Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

APPENDISITIS

LENIA HIDAYATIL MAULIDIYAH


20020050

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN dr SOEBANDI JEMBER
YAYASAN JEMBER INTERNASIONAL SCHOOL
2021
LAPORAN PENDAHULUAN

APENDISITIS

1.1. PENGERTIAN

Appendisitis adalah suatu proses obstruksi yang disebabkan oleh


benda asing batu feses kemudian terjadi proses infeksi dan disusul oleh
peradangan pada apendiks vermiformis. Apendicitis jika tidak ditangani
segera bisa menyebabkan pecahnya lumen usus. Penyakit ini
menyerang semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih
sering menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun dan merupakan
penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah,
(Anas, 2017).
Appendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau
umbai cacing. Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga
memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang
umumnya berbahaya (Arifin, 2016).

1.2. ETIOLOGI

1) Infeksi bakteri :
Bacteroides fragilis, bakteri anaerob, gram negative dan Escherichia
coli, bakteri gram negated, facultative anaerob. Sedangkan bakteri
lainnya yaitu : peptostreptococus, pseudomonas, klebsiela dan
klostridium, lactobacillus dan B. splanchnicus
2) Erosi mukosa apendiks
3) Fekalit
4) Benda asing tertelan
5) Diet rendah serat
Appendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal
berperan sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks
merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping
hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris
dapat pula menyebab.kan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat
menimbulkan appendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena
parasit seperti E. histolytica (Ariska, 2019).

Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan


makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya
appendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang
berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya
pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan
mempermudah timbulnya appendisitis akut (Ariska, 2019).
Klasifikasi apendisitis :
a. Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks.
Apendisitis akut pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang
selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi dari apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa
1) Hiperplasi limfonoid sub mukosa dinding apendiks
2) Fekalit
3) Benda asing
4) Tumor
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang
diproduksi tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin
meningkatkan tekanan intra lumminer sehingga menyebabkan
tekanan intra mukosa juga semakin tinggi. Tekanan yang tinggi
akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga
terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus/nanah pada
dinding apendiks. Apendiks juga dapat disebabkan oleh
penyebaran infeksi dari organ lain.
b. Apendisitis purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema
menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks
dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia
dan edema pada appediks.
c. Apendisitis kronik
Diagnosisi apendiks kronik baru dapat ditegakkan jika
dipenuhi semua syarat : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari
dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan
mikrsokopik dan keluhan menghilang setelah apendektomi.
d. Apendisitis rekurens
Diagnosis rekurens baru dapat dipikirkan jika ada riwayat
serangan nyeri berulang di perut kanan bawah yang mendorong
dilakukan apeomi dan hasil petologi menunjukkan peradangan
akut.
e. Mukokel apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang
berisi musin akibat adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang
biasanya berupa jaringan fibrosa.
f. Tumor apendiks/adenokarsinoma apendiks
Bisa ditemukan kebetulan sewaktu apendektomi atas indikasi akut.
g. Karsinoid apendiks
Merupakan tomur sel argentafin apendiks, kelainan ini jarang
didiganosis prabedah, tetapi ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan patologi atas sepsimen apendiks dengan diagnosis
prabedah apendisitis akut.

1.3. MANIFESTASI KLINIS


a. Nyeri kuadran kanan bawah dan biasanya disertai demam ringan
Mual, muntah dan hilangnya nafsu makan.
b. Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney bila dilakukan tekanan
c. Spasme otot (kejang otot)
d. Terdapat Konstipasi atau diare
e. Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum
f. nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal
g. Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih
atau ureter
1.4. PATOFISIOLOGI
( Terlampir )
1.5. PATHWAY
( Terlampir )

1.6. PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reaktive protein
(CRP) pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit
antara 10.000-18-000/mm3 (leukosidosis) dan neutrophil diatas 75%,
sedangkan pada CRPditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP
adalah salah satu komponen protein fase akut yang akan meningkat 4-6
jam setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilohat melalui proses
elektroforesis serum protein. Angka sensittivitas dan spesifitas CRP
yaitu 80%-90%.
b. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan somputed
tomography scanning (CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan
bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks,
sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang
menyilang dengaan fekalithdan perluasan dari appendiks yang
mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi
USG 90-94% dengan angka sensitifitas dan spestifisitas yaitu 85%dan
92% sedangkan CT-scan mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan
sensitivitas dan spesitifitas yang tinggi yaitu 90-100%.
c. Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan
kemungkinan infeksi saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut
bawah.
d. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amylase membantu mendiagnosa
peradangan hati, kandung empedu, dan pancreas
e. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk
memeriksa adanya kemungkinan kehamilan
f. Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum.
Pemeriksaan barium enem dan colonoscopy merupakan pemeriksaan
awal untuk kemungkinan karsinoma colon.
g. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti
apendisitis, tetapi mempunyai arti penting dalam membedakan
apendisitis dengan obstruksi usus halus atau batu ureter kanan.

1.7. DIAGNOSA BANDING


a. Gastroenteritis
b. Demam dengue
c. Kelainan avulasi
d. Infeksi panggul
e. Kista ovarium terpuntir
f. Endometriosis ovarium externa
g. urolitiasis

1.8. KOMPLIKASI
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan apendisitis
adapaun jenis komplikasi menurut (Bickley, 2018) adalah :
a. Abses
Abses merupakan peradangan apendiks yang berisi pus. Teraba
massa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini
mula- mula berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang
mengandung pus. Hal ini terjadi apabila appendisitis gangren atau
mikroperforasi ditutupi oleh omentum. Operasi appendektomi untuk
kondisi abses apendiks dapat dilakukan secara dini (appendektomi
dini) maupun tertunda (appendektomi interval). Appendektomi dini
merupakan appendektomi yang dilakukan segera atau beberapa hari
setelah kedatangan klien di rumah sakit. Sedangkan appendektomi
interval merupakan appendektomi yang dilakukan setelah terapi
konservatif awal, berupa pemberian antibiotika intravena selama
beberapa minggu.

b. Perforasi

Perforasi adalah pecahnya apendiks yang berisi pus sehingga bakteri


menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama
sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam.Perforasi dapat
diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang
timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,5° C, tampak
toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama
Polymorphonuclear (PMN). Perforasi baik berupa perforasi bebas
maupun mikroperforasi dapat menyebabkan terjadinya peritonitis.
Perforasi memerlukan pertolongan medis segera untuk membatasi
pergerakan lebih lanjut atau kebocoran dari isi lambung ke rongga perut.
Mengatasi peritonitis dapat dilakukan oprasi untuk memperbaiki
perforasi, mengatasi sumber infeksi, atau dalam beberapa kasus
mengangkat bagian dari organ yang terpengaruh .

c. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum. Bila infeksi tersebar
luas pada permukaan peritoneum dapat menyebabkan timbulnya
peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus
paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan
dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oliguria. Peritonitis disertai rasa
sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan
leukositosis. Penderita peritonitis akan disarankan untuk menjalani rawat
inap di rumah sakit. Beberapa penanganan bagi penderita peritonitis
adalah :
1) Pemberian obat-obatan. Penderita akan diberikan antibiotik suntik
atau obat antijamur bila dicurigai penyebabnya adalah infeksi jamur,
untuk mengobati serta mencegah infeksi menyebar ke seluruh tubuh.
Jangka waktu pengobatan akan disesuaikan dengan tingkat
keparahan yang dialami klien.
2) Pembedahan. Tindakan pembedahan dilakukan untuk membuang
jaringan yang terinfeksi atau menutup robekan yang terjadi pada
organ dalam.

1.9. PENATALAKSANAAN
Menurut (Burkitt, 2016) penatalaksanaan medis pada apendisitis
meliputi :
a. Sebelum operasi
1) Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala
appendisitis seringkali belum jelas, dalam keadaan ini observasi
ketat perlu dilaksanakan. Klien diminta melakukan tirah baring dan
dipuasakan.
Pemeriksaan abdomen dan rektal serta pemeriksaan darah
(leukosit dan hitung jenis) diulang secara periodik, foto abdomen
dan toraxs tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya
penyulit lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan
lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah
timbulnya keluhan.
2) Antibiotik
Antibiotik diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi dan
abses intra abdominal luka operasi pada klien apendiktomi.
Antibiotik diberikan sebelum, saat, hingga 24 jam pasca operasi dan
melalui cara pemberian intravena (IV)

b. Operasi

Tindakan operasi yang dapat dilakukan adalah apendiktomi.


Apendiktomi adalah suatu tindakan pembedahan dengan cara
membuang apendiks. Indikasi dilakukannya operasi apendiktomi yaitu
bila diagnosa appendisitis telah ditegakkan berdasarkan gejala klinis.
Pada keadaan yang meragukan diperlukan pemeriksan penunjang USG
atau CT scan.

Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau


spinal dengan insisi pada abdomen bawah. Anastesi diberikan untuk
memblokir sensasi rasa sakit. Efek dari anastesi yang sering terjadi
pada klien post operasi adalah termanipulasinya organ abdomen
sehingga terjadi distensi abdomen dan menurunnya peristaltik usus.
Hal ini mengakibatkan belum munculnya peristaltik usus.
Dalam 4 jam pasca operasi klien sudah boleh melakukan
mobilisasi bertahap, dan dalam 8 jam pertama setelah perlakuan
mobilisasi dini pada klien pasca operasi abdomen terdapat peningkatan
peristaltik usus bahkan peristaltik usus dapat kembali normal.
Kembalinya fungsi peristaltik usus akan memungkinkan pemberian
diet, membantu pemenuhan kebutuhan eliminasi serta mempercepat
proses penyembuhan.
Operasi apendiktomi dapat dilakukan dengan 2 teknik, yaitu
operasi apendiktomi terbuka dan laparaskopi apendiktomi.
Apendiktomi terbuka dilakukan dengan cara membuat sebuah sayatan
dengan panjang sekitar 2 – 4 inci pada kuadran kanan bawah abdomen
dan apendiks dipotong melalui lapisan lemak dan otot apendiks.
Kemudian apendiks diangkat atau dipisahkan dari usus Sedangkan
pada laparaskopi apendiktomi dilakukan dengan membuat 3 sayatan
kecil di perut sebagai akses, lubang pertama dibuat dibawah pusar,
fungsinya untuk memasukkan kamera super mini yang terhubung ke
monitor ke dalam tubuh, melalui lubang ini pula sumber cahaya
dimasukkan kemudian apendiks diangkat dan dikeluarkan melalui
salah satu sayatan. Jika apendiks mengalami perforasi bebas, maka
abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.Tindakan
pembedahan dapat menimbulkan luka insisi sehingga pada klien post
operatif apendiktomi dapat terjadi resiko infeksi luka operasi.
c. Pasca operasi
Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui
terjadinya perdarahan di dalam, syok, hipertermia atau gangguan
pernapasan. Klien dibaringkan dalam posisi terlentang. Klien
dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Puasa
diteruskan sampai fungsi usus kembali normal.

1.10. KONSEP KEPERAWATAN


1.1.1. PENGKAJIAN
a. Pengkajian

1) Data demografi
Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status
perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan,
alamat, nomor register.
2) Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
Nyeri pada daerah abdomen kanan bawah.
b) Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengatakan nyeri pada daerah abdomen kanan
bawah yang menembus kebelakang sampai pada
punggung dan mengalami demam tinggi
c) Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien pernah mengalami operasi sebelumnya
pada colon.
d) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga ada yang mengalami jenis
penyakit yang sama.
b. Pemeriksaan fisik
1) Pemeriksaan fisik ROS (Review Of System)

1. Kedaan umum : kesadaran composmentis, wajah tampak


menyeringai, konjungtiva anemis.

2. Sistem kardiovaskuler : ada distensi vena jugularis, pucat,


edema, TD>110/70mmHg; hipertermi.

3. Sistem respirasi : frekuensi nafas normal (16-20x/menit), dada


simetris, ada tidaknya sumbatan jalan nafas, tidak ada gerakan
cuping hidung, tidak terpasang O2, tidak ada ronchi, whezing,
stridor.

4. Sistem hematologi : terjadi peningkatan leukosit yang


merupakan tanda adanya infeksi dan pendarahan.

5. Sistem urogenital : ada ketegangan kandung kemih dan


keluhan sakit pinggang serta tidak bisa mengeluarkan urin
secara lancer.
6. Sistem muskuloskeletal : ada kesulitan dalam pergerakkan
karena proses perjalanan penyakit.

7. Sistem Integumen : terdapat oedema, turgor kulit menurun,


sianosis, pucat.

8. Abdomen : terdapat nyeri lepas, peristaltik pada usus ditandai


dengan distensi abdomen.

2) Pola fungsi kesehatan menurut Gordon.

1. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat,

Adakah ada kebiasaan merokok, penggunaan obat-


obatan, alkohol dan kebiasaan olahraga (lama frekwensinya),
karena dapat mempengaruhi lamanya penyembuhan luka.

2. Pola nutrisi dan metabolism.

Klien biasanya akan mengalami gangguan pemenuhan


nutrisi akibat pembatasan intake makanan atau minuman
sampai peristaltik usus kembali normal.

3. Pola Eliminasi

Pada pola eliminasi urine akibat penurunan daya


konstraksi kandung kemih, rasa nyeri atau karena tidak biasa
BAK ditempat tidur akan mempengaruhi pola eliminasi urine.
Pola eliminasi alvi akan mengalami gangguan yang sifatnya
sementara karena pengaruh anastesi sehingga terjadi
penurunan fungsi.

4. Pola aktifitas.

Aktifitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas


bergerak karena rasa nyeri, aktifitas biasanya terbatas karena
harus bedrest berapa waktu lamanya setelah pembedahan.

5. Pola sensorik dan kognitif.


Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan
serta pendengaran, kemampuan berfikir, mengingat masa lalu,
orientasi terhadap orang tua, waktu dan tempat.

6. Pola Tidur dan Istirahat.

Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang


sangat sehingga dapat mengganggu kenyamanan pola tidur
klien.

7. Pola Persepsi dan konsep diri.

Penderita menjadi ketergantungan dengan adanya


kebiasaan gerak segala kebutuhan harus dibantu. Klien
mengalami kecemasan tentang keadaan dirinya sehingga
penderita mengalami emosi yang tidak stabil.

8. Pola hubungan.

Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita


tidak bisa melakukan peran baik dalam keluarganya dan
dalam masyarakat. penderita mengalami emosi yang tidak
stabil.

9. Pemeriksaan diagnostic.

a) Ultrasonografi adalah diagnostik untuk apendistis akut.

b) Foto polos abdomen : dapat memperlihatkan distensi


sekum, kelainan non spesifik seperti fekalit dan pola gas
dan cairan abnormal atau untuk mengetahui adanya
komplikasi pasca pembedahan.

c) Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya


peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya
infeksi.

d) Pemeriksaan Laboratorium.
- Darah : Ditemukan leukosit 10.000 – 18.0000
µ/ml.

- Urine : Ditemukan sejumlah kecil leukosit


dan eritrosit.

1.1.2. DIAGNOSA KEPERAWATAN


Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai
respon klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan
yang dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial.
Berdasarkan pada semua data pengkajian diagnosa
keperawatan utama yang dapat muncul pada kl appendicitis, antara
lain :

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi


(inflamasi appendicitis). (D.0077)
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (Prosedur
oprasi). (D.0077)
c. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (Infeksi pada
appendicitis). (D.0130)
d. Risiko Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan
secara aktif (muntah). (D.0034)
e. Resiko hipovolemia ditandai dengan efek agen farmakologis
(D.0034)
f. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi
(D.0080)
g. Resiko Infeksi ditandai dengan efek prosedur infasive (D.0142).
1.1.3. PERENCANAAN
N TANGGAL STANDAR DIAGNOSIS STANDAR LUARAN KEPERAWATAN STANDAR INTERVENSI
O KEPERAWATAN INDONESIA KEPERAWATAN
INDONESIA (SLKI) INDONESIA
(SDKI) (SIKI)
1. Senin, Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nyeri 1.08238
7 Juni 2021 berhubungan selama 3x.... jam, diharapkan nyeri akut dapat 0bservasi :
dengan agen teratasi 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
pencedera Tingkat nyeri (L.08066) frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
fisiologi Indikator SA ST 2. Identifikasi skala nyeri
(inflamasi Keluhan nyeri 2 5 Terapi :
Meringis 3 5
appendicitis) Sikap protektif 2 5 1. Berikan terapi nonfarmakologis untuk
(D.0077) Gelisah 2 5 mengurangi rasa nyeri (misal. Akupresure,
Kesulitan tidur 3 5
Keterangan : terapi music, aromaterapi, teknik nafas

1. Menurun dalam).

2. Cukup menurun 2. Control lingkungan yang memperberat

3. Sedang rasa nyeri (misal. Suhu ruangan,

4. Cukup meningkat pencahayaan, kebisingan)

5. Meningkat 3. Fasilitasi istirahat dan tidur


Edukasi :
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberin analgetik, jika perlu

N TANGGAL STANDAR DIAGNOSIS STANDAR LUARAN KEPERAWATAN STANDAR INTERVENSI


O KEPERAWATAN INDONESIA KEPERAWATAN
INDONESIA (SLKI) INDONESIA
(SDKI) (SIKI)
2. Senin, Hipertermia Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen hipertermia (I.15506).
7 Juni 2021 berhubungan selama 3x.... jam, diharapkan hipertermi dapat 0bservasi :
dengan proses teratasi 1. Identifikasi penyebab hipertermia.
penyakit (Infeksi termoregulasi (L.14134) 2. Monitor suhu tubuh
pada Indikator SA ST Terapi :
appendicitis). Menggigil 2 5 1. Sediakan lingkungan yang dingin
Takikardi 3 5
(D.0130) Suhu tubuh 2 5 2. Longgarkan atau lepaskan pakaian
Suhu kulit 2 5 3. Beri kompres dingin
Keterangan :
Edukasi :
1. Meningkat
1. Anjurkan tirah baring
2. Cukup meningkat
Kolaborasi :
3. Sedang
1. Kolaborasi pemberian cairan dan
4. Cukup menurun
elektrolit intravena, jika perlu.
5. Menurun

N TANGGAL STANDAR DIAGNOSIS STANDAR LUARAN KEPERAWATAN STANDAR INTERVENSI


O KEPERAWATAN INDONESIA KEPERAWATAN
INDONESIA (SLKI) INDONESIA
(SDKI) (SIKI)
3. Senin, Risiko Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen hipovolemia 1.03116
7 Juni 2021 Hipovolemia selama 3x.... jam, diharapkan risiko 0bservasi :
berhubungan hypovolemia dapat teratasi 1. Periksa tanda dan gejala hypovolemia
dengan Status cairan (L.0328) (mis, frekuensi nadi meningkat, nadi
kehilangan cairan Indikator SA ST teraba lemah, tekanan darah menurun,
secara aktif Kekuatan nadi 2 5 tekanan nadi menyempit turgos kulit
Membran mukosa 3 5
(muntah). Frekuensi nadi 3 5 menurun, membrane mukosa kering)
(D.0034) Tekanan darah 3 5 2. Monitor intake dan output cairan
Keterangan :
Terapi :
1. Memburuk
1. Hitung kebutuhan cairan
2. Cukup memburuk
2. Berikan posisi modified trendelenburg
3. Sedang
Edukasi :
4. Cukup membaik
1. Anjurkan memperbanyak asupan cairan
5. Membaik
oral
2. Anjurkan menghindari perubahan posisi
mendadak
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis
(mis. NaCl, RL)
2. Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis
(mis. Glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)
N TANGGAL STANDAR DIAGNOSIS STANDAR LUARAN KEPERAWATAN STANDAR INTERVENSI
O KEPERAWATAN INDONESIA KEPERAWATAN
INDONESIA (SLKI) INDONESIA
(SDKI) (SIKI)
4. Senin, Risiko infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegahan infeksi (1.14539)
7 Juni 2021 ditandai dengan selama 3x.... jam, diharapkan risiko infeksi 0bservasi :
efek prosedur dapat teratasi 1. Monitor tanda dan gejala infeksi local
infasive (D.0142). tingkat infeksi (L.14137) siskemik
Indikator SA ST Terapi :
Kebersihan tangan 3 5 1. Batasi jumlah pengunjung
Kebersihan badan 3 5
Demam, kemerahan, nyeri, 3 5 2. Berikan perawatan kulit pada area edema
bengkak 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
Kadar sel darah putih 3 5 dengan lingkungan
Keterangan :
4. Pertahankan teknik aseptic pada pasien
1. Menurun
beresiko tinggi
2. Cukup menurun
Edukasi :
3. Sedang
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
4. Cukup meningkat
2. Ajarkan cara mencuci tangan dengan
5. Meningkat
benar
3. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau
luka operasi
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Anas, Kadrianti, E., & I. (2017). Pengaruh Tindakan Mobilisasi Terhadap


Penyembuhan Luka Post Operasi Usus Buntu (Appendicitis) Di RSI Faisal
Makassar.
Arifin, D. S. (2016). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Post Operatif
Apendiktomy et cause Appendisitis Acute.
Ariska, D. W., & Ali, M. S. (2019). Pengaruh Kebiasaan Konsumsi Junk Food
Terhadap Kejadiaan Obesitas Remaja. Jurnal Kesehatan Surya Mitra
Husada, 1–7.
Bickley Lynn S & Szilagyi Peter G. (2018). Buku Saku Pemeriksaan Fisik &
Riwayat Kesehatan (p. 49). p. 49.
Burkitt, and R. (2016). Appendicitis. In: Essential Surgery Problems,
Diagnosis, & Management . (4th ed.). London: Elsevier Ltd.

Anda mungkin juga menyukai

  • LP Trauma Abdomen
    LP Trauma Abdomen
    Dokumen20 halaman
    LP Trauma Abdomen
    Muhammad Farid Ariful Hadi
    Belum ada peringkat
  • LP Cos
    LP Cos
    Dokumen22 halaman
    LP Cos
    Muhammad Farid Ariful Hadi
    Belum ada peringkat
  • LP Apb
    LP Apb
    Dokumen13 halaman
    LP Apb
    Muhammad Farid Ariful Hadi
    Belum ada peringkat
  • LP Abses Hepar Fix
    LP Abses Hepar Fix
    Dokumen23 halaman
    LP Abses Hepar Fix
    Muhammad Farid Ariful Hadi
    100% (1)