Kopi PBP
Kopi PBP
1. 5. Pengolahan Kopi
Bagian dari kopi yang di olah menjadi kopi siap minum adalah bijinya. Pengolahan buah kopi
dapat dilakukan dengan dua cara: cara basah dan cara kering. Kedua cara pengolahan ini akan
menghasilkan kopi beras dengan kadar air sekitar 14.5%. Berikut cara pengolahan buah kopi
baik dengan cara basah maupun cara kering (4):
Pengolahan biji kopi cara kering dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
a. Pengeringan Alami
Pengeringan alami yaitu pengeringan dengan menggunakan sinar matahari, caranya sangat
sederhna tidak memerlukan peralatan dan biaya yang besar tetapi memerlukan tempat
pengeringan yang luas dan waktu pengeringan yang lama. Pengeringan yang lama karena biji
kopi mengandung gula dan pectin. Pengeringan biasnya dilakukan di daerah yang bersih,
kering dan permukaan yang rata, dapat berupa lantai plester semen atau tanah telanjang yang
telah diratakan dan dibersihkan (4).
Lamanya proses pengeringan teragntung pada cuaca, ukuran biji kopi, tingkat kematangan
dan kadar air dalam biji kopi, biasanya proses pengeringan memakan waktu sekitar 3-4
minggu. Setelah proses pengeringan kadar air menjadi 18- 20%.
b. Pengeringan Buatan (Artificial Drying)
Keuntungan pengeringan buatan dapat menghemat biaya dan juga tenaga kerja. Hal yang
perlu diperhatikan adalah pengaturan suhunya (5). Suhu yang baik untuk pengeringan pada
suhu 50- 60oC sehingga diperoleh kopi gelondongan dengan kadar air 6- 8%. Setelah
didinginkan, dilakukan pengupasan dua kali. Pengupasan pertama untuk melepaskan daging
buah yang telah kering, dan pengupasan kedua untuk melepaskan kulit tanduk dan kulit ari
(4).
1.5.1. Pengolahan Basah
Pengolahan cara basah biasanya memerlukan modal yang lebih besar, tetapi lebih cepat dan
menghasilkan mutu yang lebih baik. Proses metode pengolahan basah meliputi: penerimaan,
pulping, klasifikasi fermentasi, pencucian, dan pengeringan (5):
a. Penerimaan
Hasil panen harus secepat mungkin dipindahkan ke tempat pemrosesan untuk menghindari
pemanasan langsung yang dapat menyebabkan kerusakan; perubahan warna buah, buah kopi
menjadi busuk. Hasil panen dimasukkan kedalam tangki penerima yang dilengkapi dengan
air untuk memindahkan buah kopi yang mengambang dan biasnya diproses dengan
pengolahan kering. Sedangkan buah kopi yang tidak mengambang dipindahkan menuju
bagian pemecah (pulper).
b. Pulping
Pulping bertujuan untuk memisahkan kopi dari kulit terluar dan mesocarp (bagian daging),
hasilnya pulp. Prosesnya dilakukan didalam air mengalir dan menghasilkan kopi hijau kering
dengan jenis yang berbeda- beda. Di Indonesia yang sering digunakan adalah vis pulper dan
raung pulper. Vis pulper hanya berfungsi sebagai pengupas kulit saja, sehingga harus
difermentasi dan dicuci lagi, sedangkan raung pulper berfungsi sebagai pencuci sehingga
kopi yang keluar dari mesin ini tidak perlu difermentasi dan dicuci lagi langsung masuk tahap
pengeringan.
c. Fermentasi
Proses fermentasi bertujuan untuk melepaskan daging buah berlendir yang masih melekat
pada kulit tanduk dan pada proses pencucian akan mudah terlepas sehingga mempermudah
proses pengeringan.
Proses fermentasinya ada beberapa cara, (4) antara lain:
1) Pengolahan cara basah tanpa fermentasi
Biji kopi setalah dicuci langsung dikeringkan
2) Pengolahan cara basah dengan fermentasi kering
Setelah pencucian, biji kopi digunduk- gundukkan dalam bentuk gunungan kecil (kerucut)
dan ditutup dengan karung goni. Agar proses fermentasi berlangsung merata, maka perlu
dilakukan pengadukan dan penggundukan kembali sampai proses fermentasi dianggap selesai
yaitu jika lapisan lender mudah terlepas.
3) Pengolahan cara basah dengan fermentasi basah
Biji kopi direndam dalam bak fermentasi itu sendiri akan berlangsung sekitar 1,5- 4,5 hari.
d. Pencucian
Pencucian secara manual dilakukan pada biji kopi dari bak fermentasi dialirkan dengan air
melalui saluran dalam bak pencucian yang segera diaduk- aduk dengan tangan atau di injak-
injak dengan kaki. Selama proses ini, air di dalam bak dibiarkan terus mengalir keluar dengan
membawa bagian-bagian yang terapung berupa sisa-sisa lapisan lender yang terlepas.
Pencucian biji dengan mesin pencuci dilakukan dengan memasukkan biji kopi tersebut
kedalam suatu mesin pengaduk yang berputar pada sumbu horizontal dan mendorong biji
kopi dengan air mengalir. Pengaduk mekanin ini akan memisahkan lapisan lendir yang masih
melekat pada biji dan lapisan lender yang masih melekat pada biji dan lapisan lendir yang
telah terpisah ini akan terbuang lewat aliran air yang seterusnya dibuang.
e. Pengeringan
Pengeringan dilakukan tahap, pada tahap pertama pengeringan dilakukan pada suhu 100oC
sampai kadar air biji kopi 30%. Selanjutnya pada pengeringan tahap kedua dilakukan pada
suhu 50- 60oC sampai kadar air biji 6-8%.
Biji- biji kopi arabika dan robusta dapat diolah secara basah dan menghasilkan rasa khas
kopi. Biji kopi hasil pengolahan cara basah menampakkan biji yang lebih menarik dan
dengan warna agak putih pada alur di tengah keping bijinya (6).
No
Nama Zat
Persen Bahan Kering
1 Selulosa dan serat kasar 34%
2 Protein 17%
3 Klorofil dan Pigmen 1.5%
4 Tanin 25%
5 Pati 0.5%
6 Kafein 4%
7 Asam Amino 8%
8 Gula 3%
9 Abu 5.5%
Keterangan:
B = Berat sampel (g)
B1 = Berat (sampel + cawan) sebelum dikeringkan (g)
B2 = Berat (sampel + cawan) sesudah dikeringkan (g)
B. Kadar Abu
Prinsip analisis kadar abu adalah proses pembakaran senyawa organik sehingga didapatkan
residu anorganik yang disebut abu. Prosedur analisa kadar abu adalah sebagai berikut :
1. Cawan porselen kosong dipanaskan dalam oven kemudian didinginkan dalam desikator
selama 30 menit dan ditimbang beratnya.
2. Sampel ditimbang sebanyak ± 5 g dan diletakkan dalam cawan porselen, kemudian
dibakar pada kompor listrik sampai tidak berasap.
3. Cawan porselen kemudian dimasukkan dalam muffle furnace. Pengabuan dilakukan
pada suhu 550 oC selama ± 2-3 jam hingga terbentuk abu berwarna abu keputihan.
4. Cawan porselen kemudian didinginkan dalam desikator, setelah dingin cawan porselen
kemudian ditimbang.
Persentase dari kadar abu dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Kadar abu (%) =
C. Aktifitas Antioksidan
Aktifitas antioksidan dianalisa berdasarkan kemampuannya menangkap radikal bebas DPPH
menurut metode yang dikembangkan oleh Gadow et al, (1997) sebelum dilakukan
pengukuran, teh yang telah dibuat diencerkan terlebih dahulu. Sebanyak 0,5 ml teh
diencerkan dalam labu ukur 10 ml dengan menggunakan air. Reagen DPPH (400μM dalam
etanol) sebanyak 1 ml dan 3 ml etanol dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian
ditambahkan 0,1 ml teh yang telah diencerkan. Campuran divortek dan didiamkan selama 30
menit untuk kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 517 nm dengan
menggunakan spektrofotometer. Aktifitas antioksidan dinyatakan dalam % penghambatan,
berikut rumus pengukuran aktivitas antioksidan :
% aktivitas antioksidan=
D. Kadar Tanin
Kadar tanin dianalisis dengan metode spektometri dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Diambil 1,0 ml supernatan kemudian campurkan dengan aquades dalam tabung reaksi
ukuran 18 x 150 mm.
2. Ditambahkan 0,3 ml FeCl3 0,1 M lalu kocok
3. Ditambahkan 0,3 ml K3Fe(CN)6 0,008 M dan diamkan selama 10 menit.
4. Absorbansi sampel dibaca pada λ=720 nm. Nilai absorbansi blangko=0,625.
E. Kadar Kafein
Kafein merupakan alkaloid utama yang terdapat pada teh. Adanya kafein inilah maka teh
digolongkan dalam bahan penyegar karena kafein memberikan efek merangsang pada
jaringan tubuh manusia maupun hewan. Jadi kafein merupakan komponen penting pada
produk teh.
Kafein dapat larut dalam air, mempunyai aroma wangi tetapi rasanya sangat pahit. Kafein
bersifat basa mono-acid yang lemah dan dapat memisah dengan penguapan air. Dengan asam,
kafein akan bereaksi membentuk garam yang tidak stabil. Sedangkan reaksi kafein dengan
basa akan membentuk garam yang stabil. Kafein mudah terurai dengan alkali panas
membentuk kafeidin.
Cara Balley-Andrew untuk menganalisis kadar kafein pada teh dapat dilakukan dengan:
1. Terlebih dahulu menimbang contoh bahan yang telah digiling halus dan lolos saringan 30
Mesh sebanyak 5 gram.
2. Lalu contoh dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 5 gram MgO dan air
suling sebanyak 200 ml.
3. Kemudian di didihkan perlahan selama 2 jam dengan ditutup pendingin balik.
4.Setelah dingin diencerkan dengan air suling dalam labu takar sampai volumenya 500
ml,kemudian disaring.
5. Selanjutnya filtrat diambil sebanyak 300 ml kemudian masukkan ke dalam labu godok.
6. Lalu ditambahkan 10 ml H2SO4(1:9), kemudian di didihkan sampai volume cairan tinggal
kurang lebih 100 ml.
7. Kemudian cairan dimasukkan ke dalam corong pemisah. Selanjutnya, labu godok dibilas
dengan sedikit H2S04 (1:99) dan dikocok berkali-kali dengan khloroform berturut-turut
menggunakan 25 ml, 20 ml, 15 ml, 15 ml, 10 ml,10 ml,dan 10 ml.
8. Selanjutnya cairan bilasan dimasukkan ke dalam corong pemisah, lalu ditambahkan 5 ml
KOH 1 % kemudian dikocok dan dibiarkan beberapa lama sampai cairan terpisah jelas.
Cairan bagian bawah yang merupakan larutan kafein dalam khloroform dikeluarkan dan
ditampung dalam erlenmeyer.
9. Kemudian di tambahkan lagi 10 ml khloroform ke dalam corong pemisah, lalu dikocok dan
dibiarkan sampai cairan terpisah jelas.
10.Selanjutnya cairan bagian bawah dikeluarkan dan ditampung dalam erlenmeyer yang
sama. Larutan dalam erlenmeyer diuapkan residunya, selanjutnya dikeringkan dalam oven
bersuhu 1000 C sampai diperoleh berat konstan yang merupakan berat kafein kasar (4).
b) Mutu I
Ketampakan dengan bentuk besar, kurang besar, atau kecil menurut jenisnya dan persentase
daun lebih banyak, warna teh kehitaman dan rata, air seduhan berwarna merah kekuning-
kuningan, aroma harum dan rasa kuat, ampas seduhan berwarna merah tembaga, kekuningan
dan kehijauan dengan aroma harum 169.
c) Mutu II
Ketampakan dengan bentuk besar, kurang besar, kecil menurut jenis dengan persentase daun
lebih sedikit, warna teh kemerah-merahan dan kurang rata, air seduhan berwarna kurang
merah, aroma kurang harum, rasa kurang kuat, dan ampas kehitaman serta aromanya kurang
harum (Spillane (1992:75))
3. COKLAT
3.1. Pengertian Coklat
Tanaman kakao (Theobroma cacao L) merupakan tanaman yang digunakan sebagai penyedap
makanan juga sebagai sumber lemak nabati. Kakao ini juga digunakan sebagai bahan dalam
pembuatan minuman, campuran gula-gula atau jenis makanan lainnya.[15] Berdasarkan
bentuk buahnya dibedakan atas jenis kriolo (criollo) yang bentuknya agak memanjang dan
jenis Forastero dibedakan berdasarkan pada warnanya dimana kriolo tidak berwarna
sedangkan Forastero berwarna ungu muda. Pada umumnya mutu coklat Forastero lebih
rendah daripada coklat Kriolo.
Menurut Wood (1975), kakao dibagi tiga kelompok besar, yaitu criollo, forastero, dan
trinitario; sebagian sifat criollo telah disebutkan di atas. Sifat lainnya adalah pertumbuhannya
kurang kuat, daya hasil lebih rendah daripada forastero, relatif gampang terserang hama dan
penyakit permukaan kulit buah criollo kasar, berbenjol-benjol dan alur-alurnya jelas. Kulit ini
tebal tetapi lunak sehingga mudah dipecah. Kadar lemak biji lebih rendah daripada forastero
tetapi ukuran bijinya besar, bulat, dan memberikan citarasa khas yang baik(17) .
Dalam tata niaga kakao criollo termasuk kelompok kakao mulia (fine flavoured), sementara
itu kakao forastero termasuk kelompok kakao lindak (bulk), kelompok kakao trinitario
merupakan hibrida criollo dengan farastero. Sifat morfologi dan fisiologinya sangat beragam
demikian juga daya dan mutu hasilnya. Dalam tata niaga, kelompok trinitario dapat masuk ke
dalam kakao mulia dan lindak, tergantung pada mutu bijinya(17) .
Secara rasa compound chocolate cenderung semi-sweet atau sweet karena banyak
pemahaman kalo cokelat pahit itu bukanlah cokelat, namun secara penanganan lebih mudah.
Compound chocolate lebih banyak digunakan untuk cokelat dekorasi dan terkadang juga
untuk buat ganache, praline dan lain-lain. Karena pertimbangan harga yang jauh lebih murah
dari couverture.
Ø Coklat Tawar
Cokelat jenis ini baik digunakan untuk kue, cake, dan aneka makanan ringan lainnya.
Persentase massa kakao bervariasi, antara 30-70 persen. Semakin tinggi konsentrasi massa
kakao, semakin baik flavor-nya.
Ø Coklat Putih
Cokelat yang umumnya berwarna putih ini tidak mengandung massa kakao yang tinggi.
Selain dikonsumsi langsung, cokelat putih kerap digunakan untuk dekorasi. Cokelat ini
terbuat dari lemak cokelat, gula, dan vanili yang tidak mengandung cokelat padat. Karena
mudah hangus, ada baiknya dimasak secara hati-hati.(19)
Ø Coklat Baker’s
Sama halnya dengan coklat compound, jenis coklat inipun mudah digunakan. Di dalamnya
terdapat lemak nabati, susu, gula, letchitin, dan vanilla. Cocok digunakan untuk penutup dan
melapisi kue juga dapat digunakan untuk hiasan dan coklat cetak. Coklat ini sangat mudah di
peroleh dipasar dengan variasi milk coklat baker’s, dark coklat baker’s dan white coklat
baker’s.(18)
Perbedaan yang sangat mendasar diantara ketiga variasi coklat tersebut adalah :
§ Milk coklat, atau coklat susu merupakan campuran kakao dengan susu dan ditambah gula.
Coklat jenis ini juga sangat digemari karena rasanya yang nikmat
§ Dark coklat, atau cokelat hitam rasanya lebih pekat, warnanya lebih gelap, dan lebih
banyak kandungan komponen kimia yang berkhasiat bagi kesehatan. Dark chocolate
merupakan cokelat murni tanpa kandungan susu. Cokelat ini mengandung 15% cokelat cair,
bubuk cokelat, dan minyak cokelat.
§ White coklat, atau coklat putih bukanlah cokelat karena sama sekali tidak mengandung
cocoa. White chocolate terbuat dari gula, minyak cokelat, susu, lesitin, dan vanilli. Jika di
dalamnya tidak ditambahkan minyak cokelat, maka campuran itu dinamakan coating.Cokelat
putih banyak digunakan sebagai pelapis cake dan sebagai hiasan.
Selain coklat diatas, masih banyak lagi hasil olahan coklat lainnya, seperti :
1) Coklat chips, adalah butir-butir cokelat kecil. Umumnya dijual dalam bentuk bulat,
bentuk "tetesan air mata" yang dasarnya rata. Ukurannya pun beragam, dari yang besar
sampai kecil, namun biasanya dijumpai yang berdiameter 1 cm. Cokelat chip dapat
ditambahkan di kue kering, panekuk, waffle, puding, muffin, crêpes, pai, cokelat panas, dan
berbagai macam kue basah. Cokelat chip dapat pula dijumpai di produk makanan lain seperti
granola, es krim, dan trail mix.(18)
2) Cocoa powder, atau Coklat bubuk terbuat dari bungkil/ampas biji coklat yang telah
dipisahkan lemak coklatnya. Bungkil ini dikeringkan dan digiling halus sehingga terbentuk
tepung coklat. Coklat bubuk ada 2 jenis, yang pertama melalui proses natural dan yang kedua
melalui proses dutch. Cocoa natural sedikit asam, sedangkan cocoa dutch warnanya lebih
gelap dan coklatnya lebih lembut. Cocoa proses dutch lebih disukai untuk membuat coklat
panas karena aromanya lebih lembut. Kebanyakan coklat bubuk yang dijual dipasaran adalah
jenis cocoa natural. Coklat bubuk natural dibuat dari bubur coklat atau balok coklat pahit,
dengan menghilangkan sebagian besar lemaknya hingga tinggal 18-23%. Coklat jenis ini
berbentuk tepung, mengandung sedikit lemak, dan rasanya pahit. Banyak sekali yang
menggunakan coklat bubuk jenis ini sebagai bahan campuran untuk membuat kue.(18)
3) Coklat meyses, adalah butiran-butiran cokelat yang digunakan sebagai teman makan
roti, penghias dan penambah rasa pada cake, kue terang bulan, donat dan es krim. Di
Belanda, meyses disebut hagelslag dan variasinya disebut muisjes. Meyses sebagai teman
makan roti hanya dinikmati di Indonesia dan Belanda. Konon orang Indonesia yang
mengenal hagelslag dari orang Belanda. Kebetulan cokelat butir banyak digemari gadis-gadis
kecil Belanda (muisjes) sehingga teman makan roti ini ikut-ikutan disebut meyses.
Pengucapan "meisje" untuk cokelat butir menghasilkan beberapa variasi ejaan: meises, mises
atau meisyes. Ada juga kemungkinan meyses berasal dari kata muisjes karena bentuknya
memang mirip.(18)
3.5.3. Fermentasi(17)
Fermentasi dimaksudkan untuk memudahkan melepas zat lendir dari permukaan kulit biji dan
menghasilkan biji dengan mutu dan aroma yang baik, selain itu menghasilkan biji yang tahan
terhadap hama dan jamur, selama penyimpanan dan menghasilkan biji dengan warna yang
cerah dan bersih.[21]
• Wadah/alat fermentasi yang dibutuhkan yaitu : Kotak fermentasi terbuat dari lembaran
papan atau berupa.
• Keranjang bambu.
• Daun pisang.
• Karung goni.
§ Fermentasi dilakukan untuk memperoleh biji kakao kering yang bermutu baik dan
memiliki aroma serta cita rasa khas coklat. Citra rasa khas coklat ditentukan oleh fermentasi
dan penyangraian. Biji yang kurang fermentasi ditandai dengan warna ungu, bertekstur pejal,
rasanya pahit dan sepat, sedang yang berlebihan fermentasi akan mudah pecah, berwarna
coklat seperti coklat tua, cita rasa coklat kurang dan berbau apek.(17)
§ Fermentasi dapat dilakukan dalam kotak, dalam tumpukan maupun dalam keranjang.
Kotak dibuat dari kayu dengan lubang didasarnya untuk membuang cairan fermentasi atau
keluar masuknya udara. Biji ditutup dengan daun pisang atau karung goni untuk
mempertahankan panas. Selanjutnya diaduk setiap hari atau dua hari selama waktu 6-8 hari.
Kotak yang kedalamannya 42 cm cukup diaduk sekali saja selama 2 hari. Tingkat
keasamannya lebih rendah dibandingkan lebih dari 42 cm. Fermentasi tidak boleh lebih dari 7
hari. Setelah difermentasi biji kakao segera dikeringkan.(17)
§ Fermentasi dalam keranjang dilakukan didalam keranjang bambu atau rotan yang telah
dilapisi daun pisang dengan kapasitas lebih dari 20 kg. Permukaan biji ditutup daun pisang
atau karung. Pengadukan dilakukan setelah 2 hari fermentasi. Caranya dipindahkan ke
keranjang lain atau ditempat yang sama kemudian ditutup kembali. Lama fermentasi tidak
boleh lebih dari 7 hari.
§ Pencucian dilakukan setelah fermentasi untuk mengurangi pulp yang melekat pada biji.
Biji direndam selama 3 jam untuk meningkatkan jumlah biji bulat dan penampilan menarik.
Kadar kulit biji yang dikehendaki maksimum 12%, yang melebihi 12 % akan dikenai
potongan harga.(17)
§ Saat ini telah dihasilkan mesin cuci kakao berkapasitas 2 ton biji segar/jam. Pencucian
dimulai pukul 03.00 dan diakhiri pukul 10.00 sehingga kapasitas per hari adalah 14 ton.
3.5.6. Sortasi(17)
Sortasi ditujukan untuk memisahkan biji kakao dari kotoran yang melekat dan
mengelompokkan biji berdasarkan kenampakan fisik dan ukuran biji.
§ Biji kakao yang telah 5 hari kering disortasi
§ Proses sortasi dilakukan secara manual
Persyaratan mutu
Tabel 6. SNI kakao (sumber : BSN (2010). Standar Nasional Indonesia Biji Kakao. SNI
2323:2008. Badan Standardisasi Nasional.)
Satuan dalam persen
Jenis mutu Persyaratan
Kakao mulia (fine Cocoa) Kakao Lindak (Bulk Cocoa) Kadar biji berjmur (biji/biji)
Kadar biji slaty (biji/biji ) Kadar biji berserangga (biji/biji ) Kadar kotoran
waste (biji/biji) Kadar biji berkecambah (biji/biji)
I-F I-B Maks. 2 Maks.3Maks.1Maks. 1.5 Maks. 2
II-F II-B Maks.4Maks.8Maks.2Maks. 2.0 Maks. 3
III-F III-B Maks. 4 Maks.20 Maks.2Maks. 3.0 Maks. 3
Menurut jenis tanaman kakao di golongkan dalam 2 jenis yaitu:
• Jenis Mulia (Fine Cacoa/F)
• Jenis Lindak (Bulk Cacoa/B)
Berdasarkan ukuran biji dalam takaran 100 gram, biji kakao digolongkan dalam 5 kategori
yaitu:
1. AA: Maksimum 85 biji kakao dalam pe rseratus gram
2. A : 86-100 biji kakao dalam per seratus gram
3. B : 101-110 biji kakao dalam per seratus gram
4. C : 111-120 biji kakao dalam per seratus gram
5. S : lebih dari 120 biji kakao dalam per seratus gram
Persyaratan mutu yang dilihat dalam penentuan kualitas kakao meliputi:
§ Serangga hidup yang terdapat dalam sampel
§ Kadar air maksimum 7,5
§ Biji yang berbau asap atau bau asing lainnya
§ Kadar benda asing
e. Aqua-boy
Pengujian kadar air menggunakan Aqua-boy (model tusuk) membutuhkan contoh barang
dalam jumlah tertentu, dengan cara (23):
· Tumpuk contoh barang dalam karung (± 60 kg) dengan memberikan beban pada
bagian atas. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kefakuman dalam massa biji (tidak ada
rongga dalam massa biji) agar mendapatkan angka yang akurat.
· Tusuk bagian atas, tengah dan bawah karung menggunakan tangkai pengukur dengan
menekan tombol putih pada kotak digital, dengan cara demikian maka secara otomatis akan
keluar angka yang menunjukkan kadar air terhadap contoh barang yang diuji.
DAFTAR PUSTAKA