Anda di halaman 1dari 7

1.

Mekanisme terjadinya fertilisasi dan implantasi


A. Fertilisasi
Fertilisa adalah Peristiwa fertilisasi terjadi di saat sel spermatozoa dilepaskan dan
dapat membuahi ovum di ampula tuba fallopi. Sekitar 1 juta yang dapat berenang
melalui serviks, ratusan yang dapat mencapai tuba fallopi dan hanya 1 yang dapat
membuahi sel telur. Sel spermatozoa mempunyai rentang hidup sekitar 48 jam.
Kapasitasi merupakan suatu masa penyesuaian di dalam saluran reproduksi betina,
berlangsung sekitar 7 jam. Selama itu suatu selubung glikoprotein dari plasma
semen dibuang dari selaput plasma yang membungkus daerah akrosom
spermatozoa. Sedangkan reaksi akrosom terjadi setelah penempelan spermatozoa
ke zona pelusida. Reaksi tersebut membuat pelepasan enzim-enzim yang
diperlukan untuk menembus zona pelusida yang terdapat pada akrosom (Sadler,
1996) Oosit (ovum) akan mencapai tuba satu jam lebih setelah diovulasikan.
Ovum ini dikelilingi oleh korona dari sel-sel kecil dan zona pelusida yang
nantinya akan menyaring sel spermatozoa yang ada sehingga hanya satu sel yang
dapat menembus ovum. Sel telur yang telah dibuahi akan membentuk zigot yang
terus membelah secara mitosis menjadi dua, empat, delapan, enam belas dan
seterusnya.

B. Implantasi
Implantasi atau disebut juga dengan nidasi merupakan proses
tertanamnyaembrio yang merupakan hasil dari konsepsi, ke dinding uterus
(endometrium) untuk selanjutnya mengalami perkembangan.Implantasi biasanya
terjadi pada hari ke-5 sampai hari ke-8 dari perkembangan embrio. Menjelang
terjadi implantasi, zona pelusida lenyap dengan jalan lisis.Sebelum implantasi,
cairan blastosul mengandung banyak ion kalium dan bikarbonat. Bahan ini berasal
dari cairan rahim.Setelah terjadi implantasi, jumlah kalium dan bikarbonat
berkurang, sehingga sama dengan kadar yang terdapat di dalam serum induk.

Proses implantasi terjadi setelah melalui proses fertilisasi dan proses claveage
(pembelahan). Tepat saat berbentuk morula (mengalami pembelahan menjadi 32
sel), embrio mulai memasuki uterus. Proses pembelahan masih tetap terjadi.
Ketika akan mengalamai implantasi, embrio yang berupa blastosit. Pertama, zona
pellucida akan terlepas sebagai aktivitas dari enzim proteolitik dari airan uterus
disebut proses hatching. Lalu bagian dari blastosit, yaitu tropoblast akan
menempel pada endometrium dan berkembang menjadi plasenta yang berfungsi
sebagai penyuplai zat-zat makanan kepada fetus.

Saat
berkontak dengan endomterium, sel tropoblas melepaskan enzim pencerna
protein, memungkinkan sel-sel tropoblas melakukan penetrasi ke dalam
endometrium. Selain membuat lubang yang penting untuk implantasi, pemecahan
dinding endometrium yang kaya nutrisi juga penting untuk sumber bahan bakar
dan bahan baku metabolisme. Selanjutnya, membran plasma tropoblas tersebut
berdegenerasi membentuk sinsitium yang multinukleat yang nantinya menjadi
plasenta bagian fetal.Jaringan endometrium yang mengalami modifikasi pada
tempat implantasi disebut desidua. Melalui respon terhadap caraka kimia yang
dilepaskan oleh blastokis, sel endomterial mensekresikan prostaglandin yang
secara lokal menyebabkan peningkatan vaskularisasi, edema dan peningkatan
penyimpanan nutrisi. Saat implantasi selesai, seluruh blastokis terbenam ke dalam
endometrium dan sel tropoblas terus mencerna sel desidua disekitarnya untuk
menyediakan energi bagi embrio sampai plasenta terbentuk.

2. Mekanisme terjadi aborsi dan prematur pada pedet sapi?


Penyebab aborsi pada pedet sapi biasanya disebabkan oleh beberapa penyakit
salah satunya adalah penyakit brucelososis, Kuman Brucella spp terdiri atas 6 genus
yaitu B.abortus, B.suis, B.canis, B.ovis, B.melitensis dan B. neotomae. Tidak semua
genus menimbulkan penyakit, hanya 5 jenis dari genus ini yang potensial
menimbulkan penyakit pada hewan danmanusia yaitu B.abortus pada sapi, B.suis
pada babi, B.canis pada anjing, B.ovis pada domba jantan dan B melitensis pada
kambing dan domba (Acha dan Boris,2000).
Mekanismenya adalah Brucella apabila masuk kedalam sel epitel akan
dimakan oleh neutrofil dan sel makrofag masuk ke limfoglandula. Bakteremia muncul
1 – 3 minggu setelah infeksi apabila sistem tubuh tidak mampu mengatasi. Biasanya
Brucella terlokalisir ada sistem reticuloendothelial seperti hati, limpa dan sumsum
tulang belakang dan membentuk granuloma (Noor, 2006). Brucella mempunyai
komponen yang terdiri dari membran sitoplasma dan dinding sel. Dinding sel Brucella
abortus terdiri dari peptidoglikan, protein dan membran luar. Membran luar terdiri
dari lipoprotein dan lipopolisakarida. Protein dinding sel dari setiap galur Brucella
abortus sebagian mempunyai kesamaan dalam komposisi asam amnionya. Respon
serologik pasca infeksi pada infeksi alami akan muncul setelah 2 sampai 4 minggu,
akan tetapi respon ini sangat bervariasi dan bahkan kadang-kadang tidak terjadi.
Invasi bakteri pada uterus yang bunting akan menghasilkan antibodi dalam jumlah
besar dan berlangsung terus menerus. Respon humoral pada awal infeksi akan
diproduksi IgM diikuti IgG dan IgG2 serta IgA (Neta et al., 2010).
Pada sapi bunting, membrane korialantoik meradang dan terjadi ulserasi serta
bakteri dapat menyebar melalui darah ke janin dan plasenta. Keberadaan bakteri pada
lokasi tersebut karena adanya kehadiran gula erithritol yang sangat disukai oleh
Brucella abortus karena dapat dimetabolisme sebagai sumber karbon dan energi,
dimana bakteri akan terkonsentrasi di korion, kotiledon dan cairan janin. Pada sapi
dewasa yang bunting, bakteri akan menginfeksi ambing dan infeksi ambing ini sering
menimbulkan gejala klinis tanpa lesi. Kuman Brucella terlokalisasi dan bereplikasi
terutama pada makrofag dari sekresi mammae atau fagosit dan merupakan sumber
penting untuk terjadinya infeksi ulang secara periodik dan berpotensi untuk
menginfeksi anak sapi dan manusia melalui susu. Oleh karena itu, jika sapi kemudian
menjadi bunting, uterus dapat terinfeksi selama pada fase bakterimia selanjutnya
(Austvetplan, 2005).
Kusmawati et al,. (2008) Perjalanan infeksi sehingga terjadi aborsi berawal
dari masuknya spora cendawan ke dalam tubuh hewan melalui alat pernapasan dan
pencernaan, kemudian dibawa ke plasenta melalui aliran darah, dan menyebabkan
peradangan, sehingga pertumbuhan fetus terhambat. Kebanyakan aborsi terjadi pada
bulan kelima sampai ketujuh masa kebuntingan, tetapi dapat berlangsung dari bulan
keempat sampai waktu lahir. Fetus umumnya dikeluarkan dalam keadaan mati, tetapi
pada beberapa kasus terjadi kelahiran prematur atau fetus lahir pada waktunya dalam
keadaan hidup tapi lemah dan mati segera sesudah lahir.
3. Apakah CL Bergelombang atau Tidak?
Corpus luteum tidak terjadi bergelombang, corpus luteum muncul sekali
dalam 1 kali periode siklus estrus untuk melengkapi siklus tersebut dengan fungsi-
fungsi tertentu. Corpus luteum muncul pada saat terjadinya ovulasi jika tidak terjadi
ovulasi tidak ada corpus luteum dikarenakan bahwa terjadinya ovulasi terjadi dapat
memicu oleh lutenizin hormon sehingga bisa membentuk corpus luteum /bandan
kuning. Selanjutnnya corpus luteum akan terus berada jika terjadinya pembuahan atau
fertilisasi maka corpus luteum ini akan selalu ada sehingga dapat memproduksi
hormon progeteron secara terus menerus karena hormon progesteron memiliki perang
penting untuk melindungi fetus dalam proses perkembangna fetus hingga akhir
sebelum partus, jika tidak terjadinya pembuahan maka korpus luteum akan regresi dan
menghilang sendiri pada fase akhir luteal dikarenakan ada sistem kerja feedback dari
hormon progesteron kepada hipofisa anterior untuk memicu Gona drotopin releasing
hormon untuk memproduksi hormon Folikel stimulation hormon sehingga dapat
memicu perkembangkan folikel berikut pada siklus awal.
4. Kenapa rekruitmen folikel yang baru di gelombang ke 2 dan ke 3 setelah folikel
dominan mengalami atresia dan kenapa folikel domina atresia pada gelombang
kedua dan ke 3 dan tidak ovulasi?
Munculnya gelombang folikel pada sapi ditandai dengan pertumbuhan
mendadak (dalam 2-3 hari) dari 8-41 folikel kecil yang awalnya terdeteksi oleh
ultrasonografi pada diameter 3-4 mm, Laju pertumbuhan yang sama antara folikel
gelombang selama sekitar 2 hari, setelah itu satu folikel kemudian dipilih untuk
melanjutkan pertumbuhan (folikel dominan) sedangkan sisanya menjadi atretik dan
regresi (folikel subordinat). Dalam siklus estrus dua dan tiga gelombang, munculnya
gelombang folikel pertama terjadi konsisten pada hari ovulasi (hari 0). Munculnya
gelombang kedua terjadi pada hari ke-9 atau ke-10 untuk siklus dua gelombang, dan
pada hari ke-8 atau ke-9 untuk siklus tiga gelombang. Dalam siklus tiga gelombang,
gelombang ketiga muncul pada hari ke 15 atau 16. Di bawah pengaruh progesteron
(misalnya, diestrus, kehamilan), folikel dominan dari gelombang yang berurutan
adalah anovulasi dan mengalami atresia. Folikel dominan yang ada pada permulaan
luteolisis menjadi folikel ovulasi, dan munculnya gelombang berikutnya ditunda
sampai hari ovulasi berikutnya. Korpus luteum mulai mengalami regresi lebih awal
dalam siklus dua gelombang (hari ke-16) dibandingkan dengan siklus tiga gelombang
(hari ke-19), menghasilkan siklus estrus yang lebih pendek (masing-masing 20 hari
vs. 23 hari). Oleh karena itu, pepatah siklus estrus 21 hari sapi hanya ada sebagai rata-
rata antara siklus dua dan tiga gelombang.
Folikel dominan tidak dapat diovulasikan bila pada fase luteal masih adanya
corpus luteum karena korpus luteum masih memproduksi progesteron dan menekan
produksi terbatasnya frekuensi LH tidak dapat memicu terjadinya ovulasi pada
folikel tersebut sehingga terjadinya atresia pada folikel dominan dan pada saat
tinnginya progesteron maka hormon FSH dan LH menurun maka bisa mengakibatkan
atresis pada folikel dominan, dan proses atresia folikel pada gelombang ke 2 dan
ketiga karena folikel tersebut dapat menekan oleh folikel yang telah menjadi dominan
pada gelomban ke 2 dan ke 3 sehingga tidak bisa berkembang ke tahap berikut.
Folikel besar yang muncul pada saat luteolisis akan menjadi folikel dominan dan
selanjutnya mengalami ovulasi pada fase folikuler. Jika luteolisis terjadi selama fase
pertumbuhan folikel dominan dan pematangan dan ovulasi terjadi, jika selama
pertumbuhan tidak terjadi luteolisis selama fase pertumbuhan dan pemeliharaan
folikel nasibnya adalah atresia.
Daftar Pustaka

Acha PN and Boris S. Zoonosis and Communicable Disease Common to Man and Animal.
Volume 1: Bacterioses and Mycoses, 3rd ed. Washington. 2003
Ausvetplan.(2005). Disease strategi Bovine brucellosis
.Http://animalhealthautralia.com.au/wpoentent/uploads/2011/04/bruce3fin al.pdf
Accessed2013 August 27.
Kanitz, W. 2003.Folicular Dinamic and Ovulation in cattle- a review. Arch. Tierz. Vol.2.
189.
Kusmawaty. Susan, M. Noor and Supar. 2005. Lepstopirosis Pada Hewan Dan Manusia.
Wartozoa Vol. 15. No.4..
Neta, A. V. C. , J. P. S. Mol, M. N. Xavier, T. A. Paixao, A. P. Lage , R. L. Santos 2010.
Phatogenesis of Bovine Brucelosis. The veterinary Jurnal . vol. 184: 146-155.
Noor, S. M. (2006). Brucelosis: PenyakitZoonosi Yang Belum Dikenal Di Indonesia. Balai
Penelitian Veteriner. Bogor No.30.Vol 16.(1).
Sadler , p. L., Anucleate caenorhabditis elegan sperms can crawl fertilize oocyte and direct
anterior posterior polarization of the 1 cell embrio .

Anda mungkin juga menyukai