Anda di halaman 1dari 6

SEMINAR NASIONAL PERTETA – FTIP UNPAD

“Penguatan Inovasi Berbasis Internet of Things Untuk Mendukung Pertanian 4.0”


Bandung, 9 – 10 Februari 2021

PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG MANIS (ZEA MAYS SACCHARATA) DENGAN METODE


POT TILLAGE SERTA MULSA DALAM KONSERVASI AGRIKULTUR
Growth of Sweet Corn Plants (Zea mays Saccharata) Using Pot tillage Method and Mulch
In Agriculture Conservation
Kharistya Amaru1*, Rizky Mulya Sampurno1,Yogina Lestari Ayu1, & Fauzan Qolby1
1Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem, FTIP, Universitas Padjadjaran,
Jl. Raya Bandung Sumedang KM.21, Hegarmanah, Jatinangor, Jawa Barat, 45363,Indonesia
*E-mail: kharistya@unpad.ac.id

ABSTRAK

Data BPS pada 2 tahun terakhir menunjukan penurunan produktivitas tanaman jagung di
Jatinangor. Budidaya lahan kering merupakan solusi dalam peningkatan produktivitas tanaman
jagung, namun memiliki banyak permasalahan diantaranya ketersediaan air yang terbatas hanya
pada musim penghujan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan tanaman
jagung manis dan kombinasi terbaik antara kedalaman sistem olah tanah pot tillage dan mulsa
sebagai upaya dalam konservasi agrikultur. Penelitian ini dilaksanakan di Jatinangor. Parameter
pertumbuhan yang digunakan diantaranya adalah tinggi tanaman, jumlah daun dan diameter
batang. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) 10 perlakuan yaitu kombinasi
antara kedalaman lubang tanam pot tillage (20, 30 dan 40 cm) serta ketebalan mulsa (5, 7 dan 9
cm) dan satu perlakuan kontrol dengan 4 ulangan. Data yang diperoleh dianalisis dengan
menggunakan Analysis of Varian (ANOVA) pada taraf 5%, kemudian dilanjutkan uji Duncan
Multiple Range Test (DMRT) dengan taraf 5% .Hasil penelitian menunjukan bahwa tinggi tanaman
dan jumlah daun terbaik pada kombinasi pot tillage dengan kedalaman 40 cm dan ketebalan
mulsa setebal 7 cm dengan ketinggian tanaman rata-rata sebesar 203,35 cm dan jumlah daun
rata-rata 11,5 helai pada 60 hari setelah tanam (HST). Sementara itu, untuk diameter tanaman
tidak ada pengaruh yang signifikan antar perlakuan yang diberikan.
Kata kunci: Pot tillage, Konservasi agrikultur, Jagung, Mulsa

ABSTRACT

BPS data for the last 2 years shows a decrease in maize productivity in Jatinangor. Dry land
cultivation is a solution to increasing maize productivity, but it has many problems, including water
availability which is limited only in the rainy season. This study aims to determine the growth of
sweet corn plants and the best combination of depth of pot tillage and mulch tillage systems as
an effort in agricultural conservation. This research was conducted in Jatinangor. Growth
parameters used include plant height, number of leaves and stem diameter. This study used a
completely randomized design (CRD) of 10 treatments, namely a combination of pot tillage
planting hole depth (20, 30 and 40 cm) and mulch thickness (5, 7 and 9 cm) and one control
treatment with 4 replications. The data obtained were analyzed using Analysis of Variance
(ANOVA) at the 5% level, then continued with the Duncan Multiple Range Test (DMRT) at the 5%
level. The results showed that the best plant height and number of leaves were in pot tillage
combination with a depth of 40 cm and The thickness of the mulch was 7 cm thick with an average
plant height of 203.35 cm and an average number of leaves of 11,5 leaves at 60 day after showing
(DAS) while for plant diameter there was no significant effect between the treatments given.
Keywords: Pot tillage, Conservation agriculture, Corn, Mulch

ONLINE PRESENTATION PAPERS 213


SEMINAR NASIONAL PERTETA – FTIP UNPAD
“Penguatan Inovasi Berbasis Internet of Things Untuk Mendukung Pertanian 4.0”
Bandung, 9 – 10 Februari 2021

PENDAHULUAN

Tanaman Jagung menurut data yang ada di BPS pada dua tahun terakhir di Kecamatan
Jatinangor ini mengalami penurunan dari tahun ke tahunnya yaitu produksi jagung yang pada
tahun 2018 sebesar 3.889 kuintal, turun menjadi sebesar 1.507 kuintal pada tahun 2019.
Penurunan produksi jagung ini salah satu faktornya adalah penurunan luas lahan yang digunakan
yang semula pada tahun 2018 sebesar 606 Ha turun menjadi 251 Ha pada tahun 2019.
Pembudidayaan pada lahan kering merupakan suatu tindakan yang dapat dilakukan dalam
menekan penurunan produktivitas dari tanaman jagung tersebut. Lahan kering merupakan suatu
hamparan lahan yang tidak pernah tergenangi atau tergenang air pada sebagian besar waktu
dalam setahun (Adimihardja et al., 2000 dalam Wahyunto & Shofiyanti, 2012). Lahan kering pada
Kabupaten Sumedang ini memiliki potensi yang banyak karena memiliki luasan yang besar. Lahan
pertanian yang didominasi oleh lahan kering pada wilayah Jawa Barat yaitu salah satunya pada
Kabupaten Sumedang dengan luasan 31.657 Ha (Suwandi, 2017 dalam Sukayat, 2019). Lahan
kering ini banyak sekali permasalahan didalamnya pada saat dilakukan budidaya. Kendala yang
sering dijumpai dalam budidaya pada lahan kering ini adalah terbatasnya ketersediaan air yang
hanya ada pada musim penghujan serta panjangnya musim kemarau. Keterbatasan air ini
dikarenakan tanah tidak mampu untuk menahan air sehingga air yang terinfiltrasi masuk kedalam
tanah akhirnya dengan mudah terevaporasi kembali ketika musim kemarau, sehingga dalam
mempertahankan air tersebut dapat dilakukan tindakan konservasi agrikultur.
Tindakan konservasi agrikultur yang daoat dilakukan salah satunya dengan menggunakan
pottillage. Pottillage merupakan suatu sistem olah tanah yang biasa digunakan pada lahan kering
seperti pada daerah kering di Zambia, pot tillage ini juga biasa disebut dengan basin tillage
(Haggblade, 2016). Pot tillage ini termasuk kedalam pengolahan tanah secara minimum yang
merupakan pengolahan tanah yang dilakukan secara terbatas atau seperlunya tanpa melakukan
pengolahan tanah pada seluruh areal lahan (Lembar Informasi Pertanian, 1994). Pot tillage
tersebut menggunakan bahan organik dimana pemberian bahan organik ini akan menyebabkan
meningkatnya agresi tanah dan penurunan berat isi tanah (bulk density) yang akan meningkatkan
jumlah pori tanah terutama pori-pori tanah yang berukuran kecil dan mempunyai kemampuan
menahan air (Khalel et al., 1981; Haynes dan Naidu, 1998 dalam Rizalli Saidy, 2018). Tindakan
konservasi agrikultur ini dimaksudkan sebagai upaya tindakan agar tanah dapat menahan air lebih
lama di dalamnya dan juga dalam tindakan ini bertujuan agar tanah menjadi berkelanjutan
sehingga di masa depan tanah akan menjadi lebih subur. Konservasi agrikultur dengan
menggunakan pot tillage dan juga mulsa ini dimaksudkan sebagai menekan laju evaporasi
sehingga air yang terinfiltrasi kedalam tanah tidak cepat dengan mudah terevaporasi kembali.
Penelitian ini menggunakan mulsa dan juga pot tillage sebagai solusi dari penggunaan lahan
kering yang hanya dapat digunakan pada musim penghujan saja Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pertumbuhan tanaman jagung manis dan kombinasi terbaik antara kedalaman
sistem olah tanah pot tillage dan mulsa sebagai upaya dalam konservasi agrikultur.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Jatinangor tepatnya pada kebun penelitian Ciparanje


Universitas Padjadjaran. Penelitian ini dimulai pada bulan Oktober 2020 sampai dengan Januari
2021. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah benih jagung manis F1 (Zea mays
saccharata), Mulsa jerami dan pupuk kandang kambing yang digunakan sebagai isi campuran dari
pot tillage tersebut. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bor tanah sebagai alat
untuk membuat lubang tanam, alat budidaya jagung manis yang umum digunakan, meteran

ONLINE PRESENTATION PAPERS 214


SEMINAR NASIONAL PERTETA – FTIP UNPAD
“Penguatan Inovasi Berbasis Internet of Things Untuk Mendukung Pertanian 4.0”
Bandung, 9 – 10 Februari 2021

untuk mengukur tinggi tanaman, dan jangka sorong manual dengan ketelitian 0,1 mm untuk
megukur diameter batang.
Penelitian ini dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dua faktor yaitu
kedalaman pottillage dan ketebalan mulsa. Berikut adalah rincian dua faktor tersebut:
Faktor pertama adalah kedalaman pot tillage terdiri dari 3 perlakuan yaitu :
P1 = kedalaman pot tillage sedalam 20 cm.
P2 = kedalaman pot tillage sedalam 30 cm.
P3 = kedalaman pot tillage sedalam 40 cm.
Faktor kedua adalah ketebalan mulsa terdiri dari 3 perlakuan yaitu :
M1 = Ketebalan mulsa dengan ketebalan 5 cm.
M2 = Ketebalan mulsa dengan ketebalan 7 cm.
M3 = Ketebalan mulsa dengan ketebalan 9 cm.
Kedua faktor tersebut dikombinasikan sehingga menghasilkan 9 perlakuan kombinasi dengan
kombinasi tersebut diulang sebanyak 4 kali ulangan sehingga terdapat 36 percobaan.
Penelitian ini menggunakan ukuran lahan pada setiap plot sebesar 2x1 m dengan 8 lubang
tanam didalamnya. Setiap lubang yang telah dibuat dengan menggunakan mesin bor tanah
kemudian diberi pupuk dengan perbandingan 1:1 dengan tanah sesuai dengan kedalaman lubang
tanamnya. Penanaman jagung manis dilakukan dengan cara melakukan penugalan sedalam 5 cm
kemudian memasukan biji jagung sebanyak 2 benih per lubang tanam. Setelah diberi benih jagung
dan ditutup kembali lalu dilakukan pemberian mulsa jerami sesuai dengan kombinasi yang telah
ditentukan.
Pengamatan pada penelitian ini dilakukan pada 15 HST, 30 HST , 45 HST, dan 60 HST.
Parameter yang diamati yaitu pertumbuhan tanaman jagung manis yang meliputi tinggi tanaman,
jumlah daun dan diameter batang. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Analysis
of Varian (ANOVA) pada taraf 5%, kemudian dilanjutkan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT)
dengan taraf 5% untuk mengetahui pengaruh nyata diantara perlakuan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berikut berupakan kondisi awal dari lahan penelitian yang digunakan pengambilan sampel
tanah dilakukan diawal sebelum penelitian dilaksanakan.

Tabel 1. Hasil Analisis Sifat Fisika Tanah Awal


Karakteristik Nilai Satuan
Bahan Organik 10.61 %
C-Organik 6.2 %
Permeabilitas 3.2 cm/jam
Kadar Air 38.8 % Volume
Sumber: Balai Penelitian Tanah (2020)

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penggunaan pot tillage dan mulsa memiliki hasil
yang berbeda-beda pada setiap parameternya. Parameter tinggi tanaman jagung dengan
menggunakan pot tillage serta mulsa ini memiliki hasil yang berbeda pada setiap umur
tanamannya. Sesuai hasil pada Tabel 2, umur tanaman 15 dan 30 HST setelah diuji dengan
menggunakan anova faktorial memiliki hasil yang berpengaruh nyata pada kedalaman pot
tillagenya saja.
Setelah melakukan uji lanjut dengan menggunakan Duncan maka hasil yang terbaik adalah
dengan menggunakan pot tillage 20 cm. pada usia tanam 15 HST pot tillage dengan 20 cm dengan
mulsa setebal 9 cm dengan ketinggian rata-rata setinggi 13.9 cm sementara pada usia tanaman

ONLINE PRESENTATION PAPERS 215


SEMINAR NASIONAL PERTETA – FTIP UNPAD
“Penguatan Inovasi Berbasis Internet of Things Untuk Mendukung Pertanian 4.0”
Bandung, 9 – 10 Februari 2021

30 HST ketinggian tanaman paling baik ada pada mulsa setebal 5 cm dan 9 cm dengan kedalaman
pot tillage sedalam 20 cm. Masing-masing ketebalan mulsa tersebut memiliki tinggi tanaman rata-
rata setinggi 60.2 cm dan 59.9 cm. Pertumbuhan tanaman dengan parameter ketinggian tanaman
ini tidak signifikan pada 45 HST, namun pada 60 HST antara kedalaman pot tillage dan juga
ketebalan mulsa memiliki interaksi yang signifikan sehingga dapat diuji lanjut kembali
menggunakan Duncan. Pengujian lanjut dengan menggunkan Duncan tersebut menghasilkan
bahwa perpaduan interaksi antara kedalaman pot tillage 40 cm dengan mulsa 7 cm menghasilkan
ketinggian tanaman yang paling tinggi dibandingkan dengan yang lainnya yaitu dengan ketinggian
rata-rata setinggi 203.35 cm. Berdasarkan hasil yang telah didapatkan bahwa interaksi hanya
terjadi pada saat umur tanaman 60 HST namun pada sebelumnya seperti 15, 30 dan 45 HST tidak
terjadi interaksi hanya terjadi pengaruh salah satu faktor saja dimana pada penelitian kali ini pada
45 HST tidak terdapt pengaruh sama sekali sementara pada usia 15 dan 30 HST tinggi tanaman
ini dipengaruhi oleh kedalaman pot tillage.

Tabel 2. Hasil Nilai Rerata Tinggi Tanaman Jagung dengan Berbagai perlakuan konservasi pada
umur pengamatan
Rerata tinggi tanaman (cm)
Perlakuan
15 HST 30 HST 45 HST 60 HST
P1M1 11.35 a 60.20 b 109.25 110.45 a
P2M1 10.75 a 46.15 a 106.20 112.75 a
P3M1 10.00 a 42.35 a 91.80 104.00 a
P1M2 12.55 a 58.10 a 109.30 185.55 a
P2M2 11.30 a 53.70 a 110.05 179.10 a
P3M2 11.05 a 56.80 a 111.15 203.35 ab
P1M3 13.90 b 59.90 b 110.45 180.40 a
P2M3 11.70 a 58.15 a 112.75 187.50 a
P3M3 9.90 a 47.50 a 104.00 170.60 a
Duncan tn
Keterangan: Bilangan yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan tidak berbeda nyata
bersasarkan uji Duncan dengan taraf 5%, HST= Hari Setelah Tanam, tn = tidak nyata

Dalam Irfany (2016) menyatakan bahwa semakin tebal mulsa, maka energi matahari
semakin terhalangi masuk kedalam tanah yang mengakibatkan energi yang diperlakukan untuk
proses evaporasi tidak tercukupi sehingga air mampu tertahan dalam tanah. Namun, pada
penelitian ini mulsa yang terlalu tebal dapat membuat korelasi antara kedalaman pot tillage dan
juga mulsa tidak berkorelasi dengan baik.
Parameter tanaman kedua yang digunakan adalah jumlah daun dari tanaman jagung.
Kedalaman sistem olah tanah pot tillage dan juga ketebalan mulsa pada penelitian ini
berdasarkan data dari Tabel 3. Ini terlhat bahwa pada usia tanaman 15, 30 dan 45 HST ini tidak
memilki pengaruh secara nyata dengan menggunakan pot tillage dan juga mulsa ini. Namun pada
60 HST terdapat interaksi antara kedalaman pot tillage dan juga ketebalan mulsa yaitu pada
perlakuan dengan menggunakan pot tillage kedalaman 40 cm dan ketebalan mulsa setebal 7 cm
mendapatkan jumlah rerata helai daun sebanyak 11.5 helai.
Parameter terakhir yang digunakan pada penelitian kali ini yaitu diameter dari batang
tanaman jagung. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diameter batang ini tidak
berpengaruh nyata pada kedalaman pot tillage dan juga ketebalan mulsa. Ketidakberpengaruhan
diameter batang ini dapat dilihat dari Tabel 3 yaitu tabel rerata diameter dari setiap perlakuan

ONLINE PRESENTATION PAPERS 216


SEMINAR NASIONAL PERTETA – FTIP UNPAD
“Penguatan Inovasi Berbasis Internet of Things Untuk Mendukung Pertanian 4.0”
Bandung, 9 – 10 Februari 2021

yang ada. Sehingga dapat disimpulakan pot tillage dan mulsa tidak memiliki pengaruh yang nyata
terhadap diameter batang pada setiap umur tanaman.

Tabel 3. Hasil Nilai Rerata Jumlah Daun Jagung dengan Berbagai Perlakuan Konservasi pada Umur
Pengamatan
Rerata jumlah daun (helai)
Perlakuan
15 HST 30 HST 45 HST 60 HST
P1M1 3.85 4.95 7.20 11.35 a
P2M1 3.40 5.20 7.25 10.20 a
P3M1 3.45 4.65 7.00 10.35 a
P1M2 3.80 6.05 7.45 10.90 a
P2M2 3.65 5.20 7.05 10.75 a
P3M2 3.75 5.75 7.50 11.50 ab
P1M3 3.90 6.20 7.60 10.65 a
P2M3 3.60 5.65 7.35 10.70 a
P3M3 3.45 5.10 7.20 10.45 a
Duncan tn tn tn
Keterangan: Bilangan yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan tidak berbeda nyata
bersasarkan uji Duncan dengan taraf 5%, HST= Hari Setelah Tanam, tn = tidak nyata

Tabel 4. Hasil Nilai Rerata Diameter Tanaman Jagung dengan Berbagai perlakuan konservasi pada
umur pengamatan
Rerata Diameter tanaman (cm)
Perlakuan
15 HST 30 HST 45 HST 60 HST
P1M1 0.8 1.8 2.8 4.0
P2M1 0.8 1.8 2.8 4.0
P3M1 0.8 1.8 2.8 4.1
P1M2 0.8 1.9 2.8 3.9
P2M2 0.8 1.8 2.7 3.9
P3M2 0.8 1.9 2.8 3.8
P1M3 0.8 1.9 2.8 4.0
P2M3 0.8 1.8 2.7 3.7
P3M3 0.8 1.7 2.6 3.8
Duncan tn tn tn tn
Keterangan: Bilangan yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan tidak berbeda nyata
bersasarkan uji Duncan dengan taraf 5%, HST= Hari Setelah Tanam, tn = tidak nyata

Penelitian ini bahan organik yang digunakan akan berbanding lurus dengan kedalaman dari
lubang yang di berikan semakin dalam lubang pot tillage semakin banyak pula bahan organik
pupuk kandang kambing yang dimasukan. Sesuai apa yang dikemukakan oleh Aria Bara (2009)
yaitu pemberian pupuk kandang memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah
daun, dan diameter batang dan peningkatan dosis pupuk kandang berbanding lurus dengan
peningkatan tinggi tanaman dan jumlah daun ini terlihat pada rerata ketinggian tanaman paling
tinggi yaitu pada ketinggian tanaman dengan menggunakan pot tillage sedalam 40 cm dimana
ketinggiannya sebesar 203.35 cm serta rerata jumlah daun yang berjumlah 11.5 helai dan
diameter terbesar sebesar 4.1 cm walaupun untuk diameter sesuai dengan penelitian yang

ONLINE PRESENTATION PAPERS 217


SEMINAR NASIONAL PERTETA – FTIP UNPAD
“Penguatan Inovasi Berbasis Internet of Things Untuk Mendukung Pertanian 4.0”
Bandung, 9 – 10 Februari 2021

dilakukan tidak memiliki pengaruh yang signifikan dan pernyataan ini sejalan dengan pernyataan
yang dikemukakan oleh Budiyanto (2017) yang menyatakan bahwa semakin meningkatnya dosis
pupuk kandang kambing yang diberikan maka semakin meningkatkan seluruh variabel
pengamatan.

KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukan bahwa potillage dengan kedalaman 40 cm dan mulsa setebal
7 cm memiliki pengaruh yang nyata dalam pertumbuhan tanaman jagung dengan parameter
tinggi tanaman dan jumlah daun terbaik pada 60 HST. Sementara itu, untuk diameter tanaman
tidak ditemukan pengaruh yang signifikan antar perlakuan yang diberikan. Diameter terbaik
terdapat pada perlakuan pot tillage sedalam 40 cm dan mulsa setebal 5 cm

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Kabupaten Sumedang. (2020). Kecamatan Jatinangor Dalam Angka 2020.
https://sumedangkab.bps.go.id/publication/2020/09/28/e8c01d101fd9fac33f0639bf/ke
camatan-jatinangor-dalam-angka-2020.html
Badan Pusat Statistik Kabupaten Sumedang. (2019). Kecamatan Jatinangor Dalam Angka 2019.
https://sumedangkab.bps.go.id/publication/2019/09/26/336d85d396fec382aa180c99/
kecamatan-jatinangor-dalam-angka-2019.html
Bara, A., & Chozin, M. A. (2009). Pengaruh Dosis Pupuk Kandang dan Frekuensi Pemberian Pupuk
Urea Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung (Zea mays L) di Lahan Kering. Makalah
Seminar Departemen Agronomi Dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian
Bogor.
Budiyanto, A., Supriyadi, T., & Harieni, S. (2017). Pengaruh dosis dan waktu pemberian pupuk
organik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis (Zea mays Saccharata
Strut). Jurnal Ilmiah Agrineca, 6(3), 266–275.
http://ejournal.utp.ac.id/index.php/AFP/article/view/558
Haggblade, S. (2016). Conservation Farming in Zambia EPTD DISCUSSION PAPER NO . 108
CONSERVATION FARMING IN ZAMBIA Steven Haggblade and Gelson Tembo Environment
and Production Technology Division International Food Policy Research Institute Zambia
Food Security Research Projec. February 2003.
Irfany, A., Nawawi, M., & Islami, T. (2016). Varietas Kretek Tambin Paddy Straw Mulch And Green
Manure Of Crotalaria juncea L . Application on Growth And Yield of Kretek Tambin Corn
Variety. Jurnal Produksi Tanaman, 4(6), 454–461.
Lembar Informasi Pertanian. (1994). Pengolahan Tanah Minimum. Balai Informasi Pertanian Jaya,
145/94.
Rizalli Saidy, A. (2018). Bahan organik tanah: klasifikasi, fungsi dan metode studi.
Sukayat, dkk. (2019). Orientasi Petani Bertani di Lahan Kering Kasus di Desa Jingkang Kecamatan
Tanjung Medar Kabupaten Sumedang. PASPALUM : Jurnal Ilmiah Pertanian Vol. 7 No. 2,
Bulan September Tahun 2019 hal. 70
Wahyunto, & Shofiyanti, R. (2012). Wilayah Potensial Kekeringan Untuk Mendukung Pemenuhan
Kebutuhan Pangan Di Indonesia. In Ketahanan Pangan (p. 315).

ONLINE PRESENTATION PAPERS 218

Anda mungkin juga menyukai