan luka episiotomi yang harus diperhatikan
adalah sebgai berikut:
1. Penyingkapan luka episiotomi yang adekwat dengan penerangan yang baik, sehingga
restorasi anatomi luka dapat dilakukan dengan baik.
2. Hemostasis yang baik dan mencegah dead space.

184
CSL Semester 5 Edisi Kedua

3. Penggunaan benang jahitan yang mudah diabsorbsi.


4.Pencegahan penembusan kulit oleh jahitan dan mencegah tegangan yang berlebihan.
5. Jumlah jahitan dan simpul jahitan diusahakan seminimal mungkin.
6. Hati-hati agar jahitan tidak menembus rektum.
7. Untuk mencegah kerusakan jaringan, sebaiknya dipakai jarum atraumatik.

Gambar 2. Teknik Penjahitan Metode Konvensional

Gambar 3. Teknik Penjahitan Kontinyu Non Locking

F.PROSEDUR
1) Persiapan
• Bantu ibu mengambil posisi litotomi.
• Tempatkan handuk atau kain bersih di bawah bokong ibu.

185
CSL Semester 5 Edisi Kedua

• Hidupkan lampu sorot.


• Gunakan teknik aseptik pada saat memeriksa robekan atau
episiotomi,kemudian memberikan anestesi lokal dan menjahit luka.
• Cuci tangan WHO
• Pakai sarung tangan steril.
• Dengan menggunakan teknik aseptik, persiapkan peralatan dan bahan-bahan
desinfeksi tingkat tinggi untuk penjahitan.
• Duduk dengan posisi santai dan nyaman sehingga luka bisa dengan mudah
dilihat dan penjahitan bisa dilakukan tanpa kesulitan.
• Gunakan kain/kasa disinfeksi tingkat tinggi atau bersih untuk menyeka vulva,
vagina dan perineum ibu.
• Periksa vagina, serviks dan perineum secara lengkap. Pastikan bahwa
laserasi/sayatan perineum hanya merupakan derajat satu atau dua.
• Ganti sarung tangan dengan sarung tangan steril yang baru setelah melakukan
pemeriksaan rektum.
• Berikan anastesi lokal
 Anestesi Lokal
 Masukkan cairan lidokain ke dalam spuit
 Tusukkan seluruh jarum dari tepi luka pada perbatasan antara mukosa dan kulit
perineum ke arah perineum. Lakukan aspirasi untuk memeriksa adanya darah
dari pembuluh darah yang tertusuk.
 Ulangi seluruh langkah 3 pada sisi lain dari luka. Masing-masing sisi luka akan
memerlukan kira-kira 5 ml lidokain 1%.
 Tunggu selama 2 menit dan biarkan anastesia tersebut bekerja dan kemudian uji
daerah yang di anastesia dengan cara dicubit dengan forceps atau disentuh
dengan jarum yang tajam.
 Penjahitan laserasi
 Buat jahitan pertama kurang lebih 1 cm di atas ujung laserasi di bagian
dalam vagina.
 Tutup mukosa vagina dengan jahitan jelujur, jahit ke bawah ke arah cincin
himen
 Tepat sebelum cincin himen, masukkan jarum ke dalam mukosa vagina lalu
ke bawah cincin himen sampai jarum ada di bawah laserasi.
 Teruskan ke arah bawah tapi tetap pada luka, menggunakan jahitan jelujur,
hingga mencapai bagian bawah laserasi.
 Setelah mencapai ujung laserasi, arahkan jarum ke atas da teruskan
penjahitan menggunakan jahitan jelujur untuk menutup lapisan
subkutikuler
 Tusukan jarum dari robekan perineum ke dalam vagina. Jarum harus keluar
dari belakang cincin himen.
 Ikat benang dengan membuat simpul di dalam vagina. Potong ujung
benang dan sisakan sekitar 1,5 cm.
186
CSL Semester 5 Edisi Kedua

 Ulangi pemeriksaan vagina dengan lembut untuk memastikan bahwa tidak


ada kasa atau peralatan yang tertinggal di dalam.
 Dengan lembut masukkan jari paling kecil ke dalam anus. Raba apakah ada
jahitan pada rectum.
 Cuci daerah genital dengan lembut dengan sabun dan air disinfeksi tingkat
tinggi, kemudian keringkan. Bantu ibu mencari posisi yang lebih aman.

187
CSL Semester 5 Edisi Kedua

ULTRASONOGRAFI DALAM OBSTETRI


dr. Fajriani Damhuri & dr. Efriyan Imantika,M.Sc., Sp.OG

Ultrasonografi (USG) merupakan suatu metoda diagnostik dengan


menggunakan gelombang ultrasonik, untuk mempelajaristruktrur jaringan berdasarkan
gambaran ekho dari gelombang ultrasonik yang dipantulakan oleh jaringan.
Pemeriksaan USG saat ini dipandang sebagai metoda pemeriksaan yang noninovasif,
aman, praktis, dan hasilnya cukup akurat. Alat USG yang sekarang populer dan banyak
beredar dipasaran umumnya dari jenis real time yang mempunyai kualitas resolusi yang
cukup baik, bentuknya lebih kompak dan ringan, serta cara pengoperasiaannya lebih
praktis.

Fisika dasar gelombang Ultrasonik


Pemahaman mengenai sifat fisik gelombang ultrasonik sangat diperlukan di dalam
pemeriksaan USG, antara lain:
1) Untuk mengetahui prinsip kerja, cara pemakaian, dan cara pemeriksaan alat USG
2) Untuk membuat interpretasi gambaran USG, dan mengenal berbagai gambaran
artefak yang ditmbulkan
3) Untuk memahami efek biologik dan segi keamanan dalam penggunaan alat
diagnostik USG yang dewasa ini masih perlu dipantau.

Gelombang ultrasonik sebetulnya merupakan gelombang suara, yang berbeda


dalam hal frekuensinya, oleh karena itu sifat-sifat fisik gelombang suara akan berlaku
juga bagi gelombang ultrasonik. Alat diagnostik USG menggunakan gelombang
ultrasonik yang mempunyai frekuensi antara 1-10 MHz; sedangkan alat yang digunakan
dalam bidang obstetri biasanya mempunyai frekuensi antara 3-5 MHz. Akhir-akhir ini
dikenal pemeriksaan USG dengan menggunakan probe intravaginal yang mempunyai
frekuensi 7.5 Mhz. Kecepatan gelombang suara di dalam suatu medium akan
berbedadari medium lainnya. Perbedaan itu ditentukan oleh sifat akustik medium, yaitu
densitas dan kekakuan dari medium. Kecepatan gelombang suara paling rendah di
dalam udara(330m/det), dan paling tinggi di dalam tulang (4800m/det).
Perangkat USG terdiri dari transducer, monitor, dan mesin
USG.Transducer adalah komponen USG yang ditempelkan pada bagian tubuh yang
akan diperiksa, seperti dinding perut atau dinding poros usus besar pada pemeriksaan
prostat. Di dalam transducer terdapat kristal yang digunakan untuk menangkap pantulan
gelombang yang disalurkan oleh transducer. Monitor merupakan perangkat yang
digunakan untuk menampilkan display hasil USG dan mengetahui arah dan gerakan
jarum menuju sasaran. Mesin USG merupakan bagian dari USG dimana fungsinya
untuk mengolah data yang diterima dalam bentuk gelombang. Mesin USG merupakan
CPU dalam teknologi USG sehingga di dalamnya terdapat komponen-komponen yang
sama seperti pada CPU pada PC termasuk untuk mengubah gelombang hasil USG
menjadi gambar.

188
CSL Semester 5 Edisi Kedua

Refleksi adalah mekanisme pemantulan intensitas gelombang suara oleh


permukaan medium. Makin besar intensitasnya yang dipantulkan, akan semakin sedikit
intensitasyang ditransmisikan ke dalam medium. Udara dan tulang merupakan medium
yang memiliki daya reflektor sangat kuat, sehingga sulit dilalui gelombang suara.
Cairan darah, dan berbagai jaringan lunakj tubuh memiliki daya reflektor yang lemah,
sehingga mudah dilaui gelombang suara.
Absorpsi merupakan mekanisme perubahan intensitas gelombang suara (energi
mekanis) menjadi energi panas. Jaringan tulang memiliki daya absorpsi yang sangat
kuat, sedangkan cairan /darah dan jaringan lunak tubuh mempunyai daya absorpsi yang
lemah.

Pemeriksaan ultrasonografi dalam obstetri


JENIS PEMERIKSAAN USG
a. USG 2 Dimensi
Menampilkan gambar dua bidang (memanjang dan melintang). Kualitas gambar yang
baik sebagian besar keadaan janin dapat ditampilkan. USG 2D hanya menggunakan
dimensi panjang dan lebar. Janin akan tampak samar-samar seperti bayangan tapi
gerakannya terpantau pada layar monitor. Untuk pemeriksaan awal biasanya dokter
menggunakan USG 2D. Jika ditemukan kelainan janin barulah digunakan USG 3D atau
4D.
USG 2D saja sebetulnya sudah sangat memadai untuk melakukan pemeriksaan
kehamilan. Kecuali dalam keadaan kelainan tertentu yang harus dilakukan pemeriksaan
4D, seperti dicurigai adanya kelainan bawaan kecil-kecil. Kalau yang besar2 seperti
hidrosefalus (besar kepala), anensefali (nggak ada batok kepala), amelia (tidak ada
anggota gerak) dll masih bisa 'dilihat' dengan USG 2 D.

b. USG 3 Dimensi
Dengan alat USG ini maka ada tambahan 1 bidang gambar lagi yang disebut koronal.
Gambar yang tampil mirip seperti aslinya. Permukaan suatu benda (dalam hal ini tubuh
189
CSL Semester 5 Edisi Kedua

janin) dapat dilihat dengan jelas. Begitupun keadaan janin dari posisi yang berbeda. Ini
dimungkinkan karena gambarnya dapat diputar (bukan janinnya yang diputar).

c. USG 4 Dimensi
Sebetulnya USG 4 Dimensi ini hanya istilah untuk USG 3 dimensi yang dapat bergerak
(live 3D). Kalau gambar yang diambil dari USG 3 Dimensi statis, sementara pada USG
4 Dimensi, gambar janinnya dapat “bergerak”. Jadi pasien dapat melihat lebih jelas dan
membayangkan keadaan janin di dalam rahim. USG 4D adalah hasil penyempurnaan
dari USG 3D. Menggunakan empat dimensi yakni lebar, panjang, kedalaman plus gerak
(dimensi waktu). Sehingga hasilnya lebih detail dan akurat, karena bisa melihat bentuk
janin secara yang nyata. Bahkan mancung atau peseknya hidung janin pun bisa
diketahui. Alat ini dikembangkan pada tahun 1992 oleh seorang peneliti, Kazunori
Baba dari Institute of Medical Electronics, Universitas Tokyo.

d. USG Doppler
Pemeriksaan USG yang digunakan untuk menilai aliran darah pada arteri umbilikalis,
arteri mediana cerebri dan arteri uterina. Jika terdapat gangguan aliran akibat adanya
konstriksi atau trombosis. Jika terjadi gangguan aliran darah pada janin atau pada ibu
yang menuju janin, maka akan terjadi gangguan pertumbuhan janin. Penilaian ini
dijadikan salah satu item penilaian kesejahteraan janin.

190
CSL Semester 5 Edisi Kedua

Teknik pemeriksaan USG (transabdominal)


1. Posisi pasien dan pemeriksa,
Pemeriksaan umumnya dilakukan pada pasien dalam posisi telentang. Alat USG
ditempatkan di sebelah kanan pasien. Pemeriksaan berada di sebelah kanan pasien,
duduk menghadap ke arah muka pasien dan layar monitor USG.
2. Persiapan,
Pada keadaan tidak hamil atau trimester I, organ genetalia interna masih berada di
dalam rongga pelvis, tertutup masa usus dan dilindungi oleh tulang pelvis. Setiap
pemeriksaan USG pada kehamilan terimester I harus dilakukan dalam keadaan
kandung kencing yang penuh. Pada kehamilan terimester II dan III uterus sudah
cukup besar, sehingga keluar dari rongga pelvis dan mendesak masa usus ke arah
kranial dan lateral, sehingga tidak menutupi uterus lagi.
3. Penggunaan bahan perangkai (coup[ling agent),
Udara dapat menghalangi pemeriksaan USG, dapat dihilangkan dengan memberikan
bahan perangkai, yaitu medium yang mudah dilalui gelombang ultrasonik.

Indikasi pemeriksaan USG obstetri


Indikasi tersebut antara lain:
1) Usia kehamilan yang tidak jelas
2) Tersangka kehamilan multipel
3) Perdarahan dalam kehamilan
4) Tersangka kematian mudigah/janin
5) Tersangka kehamilan ektopik
6) Tersangka kehamilan mola
7) Terdapat perbedaan tinggi fundus uteri dan dan lamanya amenorea
8) Presentasi janin yang tidak jelas
9) Tersangka pertumbuhan janin yang terlambat
10) Tersangka janin besar
11) Tersangka oligohidramnion/polihidramnion
12) Penentuan profil biofisik janin
13) Evaluasi letak dan keadaan plasenta
14) Adanya resiko atau tersangka cacat bawaan
15) Sebagai alat bantu dalam tindakan obstetrik
16) Tersangka kehamilan dengan IUD
17) Tersangka kehamilan dengan kelainan bentuk uterus
18) Tersangka kehamilan dengan tumor pelvik
19) Sebagai alat bantu dalam tindakan intervensi dalam kehamilan

Kontraindikasi
hingga saat ini tidak dikenal adanya kontraindikasi pemeriksaan USG dalam kehamilan.

Pemeriksaan USG pada kehamilan trimester I

191
CSL Semester 5 Edisi Kedua

Kehamilan intrauterin
Pada kehamilan 5 minggu terlihat struktur kantong gestasi berdiameter 5-10 mm,
struktur mudigah belum dapat dideteksi dengan USG. Pada kehamilan 6 minggu terlihat
struktur kantong gestasi berdiameter 15 mm, mudigah kadang-kadang dapat dideteksi,
terutama dengan USG transvaginal. Pada kehamilan 7 minggu terlihat struktur kantong
gestasi berdiameter 25 mm, panjang mudigah mencapai 10 mm, struktur kepala dapat
dibedakan dari badan. Pada kehamilan 8 minggu terlihat struktur kantong gestasi
berdiameter 30 mm, strutur mudigah dapat dilihat lebih jelas, panjangnya mencapai 15-
20 mm. Mulai kehamilan 9 minggu struktur mudigah makin bertambah jelas. Periode
mudigah (embrio) berlangsung dari usia 5-10 minggu, dan setelah 10 minggu disebut
janin (fetus). Pada kehamilan 12 minggu rongga korion dan kantong kuning telur tidak
terlihat lagi.
Kehamilan multipel
Adanya kehamilan multipel secara dini dapat diketahui bila dijumpai lebih dari satu
kantong gestasi. Dapat diketahui jelas mulai kehamila 6 minggu. Diagnosis passti
kehamilan multipel hanya bisa ditegakkan dengan USG bila dijumpai lebih dari satu
mudigah yang menunjukkan tanda-tanda kehidupan, yaitu mulai kehamilan 7 minggu.

Penentuan usia kehamilan


1. Diameter Kantong Gestasi (KG)
Umumya terlihat setelah diameter mencapai 5 mm/lebih. Pengukuran diameter KG
sebaiknya dilakukan dalam 3 dimensi, yaitu kraniokaudal(KK), jarak
anteroposterior(AP), dan jarak transversal(T).
Diameter rata-rata KG adalah:
(KK+AP+T)/3
Salah satu cara penentuan usia kehamilan berdasarkan pengukuran diameter KG
adalah:
Usia kehamilan=diameter KG(cm)+2,543
Sebelum diameter KG mencapai 25 mm, usia kehamilan secara kasar dapat pula
dihitung:
Usia kehamilan(bari)= Diamater KG + 30
Penentuan usia ini cukup baik untuk usia samapai kehamilan 7 minggu. Setelah 7
minggu penentuan Usia Kehamilan sebaiknya didasarkan atas pengukuran
biometri mudigah.
2. Jarak kepala bokong (crown-rump length;CRL)
Ukuran jarakkepala- bokong (JKB) paling baik digunakan untuk menentukan usia
kehamilan pada trimester I. Diusahakan agar mudigah/janin berada dalam sikap
ekstensi, bila perlu mudigah/janin dirangsang dulu agar bergerak dengan cara
perkusi dinding abdomen ibu. Pengukuran JKB untuk menentukan usia kehamilan
sebaiknya tidak dilakukan lagi setelah kehamilan 12 minggu.
3. Diameter biparietal dan femur

192
CSL Semester 5 Edisi Kedua

Penentuan usia kehamilan pada trimester I dapat juga didasarkan pada pengukuran
diameter biparietal dan femur yaitu setelah usia kehamilan 9 minggu, dimana proses
osifikasi telah mencangkup daerah kepala dan femur.

REFERENSI
Bone, E. 2001. Bioteknologi dan Bioetika. Kanisius. Yogyakarta.
Rasad, Sjahriar. 2005. Toraks. Dalam: Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua. Fakultas
Kesehatan Universitas Indonesia
Suririnah. 2008. Buku Pintar Kehamilan dan Persalinan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama
Sastrawinata, Sulaiman. 2004. Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri Patologi. Jakarta:
EGC
http://atem.weblog.com/2008/12/Ultrasonografy-1.html
http://navy102.wordpress.com/2008/10/07/usg-ultra-sonography/
http://cyberwoman.cbn.net.id/cbprtl/Cyberwoman/detail.aspx?x=Mother+And+Baby&y
=Cyberwoman%7C0%7C0%7C8%7C819
http://www.balipost.co.id/BaliPostcetak/2008/5/18/kel2.html
https://dwirahayu011.wordpress.com/2013/06/04/usg-ultrasonography/

193
CSL Semester 5 Edisi Kedua

194
CSL Semester 5 Edisi Kedua

KONSELING

dr. Azelia Nusadewiarti, MPH; dr. Muhammad Aditya, M. Epid

A. TEMA
Keterampilan komunikasi konseling dan menginformasikan kepada pasien tentang
penyakit, diagnosis, rencana pemeriksaan penunjang, tindakan dan terapi, maupun
rehabilitasi.

B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan Instruksional Umum
Mahasiswa mampu memperagakan komunikasi interpersonal khusus dalam
simulasi kelompok, terutama tentang konseling.

2. Tujuan Instruksional Khusus


Mahasiswa diharapkan memiliki keterampilan untuk:
• Mampu menginformasikan kepada pasien informasi secara umum tentang
penyakit, rencana pemeriksaan penunjang, tindakan dan terapi, maupun
rehabilitasi dengan baik dan benar.
• Mampu menciptakan suasana yang nyaman, aman dan menimbulkan rasa
percaya pasien/keluarganya.
• Mampu menyampaikan informasi secara jelas dengan bahasa yang mudah
dimengerti
• Mampu mendengar secara aktif
• Mampu bertanya secara efektif
• Mampu menilai kebutuhan dan perasaan pasien/keluarganya
• Mampu merangsang pasien untuk berbicara, bertanya atau mengemukakan
masalah atau pendapatnya
• Mampu berbicara dengan bahasa pasien/keluarganya
• Mampu menyampaikan pendidikan kesehatan/edukasi.

C. ALAT DAN BAHAN


• Pasien simulasi
• Meja dan kursi periksa
• Kelengkapan periksa (lembar rekam medis, lembar laboratorium, dll yg
diperlukan)
• Media edukasi (jika diperlukan)
195
CSL Semester 5 Edisi Kedua

D. SKENARIO
Laki-laki, usia 25 tahun dengan masalah kelebihan berat badan datang ke
klinik. Keluhan yang dirasakan kini adalah gampang sekali terengah-engah terutama
bila melakukan aktivitas fisik. Selain itu, tubuhnya gampang sekali banjir keringat yang
membuatnya tidak percaya diri.
Hasil pemeriksaan tanda vital TD 110/90 mmHg Nadi 80x/mnt, RR 20x/m,
suhu 36,8oC. Dari hasil pemeriksaan antropometri didapatkan BMI 30. Lingkar perut
102 cm. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil gula darah puasa terganggu
dengan dislipidemia.
Riwayat dalam keluarganya ayah memiliki riwayat obesitas dan darah tinggi,
ibu memiliki riwayat diabetes mellitus. Pasien memiliki kebiasaan tidak pernah
berolahraga, senang makan makanan instan.

E. DASAR TEORI

Konseling adalah tidakan untuk menolong seseorang untuk mengidentifikasi


masalah, menjelaskan permasalahan, dan menemukan alternatif pemecahan masalah,
sehingga orang tersebut mampu untuk memutuskan perkara masalah tersebut. Dengan
kata lain, konseling adalah menolong orang untuk dapat menolong dirinya sendiri.
Konseling medik merupakan konseling yang dilakukan oleh petugas kesehatan,
pada umumnya adalah dokter, yang bertujuan agar pasien dan atau keluarganya dapat
mengambil keputusan akan tindakan yang akan dijalaninya, sehubungan dengan
masalah kesehatan yang dihadapinya.

Tujuan Konseling
Menolong pasien dan atau keluarganya agar mereka dapat:
1. Mengembangkan hubungan sedemikian rupa sehingga mereka merasa dimengerti
untuk selanjutnya dapat secara jujur dan terbuka mendiskusikan persoalannya.
2. Mendapatkan pengertian yang mendalam akan masalah yang mereka hadapi.
3. Mendiskusikan alternatif pemecahan masalah dan menentukan keputusan
4. Merencanakan dan melaksanakan tindakan yang spesifik
5. Merasakan perasaan yang berbeda yang membuat mereka lebih tenang dan
bahagia

196
CSL Semester 5 Edisi Kedua

Peranan Konselor
1. Menyediakan dukungan dan dorongan.
2. Di tahap pengakhiran proses konseling, setelah pasien dan atau keluarganya
dibantu memahami masalahnya baik masalah medik maupun masalah psikososial
yang berkaitan dengan masalah kesehatan tersebut, tindakan selanjutnya adalah
memberikan tawaran pemecahan masalah yang biasanya dalam keadaan
biasa ada 2 atau 3 opsi yang mempunyai keuntungan dan kelemahan yang
hampir sama, sehingga nantinya akan terjadi pengambilan keputusan yang tepat
oleh pasien dan atau keluarganya.

Karakter Konselor yang baik dalam konseling medik:


1. Mempunyai minat yang sungguh-sungguh terhadap orang lain, artinya mau
bekerjasama dan membantu pasien/keluarganya
2. Menghargai hak dan kemampuan pasien/keluarganya untuk membuat
keputusannya sendiri
3. Dapat menerima nilai yang dianut dan sikap pasien/keluarganya yang berbeda
dengan nilai dan sikapnya sendiri
4. Mempunyai daya observasi yang tajam
5. Terbuka untuk pendapat orang lain
6. Mampu mengadakan empati, mendukung pasien/keluarganya, dan sensitif
7. Mampu mengidentifikasi kendala psikologik, sosial dan cultural
pasien/keluarganya
8. Menghargai dan menghormati pasien dan keluarganya
9. Dapat dipercaya dan memegang rahasia pasien/keluarganya

Keterampilan Komunikasi Konselor:


1. Kemampuan menciptakan suasana yang nyaman, aman dan menimbulkan rasa
percaya pasien/keluarganya kepada konselor
2. Mampu menyampaikan informasi secara jelas dengan bahasa yang mudah
dimengerti
3. Mampu mendengar secara aktif
4. Mampu bertanya secara efektif
5. Memiliki kemampuan menilai kebutuhan dan perasaan pasien/keluarganya
6. Mampu merangsang pasien untuk berbicara, bertanya atau mengemukakan
masalah atau pendapatnya
7. Mampu berbicara dengan bahasa pasien/keluarganya
Selain karakter dan keterampilan konselor yang baik, syarat konselor medik yang baik
197
CSL Semester 5 Edisi Kedua

adalalah pengetahuan konselor, antara lain:


1. Pengetahuan terkini yang berkaitan dengan topik yang dibicarakan dengan pasien
dan atau keluarganya, misalnya tentang pengobatan kanker usus atau kanker
lambung dsbnya, termasuk di mana dapat dilakukan serta berapa biayanya.
2. Pengetahuan tentang prognosis dari penyakit yang dibicarakan dengan pasien dan
atau keluarganya.
3. Pengetahuan tentang rujukan, termasuk di mana dapat dilakukan pengobatan
penyakit tersebut serta berapa biayanya.

Tempat Konseling
1. Tempat dimana konseling dilakukan tentunya harus memenuhi syarat, yakni
adanya privasi dan suasana yang tenang.
2. Ruangan konseling sebaiknya merupakan kamar yang terpisah dari kegiatan
pemeriksaan pasien.
3. Pasien dan atau keluarganya hendaknya duduk dalam ruangan yang nyaman.
Dokter dan pasien serta keluarganya dapat berbincang dengan bebas, serta tidak
ada petugas yang keluar dan masuk ruangan tersebut.

Penatalaksanaan Penyakit dengan pendekatan keluarga


(5 level prevention)
← Periode Prepatogenesis → ← Periode Patogenesis →
Interaksi antara ; intrinsik faktor, Masa Masa Penyakit Masa
penyebab penyakit & faktor penyakit Terkendali Lanjut
ekstrinsik dini
↑ ↑ ↑ ↑ ↑
Peningkatan Perlindungan Deteksi Pengobatan/ Pemulihan/
Kesehatan Khusus Dini Tindakan Rehabilitasi

Preventif Primer Preventif Sekunder Preventif


Tertier

Peningkatan Kesehatan (Health Promotion)


• Dilakukan pada orang yang sehat/netral
• Edukasi, nutrisi, olahraga, rumah sehat, konseling, genetik, MCU, perhatian
pada perkembangan kepribadian

198
CSL Semester 5 Edisi Kedua

Perlindungan Khusus (Specific Protection)


• Dilakukan pada orang yang berisiko
• Imunisasi, personal higiene, sanitasi, perlindungan kerja, perlindungan
kecelakaan, penggunaan bahan gizi tertentu, perlindungan terhadap
karsinogenik, menghindari alergen
Deteksi Dini (Early Diagnosis & Prompt Treatment)
• Penemuan kasus (perorangan / kelompok)
• Survei skrining
• Pemeriksaan selektif dengan tujuan pencegahan penyakit berlanjut,
pencegahan menjalarnya penyakit menular, dan pencegahan komplikasi
• Pengobatan awal
Pengobatan dan Tindakan (Disability Limitation)
• Pengobatan lanjut dan lengkap
• Penyediaan fasilitas untuk membatasi atau memperpendek masa ketidak
mampuan (perawatan RS dan perawatan di rumah)
• Konsultasi dan rujukan
• Pelayanan spesialis
• Mencegah kematian
Pemulihan (Rehabilitation)
• Penyediaan fasilitas pelatihan di RS dan masyarakat agar kemampuan yang
tersisa dapat dimanfaatkan secara maksimum
• Edukasi masyarakat dan industri agar menerima mereka yang telah
direhabilitasi
• Sedapat mungkin diusahakan supaya semua dapat bekerja
• Kualitas hidup yang baik dan bermanfaat

Konseling dan edukasi pada pasien tergantung kasusnya pada tingkat/level


pencegahan yang ditemukan.

F. PROSEDUR KONSELING

Langkah Konseling Medis yang baik dapat dilakukan dengan metode 5A


1. ASK
Menggali informasi terkait masalah medis pasien. Hal ini dapat dilakukan dengan
melakukan anamnesis yang sistematis dan baik, informasi terkait masalah pasien
meliputi karakteristik/identitas individu, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit
dahulu, riwayat penyakit dalam keluarga, riwayat sosial/kebiasaan.
199
CSL Semester 5 Edisi Kedua

2. ADVICE
Nasihat/saran terkait penyakit, faktor risiko, penyakit yang mungkin timbul dari
penyakit tersebut, gaya hidup, nutrisi, perilaku, dll. Saran/nasihat disampaikan dengan
jelas, dan tegas bila diperlukan, disesuaikan dengan situasi individu. Dalam
memberikan nasihat dapat dibantu dengan media seperti leaflet, poster, atau media
lainnya.

Misalnya pada konseling pasien obesitas:


“Sangat penting bagi anda untuk mengubah gaya hidup, lebih cepat lebih baik. Dan saya
bisa membantu anda”

“Hanya dengan berolahraga ringan akan sangat membantu anda untuk membentuk
kebiasaan yang lebih baik”

“Saya menyadari bahwa menurunkan berat badan itu tidak mudah. Tapi ini adalah hal
yang paling penting untuk kesehatan anda saat ini dan nantinya. Saya bisa membantu
anda merencanakan program untuk masalah anda.”

3. ASSESS
Konselor menilai kesiapan pasien/keluarganya untuk memecahkan masalahnya.
Konselor dapat menggali potensi dan kendala/tantangan yang ada pada
pasien/keluarganya untuk membantu pasien memecahkan masalahnya.

Sebagian orang umumnya tidak siap dengan perubahan. Perubahan membutuhkan


proses, bukan sekedar langkah tunggal, sehingga memerlukan usaha berkali-kali
sebelum berhasil.

4. ASSIST
Mendampingi pasien atau keluarga untuk mendiskusikan permasalahan, serta menyusun
solusi bersama.

Bila pasien tidak siap


Tanyakan “apakah anda pernah mempertimbangkan untuk melakukan perubahan terkait
masalah kesehatannya?”. Jika iya, tanyakan “menurut anda apa keuntungan untuk
melakukan perubahan sekarang, dibanding nanti?”. Jika pasien menjawab “melakukan
sekarang lebih baik dibandingkan nanti”, lanjutkan dengan bertanya “apa yang
200
CSL Semester 5 Edisi Kedua

membuat anda memutuskan untuk melakukan perubahan lebih cepat?”. Nilai respon
pasien, respon pasien dapat menunjukkan kendala yang dihadapinya.

Intervensi motivasional yang dapat dilakukan bila pasien belum siap atau belum berfikir
untuk melakukan perubahan terkait masalah kesehatannya dapat menggunakan metode
5R.

Relevance: Tanyakan pasien mengapa perlu melakukan perubahan. Dampak akan lebih
besar bila revelan terhadap keluarganya, situasi sosial, keadaan kesehatan, usia, ataupun
karakteristik pasien lainnya.
Risk: Tanyakan/ajak pasien berpikir tentang dampak potensial negatif dari masalah
kesehatannya saat ini, baik dampak jangka pendek maupun panjang.
Rewards: Tanyakan/ajak pasien berpikir tentang keuntungan/dampak positif dari
melakukan perubahan terkait masalah kesehatannya. Sorot yang paling relevan dengan
keadaan pasien.
Roadblock: Tanyakan/ajak pasien berpikir tentang halangan/tantangan dalam
melakukan perubahan. Halangan yang umum biasanya oleh karena takut gagal, kurang
dukungan, depresi. Catat halangan/tantangan yang mungkin akan dihadapi paisen dan
pikirkan pada saat penatalaksanaan pada pasien (misalnya problem solving,
farmakoterapi)
Repetition: ulangi intervensi motivasional setiap pasien yang kurang termotivasi
berkunjung. Sebagian orang umumnya tidak siap dengan perubahan. Bila gagal pada
percobaan awal, beri penjelasan bahwa perubahan membutuhkan proses, bukan sekedar
langkah tunggal, sehingga memerlukan usaha berkali-kali sebelum berhasil.

Intervensi motivasional tidak hanya dapat dilakukan bila pasien belum siap, setelah
tujuan tercapai pun motivasi dapat terus diberikan pada fase maintenance. Memberikan
selamat dan mendorong untuk tetap melakukan program penting dilakukan.

Bila pasien siap


Disain program yang dibutuhkan pasien/keluarganya untuk memecahkan masalah
kesehatannya.

201
CSL Semester 5 Edisi Kedua

Bila dalam proses


Cegah putus program/relaps.
5. ARRANGE FOLLOW UP

Mendiskusikan waktu pertemuan kembali dan target yang diharapkan sudah dipenuhi
oleh pasien. Berikan bantuan selama usaha pasien/keluarganya.

Strategi Konseling
Strategi konseling yang dapat dilakukan:
1. Nasihat/saran yang tegas bila diperlukan
2. Berikan informasi yang jelas dengan menggunakan media
3. Bertanya tapi tidak menginterogasi
4. Ciptakan perhatian pasien tentang kesehatannya, ajak pasien berpikir masalah
kesehatannya, tanyakan apakan pasien pernah mempertimbangkan untuk
melakukan perubahan terkait masalah kesehatannya.
5. Tunjukkan empati, ajak berkomunikasi
6. Keputusan ada pada pasien

Yang sebaiknya tidak dilakukan pada saat konseling:


1. Membujuk
2. Mengajak bercanda terkait masalah kesehatan yang sensitif (misalnya HIV/AIDS,
pasien terminal, dll)
3. Bersikap sinis terhadap masalah kesehatan pasien

G. DAFTAR PUSTAKA
1. Azwar Azrul, Pengantar Pelayanan Dokter Keluarga. Yayasan Penerbit
IDI, Jakata;1996
2. Gan, Goh Lee, at all, A primer On Family Medicine Practice, Sirqutanto.
Keterampilan komunikasi interpersonal khusus [slide perkuliahan].
Jakarta: FKUI.
3. Fiore MC, Jaen CR, Baker TB, et al. Treating Tobacco Use and
Dependence: 2008 Update. Clinical Practice Guideline. Rockville: U.S.
Department of Health and Human Services; Public Health Service; 2008.
4. ngapore International Foundation, Singapore, 2004
5. Konsil Kedokteran Indonesia. Komunikasi Efektif Dokter-Pasien. Jakarta:
KKI. 2006

202
CSL Semester 5 Edisi Kedua

6. Mc Whinney, A Text Book of family Medicine, Oxford University, New


York; 1989
7. Poernomo, Ieda SS. Pengertian KIE dan Konseling. Jakarta: Makalah
Perinasia. 2004
8. Herqutanto. Keterampilan komunikasi interpersonal khusus [slide
perkuliahan]. Jakarta: FKUI.
9. Fiore MC, Jaen CR, Baker TB, et al. Treating Tobacco Use and
Dependence: 2008 Update. Clinical Practice Guideline. Rockville: U.S.
Department of Health and Human Services; Public Health Service; 2008.

H. CEKLIST
Feed Back
No Aspek
INTERPERSONAL
1 Membina sambung rasa
CONTENT
2 Mempersiapkan kondisi dan suasana ruangan
yang nyaman
3 ASK
4 ADVICE
5 ASSESS
6 ASSIST
7 ARRANGE for Follow up
8 Ingatkan informasi-informasi yang penting serta
resume dari penjelasan
9 Memberikan informasi tepat sasaran, waktu,
tempat serta cakupan dan dapat diterima pasien
dengan baik
10 Memegang kendali selama komunikasi dan
menutup komunikasi pada waktu yang tepat
PROFESSIONALISM
11 Melakukan dengan penuh percaya diri, empathy
dan kesalahan minimal
12 Menyampaikan semua informasi sesuai dengan
konteksnya (clinical reasoning)

203
CSL Semester 5 Edisi Kedua

Contoh Skenario Kasus untuk Latihan

1. Kasus Penyakit Hati Menahun


Seorang laki-laki, 56 tahun, tukang cukur di kecamatan Kampung Baru Bandar
Lampung, datang periksa RS Pendidikan Unila dengan keluhan perut terasa membesar
dan terasa penuh. Keluhan dirasakan sejak 2 tahun terakhir. Nafsu makan tidak ada,
badan lemas, kulit terasa lebih kuning semenjak sakit. Batuk tidak ada, nafas biasa.
Riwayat imunisasi Hepatitis belum pernah. Riwayat muntah darah tidak ada.
Sepuluh tahun yang lalu pernah menderita sakit kuning bersama istri dan dirawat
di Rumah Sakit. Istri berusia 50 tahun dengan 4 orang anak, bekerja sebagai petugas
cleaning service di sebuah RS swasta di Bandar Lampung. Pasien mempunyai sebidang
tanah di dekat rumah, namun sudah dijual selama menjalani pengobatan terdahulu.
Semenjak sakit terdahulu pasien sering merasa mual, tidak nafsu makan dan perut terasa
membesar serta badan seringkali menjadi kuning. Pasien juga mempunyai kebiasaan
minum-minuman keras.
Dari pemantauan dokter, penyakit yang diderita pasien akan berlangsung kronis
dan menahun. Berikan Konseling dan edukasi terhadap pasien dan keluarga!

2. Kasus Penyakit Tuberkulosis


Laki-laki, tukang becak, 46 tahun, tinggal di daerah Rajabasa, batuk-batuk sejak
6 bulan ini. Batuk produktif disertai dengan dahak kental dan hijau. 1 bulan terakhir,
batuk disertai dengan dahak dan flek-flek darah. Selama sakit, pasien merasa nafsu
makan berkurang dan badan lebih kurus, meriang, kadang disertai keringat malam.
Lima tahun yang lalu pernah menderita gejala serupa dan berobat di Puskesmas.
Setelah di rontgent dan diperiksa lab darah dan dahaknya, pasien menjalani terapi rutin
melalui suntikan dan minum pil selama hampir 1 tahun. Pasien kemudian menghentikan
pengobatan setela merasa badan sudah agak lebih enak. Selama pengobatan biaya gratis,
pasien hanya mengeluarkan biaya untuk datang periksa ke puskesmas namun selama
sakit pasien tidak kuat lagi untuk bekerja sehingga istrinya yang mencari nafkah sebagai
pelayan di sebuah rumah makan. Pasien mempunyai anak 2 orang yang keduanya
sekolah SD dan SMP. Penghasilan keluarga pasien pas-pasan bahkan kadang
kekurangan.
Pasien sedikit agak khawatir untuk berobat kembali karena takut dimarahi oleh
dokternya. Selain itu pasien merasa dokter puskesmasnya sekarang agak lebih bertele-
tele dalam melakukan pengobatan. Istri pasien juga takut kalau penyakit ini dinyatakan
menular dia akan diberhentikan dari tempatnya bekerja. Lakukan Konseling dan edukasi
terkait penyakit dan permasalahan pasien!
204
CSL Semester 5 Edisi Kedua

PENYULUHAN MASSAL
Dr. dr. Reni Zuraida, M.Si

A. TEMA

Pada pertemuan pertama mahasiswa belajar secara konsep dan teori tentang komunikasi
massal serta mencoba berlatih dengan instruktur. Sebelum pertemuan kedua diberikan
penugasan ke mahasiswa untuk mempersiapkan materi serta media penyuluhan yang
akan di presentasikan di pertemuan kedua. Judul topik penyuluhan berupa Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), Penyuluhan tentang Merokok, Penyuluhan tentang
Kontrasepsi serta penyuluhan tentang penyakit menular seperti TBC, Demam Berdarah
dan Malaria. Pembagian topik ini diberikan oleh instruktur di akhir pertemuan pertama.

B. TUJUAN PEMBELAJARAN :
a. Tujuan instruksional umum
Mampu melakukan komunikasi massal (penyuluhan kesehatan)
b. Tujuan instruksional khusus
1. Mampu melakukan komunikasi massal dalam lingkup penyuluhan kesehatan
pada masyarakat
2. Mampu memilih metode yang tepat dalam melaksanakan komunikasi massal
3. Mampu membina hubungan yg terjadi antara dokter dengan pasien karena
adanya tanggung jawab & kewajiban profesi dokter terhadap pasien

C. ALAT DAN BAHAN


1. Kursi
2. Meja
3. Media penyuluhan (slide power point, poster, lembar balik/ flipchart, leaflet
alat peraga, dsb)

D. SKENARIO
Seorang mahasiswa kedokteran sedang menjalani Blok IKKOM mendapatkan
tugas untuk melakukan penyuluhan di sebuah desa binaan kampus. Sang mahasiswa
sudah mempunyai topik untuk penyuluhan sesuai dengan kondisi lingkungan di desa
tersebut namun dia bingung bagaismana cara penyampaiannya dan seperti apa format
penyuluhan yang cocok untuk dia lakukan.

205
CSL Semester 5 Edisi Kedua

E. DASAR TEORI
Komunikasi massal merupakan komunikasi yang menggunakan saluran (media)
dalam menghubungkan komunikator dan komunikan secara massal, berjumlah banyak,
bertempat tinggal yang jauh (terpencar), sangat heterogen, dan menimbulkan efek
tertentu. (Ardianto, 2004).
Penyuluhan kesehatan merupakan bagian dari komunikasi massal, penyuluhan
kesehatan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara menyebarkan pesan,
menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi
juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan.
Penyuluhan kesehatan adalah gabungan berbagai kegiatan dan kesempatan yang
berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan, dimana individu,
keluarga, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan ingin hidup sehat, tahu
bagaimana caranya dan melakukan apa yang bisa dilakukan, secara perseorangan
maupun secara kelompok dan meminta pertolongan (Effendy, 1998).
Pendidikan kesehatan adalah suatu proses perubahan pada diri seseorang yang
dihubungkan dengan pencapaian tujuan kesehatan individu dan masyarakat.

Tujuan pendidikan kesehatan adalah:


1. Tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam
membina dan memelihara perilaku hidup sehat dan lingkungan sehat, serta
berperan aktif dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.
2. Terbentuknya perilaku sehat pada individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat yang sesuai dengan konsep hidup sehat baik fisik, mental dan
sosial sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian.
3. Menurut WHO tujuan penyuluhan kesehatan adalah untuk merubah perilaku
perseorangan dan atau masyarakat dalam bidang kesehatan.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan terhadap sasaran dalam keberhasilan penyuluhan
kesehatan adalah:
1. Tingkat Pendidikan
Pendidikan dapat mempengaruhi cara pandang seseorang terhadap informasi
baru yang diterimanya. Maka dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat
pendidikannya, semakin mudah seseorang menerima informasi yang
didapatnya.
2. Tingkat Sosial Ekonomi
Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang, semakin mudah pula dalam
menerima informasi baru.

206
CSL Semester 5 Edisi Kedua

3. Adat Istiadat
Pengaruh dari adat istiadat dalam menerima informasi baru merupakan hal
yang tidak dapat diabaikan, karena masyarakat kita masih sangat menghargai
dan menganggap sesuatu yang tidak boleh diabaikan.
4. Kepercayaan Masyarakat
Masyarakat lebih memperhatikan informasi yang disampaikan oleh orang–
orang yang sudah mereka kenal, karena sudah timbul kepercayaan masyarakat
dengan penyampai informasi.
5. Ketersediaan Waktu di Masyarakat
Waktu penyampaian informasi harus memperhatikan tingkat aktifitas
masyarakat untuk menjamin tingkat kehadiran masyarakat dalam penyuluhan.
Metode yang dapat dipergunakan dalam memberikan penyuluhan kesehatan adalah
(Notoatmodjo, 2002):
1. Metode Ceramah
Adalah suatu cara dalam menerangkan dan menjelaskan suatu ide,
pengertian atau pesan secara lisan kepada sekelompok sasaran sehingga
memperoleh informasi tentang kesehatan.
2. Metode Diskusi Kelompok
Adalah pembicaraan yang direncanakan dan telah dipersiapkan tentang
suatu topik pembicaraan diantara 5–20 peserta (sasaran) dengan seorang
pemimpin diskusi yang telah ditunjuk.
3. Metode Curah Pendapat
Adalah suatu bentuk pemecahan masalah di mana setiap anggota
mengusulkan semua kemungkinan pemecahan masalah yang terpikirkan
oleh masing – masing peserta, dan evaluasi atas pendapat – pendapat tadi
dilakukan kemudian.
4. Metode Panel
Adalah pembicaraan yang telah direncanakan di depan pengunjung atau
peserta tentang sebuah topik, diperlukan 3 orang atau lebih panelis dengan
seorang pemimpin.
5. Metode Bermain peran
Adalah memerankan sebuah situasi dalam kehidupan manusia dengan
tanpa diadakan latihan, dilakukan oleh dua orang atu lebih untuk dipakai
sebagai bahan pemikiran oleh kelompok.
6. Metode Demonstrasi
Adalah suatu cara untuk menunjukkan pengertian, ide dan prosedur
tentang sesuatu hal yang telah dipersiapkan dengan teliti untuk
207
CSL Semester 5 Edisi Kedua

memperlihatkan bagaimana cara melaksanakan suatu tindakan, adegan


dengan menggunakan alat peraga. Metode ini digunakan terhadap
kelompok yang tidak terlalu besar jumlahnya.
7. Metode Simposium
Adalah serangkaian ceramah yang diberikan oleh 2 sampai 5 orang dengan
topik yang berbeda tetapi saling berhubungan erat.
8. Metode Seminar
Adalah suatu cara di mana sekelompok orang berkumpul untuk membahas
suatu masalah dibawah bimbingan seorang ahli yang menguasai
bidangnya.

F. PROSEDUR
Langkah-langkah dalam penyuluhan kesehatan masyarakat:
1. Mengkaji kebutuhan kesehatan masyarakat.
2. Menetapkan masalah kesehatan masyarakat.
3. Memprioritaskan masalah yang terlebih dahulu ditangani melalui penyuluhan
kesehatan masyarakat.
4. Menyusun perencanaan penyuluhan
5. Menetapkan tujuan
6. Penentuan sasaran
7. Menyusun materi/isi penyuluhan
8. Memilih metoda yang tepat
9. Menentukan jenis alat peraga yang akan digunakan
10. Penentuan kriteria evaluasi.
11. Pelaksanaan penyuluhan
12. Penilaian hasil penyuluhan
13. Tindak lanjut dari penyuluhan

G. DAFTAR PUSTAKA

1. Anwar. Promosi kesehatan. graha ilmu : Yogyakarta; 2010


2. Fitriani. Jurnal penyuluhan dan sasaran kesehatan masyrakat. Jakarta; 2011
3. Departemen Kesehatan RI, Pusat Promosi Kesehatan, Pedoman Pengelolaan
Promosi Kesehatan, Dalam Pencapaian PHBS, Jakarta 2008

208
CSL Semester 5 Edisi Kedua

H. CEKLIST PENYULUHAN MASSAL

FEED
NO ASPEK
BACK
INTERPERSONAL
1 Membina rapport (ramah, salam, sikap terbuka)
2 Memperkenalkan diri (nama, asal instansi)
3 Wajah ramah, senyum, posisi tubuh baik, kontak mata,
berpakaian rapi dan sesuai
CONTENT
4 Pendahuluan
- Menjelaskan tujuan penyuluhan
-Menjelaskan definisi ( bila tentang penyakit)
5 Isi
-Menjelaskan latar belakang
-Menjelaskan isi
-Menjelaskan dengan bahasa yang sesuai dengan
audiens (tingkat pendidikan, suku, sosial ekonomi)
-Menggunakan media (alat bantu peraga, media audio
visual, dll)
-Menyampaikan informasi dengan lengkap
-Memberikan kesempatan pada audiens untuk bertanya
6 Penutup
-Menyampaikan resume (ringkasan, take home
message, persuasif)
-Menutup komunikasi dengan tepat
PROFESSIONALISM
7 Melakukan dengan penuh percaya diri dan kesalahan
minimal
8 Memegang kendali selama penyuluhan

209

Anda mungkin juga menyukai