Anda di halaman 1dari 17

PENYELENGGARAAN PENGUKURAN KEMISKINAN DI BADAN PUSAT

STATISTIK: PENDEKATAN TEORI JEJARING-AKTOR

POVERTY MEASUREMENT IN BPS-STATISTICS INDONESIA: THE ACTOR-NETWORK


THEORY APPROACH

Ahmadriswan Nasution
Pusat Pendidikan dan Pelatihan BPS
Jalan Jagakarsa 70 Jakarta 12620
ahmadriswan73@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis praktik penyelenggaran pengukuran kemiskinan di Badan Pusat
Statistik menggunakan metode kualitatif yaitu teori jejaring aktor. Hasil penelitian menunjukkan penerapan
kaidah-kaidah statistika dalam setiap tahapan pengukuran memberikan manfaat sekaligus kerugian. Tahap
demi tahap pengukuran mengakibatkan hilangnya efek lokalitas, partikularitas, materialitas, multiplisitas,
dan kontinuitas. Pada tahap akhir yang tinggal hanya berupa angka-angka. Akan tetapi, pada setiap tahapan
tersebut, hal baru ditambahkan sehingga memperoleh manfaat kompatibilitas, standardisasi, teks, sirkulasi,
dan eksplanasi. Pola interaksi antara pelaku pengukuran dan objek pengukuran terjadi pemisahan agar prinsip
objektivitas terpenuhi. Dengan demikian, pengukuran kemiskinan tidak mendorong terjadinya pembelajaran
sosial melalui interaksi. Berdasarkan temuan ini, dalam pengukuran kemiskinan perlu adanya interaksi sosial
yang bersifat dialogis antara penyelenggara pembangunan, penyelenggara pengukuran, dan masyarakat yang
diukur. Melalui interaksi ini dapat digali informasi-informasi penting untuk memperkaya statistik kemiskinan
dalam mendukung kebijakan-kebijakan pembangunan di Indonesia.
Kata Kunci: statistika, pengukuran kemiskinan, pembangunan, reduksi, dan pembelajaran sosial

ABSTRACT
This study aimed to analyze the practice of poverty measurement in BPS-Statistics Indonesia using a
qualitative method of Networking-Actor Theory. This study showed that the application of statistical rules in
each stage of the poverty measurement provides both benefits and losses. Within the stages, the information
resulted in the poverty measurement loss of locality, particularity, materiality, multiplicity, and continuity.
As a result, only the numbers were left at the end. In contrast, when something new was added in each
stage, there were benefits gained in compatibility, standardization, text, circulation, and explanation of the
information. The pattern of interaction between the measurement of subject and that of object was separated
in order to fulfill the objectivity principles. Thus, the poverty measurement did not encourage social learning
through interaction. Based on these findings, the poverty measurement is considered to need a dialogical
social interaction among the development organizers, measurement organizers, and the measured community.
Through this interaction, important information can be gained to enrich the poverty statistics and assist the
development policies of Indonesia.
Keywords: statistics, poverty measurement, development, reduction, and social learning

PENDAHULUAN Goldfinger, & Boutaud, 2008; UNDP,


Tingkat kemiskinan merupakan 2005; Watkins, Fu, Fuentes, & Ghosh,
ukuran capaian pembangunan yang telah 2005). Komitmen dunia internasional
digunakan secara meluas di berbagai dalam penanggulangan kemiskinan
negara, selain ukuran-ukuran lain, seperti tertuang dalam Sustainable Development
tingkat produksi CO2, Indeks Kualitas Goals (SDGs) sebagai kelanjutan
Hidup Fisik, Indeks Pembangunan Millenium Development Goals (MDGs)
Manusia (IPM), dan pertumbuhan yang disepakati 193 negara pada
ekonomi (Moran, Wackernagel, Kitzes, September 2015. Tujuan pertama SDGs
154
Ahmadriswan Nasution | Penyelenggaraan Pengukuran Kemiskinan..... 155

yaitu penanggulangan kemiskinan dan untuk seluruh wilayah kabupaten/kota


kelaparan diakui sebagai permasalahan (BPS, 2003).
utama dalam pembangunan global dengan Dalam upaya penyediaan informasi
sasaran mengurangi kemiskinan secara statistik kemiskinan yang berkualitas, BPS
berkelanjutan dan selamanya (Griggs et menerapkan disiplin statistika pada
al., 2013; Kates, Parris, & Leiserowitz, setiap tahapan pengukuran. Penerapan
2005; Moran et al., 2008; Sachs, 2012). objektivitas menjadi kriteria penting
Adapun komitmen pemerintah Indonesia untuk menilai apakah pengukuran yang
pada penanggulangan kemiskinan tertuang dihasilkan bersifat absah atau tidak
dalam rencana pembangunan jangka absah (Van, 1982). Namun, dalam
menengah nasional (RPJMN) 2014- konteks pembangunan, terdapat dua
2019. Indonesia menargetkan penurunan aspek pengukuran yang penting untuk
tingkat kemiskinan tahun 2019 sebesar diperhatikan. Pertama, setiap pengukuran
7-8% (Bappenas, 2014). Sebelumnya, objek-objek sosial mensyaratkan
pemerintah Indonesia juga membuat pengondisian terhadap objek
kebijakan Masterplan Percepatan dan yang diukur, yang melibatkan proses
Perluasan Pengurangan Kemiskinan reduksi atau penyederhanaan (Latour, 1999;
Indonesia (MP3KI). MP3KI diarahkan Yuliar, 2009). Pada kasus pengukuran
untuk mendorong pembangunan yang lebih kemiskinan, seluruh aspek kehidupan
inklusif dan berkeadilan dalam upaya sosial-ekonomi dari seorang individu
mengurangi angka kemiskinan hingga tidak praktis untuk diukur. Dengan
4% pada tahun 2025 (Kemenkoekuin, demikian, ada aspek tertentu yang
2014). perlu ditekankan dan ada aspek lain
Untuk mengukur tingkat yang diabaikan. Penetapan aspek-
kemiskinan, pemerintah Indonesia aspek yang ditekankan dan as pek-
didukung oleh Badan Pusat Statistik aspek yang diabaikan dilakukan
(BPS). Berdasarkan Undang-Undang dengan mempertimbangkan tujuan
Statistik No. 16 tahun 1997 tentang penyelenggaraan pengukuran dan
Statistik, BPS menerima amanat kemudahan praktik pengukuran (Van,
untuk menyediakan statistik dasar bagi 1982; Yuliar, 2009). Kedua, praktik
pemerintah, masyarakat, dan pengguna pengukuran itu sendiri tidak berlangsung
lainnya. BPS—sebagai institusi resmi di ruang yang ‘hampa-sosial,’ tetapi
penyelenggara kegiatan statistik— be r la ngsung da la m kondisi sosia l
pertama kali melaksanakan penghitungan tertentu, baik subjek pelaku pengukuran
penduduk miskin pada tahun 1984 maupun objek pengukuran merupakan
(Asra, 2012; BPS, 2002). Pada waktu bagian dari suatu masyarakat (Latour,
itu, penghitungan penduduk miskin 1987).
mencakup periode 1976–1981. Sampai Pengukuran kemiskinan berpotensi
dengan tahun 1987 informasi tentang menjadi kegiatan yang bersifat mengusik
penduduk miskin disajikan hanya dalam atau mendistorsi proses pembangunan i t u
bentuk agregat di tingkat nasional. sendiri. Pengukuran merupakan
Pada tahun 1990 informasi tentang usikan (disturbance) terhadap objek yang
penduduk miskin mulai disusun untuk diukur dan telah lama dikenal dalam
tingkat provinsi, meskipun perhitungan bidang fisika. Penggunaan variabel-
untuk beberapa provinsi digabungkan. variabel ekonomi dalam pengukuran
Sejak tahun 1993, informasi tentang kemiskinan dapat mendistorsi
kemiskinan dihitung untuk seluruh proses pembangunan sosio-kultural
provinsi dan sejak tahun 2002 dihitung masyarakat (Sachs, 2012). Oleh karena itu,
156 Jurnal Sosioteknologi | Vol. 17, No 1, April 2018

dalam perspektif pembangunan, pada kerangka kerja teori jaringan aktor


penerapan statistika dalam pengukuran atau Actor Network Theory (ANT).
kemiskinan perlu selaras dengan arah dan Kerangka kerja ANT mempelajari
kebijakan pembangunan. Pengukuran prosedur-prosedur formal dan
kemiskinan juga perlu selaras dengan menelusuri (secara retrospektif) aktor-
kebijakan penanggulangan kemiskinan serta aktor yang terkait dalam penyelenggaraan
accountable oleh masyarakat luas (Hull, pengukuran statistik kemiskinan di
2001; Krina, 2003). lingkungan kerja BPS.
Bertolak dari pemaparan di atas,
muncul permasalahan bagaimanakah METODE
metode penerapan statistika yang dapat Konsep-konsep yang digunakan
dikembangkan untuk menjamin dalam pelaksanaan penelitian ini
keselarasan antara kegiatan pengukuran dikelompokkan ke dalam dua bagian,
kemiskinan dengan proses pembangunan. yaitu konsep-konsep normatif-preskriptif
Dalam perkembangan kebijakan dan konsep-konsep deskriptif analitik.
pembangunan yang berlangsung sejak
era Reformasi, prinsip-prinsip Konsep Normatif Preskriptif
good governance, yang mencakup Konsep normatif-preskriptif digunakan
transparansi, akuntabilitas, partisipasi untuk membicarakan tingkat kemiskinan,
publik, dan pembelajaran sosial governance publik beserta aspek-aspek
semakin mendapat perhatian. Penelitian normatifnya, statistika, dan pengukuran
ini bertujuan untuk menganalisis refleksif. Gagasan yang dikembangkan
praktik penyelenggaraan pengukuran me la lui konse p- konse p ini a da la h
kemiskinan di lingkungan kerja BPS. pengukuran fenomena kemiskinan—
Untuk menjawab tujuan tersebut, dalam konteks pembangunan—yang
digunakan metode kualitatif dengan memenuhi prinsip good governance.
pendekatan studi kasus yang bertumpu Konsep pengukuran refleksif diangkat

Gambar 1 Kerangka kerja penelitian


Ahmadriswan Nasution | Penyelenggaraan Pengukuran Kemiskinan..... 157

agar dapat menerapkan transparansi dan penduduk miskin tetap menjadi salah
pembelajaran sosial d a l a m s u a t u satu agenda pembangunan Pemerintah
p e n g u k u r a n c a p a i a n pembangunan Indonesia. Pemerintah Indonesia
(pengukuran kemiskinan). telah menandatangani Sustainable
Statistik kemiskinan digunakan Development Goals (SDGs) pada
pemerintah Indonesia untuk mendapatkan September 2015. Tujuan pertama SDGs
gambaran kuantitatif kelompok penduduk adalah menanggulangi kemiskinan
miskin. Berdasarkan statistik kemiskinan, dan kelaparan yang diakui sebagai
pemerintah melakukan kalkulasi untuk permasalahan utama dalam pembangunan
menetapkan kuantitas sumber daya yang global dengan sasaran mengurangi
dialokasikan kepada kelompok penduduk kemiskinan secara berkelanjutan dan
miskin. Ketetapan dan tindakan selamanya. Pada tahun 2019 Indonesia
pemerintah ini merupakan bagian dari me na rge tka n me nur unnya jumla h
kebijakan pengentasan kemiskinan (RI, penduduk miskin menjadi 7-8%.
2014). Menurut perspektif normatif, Pengukuran kemiskinan sebagai
bagi pemerintah—sebagai penyelenggara proses learning dibedakan antara dua
administrasi urusan publik, pengurangan aspek, yaitu sebagai proses learning
jumlah penduduk miskin merupakan dari sebuah sistem kognitif dan sebagai
sebuah ukuran keberhasilan kinerja sistem komunikasional sosial (Alrøe
dalam mewujudkan sasaran pembangunan. & Kristensen, 2002). Ketika subjek
Hingga saat ini, pengurangan jumlah melakukan pengukuran, pada dasarnya ia

Gambar 2 Proses pengukuran yang self-reflexive

Gambar 3 Proses pengukuran yang konvensional


158 Jurnal Sosioteknologi | Vol. 17, No 1, April 2018

mampu untuk - secara mental - keluar dari pembedaan, pembatasan, model, dan
‘diri subjeknya’ dan melihat ‘diri subjek’ konstruksi teknologis yang dipergunakan
ini sebagai ‘diri objek’. Pengetahuan dalam pengukuran. Ilustrasi hal tersebut
yang diperoleh dengan ‘bergerak keluar’ dapat dilihat pada gambar 3.
ini kemudian dimanfaatkan dalam aksi-
aksi berikutnya. Melakukan pengukuran Konsep Deskriptif Analitik
secara sistemis berarti melibatkan Konsep-konsep deskriptif-
‘joggling’ antara kedua sudut pandang. a n a l i t i k digunakan dalam studi kasus,
Pergeseran dari ‘dalam’ ke ‘luar’ ini pengumpulan, pengolahan, dan penafsiran
melibatkan pembedaan antara sistem dan data. Khususnya, teori jejaring-aktor
lingkungan. Hal ini mencakup penetapan diadopsi sebagai sarana analisis untuk
atau presumsi tentang goal, nilai. Atas mengungkapkan struktur fenomena
dasar goal dan nilai ini dilakukan pengukuran tingkat kemiskinan. Dalam
pemilihan dan pembatasan dalam kerangka teoretis ANT, pengetahuan
perencanaan pengukuran. objektif lebih dari sekadar proses kognitif
Dalam pergerakan kembali ke referensial yang menunjuk pada suatu
dalam, lintasan dapat terjadi secara langsung objek; penetapan proposisi yang disahkan
(berupa intervensi untuk mentransformasi oleh objek tersebut. Pengetahun objektif
sistem) atau tidak langsung (melalui terbentuk melalui serangkaian tahapan.
komunikasi). Pengetahuan yang diperoleh Setiap tahap terdapat operator bersama
dari sudut pandang subjek pengukur yang menjadi milik materi di satu sisi,
menjadi basis komunikasi. Proses learning menjadi milik bentuk di sisi lain, dan
melalui komunikasi ini bergantung pada terpisahkan dari tahap berikutnya dengan
kualitas dan kecukupan hubungan pada gap (Latour, 1987).
proses kognisi yang melatarbelakangi Ketikabergerakkekananefeklokalitas,
pengukuran. Komunikasi ini bergantung partikularitas, materialitas, multiplisitas, dan
pada pengalaman kognitif dalam perjalanan kontinuitas menjadi hilang tahap demi tahap
pengukuran diobjektivikasi. sehingga akhirnya tidak ada apa pun yang
Sementara itu, dalam pengertian tertinggal kecuali lembar kertas atau
objektivitas yang konvensional, objektivitas angka-angka (Chilundo & Sahay, 2004;
berlawanan dengan relevansi. Objektivitas Schwartzman, 1999; Yuliar, 2009).
refleksif justru berpautan dengan relevansi Pada tahapan representasi, semakin ke
dalam fokusnya tentang konteks. kanan disebut ‘reduksi’ yang ujungnya
Relevansi berkenaan dengan konteks adalah segala sesuatu yang dihitung atau
pengukuran yang harus dibangun dan ditotal (Chilundo & Sahay, 2004; Yuliar,
objektivitas refleksif berkenaan dengan 2009). Pada setiap tahapan, ada sesuatu
konteks kognitif pengukuran ini dipaparkan. yang hilang, tetapi sesuatu yang baru
Konteks kognitif ini dibagi dalam tiga ditambahkan: kompatibilitas, klasifikasi,
tingkat. Pertama, societal context : standardisasi, teks, kalkulasi, sirkulasi,
kelompok atau sistem sosial yang dan eksplanasi. Jadi, dalam proses
relevan dengan pengukuran (masyarakat, reduksi, di setiap tahap ada sesuatu
petani, pasar, tenaga kerja, sponsor, yang hilang (reduksi) ‘dibayar’
komunitas ilmiah). Kedua, intentional dengan amplifikasi, kompatibilitas, dan
context : terdiri atas tujuan-tujuan, efek-efek kalkulasi (Latour, 1987; Yuliar,
nilai-nilai yang memandu pengukuran, 2009).
serta mencakup kondisi-kondisi yang
dipandang bermasalah. Yang terakhir, Sumber Data dan Analisis
observasional context : mencakup Kemiskinan, sebagai fenomena
Ahmadriswan Nasution | Penyelenggaraan Pengukuran Kemiskinan..... 159

pembangunan, bukan merupakan tema teknik nonprobabilitas (purposive sampling)


sentral penelitian, melainkan pengukuran dengan jumlah kecil dan bukan
kemiskinan. Penelitian ini dibatasi dengan untuk melakukan generalisasi. Pada
cakupan studinya pada pengukuran pendekatan kuantitatif (kaidah statistik),
tingkat kemiskinan di lingkungan kerja semakin besar jumlah sampel akan
BPS. Untuk mendeskripsikan terjadinya semakin merepresentasikan kondisi
praktik pengukuran, dilakukan penggalian riil. Berdasarkan sampel ini, peneliti
data kualitatif dengan pendekatan studi ingin mendeskripsikan realitas yang
kasus (metode kualitatif). Studi kasus ‘kompleks’ dari praktik pengukuran
adalah salah satu cara dalam melakukan kemiskinan. Proses pengumpulan data dalam
eksplorasi terhadap suatu sistem yang penelitian ini adalah dengan menelusuri
dibatasi (waktu dan tempat tertentu) baik secara kilas-balik (retrospektif) aktor-
pada satu kasus (within case) maupun aktor sosial yang relevan dan berkaitan
beberapa kasus (multiple case) (Creswell, dengan praktik pengukuran kemiskinan
Hanson, Clark Plano, & Morales, 2007; di BPS beserta jajarannya. Selanjutnya,
Mulyana, 2006). Sistem yang dibatasi data yang sudah terkumpul dianalisis,
dapat merupakan suatu program, yaitu dengan dikelompokkan dan
kejadian, atau aktivitas. Konteks dari dikategorikan untuk kemudian ditarik
kasus yang diteliti adalah situasi atau arti dan maknanya melalui penafsiran-
kondisi yang melatarbelakangi kasus penafsiran. Melalui penafsiran dan
tersebut seperti kondisi fisik, kondisi pemaknaan, diharapkan akan terlihat
sosial, sejarah, atau ekonomi. Metode hubungan di antaranya dan mengarahkan
studi kasus merupakan analisis yang pada jawaban pertanyaan penelitian.
holistik atau analisis kasus dengan Untuk dapat sampai pada tujuan
sudut pandang tertentu. Berdasarkan penelitian di atas, ditempuh langkah-
pengamatan terhadap relasi-relasi yang langkah sebagai berikut.
terbentuk diharapkan diperoleh informasi 1. Melalui prosedur-prosedur formal
yang mengarah pada jawaban-jawaban pengukuran statistik kemiskinan di
pertanyaan penelitian yang disampaikan lingkungan kerja BPS, akan dipelajari
pada bagian awal di atas. prosedural yang ada dan implikasinya.
Pada kerangka kerja ANT, 2. Aktor-aktor sosial yang terkait dengan
fenomena sosioteknis (fenomena kemiskinan) penyelenggaraan statistik kemiskinan
merupakan materialisasi (dan sosialisasi) ditelusuri secara retrospektif.
ilmu pengetahuan dan teknologi yang Dalam hal ini akan dipelajari
melibatkan elemen-elemen heterogen (seperti a s p e k transparansi, akuntabilitas,
jejaring petugas lapangan, jejaring tingkat partisipasi masyarakat, dan
pengumpulan data, dan jejaring pembelajaran sosial;
komputer untuk pengolahan data) yang 3. Setelah melakukan kedua analisis di
disandingkan dan terjalin erat dalam atas, akan dipelajari apakah prinsip
sebuah jejaring elemen-elemen material ilmiah objektivitas dan prinsip
yang tertata dan resistansi-resistansi etika (transparansi, akuntabilitas,
yang muncul telah diatasi. Fakta partisipatori, dan pembelajaran sosial)
empiris yang diperoleh adalah proses dapat kompatibel diberlakukan dalam
penataan, penstrukturan, penyandingan menilai pengukuran kemiskinan yang
elemen-elemen yang heterogen, bersifat ‘baik’.
contingent, dan lokal (Bijker & Law, Proses analisis dimulai dengan
1992; Latour, 1987). melakukan categorical agregation,
Pemilihan sampel menggunakan yaitu memilah dan mengategorikan data
160 Jurnal Sosioteknologi | Vol. 17, No 1, April 2018

TABEL I PENGELOMPOKKAN SOSIOTEKNOGRAM

dalam bentuk transkrip rekaman, makanan maupun nonmakanan. Dengan


d o k u m en-dokumen (dokum enta si pendekatan ini kemiskinan dipandang
pelaksanaan, buku pedoman, materi sebagai ketidakmampuan memenuhi
pelatihan, kuesioner, dan lain-lain), kebutuhan dasar, baik makanan maupun
dan catatan-catatan lapangan. Data nonmakanan. Metode yang digunakan
dikategorikan dalam dua kelompok untuk menghitung penduduk miskin
besar yaitu data sosiogram dan data adalah metode Head Count Index .
teknogram. Pengelompokan sosiogram Menurut metode ini, penduduk miskin
dan teknogram mengacu pada sifat fisik adalah penduduk yang berada di
atau kelembagaan dari data (human bawah suatu batas, yang disebut Garis
dan nonhuman) (Latour, 1987; Yuliar, Kemiskinan (GK). Sebelum menghitung
2009). Tahapan analisis selanjutnya, jumlah penduduk miskin, terlebih
direct interpretation dilakukan dengan dahulu dihitung GK. GK adalah nilai
mempelajari sosioteknogram tersebut rupiah yang harus dikeluarkan dalam
dalam satu kesatuan. Makna sentral memenuhi kebutuhan hidup minimumnya,
dicermati dengan melihat proses baik itu kebutuhan hidup minimum
negosiasi lahirnya ’statistik kemiskinan’ makanan (beras, umbi-umbian, ikan, dan
dan implementasi di lapangan. sebagainya) maupun kebutuhan hidup
Selanjutnya, dilakukan analisis yang minimum nonmakanan (perumahan,
mengacu pada teori ANT yang berpijak kesehatan, pendidikan, transportasi, dan
pada sosioteknogram (amati tabel I) dan sebagainya). GK makanan adalah nilai
tahapan representasi. rupiah yang harus dikeluarkan seseorang
selama satu bulan setara dengan
HASIL DAN PEMBAHASAN kebutuhan minimum energi sebesar
Metode Penghitungan Penduduk Mis- 2.100 kalori per hari.
kin
BPS mengartikan kemiskinan Pola Relasi-Relasi dalam Pengukuran
sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi Kemiskinan
standar minimum kebutuhan Kegiatan pengukuran kemiskinan
dasar yang meliputi kebutuhan di BPS beroperasi di dalam konteks
Ahmadriswan Nasution | Penyelenggaraan Pengukuran Kemiskinan..... 161

relasi-relasi yang melibatkan unsur- dalam pengumpulan dan pengolahan


unsur sosial dan teknis, seperti Bappenas, data. Kemauan atau kesediaan
K e m e n k e u , U N D P, B a n k D u n i a , responden (masyarakat) memberikan
regulasi, dan kaidah praktis. Relasi antara jawaban sebenarnya (apa adanya) atas
BPS dengan pemerintah merupakan pertanyaan-pertanyaan (yang terdapat
sebuah jaringan. Hubungan-hubungan ini pada kuesioner) yang diajukan petugas
diregulasi melalui proses redistribusi lapangan memengaruhi ‘kualitas’ statistik
kuasa, sirkulasi dana, infrastruktur, kemiskinan. Kualitas statistik kemiskinan
artefak untuk melakukan kegiatan selain dipengaruhi jawaban-jawaban
statistik, sistem kepegawaian, dan responden, juga dipengaruhi oleh
aktor-aktor lain. BPS dapat menjalankan metode (metode statistik dan sampel)
kuasa dalam kegiatan statistik melalui dan kategorisasi (kesepakatan dengan
regulasi UU No. 16 Tahun 1997 aktor sosial yang lain) yang digunakan.
tentang Statistik. Kuasa diartikan Untuk sampai pada kesepakatan pilihan-
sebagai kuasa yang dinegosiasikan, pilihan pengukuran kemiskinan, BPS
bukan secara absolut. Pemerintah membentuk jaringan dengan mitra
mempunyai kontrol terbatas terhadap ekonomi baik dari mitra dalam negeri
setiap tahapan dalam penyelenggaraan maupun luar negeri.
kegiatan statistik. Kontrol yang
dinegosiasikan terkait dengan anggaran
yang dikucurkan pemerintah untuk Sosioteknogram Pengukuran Kemis-
membiayai penyelenggaraan kegiatan kinan
pengukuran kemiskinan.
Informasi statistik kemiskinan
Jaringan lain, BPS berinteraksi merupakan hasil akhir dari serangkaian
dengan masyarakat baik sebagai interaksi yang melibatkan BPS,
sumber informasi (responden) dan juga pemerintah, regulasi, agen luar negeri,
sebagian masyarakat yang ikut terlibat statistisi, metode statistik, kuesioner,

Gambar 4 Kerangka kerja interaksi pengukuran kemiskinan


162 Jurnal Sosioteknologi | Vol. 17, No 1, April 2018

petugas lapangan, pengawas, komputer, bertingkat. Tahap pertama narasumber


software pengolah data, produsen melatih instruktur utama (Intama).
perangkat keras dan lunak, standar Kedua, Intama yang sudah ‘dilatih’
internasional, pemakai ( user ), serta bertugas melatih instruktur nasional
si f a t f i sik dan keterbatasan da r i (Innas). Selanjutnya, Innas yang telah
elemen-elemen yang terlibat dalam lulus akan melatih petugas lapangan.
kegiatan pengukuran. Relasi-relasi teknis Pelatihan petugas lapangan lebih
memungkinkan kredibilitas statistik yang berkonsentrasi pada pengisian kuesioner.
dihasilkan BPS meningkat dengan Sementara yang lain, seperti maksud
mengembangkan pilihan-pilihan dalam dan tujuan survei, etika wawancara,
pengukuran kemiskinan. dan strategi mendapatkan informasi
Untuk dapat mengerti d a n yang absah disampaikan dalam porsi
memahami statistik kemiskinan yang yang lebih sedikit. Di sini telah terjadi
ditampilkan diperlukan penjelasan. usaha pembingkaian (framing) melalui
Artinya, tanpa adanya penjelasan dari pelatihan dan pembuatan buku pedoman
BPS akan timbul pemaknaan yang pencacahan yang ‘menuntun’ petugas
berbeda di kalangan pengguna. Pengguna dalam pelaksanaan lapangan.
statistik yang merupakan salah satu aktor Hampir seluruh kegiatan pengumpulan
dalam pengukuran (sebagai responden, data di BPS dilakukan melalui
regulator, dan lain-lain) hanya dapat wawancara tatap muka langsung
melihat angka-angka statistik, tetapi oleh petugas lapangan. Sebelum
tidak mengerti atau tidak memahami apa bertugas, petugas lapangan terlebih
yang sebenarnya terjadi di balik angka- dahulu mengikuti pelatihan tentang
angka tersebut. Terjadi transformasi dan bagaimana c a r a m e n g i s i k u e s i o n e r
translasi yang konstan di antara para d e n g a n memperhatikan kelengkapan,
aktor yang terlibat. kewajaran, dan konsistensi setiap isian
Kegiatan statistik melalui beberapa pada kuesioner. Inkripsi pertama,
t a h a p a n , sejak dari perencana a n, instrumen utama dalam wawancara
pelatihan, pengumpulan data, pengolahan, adalah kuesioner yang berisi sejumlah
analisis, penghitungan, dan estimasi. pertanyaan. Ada dua bentuk pertanyaan
Setiap tahapan ini melibatkan banyak yang digunakan, pertanyaan tertutup
elemen. Setiap elemen yang terlibat (opsi jawaban sudah tersedia sehingga
memiliki inkripsi yang dapat mendorong responden hanya tinggal memilih),
aktor lainnya untuk melakukan aksi- semiterbuka (pilihan jawaban tidak
aksi tertentu. Tahap perencanaan terkait tersedia, tetapi biasanya isian merupakan
dengan penyusunan jadwal kegiatan, sesuatu yang dapat dihitung). Contoh
perkiraan tenaga yang diperlukan, pertanyaan tertutup, “Bagaimana cara
pengadaan sarana pendukung, penentuan memperoleh air minum?” dengan jawaban
jumlah sampel, dan desain kuesioner. yang tersedia: berlangganan; membeli
Kegiatan-kegiatan pada tahap ini terkait eceran; tidak membeli. Oleh sebab itu,
dengan anggaran yang dikucurkan oleh jawabannya tidak mungkin berada di luar
pemerintah melalui Kemenkeu. opsi jawaban yang tersedia. Sementara
Setelah melewati tahap perencanaan itu, contoh untuk pertanyaan semiterbuka
kemudian dilakukan pelatihan. Tahap adalah pertanyaan tentang pengeluaran,
ini ditempuh agar petugas memiliki pendapatan, umur, dll.
persepsi yang sama dalam menghadapi Sebelum memulai pertanyaan,
‘realitas’ kemiskinan saat pelaksanaan bia sa nya pe tuga s te r le bih da hulu
di lapangan. Pelatihan dilakukan secara memperkenalkan diri (menunjukkan surat
Ahmadriswan Nasution | Penyelenggaraan Pengukuran Kemiskinan..... 163

tugas). Selanjutnya, setelah responden dan angka setelah diisi mengalami


bersedia diwawancara, petugas memberi penambahan dan terjadi peningkatan
tahu responden bagaimana menjawab nilai. Awalnya kuesioner kosong yang
pertanyaan yang diajukan. Inkripsi berikutnya, belum terisi, apabila hilang tidak
d a r i j a w aban-jaw aban responde n menjadi ‘persoalan’. Setelah ada isian,
(mengandalkan pilihan jawaban yang kuesioner ‘dijaga’ agar tidak hilang.
diucapkan responden berdasarkan ingatan, Selain itu, kuesioner yang telah terisi
kondisi perasaan, dan lain-lain saat ini dijadikan sebagai bukti bagi petugas
diwawancarai), petugas memberikan untuk mendapatkan upah kerjanya.
tanda khusus pada kuesioner (melingkari Inkripsi ketiga, petugas menerjemahkan
jawaban) atau menuliskan angka-angka jawaban-jawaban yang telah dilingkari
tertentu pada kolom yang disediakan. tersebut ke dalam kode (dalam bentuk
Pada saat pengisian kuesioner, angka). Alih kode ini bertujuan untuk
pengalaman hidup responden yang memudahkan proses pengolahan (data
diwawancarai telah mengalami proses entry) pada tahapan selanjutnya. Khusus
reduksi. Responden yang berhasil untuk pertanyaan semiterbuka, petugas
diwawancarai dibingkai menjadi orang me nuliska n a ngka se sua i de nga n
dengan atribut tertentu. Kuesioner pertanyaan yang diajukan sehingga
y a n g semula hanya merupakan sebuah dituntut kehati-hatian petugas dalam
kertas yang penuh simbol-simbol huruf mendengar pengakuan responden dan

Gambar 5 Ilustrasi relasi-relasi sosioteknogram


164 Jurnal Sosioteknologi | Vol. 17, No 1, April 2018

menuliskannya pada kuesioner (sesuai komputer agar petugas dapat melakukan


dengan yang diucapkan responden). Semua cek ulang (menurut desainer program
yang dikatakan (jawaban) responden data entri). Petugas pengolah data
ditransformasi ke dalam ‘bertumpuk- tidak mengerti (tidak dapat mengikuti)
tumpuk’ kuesioner (sebanyak responden apa yang terjadi setelah melakukan
yang ‘berhasil’ diwawancarai). pemasukan data ke komputer. Mereka
Inkripsi keempat, kumpulan hanya dapat melihat proses input data dan
kuesioner yang telah terisi selanjutnya output-nya saja yang berupa kumpulan
memasuki proses editing (kelengkapan, angka yang tersusun menurut baris dan
kewajaran, dan konsistensi dari setiap kolom (berbentuk tabular).
isian di kuesioner) oleh pengawas. Dalam Pada proses di atas, hal yang
proses editing , kuesioner mengalami menarik adalah petugas (atau orang lain)
koreksi, penambahan, dan pengurangan tidak dapat melakukan konfirmasi atas
oleh pengawas yang memiliki persepsi kebenaran (cek ulang) terhadap semua
tentang bagaimana mengedit kuesioner responden yang berhasil diwawancarai.
menjadi ‘clean’ agar memudahkan dalam Para responden yang tempatnya saling
pengolahan data. Kuesioner yang sudah berjauhan tidak dapat hadir ke BPS
diedit, diserahkan kepada KSK dan (untuk dikonfirmasi). Petugas hanya
selanjutnya dikirim ke pusat pengolahan dapat melihat jawaban-jawaban mereka
data di BPS provinsi atau BPS kabupaten/ yang telah ditransformasi ke dalam
kota. kuesioner. Selanjutnya, tidak semua
Inkripsi kelima, di pusat- kuesioner dapat dicek satu per satu, tetapi
pusat pengolahan data, para petugas hanya dapat dilihat dari hasil pengolahan
memasukkan kode-kode yang terdapat pada layar komputer atau printout. Setiap
dalam kuesioner ke dalam komputer. jawaban responden sudah ditransformasi
Pemasukan kode-kode ini terlihat menjadi kode-kode berbentuk angka-
sederhana, tetapi merupakan hal krusial angka yang tersusun secara baris dan
karena petugas pengolah tidak dapat kolom. Isian pada baris menyatakan
melakukan konfirmasi (atau verifikasi) banyaknya responden dan isian pada
lagi kepada responden terhadap isian kolom yang merupakan kumpulan
kuesioner yang sedang diolah (bila ada pertanyaan yang diajukan kepada
isian yang meragukan, petugas tersebut setiap responden. Untuk memeriksa
tidak dapat memanggil responden satu per satu angka-angka ini tentu
yang bersangkutan untuk melakukan memerlukan waktu yang lama sehingga
konfirmasi). Saat petugas memasukkan untuk mengetahui jumlah masing-
kode-kode yang ada ke dalam kuesioner, masing (misalnya jumlah laki-laki atau
terlihat proses sederhana padahal perempuan, rata-rata umur responden,
kode-kode ini mewakili relasi yang dan pengeluaran responden) diwakili
terjadi antara petugas lapangan dengan oleh jumlah atau ukuran statistik lainnya
masyarakat yang menjadi responden. (inkripsi keenam). Angka-angka ini
Pada proses pemasukan data, adalah salah satu cara untuk meringkas,
petugas memindahkan angka-angka mengklasifikasikan, menjumlahkan, dalam
( code) yang ada pada kuesioner ke bentuk jumlah, rata-rata, atau bentuk
dalam media komputer melalui keyboard lainnya (misal infografis).
dan monitor. Pada layar monitor terlihat Karena angka-angka penjumlahan
tampilan yang mirip dengan kuesioner terlalu panjang (misal jumlah penduduk
sehingga petugas menyesuaikan isian miskin memerlukan angka sebanyak 10
pada kuesioner dengan isian pada layar digit). Oleh karena itu, inkripsi ketujuh
Ahmadriswan Nasution | Penyelenggaraan Pengukuran Kemiskinan..... 165

adalah menampilkan angka persentase berapa kali terjadi pergantian sampel


berdasarkan hasil kalkulasi dari angka- (dengan berbagai alasan), dan standar
angka absolut (maksudnya angka absolut deviasi dari perkiraan (karena persentase
diwakili oleh persentase). Pembingkaian penduduk miskin yang sama mungkin
selanjutnya, angka persentase ini diperoleh dari responden yang lain, tetapi
dimunculkan kembali dalam berbagai menunjukkan nilai simpangan baku yang
bentuk penyajian data seperti tabel atau berbeda).
grafik. Penyederhanaan di atas telah
Inkripsi yang terjadi terus bergerak menunjukkan adanya “keterbatasan”
dan tidak pernah berhenti, terutama jika dalam merepresentasikan ‘realitas’
populasi (masyarakat sebagai responden), kemiskinan. Penyajian yang ‘jujur’
petugas lapangan, kuesioner, komputer, dan lengkap terhadap semua tahapan
statistisi, para ahli profesi dari berbagai pengukuran dan menampilkan informasi
ilmu, BPS, dan lainnya tumbuh secara yang hilang di atas, akan mengurangi
serentak. Dalam semua kasus, inkripsi keraguan pemakai dalam menggunakan
ke-n di atas pada gilirannya merupakan inf or ma si te r se but. Apa bila da pa t
lanjutan dari inkripsi tingkat di bawahnya terlaksana, tindakan ini akan mendorong
(inkripsi ke-n-1). Pada penelitian ini, proses demokratisasi statistik yang
penentuan inkripsi pertama ini hanyalah mendukung prinsip transparansi dalam
untuk keperluan praktis. Sebenarnya good governance sehingga meningkatkan
penentuannya bisa lebih ‘dalam’ lagi. legitimasi pengukuran kemiskinan.
Grafik atau tabel merupakan ‘ujung’ Penghitungan simpangan baku
atau hasil akhir dari tahapan kegiatan adalah salah satu elemen yang dapat
statistik (yang ‘dianggap’ representasi dari memecahkan permasalahan dari inkripsi:
fenomena kemiskinan). Pada gambar ini mobilitas, penggabungan, dan jejak
tidak terlihat petugas pengumpul data, yang hilang terkait dengan invensi dari
proses wawancara, proses pemasukan sampling (penarikan sampel). Dalam
data ke komputer, proses kalkulasi, dan penentuan sampel juga perlu kepastian,
proses lain yang terjadi sebelumnya apakah jumlah sampel yang digunakan
kecuali simbol-simbol, angka-angka, telah layak merepresentasikan populasi
atau kertas (yang merupakan hasil akhir) (bergantung pada kualitas kerangka
pengukuran kemiskinan. sampel sebagai dasar penarikan sampel),
Penjelasan selanjutnya (misalkan dan terkait dengan anggaran dan sumber
mengacu pada grafik tertentu), ada daya lain dalam penyelenggaraan
penjelasan (teks) mengenai telah terjadi pengukuran kemiskinan. Invensi lain
penurunan penduduk miskin dari tahun yang dapat dilakukan adalah pada
ke tahun. Apabila grafik beserta metode penghitungan yang digunakan.
penjelasannya diberikan kepada Pada tahun 1996, ada dua angka (hasil
pemerintah atau pengguna lainnya, pengukuran) persentase penduduk miskin
pengguna beranggapan telah terjadi yang berbeda akibat penggunaan metode
penurunan jumlah penduduk miskin dalam yang berbeda padahal data berasal dari
periode tersebut. Penurunan tersebut responden yang masih sama.
akan membuat ‘senang’ tapi juga
‘kecewa’ (terutama pengguna yang Representasi: Reduksi dan Amplifikasi
‘kritis’) karena kehilangan informasi lain Translasi bukanlah sebagai lompatan
(yang sebenarnya sangat penting) seperti yang besar, tetapi serangkaian aksi
distribusi pengeluaran/ pendapatan ‘kecil’ dan akumulasi dari setiap tahapan,
responden yang berhasil diwawancarai, translasi yang berbeda, masing-masing
166 Jurnal Sosioteknologi | Vol. 17, No 1, April 2018

tahapan terjadi secara serentak sehingga simultan menunjukkan ada sesuatu yang
dalam prosesnya ada penambahan hilang.
(gained) atau ada penyederhanaan (lost) Representasi kemiskinan menunjukkan
(Latour, 1987). adanya informasi (atau proses) yang
……translation as not big leap, hilang dalam setiap tahapan (sebagai
but a series of small and incremental contoh, penyajian statistik kemiskinan,
steps, involving different kinds of memunculkan angka-angka atau tanda-
translation, and each step, there aspect tanda tertentu yang membuat orang
being simultaneously gained and lost in tanpa nama), dan saat bersamaan
the process (Latour, 1987). penyajian ini mengalami penguatan
Proses setiap tahapan pengukuran (generalisasi terhadap populasi). Kondisi
kemiskinan adalah sebuah proses ini merupakan proses yang berlangsung
konstruksi, dengan melibatkan banyak secara simultan tentang reduksi dan
aktor, yang kemudian bersama-sama amplifikasi yang memberikan petunjuk
berperan dalam melahirkan jumlah/ apa yang sebenarnya terjadi di balik
persentase penduduk ‘miskin’ sampai translasi.
tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/ BPS menentukan penduduk
kota. masuk kategori ‘miskin’ dengan
Pada deskripsi di atas, masyarakat menggunakan garis kemiskinan sebagai
diwawancarai oleh petugas (responden acuan. Hal ini memungkinkan
diminta menjawab setiap pertanyaan yang dilakukan perbandingan antardaerah.
tertera pada kuesioner). Translasi mulai Penyamarataan ukuran yang digunakan
terjadi. Jawaban-jawaban responden menghilangkan ukuran lokal (maksudnya
dituangkan atau diterjemahkan dalam pandangan daerah-daerah) dalam melihat
kuesioner dengan persetujuan responden. kemiskinan. BPS mengikuti standar
Dalam kuesioner ini, dimuat detail internasional sehingga hasilnya dapat
data administratif, identitas, demografi, dibandingkan dengan negara-negara
pengeluaran, dan data-data lainnya. lain yang juga mengukur kemiskinan.
Selanjutnya, data-data ini ditranslasikan Potensi ini memungkinkan tercapainya
menjadi kode-kode atau tanda-tanda amplifikasi dari hasil pengukuran sampel
khusus pada kuesioner yang sama. yang digunakan untuk generalisasi
Kuesioner yang telah terisi, mengalami ( statistical generalizations ) populasi.
penambahan dan sudah diedit. Setelah Dengan adanya generalisasi ‘memberi
itu dilakukan proses pengolahan manfaat’ dapat dilakukan perbandingan
yang melibatkan pemasukan data, tingkat kemiskinan baik antardaerah
penjumlahan, klasifikasi, totalisasi, dan (kabupaten/kota dan propinsi) maupun
estimasi sehingga memungkinkan dibuat antarnegara.
peringkat dan perbandingan antardaerah Hasil translasi memungkinkan
(provinsi dan kabupaten/kota). Sebagai terjadinya totalisasi di antara tingkatan
tambahan terhadap translasi, ada yang berbeda (dari kabupaten/kota ke
proses penjumlahan (agregasi) dan provinsi). Hal ini kembali menunjukan
keterbandingan mulai dari tingkat adanya amplifikasi dan reduksi yang
kabupaten/ kota, provinsi, nasional, dan berkelanjutan. Pengumpulan data di
internasional. Pada konstruksi statistik setiap kabupaten/ kota menunjukkan
kemiskinan ini, terjadi sirkulasi antara pola kalkulasi yang berbeda dan dalam
di dalam dan across level (maksudnya proses pengumpulan data mungkin
dari setiap tahapan translasi) dengan terjadi sampling error (pergantian
memperoleh ‘manfaat’ dan secara sampel) maupun nonresponse. Namun,
Ahmadriswan Nasution | Penyelenggaraan Pengukuran Kemiskinan..... 167

‘peristiwa’ ini menjadi hilang pada saat kemiskinan yang dibuat oleh kantor-
dilakukan totalisasi. Secara bersamaan kantor statistik negara lain.
juga terjadi proses penyederhanaan
(reduksi) sekaligus amplifikasi. Hasil Akhir Pengukuran Kemiskinan
Para pengguna statistik (saat Hasil akhir dari pengukuran
membaca atau mendengar suatu informasi kemiskinan adalah angka-angka (statistik
statistik kemiskinan) menjadi ‘percaya’ kemiskinan) yang membagi masyarakat
bahwa estimasi banyaknya penduduk dalam dua kategori menjadi miskin-kaya.
miskin adalah ‘benar ’ karena ada Kategori statistik adalah pengelompokan
informasi yang ditambahkan, yaitu tingkat atas dasar ciri tertentu yang sama.
akurasi pada tingkat tertentu (biasanya Dalam kasus statistik, kemiskinan
sangat kecil, di bawah 3 persen) yang adalah kesamaan dalam pengeluaran
mendorong amplifikasi dari penyajian selama sebulan. Kategori yang dibangun
itu (melibatkan dan memobilisasi banyak “berhubungan” dengan kategori lain,
aktor untuk keperluan amplifikasi). seperti lebih tinggi, lebih matang,
Berbagai kejadian lokal juga dan seterusnya (Siegel, 1994). Kategori
berperan dalam reduksi dan amplifikasi, ini mengubah struktur atau menambah
seperti kuesioner hilang atau data salah struktur sosial yang sudah pernah ada
catat. Hilangnya lokalitas atau kejadian di masyarakat (statistik berperan dalam
khusus ( particularity ) karena proses perubahan struktur sosial masyarakat).
reduksi, secara simultan akan diperoleh Kategori yang dibuat berdasarkan ciri-
suatu amplifikasi yang memungkinkan ciri yang sama, padahal pengelompokan
terjadinya perbandingan dan generalisasi sosial berdasarkan banyak faktor seperti
populasi, universality, sehingga kesadaran akan jenis yang sama (misal
dapat dibandingkan dengan statistik IDI), adanya hubungan sosial (keluarga

Gambar 6 Proses reduksi dan amplifikasi pada pengukuran kemiskinan


168 Jurnal Sosioteknologi | Vol. 17, No 1, April 2018

besar), dan orientasi pada tujuan yang pekerjaan yang sulit.


sudah ditentukan (birokrasi). Alternatif yang perlu dipikirkan
Berdasarkan ‘sifat’statistik kemiskinan dalam kebijakan pengurangan penduduk
yang dijelaskan di atas, pemerintah miskin adalah objek intervensi jangan
melihat orang-orang miskin sebagai selalu ditujukan kepada individu orang
objek yang dapat ditotalisasi, dikontrol, miskin, tetapi dapat diarahkan kepada
dan dikenakan berbagai intervensi. orang kaya (sesuai dengan ‘kemampuan’
Pada orang miskin, pemerintah dapat statistika dalam pendefinisian objek-
melakukan berbagai intervensi dengan objek). Dengan demikian, orang miskin
kebijakan–kebijakan dan aksi-aksi yang tidak lagi semata-mata menjadi objek
disebut sebagai proses pembangunan program suatu lembaga dalam upaya
agar mereka yang dikategorikan miskin pengurangan kemiskinan.
dapat ’naik kelas’ menjadi kaya.
M a s y a r a k a t m i s k i n t i d a k SIMPULAN
punya ‘kekuasaan’ untuk mengatakan Pengukuran kemiskinan pada
dirinya masuk kategori ‘miskin’ karena lingkungan kerja BPS menunjukkan
untuk dapat dikategorikan miskin adanya proses sosial dan teknikal (metode
sudah ditentukan batasan kriterianya. statistik) yang melibatkan “negosiasi”
Masyarakat yang didata tidak dapat dan “renegosiasi” antara kelompok
langsung dikategorikan miskin pada terkait. Proses ini berlangsung secara
saat wawancara karena data dari hasil serentak dan terus-menerus. Pada proses
wawancara ini terlebih dahulu ‘diolah’ di ini terjadi kesepakatan-kesepakatan di
pusat pengolahan. Dari hasil pengolahan antara pilihan-pilihan, apa yang harus
di pusat baru kemudian dapat diperkirakan diukur, definisi, cara pengumpulan data,
(estimasi) jumlah atau persentase dan metode statistik yang digunakan.
orang miskin di setiap daerah. Pada Kualitas hasil pengukuran statistik
saat pelaksanaan pemberian bantuan, kemiskinan sangat dipengaruhi oleh
masyarakat yang merasa ‘miskin’ tidak kedisiplinan, komitmen, moralitas, dan
semuanya menerima bantuan. Apabila niat dari orang-orang (aktor manusia)
ditanyakan ke petugas BPS, alasan yang terlibat dalam setiap tahapan
mereka tidak didata atau tidak menerima pengukuran. Selain itu, kualitas statistik
bantuan, petugas BPS berdalih bahwa kemiskinan juga dipengaruhi oleh
mereka hanya melakukan pendataan, aktor material (nonmanusia), yaitu
sementara saat pelaksanaan penentuan desain kuesioner, seragam petugas
dan pemberian bantuan tidak terlibat. lapangan, metode statistik, regulasi,
R u m a h t a n g g a y a n g m a s u k jadwal pelaksanaan, dan anggaran.
kategori miskin biasanya bertempat Pola interaksi pengukuran kemiskinan
tinggal di daerah terpencil atau menunjukkan adanya pemisahan (ada
sulit dijangkau, berpindah-pindah, jarak) antara subjek pengukuran dan
tidak memiliki identitas seperti kartu objek pengukuran. Pemisahan ini untuk
tanda penduduk (KTP). Ada kalanya memenuhi prinsip-prinsip statistika
ada penduduk yang tidak terdata karena yaitu ‘objektivitas’. Pemenuhan prinsip-
domisili adalah persyaratan utama prinsip statistika tersebut mengakibatkan
dalam pendataan. Berdasarkan beberapa terjadinya proses penyederhanaan
persoalan di atas, dalam menentukan (reduksi). Penyederhanaan ini berpotensi
dan memastikan penerima bantuan (atau mengakibatkan adanya informasi
akses pada sumber-sumber daya strategis penting yang hilang. Dengan demikian,
lainnya) agar tepat sasaran adalah penafsiran terhadap hasil pengukuran
Ahmadriswan Nasution | Penyelenggaraan Pengukuran Kemiskinan..... 169

kemiskinan yang dihasilkan oleh BPS of HIV/AIDS in developing


perlu dilakukan secara hati-hati. countries: a case study from
Untuk menghindari informasi Mozambique. Journal of
penting yang hilang, disarankan Information Technology for
dalam pengukuran kemiskinan diadakan Development.
interaksi yang bersifat dialogis Creswell, J. W., Hanson, W. E., Clark
antara penyelenggara pembangunan, Plano, V. L., & Morales, A. (2007).
penyelenggara pengukuran, dan masyarakat Qualitative research designs:
y a n g d i u k u r. M e l a l u i i n t e r a k s i Selection and implementation.
ini, dapat digali informasi-informasi The Counseling Psychologist,
penting untuk memperkaya statistik 35(2), 236–264.
kemiskinan. Adanya interaksi yang Griggs, D., Stafford-Smith, M., Gaffney,
bersifat dialogis dapat meningkatkan O., Rockstr??m, J., ??hman, M.
partisipasi berbagai kelompok dalam C., Shyamsundar, P., … Noble,
setiap tahapan pengukuran kemiskinan. I. (2013). Policy: Sustainable
Interaksi ini juga akan mendorong development goals for people
pengukuran kemiskinan yang bersifat and planet. Nature. https://doi.
refleksif. Pengukuran kemiskinan yang org/10.1038/495305a
reflektif dapat berperan sebagai media Hull, T. H. (2001). Counting for
pembelajaran dalam memahami proses democracy: development of
pembangunan yang berhubungan dengan national statistical systems in a
penanggulangan kemiskinan. decentralised indonesia. Bulletin
of Indonesian Economic Studies,
DAFTAR PUSTAKA 37(2), 253–258.
Alrøe, H. F., & Kristensen, E. S. (2002). Kates, R. W., Parris, T. M., & Leiserowitz,
Towards a systemic research A. A. (2005). What is sustainable
methodology in agriculture: development? Goals, indicators,
Rethinking the role of values in values, and practice. Environment,
science. Agriculture and Human 47(3), 8–21. https://doi.org/10.10
Values, 19(1), 3–23. 80/00139157.2005.10524444
Asra, A. (2012). Konsep dan ukuran Kemenkoekuin. (2014). Masterplan
kemiskinan alternatif. In Firdausy percepatandanperluasanpembangunan
CM (Ed.). Jakarta: LIPI. ekonomi indonesia 2011-2025. Jakarta:
Bappenas. (2014). Rencana pemba- Kementerian Koordinator Bidang
ngunan jangka menengah Perekonomian.
nasional (RPJMN) 2015-2019. Krina, L. L. (2003). Indikator & Alat
Jakarta: Bappenas. Ukur Prinsip Akuntabilitas,
Bijker, W. E., & Law, J. (1992). Shaping Transparansi & Partisipasi. (S.
technology/building society: G. P. G. Bappenas, Ed.). Jakarta.
Studies in sociotechnical change. Latour, B. (1987). Science in action:
MIT press. How to follow scientists and
BPS. (2002). Metodologi dan profil engineers through society.
kemiskinan tahun. Jakarta: BPS. Harvard university press.
BPS. (2003). Data dan informasi Latour, B. (1999). Pandora’s hope:
kemiskinan tahun 2003: buku 2: essays on the reality of science
kabupaten. Jakarta: BPS. studies. Harvard university press.
Chilundo, B., & Sahay, S. (2004). Moran, D. D., Wackernagel, M., Kitzes,
Representing the phenomenon J. A., Goldfinger, S. H., &
170 Jurnal Sosioteknologi | Vol. 17, No 1, April 2018

Boutaud, A. (2008). Measuring development report. https://doi.


sustainable development - org/10.1002/9780470752630.ch2
Nation by nation. Ecological Van, Z. W. (1982). Statistika untuk ilmu-
Economics, 64(3), 470–474. ilmu sosial. Jakarta: Gramedia.
https://doi.org/10.1016/j. Watkins, K., Fu, H., Fuentes, R., &
ecolecon.2007.08.017 Ghosh, a. (2005). Human
Mulyana, D. (2006). Metodologi Development Report 2005.
penelitian kualitatif: paradigma Nations Development.
baru ilmu komunikasi dan ilmu Yuliar, S. (2009). Tata kelola teknologi.
sosial lainnya. PT Remaja perspektif teori jaringan aktor.
Rosdakarya. Institut Teknologi Bandung.
RI. Peraturan Pemerintan Tentang Program
PercepatanPenanggulangan
Kemiskinan, Pub. L. No. 166
(2014). Indonesia.
Sachs, J. D. (2012). From millennium
development goals to sustainable
development goals. The Lancet.
https://doi.org/10.1016/S0140-
6736(12)60685-0
Schwartzman, S. (1999). Legitimacy,
Controversies and Translation in
Public Statistics: The Experience
of the Brazilian Institute of
Geography and Statistics. Science
Technology & Society, 4(1), 1–34.
https://doi.
org/10.1177/097172189900400101
UNDP. (2005). Human development
report 2005  : international
cooperation at a crossroads  :
aid, trade and security in
an unequal world. Human

Anda mungkin juga menyukai