2020/2021
MATA UJIAN : HUKUM ACARA MAHKAMAH KONSTITUSI
“JAWABAN UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP 2020/2021
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SURABAYA
JUNI 2021
JAWAB :
1. Hukum acara Mahkamah Konstitusi dalam hal pembubaran Partai Politik ini diatur
dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 12 Tahun 2008 tentang Prosedur
Beracara Dalam Pembubaran Partai Politik. Hukum Acara Mahkamah Konstitusi
ditujukan sebagai hukum acara yang berlaku secara umum dalam perkara-perkara
yang menjadi wewenang Mahkamah Konstitusi serta hukum acara yang berlaku
khusus untuk setiap wewenang yang dijalankan. Oleh karena itu Hukum Acara
Mahkamah Konstitusi meliputi Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, Hukum
Acara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum, Hukum Acara Sengketa Kewenangan
Lembaga Negara, Hukum Acara Pembubaran Partai Politik, dan lain sebagainya.
Dalam hal pembubaran partai politik, pada umumnya mempunyai tujuan yaitu untuk
melindungi demokrasi, konstitusi, kedaulatan negara, keamanan nasional, dan
ideologi negara. Perlindungan terhadap demokrasi, dimaksudkan agar tatanan
demokrasi yang sedang berjalan tidak menjadi kacau. Perlindungan tersebut
diwujudkan dalam bentuk larangan program dan kegiatan partai politik yang hendak
menghancurkan tatanan demokrasi, maupun dalam bentuk organisasi. Suatu partai
politik dapat dibubarkan oleh Mahkamah Agung berdasarkan putusan yang memiliki
kekuatan hukum yang tetap setelah mempertimbangkan keterangan dari pengurus
pusat partai yang bersangkutan. Selain itu juga dapat dilakukan melalui pengadilan
terlebih dahulu yang terkait dengan pelanggaran yang dilakukan oleh partai politik
yang dapat menjadi dasar pembubaran partai politik. Namun, dengan adanya
Perubahan UUD 1945 disebutkan dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, pembubaran
partai politik menjadi bagian dari wewenang Mahkamah Konstitusi. Pasal 24C ayat
(1) UUD 1945 menyebutkan bahwa “(1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili
pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji
undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan
lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar,
memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan
umum”. Jika dilihat dari proses pembahasan perubahan UUD 1945, wewenang
memutus pembubaran partai politik pada dasarnya ditujukan terkait dengan
dibentuknya Mahkamah Konstitusi. Didalam penjelasan umum Undang-undang
Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 24
Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, disebutkan bahwa berdasarkan Pasal 24C
ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Mahkamah Konstitusi berwenang menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, memutus sengketa kewenangan
lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, memutus pembubaran partai politik, memutus
perselisihan tentang hasil pemilihan umum, dan memberikan putusan atas pendapat
DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran
hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, tindak pidana berat lainnya,
atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau
Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Partai politik, dan pemilihan umum juga berkaitan
erat dengan pelaksanaan kedaulatan rakyat. Dengan demikian, masalah pembubaran
partai politik juga dipandang menyangkut masalah konstitusi sehingga menjadi
wewenang Mahkamah Konstitusi.
2.
A. Mekanisme pengajuan permohonan pemohon dalam perselisihan hasil
pemilihan gubernur, bupati dan walikota. Permohonan diajukan kepada
Mahkamah Konstitusi dalam jangka waktu paling lambat 3x24 (tiga kali dua
puluh empat) jam sejak Pengumuman Keputusan tentang hasil rekapitulasi
penghitungan suara Pemilihan. Permohonan yang diajukan harus memenuhi
ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1. Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia sebanyak 4
(empat) rangkap yang ditandatangani oleh Pemohon atau kuasa hukum;
2. Permohonan memuat paling kurang :
a. Nama dan alamat pemohon dan/atau kuasa hukum, nomor telepon
(rumah, kantor, seluler) nomor faksimili, dan/atau surat elektronik
(email),
b. Uraian permohonan yang jelas mengenai :
1) Kewenangan Mahkamah, memuat penjelasan mengenai
kewenangan Mahkamah dalam memeriksa, mengadili, dan
memutus perkara perselisihan penetapan perolehan suara hasil
Pemilihan;
2) Kedudukan hukum (legal standing) Pemohon, memuat
penjelasan sebagai pasangan calon atau Pemantau Pemilihan
dan mengenai ketentuan ambang batas pengajuan permohonan
3) Tenggang waktu pengajuan permohonan, memuat penjelasan
mengenai waktu pengajuan permohonan;
4) Pokok permohonan, yang berisi tentang kesalahan hasil
perhitungan suara yang ditetapkan oleh Termohon dan hasil
perhitungan suara yang benar menurut Pemohon.
5) Permintaan (petitum), untuk membatalkan hasil perhitungan
suara yang ditetapkan oleh Termohon dan menetapkan hasil
perhitungan suara yang benar menurut Pemohon
3. Permohonan Pemohon disertai dengan Keputusan Termohon tentang hasil
rekapitulasi penghitungan suara dan dilengkapi paling kurang 2 (dua)
alat/dokumen bukti.
4. Alat bukti surat/tulisan sebanyak 4 rangkap :
a. 1 (satu) rangkap dibubuhi materai sebagaimana ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan
b. 3 (tiga) rangkap lainnya merupakan penggandaan dari alat bukti
5. Permohonan pemohon dan daftar alat bukti dituangkan dalam bentuk
dokumen digital (softcopy) dengan aplikasi word (.doc) yang disimpan
dalam 2 (dua) unit penyimpanan data