Anda di halaman 1dari 5

TUGAS

GAMBARAN DISTRIBUSI PANGAN


Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah EPG

DOSEN PEMBIMBING
HR. Agus Bachtiar, M.Kes

Disusun oleh :
Vinka Citra Primadisya
NIM. P20631119037

PROGRAM STUDI DIPLOMA III GIZI TASIKMALAYA


JURUSAN GIZI POLITEKNIK KESEHATAN TASIKMALAYA
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
2021
Gambaran Distribusi Pangan di Masa Pandemi
Organisasi Pangan dan Pertanian atau Food and Agriculture Organization (FAO)
memperingatkan akan terjadi kelangkaan dan darurat pangan di tengah pandemi virus Korona
(Covid-19). Pembatasan sosial dan skema penguncian (lockdown) yang diterapkan di banyak
negara akan memengaruhi produksi pertanian global. Pemerintahan Presiden Joko Widodo
(Jokowi) harus mampu secara cepat mengantisipasi sinyal FAO ini untuk menjaga
ketersediaan bahan pangan dan menyelamatkan petani lokal.
Meski pemerintah sudah memastikan stok sejumlah bahan pangan seperti beras, gula,
daging, minyak goreng dan bawang putih mencukupi kebutuhan, faktor distribusi dan daya
beli warga sangat memengaruhi aksesibilitasnya. Ketidaklancaran transportasi akibat
penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk memutus mata rantai penyebaran
Covid-19 sudah mulai menunjukkan dampaknya. Kenaikan harga bahan pangan di sejumlah
daerah masih tergolong relatif kecil, namun pemerintah harus mewaspadai permainan para
mafia pangan yang kerap menumpuk bahan kebutuhan dasar ini guna menjaga stabilitas
harga di tingkat konsumen dan produsen pangan.
Di tengah pandemi Covid-19 ini, disrupsi yang dihadapi petani akan kian kencang dan
rantai pasok pangan akan mengalami gangguan yang serius yang pada gilirannya
meningkatkan kepanikan sosial dan darurat pangan di tengah warga. Pemerintah patut
menyusun langkah-langkah konkrit untuk mencegah darurat pangan dan percepatan memutus
mata rantai penyebaran virus korona Covid-19.
Sebab, jika penyebaran semakin meluas tidak saja korban Covid-19 bertambah, tetapi juga
proses produksi pangan nasional dapat terganggu yang berimplikasi turunnya stok pangan
dalam negeri. Mengingat sebagian besar negara maju masih mengalami paparan virus ini,
diduga mereka akan menerapkan pengetatan pemeriksaan barang di pintu masuk dan keluar.
Kondisi ini sangat berpotensi menyebabkan penurunan masuknya bahan pangan impor ke
Indonesia.
Di sisi lain, wabah virus Covid-19 yang sudah berdampak terhadap pengurangan jam kerja di
kantor, termasuk di sekolah dan universitas telah memengaruhi kinerja pekerja di sektor
pengolahan pangan dan pertanian. Pengunjung yang menurun di kantin, restoran, mal dan
penerapan PSBB telah berpengaruh signifikan terhadap penurunan penjualan bahan pangan.
Fenomena disrupsi pasar ini bermuara pada sebagian produsen pangan menghadapi ironi. Di
satu sisi, gangguan produksi pangan tidak terhindarkan. Sekadar menyebut contoh, para
peternak ayam rakyat telah memangkas produksi sekedar untuk penyesuaian pada penurunan
permintaan.
Harga ayam di tingkat peternak yang anjlok telah mendorong produsen ayam pedaging
memotong sekitar 50% produksinya seiring permintaan yang melandai. Kerugian yang
dialami oleh peternak ayam rakyat menjadi sebuah keniscayaan.
Di sisi lain sebagian masyarakat berbondong-bondong mencari produk pangan di saat stay at
home seperti sekarang. Situasi ini menggambarkan ada masalah di soal kelancaran distribusi.
Konsumen kurang memperoleh pasokan pangan di pusat-pusat perdagangan pangan yang saat
ini kerap defisit pengunjung.
Mekanisme pasokan pangan patut mendapat perhatian dari pemerintah kabupaten/kota untuk
menjamin harga yang terjangkau di tingkat konsumen dan memberi kesejahteraan kepada
produsen pangan. Kelancaran pasokan logistik sektor pangan menjadi anak kunci
keberhasilan untuk terhindar dari krisis kebutuhan dasar ini. Jika terganggu, produk pertanian
tidak terserap sementara harga di tingkat konsumen naik secara tidak wajar.
Dampak
a. Sebelum Pandemi
Sebelum kebijakan PSBB diberlakukan, gangguan distribusi pangan telah menyebabkan
ketidakstabilan harga. Seminggu sebelum penerapan PSBB diterapkan di Jakarta, pemasokan
beras, baik itu dari Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur mengalami keterlambatan
meskipun stok melimpah. Adanya kekhawatiran untuk masuk ke wilayah pusat penyebaran
virus atau kekhawatiran truk mereka akan tertahan di Jakarta, menjadi beberapa alasan yang
disampaikan terkait gangguan distribusi (Ramadhan 2020). Harga bahan pokok yang
dikumpulkan oleh BPS (2020) melalui Census and Economic Information Center (CEIC)
menunjukkan adanya peningkatan sejak awal 2020, utamanya pada bulan Maret ketika dua
kasus pertama Covid-19 di Indonesia diumumkan. Peningkatan terjadi pada harga rata-rata
komoditas pangan, seperti beras berkualitas sedang, daging sapi, daging ayam, gula, minyak,
dan telur. Analisis data oleh Noor (2020), menunjukkan dinamika harga komoditas pangan
pokok sebelum dan saat pandemi Covid-19. Fluktuasi harga terjadi berdasarkan segmentasi
periodik. Hasil analisis harga pangan pokok sebelum dan sesudah PSBB secara umum lebih
tinggi setelah PSBB.
Harga pangan pokok yang meningkat secara signifikan setelah PSBB (16 Maret‒23
September 2020) meliputi beras, gula pasir, dan bawang merah di Bandung, Jakarta, dan
nasional. Harga minyak goreng curah turun signifikan setelah PSBB baik di Bandung,
Jakarta, maupun nasional. Harga telur ayam turun signifikan di Jakarta, tetapi relatif tetap di
Bandung dan nasional. Peningkatan harga beras, gula pasir, dan bawang merah menunjukkan
adanya pengelolaan rantai pasok yang bermasalah setelah penerapan PSBB di berbagai
daerah. Harga minyak goreng turun setelah PSBB sebagai dampak berkurangnya permintaan
hotel, restoran, maupun katering. Harga telur relatif tetap di tingkat nasional setelah PSBB,
tetapi meningkat lagi seiring penurunan suplai yang menyesuaikan permintaan.
Margin pemasaran sebelum dan sesudah PSBB bervariasi antara Jawa Barat dan Jakarta serta
pada tingkat nasional. Margin pemasaran naik untuk komoditas yang dikendalikan secara
monopoli/oligopoli setelah PSBB untuk komoditas beras dan gula pasir di Bandung, margin
pemasaran komoditas lainnya turun. Margin pemasaran untuk beras, gula pasir, dan minyak
goreng di Jakarta, naik setelah PSBB, sedangkan di tingkat nasional, margin pemasaran yang
naik adalah gula pasir dan minyak goreng, margin pemasaran beras tetap, dan komoditas
lainnya turun.
b. Setelah Pandemi
Stok sejumlah bahan pangan sudah dipastikan pemerintah dapat mencukupi kebutuhan
masyarakat. Namun, aksesibilitasnya sangat dipengaruhi oleh aspek distribusi dan daya beli
warga. Dampak dari penerapan PSBB sebagai upaya memutus mata rantai penyebaran Covid-
19, salah satunya adalah adanya ketidaklancaran transportasi. Kenaikan harga bahan pangan
di sejumlah daerah sekalipun masih tergolong relatif kecil, tetapi tetap berpengaruh terhadap
daya beli masyarakat/konsumen. Pemerintah harus mewaspadai bahan kebutuhan dasar ini
guna menjaga stabilitas harga di tingkat konsumen dan produsen pangan (Sibuea 2020).
Risiko dampak PSBB terhadap pasokan pangan dapat menyebabkan rantai pasokan pangan
terganggu karena beberapa produk, bahan atau bahan mentah pangan tidak tersedia atau sulit
didapatkan. Secara umum kondisi dan volume penyerapan bahan pangan dari petani oleh para
pedagang dan pasar tujuan pasokan di berbagai lokasi juga berkurang dan terbatas,
menyebabkan disrupsi pola rantai pasok pangan mulai dari produsen, distributor, pedagang,
hingga konsumen. Dinamika atau tepatnya disrupsi terhadap rantai pasok komoditas pangan
pokok sebagai dampak pandemi Covid-19, tidak hanya menjadi perhatian pemerintah, tetapi
menjadi fokus seluruh komponen bangsa, termasuk swasta dan masyarakat.
Langkah solusi
Proses pengiriman barang harus memperhatikan keamanan operator pengiriman, baik
supir truk maupun pengemudi transpor-tasi daring, dari risiko penularan wabah. Dengan
penerapan protokol kesehatan, armada ini dilengkapi dengan persediaan masker, hand
sanitizer, dan bahan pembersih armada dan barang bawaan. Dengan melakukan sistem
pembelanjaan secara daring, potensi penularan wabah terhadap pegawai toko retail
diharapkan dapat dikurangi. [ CITATION Iwa20 \l 1033 ]
Jika seandainya seluruh provinsi di Pulau Jawa yang merupakan sentra produsen
pangan menerapkan PSBB, mekanisme distribusi pangan ke provinsi lain patut menjadi
perhatian. Setiap provinsi, termasuk sentra produsen pangan akan memprioritaskan
kebutuhan daerah masing-masing. Situasi ini menimbulkan tantangan bagi provinsi lainnya
yang bukan produsen pangan. Langkah solusinya paling tidak dua hal berikut menjadi
pertimbangan untuk dilakukan.
Pertama, menata ulang peta distribusi pangan. Dalam waktu dekat ini pemerintah
harus memperbarui peta distribusi dan kerentanan ketahanan pangan guna memastikan skema
bantuan pangan yang diberikan. Saat ini sangat dibutuhkan peta distribusi pangan yang rinci,
meliputi sentra produksi, indikator tingkat kerentanan ketahanan pangan, dan kelancaran
pasokan terkait infrastruktur jalan dan transportasi. Pada saat PSBB dilakukan, persoalan
yang muncul terkait distribusi pangan bisa diantisipasi dengan baik. Dengan demikian peta
distribusi sangat membantu untuk memastikan tersedianya pasokan pangan dengan harga
yang wajar, khususnya pada masa PSBB.
Pemerintah perlu gerak cepat membuat strategi yang lebih matang terkait dinamika
kantong-kantong produksi pangan di setiap kabupaten/kota dan memetakan tingkat
kerentanan ketahanan pangan, khususnya distribusi dan logistik. Hal ini sangat membantu
jika di Indonesia Timur, seperti Papua yang tingkat kerentanan ketahanan pangan tergolong
tinggi menerapkan PSBB.
Satu hal lain yang tidak kalah sangat penting di masa pembatasan sosial ini adalah pemberian
jaring pengaman sosial harus segera dilakukan. Hal ini guna mencegah ada kelompok
masyarakat yang sampai merasa frustrasi.
Mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan karena tidak punya uang untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Anggaran yang tersedia sekitar Rp 110 triliun yang sudah
dialokasikan untuk jaring pengaman sosial segera didistribusikan kepada kelompok sasaran
untuk meredam kepanikan karena pembatasan keluar rumah.
Kedua, manajemen cadangan pangan darurat. Sampai saat ini Indonesia belum
mempunyai skema cadangan pangan darurat (CPD). Di tengah darurat Covid-19 saat ini,
sesungguhnya bahan makanan harus tersedia dengan jumlah dan mutu yang baik serta harga
terjangkau. Namanya darurat, makanannya harus memiliki gizi khusus untuk mengembalikan
pemulihan korban.
Bantuan berupa mi instan, beras, telur, dan minyak goreng adalah makanan yang
dikonsumsi di saat situasi normal. Namun, bagaimana membuat pangan darurat dan
ketersedian bahan bakunya belum ada lembaga khusus yang mengelolanya. Dengan berbagai
kondisi kritis dengan karakter bahan pangan yang mudah rusak, masa kedaluwarsa dan
jaminan mutu harus dipastikan bahwa makanan darurat masih bisa dikonsumsi secara aman.
Ke depan, lembaga yang menangani bantuan pangan darurat sudah harus ada di negeri
ini. Tidak perlu membuat lembaga baru yang rumit, tetapi cukup dengan memanfaatkan
lembaga yang sudah ada saat ini dan pengelolaannya berkelanjutan supaya tidak terkesan
seperti pemadam kebakaran. [ CITATION Pos20 \l 1033 ]

References
Anugrah, I. S., Saputra, Y. H., & Sayaka, B. (2020). DAMPAK PANDEMI COVID-19 PADA DINAMIKA RANTAI
PASOK PANGAN POKOK. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, 297-319.

Sibuea, P. (2020, Apryl 21). Darurat Pangan Saat Pandemi Covid-19. Retrieved from Kontan.co.id:
https://analisis.kontan.co.id/news/darurat-pangan-saat-pandemi-covid-19

Anda mungkin juga menyukai