2020/2021
MATA UJIAN : METODE PENELITIAN HUKUM
“JAWABAN UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP 2020/2021”
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SURABAYA
JUNI 2021
i
JAWAB :
A. Latar Belakang
Arus globalisasi yang terjadi pada saat ini bergerak sangat cepat yang
dialami oleh negara-negara maju maupun terhadap negara-negara berkembang.
Dampak yang diberikan oleh globalisasi yaitu semakin membuat terikat suatu
bangsa maupun negara satu sama lain dalam bidang ekonomi, teknologi, dan juga
politik. Globalisasi yang terjadi dalam bidang teknologi dan informasi telah
mempersempit wilayah dunia dan memperpendek jarak komunikasi dengan
memperpadat mobilisasi orang dan barang. Globalisasi memberikan dua akibat
yaitu melahirkan “dunia tanpa batas”, menimbulkan keunggulan kompetitif yang
dimana mempengaruhi faktor-faktor lintas benua seperti teknologi, pendidikan,
manajemen disamping modal semakin menampilkan perannya. Dalam sisi yang
lain, globalisasi membangkitkan reaksi balik seperti nasionalisme, gerakan
kebangkitan kesukuan, atau kedaerahan karena interaksi dengan budaya global
memberi dampak budaya secara luas dengan akibat untung rugi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi rumusan
masalah dari penelitian ini adalah :
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat
dan anugerah-Nya saya dapat menyelesaikan penyusunan Penelitian yang berjudul
“Pertanggungjawaban Pelaku Terhadap Penari Striptis Mengenai Tindak Pidana
Perdagangan Orang ditinjau dari Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO)” tepat pada waktunya.
Adapun maksud dan tujuan penyusunan Penelitian ini ialah menyelesaikan Ujian Akhir
Semester Mata Kuliah Metode Penelitian Hukum. Tidak lupa saya ucapkan terima kasih
kepada Bapak Marianus Yohanes Gaharpung, S.H., M.S. yang telah memberikan tugas ini.
Dalam negara bermasyarakat kita faktanya sering terungkap kasus yang berkaitan
dengan adanya TPPO, bahkan masih sering kita jumpai bahwa adanya eksploitasi
terhadap perempuan yang menjadikannya sebagai bahan pemuas nafsu para laki-laki.
Hal itu tampak jelas dalam industri-industri hiburan kelas bawah seperti club malam
yang menyediakan penari striptis yang mengarah kepada budaya populer dari seks
positiv (Chaterin, 2007:8). Selain itu hiburan karaoke yang merupakan suatu unit usaha
yang dapat berbentuk badan usaha Indonesia berbadan hukum atau tidak berbadan
hukum sesuai dengan Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor
PM.91/HK.501/MKP/2010 Tentang Tanda Pendaftaran Usaha Penyelenggaraan
Kegiatan Hiburan dan Rekreasi. Hiburan karaoke ini juga didalamnya terdapat orang
pemandu karaoke serta ia melakukan layanan khusus yaitu penari striptis dengan
membayarkan sejumlah uang terlebih dahulu.
Pentingnya dalam mengkaji penelitian ini secara teori ialah hasil dari penelitian ini
dapat menjadi landasan dalam pengembangan penerapan media pembelajaran secara
lebih lanjut. Selain itu hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi motivasi untuk
meningkatkan proses belajar sehingga bagi para pendidik bisa meningkatkan peran
serta dalam proses pembelajaran untuk lebih mempengaruhi siswa untuk aktif dan
berpartisipasi lebih baik. Peneliti juga mengkaji secara praktis yang mempunyai peran
penting untuk mampu menerapkan media sesuai dalam materi yang berkaitan dengan
Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Tindak Pidana Pornografi, serta mempunyai
pengetahuan dan wawasan mengenai materi pembelajaran yang sesuai.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat disimpulkan dalam rumusan
masalah sebagai berikut :
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Akademis, yaitu untuk memenuhi salah satu syarat Lulus Ujian Metode
Penelitian Hukum
2. Tujuan Praktis, yaitu untuk mengetahui apakah Pelaku Tindak Pidana Perdagangan
Orang dapat bertanggungjawab terhadap pengeksploitasian korban Penari Striptis
E. Metodologi Penulisan
Penelitian terhadap kasus tersebut adalah menggunakan metode penelitian
Yuridis Normatif. Metode penelitian Yuridis Normatif adalah penelitian terhadap
suatu fakta hukum dengan menggunakan norma hukum (peraturan per-undang-
undangan/ state approach) dan literature/ konseptual (conceptual approach)
lalu dianalisis, kesimpulan dan saran.
1. Pendekatan undang-undang (status approach) atau pendekatan yuridis yaitu
penelitian terhadap produk-produk hukum. Pendekatan perundang-
undangan ini dilakukan untuk menelaah semua undang-undang dan regulasi
yang berkaitan dengan penelitian yang akan diteliti. Pendekatan perundang-
undangan ini akan membuka kesempatan bagi peneliti untuk mempelajari
adakah konsistensi dan kesesuaian antara satu undang-undang dengan
undang-undang yang lain
2. Pendekatan konseptual (conceptual approach), pendekatan inidilakukan
karena memang belum atau tidak ada aturan hokum untuk masalah yang
dihadapi, pendekatan ini konseptual beranjak dari pandangan-pandangan
dan doktrin-doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum, sehingga
melahirkan pengertian hukum dan asas-asas hukum yang relevan dengan
permasalahan yang dihadapi
F. Pertanggungjawaban Sistematika
Didalam penelitian ini terdiri atas empat (4) Bab yang saling berkaitan satu sama
lain, kemudian saya susun dengan suatu sistematika yang diharapkan dapat
memberikan kemudahan bagi pembaca untuk mengikutinya. Dengan segala
kemampuan yang ada saya menyajikan permasalahan yang berkaitan dengan efektivitas
dalam menangani permasalahan terkait dengan penari striptis dan pengawasan usaha
karaoke terkait adanya Penari Striptis di tempat hiburan malam dalam beberapa Bab.
Pada Bab II dijelaskan mengenai Kajian teori mengenai Pengertian Tindak Pidana
Perdagangan Orang menurut Undang-undang Nomor Nomor 21 Tahun 2007 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), unsur-unsur Tindak Pidana
Perdagangan Orang hingga menjelaskan mengenai Perlindungan Hukum Terhadap
Women Trafficking.
Bab III menguraikan hasil pembahasan tentang Kronologis kasus dan analisis
hukum mengenai Pertanggungjawaban Pelaku Terhadap Penari Striptis Mengenai
Tindak Pidana Perdagangan Orang yang ditinjau dari Undang-undang Nomor 21 Tahun
2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan Undang-
undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
(1) Perekrutan;
(2) Pengangkutan;
(3) Penampungan;
(4) Pengiriman;
(5) Pemindahan;
(6) Penerimaan.
(2) Penculikan;
(3) Penyekapan;
(4) Pemalsuan;
(5) Penipuan
i. Eksploitasi seksual;
ii. Kerja paksa/pelayanan paksa;
d. Unsur tambahan:
Dengan atau tanpa persetujuan orang yang memegang kendali.
a. Kesengajaan:
B. Penari Striptis
1. Pengertian Penari Striptis
Tari telanjang dalam Bahasa Inggris “Striptease” adalah sejenis hiburan erotis di
mana pemainnya, dikenal sebagai “Stripper” atau “Penari telanjang” secara perlahan
membuka baju sambil diiringi musik. Striptease biasanya dilakukan di strip club.
Biasanya penampilan diakhiri setelah pakaian terakhir dilepas. Pakaian yang dikenakan
stripper biasanya memiliki tema tertentu, misalnya anak sekolah, pembantu rumah
tangga, polisi wanita dan lain-lain. Sejarah Striptis sering dipertentangkan. Sebagian
mengatakan striptease berawal dari zaman Babilonia kuno. Pelepasan pakaian tersebut
dilakukan dengan cara yang menggoda dan menggairahkan. Orang yang melakukan
striptis umumnya dikenal sebagai penari telanjang.
Di negara-negara Barat, tempat dimana striptis dilakukan secara reguler disebut
sebagai klub strip. Selain di tempat ini, tari yang menggoda ini juga bisa dilakukan di
beberapa tempat seperti pub (terutama di Inggris), teater dan ruang musik.
Perbuatan yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 30 Undang-undang Nomor 44
Tahun 2008 tentang Pornografi dilakukan bisa dengan langsung maupun tidak
langsung. Jika langsung biasanya terjadi ditempat hiburan malam atau night club dan
karaoke bebas, apabila tidak langsung biasanya dilakukan menggunakan media
komunikasi online.
Tindak pidana perdagangan orang dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Hal
tersebut menunjukkan bahwa hukum khususnya dalam memberantas tindak pidana
perdagangan orang belum terimplementasikan dengan baik. Meningkatnya tindak
pidana perdagangan orang disebabkan oleh kemajuan teknologi dewasa dan faktor
ekonomi yang mendesak. Korban perdagangan orang lebih banyak mengarah kepada
perempuan dan anak. Perempuan menjadi pihak yang tertindas karena situasi dan
tuntutan ekonomi. Hal inilah yang kemudian memaksa para wanita tersebut akhirnya
menjadi seorang pekerja seks (PSK). Pelaku tindak pidana perdagangan orang dapat
melakukan dengan berbagai cara yaitu ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan,
penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan dan sebagainya. Seperti halnya kasus
yang terjadi pada saat ini di Nusa Tenggara Barat, yaitu Dua Penari Striptis di Metzo
Club Lombok pada Tahun 2020.
Kronologis kasus :
Dua penari striptis, yakni Yunita Meriandika alias Natali (35) dan Sri Manista alias Karin
(23) yang bekerja sebagai pemandu lagu karaoke di kafe di Lombok. Dua orang
perempuan tersebut yang membuka paket khusus tarian telanjang bagi konsumennya.
Dan dibalik kasus tersebut ada Pelaku kejahatan yang bernama Dede Ayip alias Papi
Dedeh (43), Dede kemudian menawari tamu kafe karaoke berupa layanan khusus
striptis yang dilakukan Natali dan Karin. Tarif striptis dipatoknya Rp 3 juta untuk tiap
jam.
Analisis hukum :
Perdagangan orang dapat mengambil korban dari siapapun antara lain orang-orang
dewasa dan anak-anak, laki-laki maupun perempuan yang pada umumnya berada
dalam kondisi rentan. Misalnya, perempuan dan anak-anak dari keluarga miskin yang
berasal dari pedesaan atau daerah kumuh perkotaan; mereka yang berpendidikan dan
berpengetahuan terbatas; yang terlibat masalah ekonomi, politik dan sosial yang serius;
anggota keluarga yang menghadapi krisis ekonomi seperti hilangnya pendapatan; para
pencari kerja (termasukburuh migran); perempuan dan anak jalanan, dan sebagainya.
Modus operandi rekrutmen terhadap kelompok rentan tersebut biasanya dengan
rayuan, menipu atau janji palsu, menjebak, mengancam, menculik, menyekap, atau
memperkosa. Modus lain berkedok mencari tenagakerja untuk bisnis entertainment,
kerja di perkebunan atau bidang jasa di luar negeri dengan upah besar. Anak-anak
dibawah umur dibujuk agar bersedia melayani para pedofil dengan memberikan
barang-barang keperluan mereka bahkan janji untuk disekolahkan.
Sehingga dari beberapa faktor-faktor diatas terkait kasus yang menimpa Yunita
Meriandika alias Natali dan Sri Manista alias Karin yang bekerja sebagai pemandu lagu
karaoke di kafe di Lombok telah terdapat putusan, namun putusan tersebut terpisah
antara terdakwa dengan pelaku. Dalam Putusan Nomor 321 /Pid.Sus/2020/PN Mtr
Pengadilan Negeri Mataram yang mengadili perkara pidana dengan acara pemeriksaan
biasa dalam tingkat pertama menjatuhkan Para Terdakwa yaitu Sri Manista Alias Karin
(SM) dan Yunita Meriandika Berlian T Alias Natalia (YM) telah terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “PORNOGRAFI”, mempertontonkan diri
atau orang lain dalam pertunjukan atau dimuka umum yang menggambarkan
ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau bermuatan pornografi lainnya
sebagaimana dalam pasal 10 Undang-undang Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi.
Sehingga para Terdakwa dikenakan dalam pasal 36 Jo pasal 10 Undang-undang Nomor
44 tahun 2008 tentang Pornografi.
Putusan tersebut menyebutkan bahwa adanya indikasi adanya aktifitas porno aksi
(striptis) dan TPPO di tempat hiburan. Namun justru pelaku Tindak Pidana
Perdagangan Orang pada kasus tersebut dijatuhi pidana dengan Pasal 296 KUHP. Hal ini
tercantum dalam Putusan Nomor 322 /Pid.Sus/2020/PN Mtr. Padahal pelaku dapat
dikenakan pidana dengan Pasal 12 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), yang menyebutkan bahwa
“Setiap orang yang menggunakan atau memanfaatkan korban tindak pidana
perdagangan orang dengan cara melakukan persetubuhan atau perbuatan cabul lainnya
dengan korban tindak pidana perdagangan orang, mempekerjakan korban tindak
pidana perdagangan orang untuk meneruskan praktik eksploitasi, atau mengambil
keuntungan dari hasil tindak pidana perdagangan orang dipidana dengan pidana yang
sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6”.
Karena, jika dicermati dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Dalam pasal tersebut
disebutkan bahwa setiap perbuatan yang dilakukan menggunakan kekerasan, ancaman
kekerasan, penculikan, penyekapan dan lain sebagainya untuk tujuan eksploitasi
termasuk ke dalam tindak pidana perdagangan orang. Dengan demikian, cara
melakukan perbuatan tersebut termasuk ke dalam unsur-unsur tindak pidana
perdagangan orang.
Alasan saya menjadikan kedudukan Penari Striptis dalam hal ini sebagai korban
tindak pidana perdagangan orang dalam praktek prostitusi disebabkan karena bunyi
pasal tersebut yang menyebutkan untuk “tujuan eksploitasi” dan istilah ”eksploitasi
seksual” sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1 butir 8 yang berakibat terjadinya
eksploitasi seksual, karena dalam Undang-undang tersebut juga disebutkan salah satu
jenis eksploitasi adalah pelacuran. Hal ini ada dalam penjelasan umum Undang-undang
Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Padahal jika dilihat dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Pasal 1 terdapat kata “untuk tujuan”
sebelum kata mengeksploitasi orang tersebut menunjukkan bahwa tindak pidana
perdagangan orang merupakan delik formil. Dengan demikian, yang harus dipahami
dari Pasal 1 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Perdagangan Orang yaitu adanya tindak pidana perdagangan orang cukup
dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan dalam undang-
undang dan tidak dibutuhkan lagi harus mensyaratkan adanya akibat dieksploitasi atau
tereksploitasi yang timbul.
Bahwa terdakwa Dede Ayip alias Papi Dedeh memperkerjakan dua orang
Partner Song bernama Sri Manista Alias Karin dan Yunita Meriandika Berlian T Alias
Natalia (dituntut secara terpisah) untuk melakukan tarian telanjang atau striptease
kepada pelanggan. Pelanggan yang merupakan anggota Polda NTB yang sedang
melakukan penyelidikan, telah sepakat dengan partner song an Sri Manista Alias Karin
untuk melakukan pemesanan tarian telanjang dengan . transfer DP (Down Payment)
pada tanggal 28 Januari 2020 ke rekening terdakwa Dede Ayip.
Pada tanggal 5 Februari 2020 sekitar pukul 21.40 wita Petugas Undercover tiba
di Metzo Club Lombok (CV Caraka) Jl. Raya Sengigi Dusun Melase Desa Batu Layar Barat
Kecamatan Batu Layar Kabupaten Lombok Barat dan salah satu petugas melakukan
pembayaran paket room (minuman dan 2 patner song) di kasir sebesar Rp 2.500.000
(dua juta lima ratus ribu rupiah). Saksi Idam Khalid beserta dua orang petugas under
cover tiba di Room I VVIP Billiard disana telah ada 2 partner song Sri Manista Alias
Karin dan Yunita Meriandika Berlian T Alias Natalia. Dan setelah beberapa saat minum,
makan dan karaoke bersama, lalu dua orang patner song mulai melakukan aksi tari
striptisnya dengan membuka baju, celana dalam dan BHnya sampai telanjang bulat
sambil berjoget dan bernyanyi di depan para tamu yang merupakan tim undercover
dari Dit Reskrimum Polda NTB.
Bahwa berdasarkan fakta tersebut di atas, maka unsur ini telah terbukti secara
sah meyakinkan menurut hukum. Sehingga seharusnya Hakim dapat menimbang dan
mengadili perkara terhadap Tindak Pidana Perdagangan Orang ini dengan
menggunakan pasal 12 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Berdasarkan tindak pidana yang dilakukan
serta fakta yang terungkap tersebut menunjukkan bahwa tindak pidana yang dilakukan
oleh Terdakwa Dede Ayip alias Papi Dedeh telah memenuhi unsur “yang menggunakan
atau memanfaatkan korban tindak pidana perdagangan orang dengan cara melakukan
persetubuhan atau perbuatan cabul lainnya dengan korban tindak pidana perdagangan
orang, memperkerjakan korban tindak pidana perdagangan orang untuk meneruskan
praktik eksploitasi, atau mengambil keuntungan dari hasil tindak pidana perdagangan
orang”, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 12 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Serta terhadap Pelaku yaitu Dede Ayip alias Papi Dedeh dapat dikenakan dalam
Pasal 35 Jo Pasal 9 Undang-undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, yang
menyebutkan bahwa “Setiap orang yang menjadikan orang lain sebagai objek atau
model yang mengandung muatan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 12 (dua
belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah)”. Karena terhadap
terdakwa Papi Dedeh memberikan layanan terhadap konsumen berupa Tarian Striptis
yang dilakukan oleh Karin dan juga Natalia di hiburan malam dengan cara menjadikan
Korban melakukan perbuatan yang mengandung unsur pornografi.
A. KESIMPULAN
Kejahatan Trafficking sering kali bermula dari kasus-kasus yang sederhana, seolah-olah
legal, dan terkesan manusiawi. Misalnya dengan cara menawarkan orang bekerja,
mengajak untuk memperbaiki nasib, membantu agar dapat mencapai kesempatan kerja
dan sebagainya. Tindak Pidana Perdagangan Orang identik dengan perdagangan
manusia bisa terjadi di dalam negeri atau dilakukan lewat antara negara, dimana
perbuatan tersebut secara hukum di larang. Karena manusia bukanlah objek hukum,
melainkan sebagai subjek hukum. Sebagai subjek hukum tentunya manusia mempunyai
suatu hak dan kewajiban. Hak tersebut adalah Hak asasi Manusia, sedangkan kewajiban
adalah keharusan yang harus ia lakukan di dalam suatu negara. Aplikasi Penegakan
hukum kurang optimal terhadap kejahatan Perdagangan orang dalam Putusan Nomor
322 /Pid.Sus/2020/PN Mtr karena pelaku dalam hal Tindak Pidana Perdagangan Orang
ini menggunakan Pasal 296 Kitab Undang-undang Hukum Pidana dimana pada sanksi
pidana yang diberikan ialah 9 (Sembilan) bulan dengan menetapkan masa penahanan
yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan
kepadanya. Hal ini para korban Tindak Pidana Perdagangan orang tidak akan mendapat
perlindungan yang adil apabila sanksi yang diberikan terhadap pelaku lebih rendah
daripada si korban. Maka seharusnya Hakim harus dapat berperilaku adil dengan
melihat dan mempertimbangkan semua fakta hukum yang ada, yaitu pelaku dapat
dikenakan sanksi pidana dalam Pasal 12 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan dapat
dikenakan juga dalam Pasal 35 Jo Pasal 9 Undang-undang Nomor 44 Tahun 2008
tentang Pornografi. Sehingga dalam hal ini akan menimbulkan efek jera terhadap pelaku
Tindak Pidana Perdagangan Orang.
B. SARAN