Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR FEMUR

OLEH :

Ira Badriya Hidayati

20020043

PRODI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN dr. SOEBANDI JEMBER

YAYASAN JEMBER INTERNASIONAL SCHOOL

2021
LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR FEMUR

1. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnyantulang
yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh trauma/rudapaksa atau tenaga fisik yang
ditentukan jenis dan luasnya trauma (Lukman & Ningsih, 2012). Menurut Desiartama
(2017), fraktur femur adalah diskontinuitas dari femoral shaft yang bisa terjadi akibat
trauma secara langsung (kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian), dan
biasanya lebih banyak dialami laki-laki dewasa (Desiartama, 2017).
Fraktur adalah suatu kondisi yang terjadi ketika keutuhan dan kekuatan dari
tulang mengalami kerusakan yang disebabkan oleh penyakit invasif atau suatu proses
biologis yang merusak (Kenneth et al., 2015). Fraktur atau patah tulang disebabkan
karena trauma atau tenaga fisik, kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan
tulang dan jaringan lunak disekitar tulang merupakan penentu apakah fraktur terjadi
lengkap atau tidak lengkap (Astanti, 2017).

Klasifikasi

Klasifikasi Fraktur dapat dibagi menjadi beberapa bagian, diantaranya :

1) Klasifikasi Etiologis
a. Fraktur traumatic
b. Fraktur Patologis, yaitu fraktur yang terjadi pada daerah-daerah tulang
yang telah menjadi lemah oleh karena tumor atau proses patologik lainnya
(infeksi dan kelainan bawaan) dan dapat terjadi secara spontan atau akibat
trauma ringan.
c. Fraktur Beban (Kelelahan), yaitu fraktur yang terjadi pada orangorang
yang baru saja menambah tingkat aktivitas merka atau karena adanya
stress yang kecil dan berulang-ulang pada daerah tulang yang menopang
berat badan.
2) Klasifikasi Klinis
a. Fraktur Tertutup (simple Fraktur), adalah fraktur dengan kulit yang tidak
tembus oleh fragmen tulang, sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh
lingkungan.
b. Fraktur Terbuka (compound Fraktur), adalah frktur dengan kulit
ekstremitas yang terlibat telah ditembus, dan terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar. Karena adanya perlukaan kulit.
Fraktur terbuka dibagi atas 3 derajat, yaitu :

1.) Grade 1 : sakit jelas dan sedikit kerusakan kulit.

a. Luka < 1 cm

b. Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk

c. Fraktur sederhana, transversal, atau kominutif ringan

d. Kontaminasi minimal

2.) Grade II : Fraktur terbuka dan sedikit kerusakan kulit.

a. Laserasi < 1cm

b. Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulse.

c. Fraktur kominutif sedang

d. Kontaminasi sedang

3.) Grade III : Banyak sekali jejas kerusakan kulit, otot jaringan saraf dan
pembuluh darah serta luka sebesar 6-8 cm (Sjamsuhidayat, 2010 dalam
wijaya & putri, 2013 : 237).

3) Klasifikasi Radiologis

a. Lokalisasi : diafisal, metafisial, intra-artikuler, fraktur dengan dislokasi.

b. Konfigurasi : F. Transversal, F.Oblik, F. Spinal, F. Segmental, F.

Komunitif (lebih dari dua fragmen), F. Avulse, F. Depresi, F. Epifisis.

c. Menurut Ekstensi : F. Total, F. Tidak Total, F. Buckle atau torus, F.

Garis rambut, F. greenstick.

d. Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya : tidak bergeser,


bergeser (bersampingan, angulasi, rotasi, distraksi, over riding, impaksi)
(Kusuma, 2015)
2. Etiologi
Penyebab fraktur menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2010) dalam Andini (2018)
dapat dibedakan menjadi:
1. Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
a. Cedera langsung adalah pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang
patah secara spontan
b. Cedera tidak langsung adalah pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak
2. Fraktur patologik
Kerusakan tulang akibat proses penyakit dengan trauma minor mengakibatkan :
a. Tumor tulang adalah pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali
b. Infeksi seperti osteomielitis dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut
c. Rakitis
d. Secara spontan disebabkan oleh stres tulang yang terus menerus
Penyebab terbanyak fraktur adalah kecelakaan, baik itu kecelakaan kerja,
kecelakaan lalu lintas dan sebagainya. Tetapi fraktur juga bisa terjadi akibat faktor
lain seperti proses degeneratif dan patologi (Noorisa dkk, 2017).

3. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur menurut Smeltzer (2018) meliputi :
1. Nyeri akut terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi, hematoma, dan edema
2. Kehilangan fungsi
3. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
4. Pemendekan ekstremitas. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur
5. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
6. Edema lokal
7. Ekimosis
4. Patofisiologi
Pada kondisi trauma, diperlukan gaya yang besar untuk mematahkan batang
femur individu dewasa. Kebanyakan fraktur ini terjadi karena trauma langsung dan
tidak langsung pada pria muda yang mengalami kecelakaan kendaraan bermotor atau
jatuh dari ketinggian. Kondisi degenerasi tulang (osteoporosis) atau keganasan tulang
paha yang menyebabkan fraktur patologis tanpa riwayat trauma, memadai untuk
mematahkan tulang femur (Muttaqin, 2012).
Kerusakan neurovaskular menimbulkan manifestasi peningkatan risiko syok,
baik syok hipovolemik karena kehilangan darah banyak ke dalam jaringan maupun
syok neurogenik karena nyeri yang sangat hebat yang dialami klien. Respon terhadap
pembengkakan yang hebat adalah sindrom kompartemen. Sindrom kompartemen
adalah suatu keadaan terjebaknya otot, pembuluh darah, jaringan saraf akibat
pembengkakan lokal yang melebihi kemampuan suatu kompartemen/ruang lokal
dengan manifestasi gejala yang khas, meliputi keluhan nyeri hebat pada area
pembengkakan, penurunan perfusi perifer secara unilateral pada sisi distal
pembengkakan, CRT (capillary refill time) lebih dari 3 detik pada sisi distal
pembengkakan, penurunan denyut nadi pada sisi distal pembengkakan (Muttaqin,
2012).
Kerusakan fragmen tulang femur menyebabkan gangguan mobilitas fisik dan
diikuti dengan spasme otot paha yang menimbulkan deformitas khas pada paha, yaitu
pemendekan tungkai bawah. Apabila kondisi ini berlanjut tanpa dilakukan intervensi
yang optimal akan menimbulkan risiko terjadinya malunion pada tulang femur
(Muttaqin, 2012).
5. Pathway
6. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Nurarif & Kusuma (2015) pemeriksaan penunjang untuk fraktur femur
yaitu :
1. X-ray
Untuk menentukan lokasi atau luasnya fraktur, mengetahui tempat dan tipe
fraktur, biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan selama
proses penyembuhan secara periodik.
2. Scan tulang
Scan tulang untuk mempelihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak
3. Arteriogram
Anteriogram dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler
4. Hitung darah lengkap
Hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada perdarahan, peningkatan
leukosit sebagai respon terhadap peradangan
5. Kreatinin
Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien yang memiliki penyakit
ginjal
6. Profil koagulasi
Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi atau cedera hati

7. Komplikasi

Komplikasi Awal :

1. Syok

Syok hipovolemik atau traumatik, akibat perdarahan (baik kehilangan darah


eksterna maupun interna) dan kehilangan cairan ekstra sel ke jaringan yang rusak
(Smeltzer, 2015).

2. Sindrom emboli lemak

Pada saat terjadi fraktur, globula lemak dapat masuk kedalam darah karena tekanan
sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena katekolamin yang
dilepaskan oleh reaksi stress pasien akan memobilisasi asam lemak dan
memudahkan terjadinya globula lemak dalam aliran darah. Globula lemak akan
bergabung dengan trombosit membentuk emboli, yang kemudian menyumbat
pembuluh darah kecil yang memasok otak, paru, ginjal, dan organ lain. Awitan
gejalanya yang sangat cepat dapat terjadi dari beberapa jam sampai satu minggu
setelah cedera, namun paling sering terjadi dalam 24 sampai 72 jam (Smeltzer,
2015).

3. Sindrom kompartemen

Sindrom kompartemen merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam
otot kurang dari yang dibutuhkan untuk jaringan, bisa disebabkan karena
penurunan kompartemen otot (karena fasia yang membungkus otot terlalu ketat
atau gips atau balutan yang menjerat) atau peningkatan isi kompartemen otot
(karena edema atau perdarahan) (Smeltzer, 2015).

Komplikasi Lambat :

1. Penyatuan terlambat atau tidak ada penyatuan

Penyatuan terlambat terjadi bila penyembuhan tidak terjadi dengan kecepatan


normal. Penyatuan terlambat mungkin berhubungan dengan infeksi sistemik dan
distraksi (tarikan jauh) fragmen tulang.

2. Nekrosis avaskuler tulang

Nekrosis avaskuler terjadi bila tulang kehilangan asupan darah dan mati. Tulang
yang mati mengalami kolaps atau diabsorpsi dan diganti dengan tulang baru
(Smeltzer, 2015).

3. Reaksi terhadap alat fiksasi interna

Alat fiksasi interna biasanya diambil setelah penyatuan tulang telah terjadi, namun
pada kebanyakan pasien alat tersebut tidak diangkat sampai menimbulkan gejala.
Masalah yang dapat terjadi meliputi kegagalan mekanis (pemasangan dan
stabilisasi yang tidak memadai), kegagalan material (alat yang cacat atau rusak),
berkaratnya alat, respon alergi terhadap campuran logam yang dipergunakan
(Smeltzer, 2015).

8. Diagnosa Banding
1. Dislokasi panggul
2. Fraktur pelvic
3. Osteitis Pubis
4. Slipped Capital Femoral Epiphysis
5. Snapping Hip Syndrome
9. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan Kedaruratan

a. Cari tanda-tanda syok/perdarahan dan periksa ABC

1.) Jalan Napas

Untuk mengatasi keadaan ini, penderita di miringkan sampai tengkurap.


Mandibula dan lidah ditarik ke depan dan dibersihkan faring dengan jari-jari.

2.) Perdarahan pada luka

Cara paling efektif dan aman adalah dengan meletakkan kain yang bersih
(kalau bisa steril) yang cukup tebal dan dilakukan penekanan dengan tangan
atau dibalut dengan verban yang cukup menekan.

3.) Syok

Syok bisa terjadi apabila orang kehilangan darahnya kurang lebih 30% dari
volume darahnya.Untuk mengatasi syok karena pendaharan diberikan darah
(tranfusi darah).

4.) Cari trauma pada tempat lain yang beresiko (kepala dan tulang belakang, iga
dan pneumotoraks dan trauma pelvis) (R. Borley,2007 : 85).

Sedangkan menurut Helmi (2014) penatalaksanaan fraktur femur dapat dinilai


dari fraktur femur terbuka atau tertutup. Pada fraktur femur terbuka harus dinilai
dengan cermat untuk mencari ada tidaknya :

a. Kehilangan kulit
b. Kontaminasi luka
c. Iskemia otot
d. Cedera pada pembuluh darah dan saraf

1.) Intervensi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Profilaksis antibiotic
b. Debridement, pembersihan luka dan debridement harus dilakuakn dengan
sesedikit mungkin penundaan. Jika terdapat kematian jaringan atau
kontaminasi yang jelas, luka harus diperluas dan jaringan yang mati dieksisi
dengan hati-hati. Luka akibat penetrasi fragmen tulang yang tajam juga perlu
dibersihkan dan dieksisi, tetapi cukup dengan debridemen terbatas saja.
c. Stabilisasi, Dilakukan pemasangan fiksasi interna atau fiksasi.
d. Penundaan penutupan.
e. Penundaan rehabilitasi.
f. Fiksasi eksterna.

Penatalaksanaan fraktur batang femur tertutup adalah sebagai berikut.

a. Terapi Konservatif

1. Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum dilakukan terapi


definitive untuk mengurangi spasme otot.
2. Traksi tulang berimbang dengan bagian pearson pada sendi lutut. Indikasi
traksi terutama fraktur yang bersifat komunitif dan segmental.
3. Menggunakan cast brasting yang dipasang setelah terjadi union fraktur
secara klinis.

b. Terapi operatif

c. Pemasangan plate dan screw (Helmi, 2014 : 515).

10. Konsep Keperawatan


a. Pengkajian
Pengkajian meliputi:
1. Identitas Pasien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, nomer register, tanggal masuk Rumah Sakit, diagnose
medis.
2. Pengkajian Primer
Menurut Paul Krisanty (2016) Setelah pasien sampai di Instalasi Gawat Darurat
(IGD) yang pertama kali harus dilakukan adalah mengamankan dan
mengaplikasikan prinsip Airway, Breathing, Circulation, Disability Limitation,
Exposure (ABCDE).
a. Airway : Penilaian kelancaran airway pada klien yang mengalami fraktur
meliputi, pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan
benda asing, fraktur wajah, fraktur mandibula atau maksila, fraktur laring
atau trachea. Usaha untuk membebaskan jalan nafas harus melindungi
vertebral servikal karena kemungkinan patahnya tulang servikal harus
selalu diperhitungkan. Dalam hal ini dapat dilakukan chin lift, tetapi tidak
boleh melibatkan hiperektensi leher.
b. Breathing : Setelah melakukan airway kita harus menjamin ventilasi yang
baik. Ventilasi yang baik meliputi fungsi yang baik dari paru, dinding dada
dan diafragma. Dada klien harus dibuka uantuk melihat pernapasan yang
baik.
c. Circulation : Kontrol perdarahan vena dengan menekan langsung sisi area
perdarahan bersamaan dengan tekanan jari pada arteri paling dekat dengan
perdarahan. Curiga hemoragi internal (pleural, parasardial, atau abdomen)
pada kejadian syok lanjut dan adanya cidera pada dada dan abdomen.
Atasi syok, dimana klien dengan fraktur biasanya mengalami kehilangan
darah. Kaji tanda- tanda syok yaitu penurunan tekanan darah, kulit dingin,
lembab dan nadi halus.
d. Disability :kaji kedaan neurologis secara cepat yang dinilai adalah tingkat
kesadaran (GCS), ukuran dan reaksi pupil. Penurunan kesadaran dapat
disebabkan penurunan oksigen dan penurunan perfusi ke otak, atau
disebabkan perlukaan pada otak. Perubahan kesadaran menuntut
dilakukannya pemeriksaan terhadap keadaan ventilasi, perfusi dan
oksigenasi.
e. Exsposure : jika exsposure dilakukan di Rumah Sakit, tetapi jika perlu
dapat membuka pakaian, misalnya membuka baju untuk melakukan
pemeriksaan fisik thoraks. Di Rumah Sakit klien harus di buka seluruh
pakaiannya, untuk evaluasi klien. Setelah pakain dibuka, penting agar
klien tidak kedinginan klien harus diberikan selimut hangat, ruangan
cukup hangat dan diberikan cairan intravena.
3. Pengkajian Sekunder
Bagian dari pengkajian sekunder pada pasien cidera muskuloskeletal adalah
anamnesis dan pemeriksaan fisik. tujuan dari survey sekunder adalah mencari
cidera-cidera lain yang mungkin terjadi pada pasien sehingga tidak satupun
terlewatkan dan tidak terobati. Apabila pasien sadar dan dapat berbicara maka
kita harus mengambil riwayat AMPLE dari pasien, yaitu Allergies, Medication,
Past Medical History, Last Ate dan Event (kejadian atau mekanisme
kecelakaan).
4. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada pasien fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lama serangan. Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri di gunakan:
a. Provoking Incident : Apakah ada peristiwa yang menjadi faktor presitasi
nyeri.
b. Quality Of Pain : Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan. Apakah seperti
terbakar, berdenyut atau menusuk.
c. Region : Apakah rasaa sakit bias reda, apakah rasa sakit menjalar atau
menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d. Severity (scalr) Of Pain : Seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien,
bisa berdasarkan skala nyeri atau menerangkkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e. Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari.
5. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini biasa
kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan
kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena.
6. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk
berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit – penyakit tersebut
seperti kanker tulang dan penyakit pagets yang menyebabkan fraktur patologis
yang sulit untuk menyambung.
7. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah
satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang
sering terjadi pada beberapa keturunan dan kangker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna D, 1995).
8. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : dikaji GCS klien
b. System Integumen : kaji ada tidaknya eritema, bengkak, oedema, nyeri
tekan.
c. Kepala : kaji bentuk kepala, apakah terdapat benjolan, apakah ada nyeri
kepala
d. Leher : kaji ada tidaknya penjolan kelenjar tiroid, dan reflek menelan.
e. Muka : kaji ekspresi wajah klien wajah, ada tidak perubahan fungsi
maupun bentuk. Ada atau tidak lesi, ada tidak oedema.
f. Mata : kaji konjungtiva anemis atau tidak (karena tidak terjadi
perdarahan).
g. Telinga : kaji ada tidaknya lesi, nyeri tekan, dan penggunaan alat bantu
pendengaran.
h. Hidung : kaji ada tidaknya deformitas, dan pernapasan cuping hidung.
i. Mulut dan Faring : kaji ada atau tidak pembesaran tonsil, perdarahan gusi,
kaji mukosa bibir pucat atau tidak.
j. Paru :
(a) Inspeksi : kaji ada tidaknya pernapasan meningkat.
(b) Palpasi : kaji pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
(c) Perkusi : kaji ada tidaknya redup atau suara tambahan.
(d) Auskultasi : kaji ada tidaknya suara nafas tambahan.
k. Jantung
(a) Inspeksi : kaji ada tidaknya iktus jantung.
(b) Palpasi : kaji ada tidaknya nadi meningkat, iktus teraba atau tidak.
(c) Perkusi : kaji suara perkusi pada jantung
(d) Auskultasi : kaji adanya suara tambahan
l. Abdomen
(a) Inspeksi : kaji kesimetrisan, ada atau tidak hernia
(b) Auskultasi : kaji suara Peristaltik usus klien
(c) Perkusi : kaji adanya suara
(d) Palpasi : ada atau tidak nyeri tekan
m. Ekstremitas
(a) Atas : kaji kekuatan otot, rom kanan dan kiri, capillary refile,
perubahan bentuk tulang
(b) Bawah : kaji kekuatan otot, rom kanan dan kiri, capillary refile, dan
perubahan bentuk tulang

b. Diagnosa Keperawatan

Menurut NANDA (2015) diagnose keperawatan yang di tegakkan pada klien


dengan fraktur meliputi :

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (00132).


b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler,
nyeri, penurunan kekuatan otot (00085)
c. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan pada tonjolan
tulang (00047).
d. Resiko infeksi berhubungan dengan gangguan intregritas kulit (kerusakan
kulit, trauma jaringan lunak, prosedur invasif/ traksi tulang) (00004)
c. Intervensi

DIAGNOSA NOC NIC


KEPERAWATAN
Nyeri akut Tujuan : Manajemen nyeri
berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan 1. Lakukan pengkajian
agen cidera fisik keperawatan 3x24 jam, nyeri nyeri secara
(00132). akut klien teratasi menyeluruh
Kriteria Hasil : 2. Observasi
Tingkat nyeri (2102) ketidaknyamanan non
Indicator SA ST verbal
Control nyeri 2 5 3. Ajarkan untuk Teknik

Nyeri yang 2 5 nonfarmakologi

dilaporkan misalnya Teknik


Skala nyeri 2 5 relaksasi nafs dalam
Keterangan :
4. Kendalikan factor
1. Kuat
lingkungan yang dapat
2. Berat
memperparah nyeri
3. Sedang
misalnya kegaduhan,
4. Ringan
suhu lingkungan
5. Tidak ada
5. Kolaborasi pemberian
analgesic sesuai
indikasi
DAFTAR PUSTAKA

Lukman dan Ningsih, N. (2013). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika

NANDA 2015-2017. Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, edisi 8. Jakarta : EGC.

Desiartama, A. &. (2017). Gambaran Karakteristik Pasien Fraktur Femur Akibat


Kecelakaan Lalu Lintas Pada Orang Dewasa di Rumah Sakit Umum Pusat.
Sanglah Denpasar Tahun 2013. E-Jurnal Medika 6 (5), 1 - 4

Astanti, Feni (2017). pengaruh ROM terhadap perubahan nyeri pada pasien post op
ekstremitas atas. skripsi. jombang. Stikes ICME jombang,http://repo.stikesicme-
jbg.ac.id/96/1/FENI%20YUNI%20ASTANTI.pdf daiakses pada tanggal 9 agustus
2021.

Kenneth A. Egol, Kenneth J. Koval & Joseph D. Zuckerman. (2015). Handbook of fractures
5

th edition. Philadelphia: Walters Kluwer Health.

Sjamsuhidajat. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II. Jakarta : EGC

Muttaqin, Arif. (2012). Buku saku gangguan muskuluskeletal aplikasi pada praktik klinik
keperawatan. Jakarta : salemba medika

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction

Anda mungkin juga menyukai

  • LP Trauma Abdomen
    LP Trauma Abdomen
    Dokumen20 halaman
    LP Trauma Abdomen
    Muhammad Farid Ariful Hadi
    Belum ada peringkat
  • LP Cos
    LP Cos
    Dokumen22 halaman
    LP Cos
    Muhammad Farid Ariful Hadi
    Belum ada peringkat
  • LP Apb
    LP Apb
    Dokumen13 halaman
    LP Apb
    Muhammad Farid Ariful Hadi
    Belum ada peringkat
  • LP Abses Hepar Fix
    LP Abses Hepar Fix
    Dokumen23 halaman
    LP Abses Hepar Fix
    Muhammad Farid Ariful Hadi
    100% (1)