Anda di halaman 1dari 3

ABSTRAK

STUDI PENERAPAN STATISTIKA DALAM PENGUKURAN


TINGKAT KEMISKINAN DI LINGKUNGAN KERJA
BADAN PUSAT STATISTIK

Oleh
Ahmadriswan Nasution

Setiap upaya untuk mengukur sesuatu objek—seperti masyarakat miskin—


melibatkan proses kuantifikasi yang pada esensinya, terdiri atas tahap klasifikasi atau
kategorisasi, penetapan peringkat atau tingkatan, dan penetapan acuan.

Dalam konteks pembangunan, terdapat dua aspek dari pengukuran yang penting
untuk diperhatikan. Yang pertama, setiap pengukuran objek-objek sosial
mempersyaratkan suatu pengkondisian terhadap objek yang diukur, yang melibatkan
proses reduksi atau penyederhanaan. Yang kedua, praktik pengukuran itu sendiri
tidak berlangsung di ruang yang ‘hampa-sosial,’ tetapi berlangsung dalam kondisi
sosial tertentu; baik subjek pelaku pengukuran maupun objek pengukuran merupakan
bagian dari suatu masyarakat.

Secara umum, upaya penerapan disiplin statistika, ‘objektivitas’ menjadi kriteria


penting untuk menilai apakah pengukuran statistik yang dihasilkan bersifat absah
atau tidak absah. Akan tetapi, dalam perspektif pembangunan, penerapan statistika
dalam pengukuran tingkat kemiskinan perlu selaras dengan arah dan kebijakan
pembangunan yang berhubungan dengan penanggulangan kemiskinan.

Penelitian ini bertujuan untuk memahami praktik pengukuran kemiskinan di


lingkungan kerja Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN). Untuk memahaminya menggunakan metode
kualitatif yaitu dengan mempelajari prosedur-prosedur formal dan menelusuri (secara
retrospektif) aktor-aktor sosial yang terkait dengan penyelenggaraan statistik
kemiskinan di kedua lembaga tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan prosedur-prosedur formal dengan


menerapkan kaidah-kaidah statistik dalam setiap tahap pengukuran kemiskinan
memberikan manfaat sekaligus ada sesuatu yang hilang. Tahap demi tahap, ketika
bergerak ke kanan, menjadi hilang efek lokalitas, partikularitas, materialitas,
multiplisitas, dan kontinuitas, sehingga diakhirnya yang tinggal berupa kertas atau
angka-angka. Proses ini disebut ’reduksi’ yang ujungnya adalah segala sesuatu yang
dihitung atau ditotal. Tetapi pada setiap tahap, sesuatu yang baru ditambahkan,
sehingga memperoleh manfaat kompatibilitas, standardisasi, teks, sirkulasi, dan
eksplanasi.

Pola interaksi antara subjek pelaku pengukuran dan objek pengukuran pada kasus
BPS dan BKKBN menunjukkan perbedaan. Pada model BPS, terjadi pemisahan (ada
jarak) antara subjek pelaku pengukuran dengan objek pengukuran agar prinsip
i
‘objektivitas’ terpenuhi. Sebaliknya pada kasus BKKBN antara subjek pelaku
pengukuran dengan objek pengukuran telah saling mengenal, sehingga proses
pengukuran kemiskinan mendorong terjadinya pembelajaran sosial melalui melalui
berinteraksi. Dengan demikian, pendekatan yang dilakukan oleh BKKBN
memungkinkan terjadinya transformasi/perubahan sosial lebih meluas.

Kata kunci: statistika, pengukuran kemiskinan, pembangunan, reduksi, dan


pembelajaran sosial

ii
ABSTRACT

APPLICATION OF STATISTICS METHOD ON POVERTY


MEASUREMENT IN WORKING ENVIRONTMENT OF
BPS-STATISTICS INDONESIA
by
Ahmadriswan Nasution

Every effort in measuring an object – like poor people – involves a quantification


process, which consists of three steps; classification or categorization, determining
levels or ranks and determining reference.

In development context, there are two important aspects of measuring something.


Firstly, every social object measuring requires an adjustment of the object which
involves reduction or simplified process. Secondly, a measuring practice itself
happens in a certain social condition, where measuring subject and object are part
of a society.

In general, ‘objectivity’ becomes an important condition in evaluating whether or


not the statistics measuring which is resulted from statistics application is valid.
Conversely, in development perspective, statistics application of poverty measuring
needs to be harmony with development purpose and policy dealing with poverty
prevention.

Research is aimed to understand the poverty measuring practice in work


environment of Badan Pusat Statistik (BPS) and Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN) by using qualitative method. This method is used to
learn the formal procedures and follow the social actors which connected to
carrying out of poverty prevention in those two organizations.

The result of research point out that the formal procedure application by applying
statistics rules in every poverty measuring step give benefit and recognize that
something is missing. Step by step, information resulted from poverty measuring lose
its locality, particularity, materiality, multiplicity and continuity. As a result, only
papers and numbers are left. This process is called reduction which ends to
everything that can be counted or summed. On the other hand, in every step
something new is added. Therefore, it gives benefit of compatibility, standardization,
text, circulation and explanation to the information.

The interaction pattern between measuring subject and object in BPS and BKKBN
show dissimilarity. In BPS model, there is a gap between measuring subject and
object in order to fulfill the objectivity. On the other hand, in BKKBN case,
measuring subject and object has known each other, as a result, poverty measuring
process support an occurring social learning through interaction. It means, poverty
measuring approach by BKKBN can make social transformation spread.
Key words: statistics, poverty measurement, development, reduction, and sosial
learning

iii

Anda mungkin juga menyukai