Ahmadriswan Nasution
Pusat Pendidikan dan Pelatihan BPS
Jalan Jagakarsa 70 Jakarta 12620
ahmadriswan73@gmail.com
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis praktik penyelenggaran pengukuran kemiskinan di Badan Pusat
Statistik menggunakan metode kualitatif yaitu teori jejaring aktor. Hasil penelitian menunjukkan penerapan
kaidah-kaidah statistika dalam setiap tahapan pengukuran memberikan manfaat sekaligus kerugian. Tahap
demi tahap pengukuran mengakibatkan hilangnya efek lokalitas, partikularitas, materialitas, multiplisitas,
dan kontinuitas. Pada tahap akhir yang tinggal hanya berupa angka-angka. Akan tetapi, pada setiap tahapan
tersebut, hal baru ditambahkan sehingga memperoleh manfaat kompatibilitas, standardisasi, teks, sirkulasi,
dan eksplanasi. Pola interaksi antara pelaku pengukuran dan objek pengukuran terjadi pemisahan agar prinsip
objektivitas terpenuhi. Dengan demikian, pengukuran kemiskinan tidak mendorong terjadinya pembelajaran
sosial melalui interaksi. Berdasarkan temuan ini, dalam pengukuran kemiskinan perlu adanya interaksi sosial
yang bersifat dialogis antara penyelenggara pembangunan, penyelenggara pengukuran, dan masyarakat yang
diukur. Melalui interaksi ini dapat digali informasi-informasi penting untuk memperkaya statistik kemiskinan
dalam mendukung kebijakan-kebijakan pembangunan di Indonesia.
Kata Kunci: statistika, pengukuran kemiskinan, pembangunan, reduksi, dan pembelajaran sosial
ABSTRACT
This study aimed to analyze the practice of poverty measurement in BPS-Statistics Indonesia using a
qualitative method of Networking-Actor Theory. This study showed that the application of statistical rules in
each stage of the poverty measurement provides both benefits and losses. Within the stages, the information
resulted in the poverty measurement loss of locality, particularity, materiality, multiplicity, and continuity.
As a result, only the numbers were left at the end. In contrast, when something new was added in each
stage, there were benefits gained in compatibility, standardization, text, circulation, and explanation of the
information. The pattern of interaction between the measurement of subject and that of object was separated
in order to fulfill the objectivity principles. Thus, the poverty measurement did not encourage social learning
through interaction. Based on these findings, the poverty measurement is considered to need a dialogical
social interaction among the development organizers, measurement organizers, and the measured community.
Through this interaction, important information can be gained to enrich the poverty statistics and assist the
development policies of Indonesia.
Keywords: statistics, poverty measurement, development, reduction, and social learning
agar dapat menerapkan transparansi dan penduduk miskin tetap menjadi salah
pembelajaran sosial d a l a m s u a t u satu agenda pembangunan Pemerintah
p e n g u k u r a n c a p a i a n pembangunan Indonesia. Pemerintah Indonesia
(pengukuran kemiskinan). telah menandatangani Sustainable
Statistik kemiskinan digunakan Development Goals (SDGs) pada
pemerintah Indonesia untuk mendapatkan September 2015. Tujuan pertama SDGs
gambaran kuantitatif kelompok penduduk adalah menanggulangi kemiskinan
miskin. Berdasarkan statistik kemiskinan, dan kelaparan yang diakui sebagai
pemerintah melakukan kalkulasi untuk permasalahan utama dalam pembangunan
menetapkan kuantitas sumber daya yang global dengan sasaran mengurangi
dialokasikan kepada kelompok penduduk kemiskinan secara berkelanjutan dan
miskin. Ketetapan dan tindakan selamanya. Pada tahun 2019 Indonesia
pemerintah ini merupakan bagian dari me na rge tka n me nur unnya jumla h
kebijakan pengentasan kemiskinan (RI, penduduk miskin menjadi 7-8%.
2014). Menurut perspektif normatif, Pengukuran kemiskinan sebagai
bagi pemerintah—sebagai penyelenggara proses learning dibedakan antara dua
administrasi urusan publik, pengurangan aspek, yaitu sebagai proses learning
jumlah penduduk miskin merupakan dari sebuah sistem kognitif dan sebagai
sebuah ukuran keberhasilan kinerja sistem komunikasional sosial (Alrøe
dalam mewujudkan sasaran pembangunan. & Kristensen, 2002). Ketika subjek
Hingga saat ini, pengurangan jumlah melakukan pengukuran, pada dasarnya ia
mampu untuk - secara mental - keluar dari pembedaan, pembatasan, model, dan
‘diri subjeknya’ dan melihat ‘diri subjek’ konstruksi teknologis yang dipergunakan
ini sebagai ‘diri objek’. Pengetahuan dalam pengukuran. Ilustrasi hal tersebut
yang diperoleh dengan ‘bergerak keluar’ dapat dilihat pada gambar 3.
ini kemudian dimanfaatkan dalam aksi-
aksi berikutnya. Melakukan pengukuran Konsep Deskriptif Analitik
secara sistemis berarti melibatkan Konsep-konsep deskriptif-
‘joggling’ antara kedua sudut pandang. a n a l i t i k digunakan dalam studi kasus,
Pergeseran dari ‘dalam’ ke ‘luar’ ini pengumpulan, pengolahan, dan penafsiran
melibatkan pembedaan antara sistem dan data. Khususnya, teori jejaring-aktor
lingkungan. Hal ini mencakup penetapan diadopsi sebagai sarana analisis untuk
atau presumsi tentang goal, nilai. Atas mengungkapkan struktur fenomena
dasar goal dan nilai ini dilakukan pengukuran tingkat kemiskinan. Dalam
pemilihan dan pembatasan dalam kerangka teoretis ANT, pengetahuan
perencanaan pengukuran. objektif lebih dari sekadar proses kognitif
Dalam pergerakan kembali ke referensial yang menunjuk pada suatu
dalam, lintasan dapat terjadi secara langsung objek; penetapan proposisi yang disahkan
(berupa intervensi untuk mentransformasi oleh objek tersebut. Pengetahun objektif
sistem) atau tidak langsung (melalui terbentuk melalui serangkaian tahapan.
komunikasi). Pengetahuan yang diperoleh Setiap tahap terdapat operator bersama
dari sudut pandang subjek pengukur yang menjadi milik materi di satu sisi,
menjadi basis komunikasi. Proses learning menjadi milik bentuk di sisi lain, dan
melalui komunikasi ini bergantung pada terpisahkan dari tahap berikutnya dengan
kualitas dan kecukupan hubungan pada gap (Latour, 1987).
proses kognisi yang melatarbelakangi Ketikabergerakkekananefeklokalitas,
pengukuran. Komunikasi ini bergantung partikularitas, materialitas, multiplisitas, dan
pada pengalaman kognitif dalam perjalanan kontinuitas menjadi hilang tahap demi tahap
pengukuran diobjektivikasi. sehingga akhirnya tidak ada apa pun yang
Sementara itu, dalam pengertian tertinggal kecuali lembar kertas atau
objektivitas yang konvensional, objektivitas angka-angka (Chilundo & Sahay, 2004;
berlawanan dengan relevansi. Objektivitas Schwartzman, 1999; Yuliar, 2009).
refleksif justru berpautan dengan relevansi Pada tahapan representasi, semakin ke
dalam fokusnya tentang konteks. kanan disebut ‘reduksi’ yang ujungnya
Relevansi berkenaan dengan konteks adalah segala sesuatu yang dihitung atau
pengukuran yang harus dibangun dan ditotal (Chilundo & Sahay, 2004; Yuliar,
objektivitas refleksif berkenaan dengan 2009). Pada setiap tahapan, ada sesuatu
konteks kognitif pengukuran ini dipaparkan. yang hilang, tetapi sesuatu yang baru
Konteks kognitif ini dibagi dalam tiga ditambahkan: kompatibilitas, klasifikasi,
tingkat. Pertama, societal context : standardisasi, teks, kalkulasi, sirkulasi,
kelompok atau sistem sosial yang dan eksplanasi. Jadi, dalam proses
relevan dengan pengukuran (masyarakat, reduksi, di setiap tahap ada sesuatu
petani, pasar, tenaga kerja, sponsor, yang hilang (reduksi) ‘dibayar’
komunitas ilmiah). Kedua, intentional dengan amplifikasi, kompatibilitas, dan
context : terdiri atas tujuan-tujuan, efek-efek kalkulasi (Latour, 1987; Yuliar,
nilai-nilai yang memandu pengukuran, 2009).
serta mencakup kondisi-kondisi yang
dipandang bermasalah. Yang terakhir, Sumber Data dan Analisis
observasional context : mencakup Kemiskinan, sebagai fenomena
Ahmadriswan Nasution | Penyelenggaraan Pengukuran Kemiskinan..... 159
tahapan terjadi secara serentak sehingga simultan menunjukkan ada sesuatu yang
dalam prosesnya ada penambahan hilang.
(gained) atau ada penyederhanaan (lost) Representasi kemiskinan menunjukkan
(Latour, 1987). adanya informasi (atau proses) yang
……translation as not big leap, hilang dalam setiap tahapan (sebagai
but a series of small and incremental contoh, penyajian statistik kemiskinan,
steps, involving different kinds of memunculkan angka-angka atau tanda-
translation, and each step, there aspect tanda tertentu yang membuat orang
being simultaneously gained and lost in tanpa nama), dan saat bersamaan
the process (Latour, 1987). penyajian ini mengalami penguatan
Proses setiap tahapan pengukuran (generalisasi terhadap populasi). Kondisi
kemiskinan adalah sebuah proses ini merupakan proses yang berlangsung
konstruksi, dengan melibatkan banyak secara simultan tentang reduksi dan
aktor, yang kemudian bersama-sama amplifikasi yang memberikan petunjuk
berperan dalam melahirkan jumlah/ apa yang sebenarnya terjadi di balik
persentase penduduk ‘miskin’ sampai translasi.
tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/ BPS menentukan penduduk
kota. masuk kategori ‘miskin’ dengan
Pada deskripsi di atas, masyarakat menggunakan garis kemiskinan sebagai
diwawancarai oleh petugas (responden acuan. Hal ini memungkinkan
diminta menjawab setiap pertanyaan yang dilakukan perbandingan antardaerah.
tertera pada kuesioner). Translasi mulai Penyamarataan ukuran yang digunakan
terjadi. Jawaban-jawaban responden menghilangkan ukuran lokal (maksudnya
dituangkan atau diterjemahkan dalam pandangan daerah-daerah) dalam melihat
kuesioner dengan persetujuan responden. kemiskinan. BPS mengikuti standar
Dalam kuesioner ini, dimuat detail internasional sehingga hasilnya dapat
data administratif, identitas, demografi, dibandingkan dengan negara-negara
pengeluaran, dan data-data lainnya. lain yang juga mengukur kemiskinan.
Selanjutnya, data-data ini ditranslasikan Potensi ini memungkinkan tercapainya
menjadi kode-kode atau tanda-tanda amplifikasi dari hasil pengukuran sampel
khusus pada kuesioner yang sama. yang digunakan untuk generalisasi
Kuesioner yang telah terisi, mengalami ( statistical generalizations ) populasi.
penambahan dan sudah diedit. Setelah Dengan adanya generalisasi ‘memberi
itu dilakukan proses pengolahan manfaat’ dapat dilakukan perbandingan
yang melibatkan pemasukan data, tingkat kemiskinan baik antardaerah
penjumlahan, klasifikasi, totalisasi, dan (kabupaten/kota dan propinsi) maupun
estimasi sehingga memungkinkan dibuat antarnegara.
peringkat dan perbandingan antardaerah Hasil translasi memungkinkan
(provinsi dan kabupaten/kota). Sebagai terjadinya totalisasi di antara tingkatan
tambahan terhadap translasi, ada yang berbeda (dari kabupaten/kota ke
proses penjumlahan (agregasi) dan provinsi). Hal ini kembali menunjukan
keterbandingan mulai dari tingkat adanya amplifikasi dan reduksi yang
kabupaten/ kota, provinsi, nasional, dan berkelanjutan. Pengumpulan data di
internasional. Pada konstruksi statistik setiap kabupaten/ kota menunjukkan
kemiskinan ini, terjadi sirkulasi antara pola kalkulasi yang berbeda dan dalam
di dalam dan across level (maksudnya proses pengumpulan data mungkin
dari setiap tahapan translasi) dengan terjadi sampling error (pergantian
memperoleh ‘manfaat’ dan secara sampel) maupun nonresponse. Namun,
Ahmadriswan Nasution | Penyelenggaraan Pengukuran Kemiskinan..... 167
‘peristiwa’ ini menjadi hilang pada saat kemiskinan yang dibuat oleh kantor-
dilakukan totalisasi. Secara bersamaan kantor statistik negara lain.
juga terjadi proses penyederhanaan
(reduksi) sekaligus amplifikasi. Hasil Akhir Pengukuran Kemiskinan
Para pengguna statistik (saat Hasil akhir dari pengukuran
membaca atau mendengar suatu informasi kemiskinan adalah angka-angka (statistik
statistik kemiskinan) menjadi ‘percaya’ kemiskinan) yang membagi masyarakat
bahwa estimasi banyaknya penduduk dalam dua kategori menjadi miskin-kaya.
miskin adalah ‘benar ’ karena ada Kategori statistik adalah pengelompokan
informasi yang ditambahkan, yaitu tingkat atas dasar ciri tertentu yang sama.
akurasi pada tingkat tertentu (biasanya Dalam kasus statistik, kemiskinan
sangat kecil, di bawah 3 persen) yang adalah kesamaan dalam pengeluaran
mendorong amplifikasi dari penyajian selama sebulan. Kategori yang dibangun
itu (melibatkan dan memobilisasi banyak “berhubungan” dengan kategori lain,
aktor untuk keperluan amplifikasi). seperti lebih tinggi, lebih matang,
Berbagai kejadian lokal juga dan seterusnya (Siegel, 1994). Kategori
berperan dalam reduksi dan amplifikasi, ini mengubah struktur atau menambah
seperti kuesioner hilang atau data salah struktur sosial yang sudah pernah ada
catat. Hilangnya lokalitas atau kejadian di masyarakat (statistik berperan dalam
khusus ( particularity ) karena proses perubahan struktur sosial masyarakat).
reduksi, secara simultan akan diperoleh Kategori yang dibuat berdasarkan ciri-
suatu amplifikasi yang memungkinkan ciri yang sama, padahal pengelompokan
terjadinya perbandingan dan generalisasi sosial berdasarkan banyak faktor seperti
populasi, universality, sehingga kesadaran akan jenis yang sama (misal
dapat dibandingkan dengan statistik IDI), adanya hubungan sosial (keluarga