Muqaddimah
Bismillaahirrahmaanirrahiim…
Sekitar lima tahun lalu, Salah seorang kakak perempuan menukilkan pada penulis tentang fatwa
yang beredar disebagian kerabat kami bahwa wanita muslimah wajib memakai pakaian yang
berwarna hitam, dan haram memakai warna pakaian lain. Saat itu penulis hanya menyatakan bahwa
yang benar adalah warna pakaian wanita tidaklah dibatasi asal tidak bermotif dan warna-warni yang
Tidak hanya itu, perasaan sinis terhadap pakaian yang selain warna hitam ternyata menggelayuti
hati sebagian teman-teman dari bangsa arab, maklum adat istiadat mereka mengharuskan hitam
sebagai warna pakaian muslimah. Sehingga ketika melihat sesuatu yang berbeda dengan adat
kebiasaan mereka, langsung ditentang habis-habisan. Dari sinilah kemudian penulis menyimpulkan
bahwa keterbiasaan seseorang dalam lingkungan tertentu, akan merubah arah pandangannya
terhadap tabiat negeri lainnya, bahkan seorang asing sekalipun bila terbiasa hidup dalam
masyarakat lain, ketika kembali ke negeri atau daerah asalnya, hal yang dianggap biasa saja bagi
masyarakat aslinya, akan dianggap sebagai sesuatu yang tidak pantas olehnya, meskipun itu masih
dalam batas 'urf (ada kebiasaan) dan kewajaran bagi mereka. Salah satu contohnya adalah: warna
pakaian wanita muslimah selain hitam, sehingga tak jarang kita dapati sebagian orang
mengharamkan warna pakaian selain hitam, atau setidaknya kalau tidak memakai pakaian hitam,
Menariknya, persoalan ini kemudian dimunculkan oleh Pimpinan Umum Wahdah Islamiyah; Ust
masuknya dakwah islam dalam lingkup masyarakat nusantara, serta menjaga sum'ah (wibawa)
wanita muslimah dinegeri ini yang semakin hari kian disoroti dengan berbagai fitnah, label dan
www.wahdah.or.id 1
julukan yang tidak pantas.
Mendengar pemaparan beliau yang singkat nan padat, penulis pun berniat menulis kajian ringkas
seputar warna pakaian wanita muslimah ini, tentunya dari perspektif agama kita, dengan berdalilkan
Al-Quran, dan Sunnah sesuai pemahaman para salaf kita. Sebelum masuk pada pembahasan ini,
perlu diketahui bahwa persoalan ini adalah masalah klasik yang telah dibahas ulama kita dalam
berbagai literatur islam, bukan masalah kontemporer. Apabila didalamnya terdapat kesalahan dan
kekurangan, maka hati ini terbuka untuk selalu menerima kritik dan saran dari siapapun. Selamat
membaca !!
Pertama: Adakah Perintah Atau Larangan Khusus Terkait Warna Pakaian Muslimah ?
Meneliti ayat-ayat dan banyak hadis-hadis shahih tentang warna pakaian wanita, kita akan dapati
banyak hadis atau riwayat yang menyebutkan syarat dan kriteria pakaian wanita muslimah, yang
kemudian disimpulkan oleh para ulama dalam beberapa kriteria atau syarat yaitu:
8. Bukan merupakan pakaian untuk ketenaran dan kesombongan (lihat syarat-syarat atau
kriteria ini dalam buku Hijaab Al-Mar-h Al-Muslimah oleh Syaikh Al-Albani dan di link:
http://wahdah.or.id/syarat-syarat-busana-muslimah/).
Akan tetapi kita tidak akan dapati secara khusus bahwa Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam
www.wahdah.or.id 2
memerintahkan atau melarang warna pakaian tertentu untuk dipakai wanita muslimah. Yang ada
hanyalah beberapa hadis dhaif atau lemah yang mengisyaratkan terlarangnya wanita memakai
pakaian berwarna merah, diantaranya HR Abu Daud (4071): dari jalur Syuraih bin Ubaid dari Habib
bin Ubaid dari Huraits bin Al Abah As Salihi berkata, "Seorang wanita bani Asad berkata, "Suatu
hari aku berada di sisi Zainab isteri Rasulullah sedang kami mewarnai baju miliknya dengan
lumpur merah. Maka ketika kami sedang melakukan hal itu, Rasulullah muncul di hadapan kami.
Dan ketika Zainab melihat hal itu, ia mengetahui bahwa Rasulullah tidak menyukai perbuatannya.
Maka ia pun mengambil kain bajunya untuk dicuci dan menghilangkan semua warna merah yang
ada. Setelah itu Rasulullah datang kembali, ketika beliau tidak melihat (warna merah itu lagi),
Hadis ini dhaif –sebagaimana dinyatakan oleh Hafidz Ibnu Hajar dalam At-Talkhis Al-Habir (2/140)
karena dalam sanadnya terdapat Huraits bin Al-Abah: Majhul (At-Taqrib: 1179).
Sebaliknya, ada perintah umum tentang sunatnya memakai pakaian berwarna putih, apakah ini
Artinya: “Pakailah pakaian putih karena pakaian seperti itu adalah sebaik-baik pakaian kalian dan
kafanilah mayit dengan kain putih pula” (HR Abu Daud: 4061, Tirmidzi: 994, Nasai no. 5325, Ibnu
Dalam syarah hadis ini Syaikh Ibnul-'Utsaimin rahimahullah berkata: "… Boleh bagi wanita untuk
memakai pakaian warna putih, namun dengan syarat modenya tidak sama dengan pakaian laki-laki,
karena bila sama dengan mode pakaian laki-laki maka hal tersebut termasuk bentuk
tasyabbuh/menyerupai laki-laki..". Kemudian beliau berkata lagi: "Saya berkata: bahwa pakaian
wanita berwarna putih hukumnya boleh, namun apakah boleh baginya untuk keluar rumah dengan
www.wahdah.or.id 3
pakaian putih tanpa memakai abaa-ah (pakaian luar sejenis gamis) ?? Dikatakan bahwa pakaian
warna putih disebagian negara adalah pakaian biasa saja, seperti halnya warna hitam, mereka tidak
membedakannya, akan tetapi bagi kita khususnya di Nejd masyarakat memandang bahwa pakaian
putih (bagi wanita) adalah pakaian perhiasan, oleh sebab itu tidak boleh bagi wanita (didaerah Nejd)
untuk memakai pakaian warna putih walaupun ditutupi dengan abaa-ah jika abaa-ah tersebut tidak
menutupi seluruh badan, sebab bila (warna putih bagi wanita) adalah pakaian perhiasan, maka
(menampakkannya meski sedikit) termasuk bagian dari tabarruj (menampakkan aurat atau perhiasan
yang haram dilihat orang lain)." (Fath Dzil Jalaali Wal Ikraam: 2/530).
Dari pemaparan Syaikh ini kita bisa menyimpulkan bahwa para ulama membolehkan wanita
memakai warna putih bila hal itu sesuai dengan adat kebiasaan mereka, namun apakah
disunatkan ?? Meneliti syarah para ulama terkait hadis ini, penulis tidak mendapatkan penjelasan
tegas akan hal ini namun hanya mendapati beberapa hal berikut:
•Imam Abu Daud rahimahullah meletakkan hadis ini dibawah bab: "Tentang pakaian putih". Imam
Nasai meletakkannya dibawah bab: "Perintah memakai pakaian berwarna putih." , Ibnu Majah
dibawah bab: "Memakai pakaian berwarna putih." Dan Ibnu Hibban melatakkannya dibawah bab:
"Penjelasan perintah memakai pakaian berwarna putih, karena warna putih merupakan pakaian
paling baik."
Beginilah judul-judul bab para ulama dalam menukil hadis perintah memakai pakaian putih ini,
semuanya umum; tidak mengkhususkannya bagi laki-laki saja atau perempuan saja. Hal ini
menunjukkan bahwa perintah sunatnya memakai pakaian putih ini mencakup laki-laki dan
perempuan.
•Juga Imam Nawawi dalam Riyaadh Shalihin (247) meletakkan hadis ini dibawah bab: "Sunatnya
memakai pakaian putih, dan bolehnya memakai pakaian merah, hijau, kuning, dan hitam…". Ini
www.wahdah.or.id 4
menunjukkan bahwa Imam Nawawi mensunatkan pakaian putih bagi siapa saja baik laki-laki atau
perempuan, dan adapun warna lain termasuk hitam maka beliau hanya menganggapnya mubah. Hal
ini dipertegas oleh Syaikh Ahmad Khathibah dalam syarah Riyadh Shalihin setelah menyebutkan
judul bab diatas beliau berkata: "Artinya (dari judul bab ini) adalah bahwa pakaian dengan warna
apa saja hukumnya boleh dipakai, baik bagi laki-laki ataupun perempuan, namun yang disunatkan
adalah pakaian putih (bagi keduanya), adapun selainnya maka hanya boleh." (Syarah Riyadh
Imam Nawawi juga berkata: "Boleh memakai pakaian berwarna putih, merah, kuning, hijau, yang
bergaris-garis dengan warna tertentu, dan warna-warna lainnya, tidak ada perbedaan pendapat
(dikalangan ulama) tentang perkara ini, dan tidak ada pula hal makruh didalamnya, namun Imam
Asy-Syafi'i dan pengikutnya menyatakan bahwa yang paling utama adalah warna putih." (Al-
Majmu': 4/452).
•Diantara dalil bahwa perintah dalam hadis ini umum bagi laki-laki dan wanita adalah beberapa
poin berikut:
: مكا لك لللم تلبللس القبطهيللة؟ قلللت:كسكاني رسول ال صلى ال علهيه وسلم قبطهية كثهيفة ممكا أهداهكا له دحهية الكلبي فكسوتهكا امرأتي فقكال
فإني أخكاف أن تصف حجم عظكامهكا، "مرهكا فلتجعل تحتهكا غللة:كسوتهكا امرأتي فقكال
asal mesir yang tipis dan berwarna putih (yang dihadiahi oleh Dihyah Al-Kalbi kepada beliau, lalu
aku memberikannya kepada istriku, Rasulullah bersabda: Kenapa engkau tidak memakai pakaian
Qubthiyah (yang aku beri) ?, Aku menjawab: Saya memberinya pada istriku." Beliau bersabda:
"Perintahkan istrimu agar memakai ghalaalah (sejenis pakaian rangkapan / dalaman), sebab aku
khawatir pakaian itu akan membentuk anggota tubuhnya." (HR Ahmad: 21786, dan Dhiyaa' dalam
www.wahdah.or.id 5
Al-Mukhtaarah 1/441, juga memiliki syaahid/hadis penguat dari Dihyah dalam Sunan Abu Daud:
4116, dinilai hasan oleh Dhiyaa' dan Al-Albani dalam Jilbaab al-Mar-ah al-Muslimah: 131).
Dalam hadis ini Rasulullah menyetujui perbuatan istri Usamah yang memakai warna putih, hanya
2-Secara umum, khithab atau perintah itu umum kepada laki-laki dan perempuan kecuali bila ada
dalil lain yang mengkhususkannya pada salah satunya. Sedangkan nash hadis ini tidak ada dalil
yang mengkususkannya, apalagi dalam satu hadis terdapat petunjuk keumumannya bagi laki-laki
dan perempuan yaitu dalil al-iqtiraan: dalam hadis ini terdapat 2 perintah yaitu perintah berpakaian
putih dan perintah memakai kain kafan putih. Nah, bila kain kafan putih umum bagi laki-laki dan
perempuan, maka pakaian putih juga demikian, karena perintah keduanya datang dalam satu teks,
3-Penulis tidak mendapatkan nukilan ijma' atau penjelasan salah satu ulama terdahulu yang
menyatakan bahwa hadis perintah warna putih ini khusus bagi laki-laki. Bahkan para penulis
syarah-syarah kitab-kitab hadis memutlakkan kebolehannya kepada seluruh manusia –laki-laki dan
Kesimpulannya: Pakaian warna putih bagi wanita minimal memiliki hukum mubah, namun dari
pemaparan diatas bisa disimpulkan bahwa: "Hukum asal pakaian warna putih bagi wanita adalah
sunat dengan dalil perintah memakai pakaian warna putih secara umum, namun hukumnya bisa
berubah berdasarkan 'urf / adat kebiasaan suatu negeri karena tolak ukur warna pakaian lebih
berdasar pada adat istiadat." Tentu hal ini akan lebih gamblang dibahas dalam bahasan yang akan
datang: "Warna Pakaian dan Kaitannya Dengan 'Urf (Adat Kebiasaan) dan Pakaian Syuhrah".
www.wahdah.or.id 6
Kedua: Dalil Mubahnya Memakai Pakaian Berwarna Hitam
Tidak ada satu hadis pun yang memerintahkan seorang wanita untuk memakai pakaian berwarna
hitam, hanya saja kebolehan wanita muslimah memakai pakaian berwarna hitam ini telah disetujui
perintah ini menunjukkan bahwa hukum asal pakaian hitam bagi wanita hanya memiliki hukum
mubah / boleh dan tidak wajib atau sunat. Diantara dalil kebolehannya adalah:
Artinya: "Ketika turun firman Allah “Hendaklah mereka (wanita-wanita beriman) mengulurkan
pada kepala mereka terdapat burung-burung gagak karena pakaian (mereka yang hitam)". (Hadis
ini dinilai shahih oleh para ulama hadis termasuk Al-Albani dalam Jilbab Al-Mar'ah Al-Muslimah:
38).
Dalam riwayat lain disebutkan: "… seolah-olah pada kepala mereka terdapat burung-burung gagak
karena pakaian (mereka yang hitam), dan pada tubuh mereka pakaian hitam yang mereka pakai."
Hadis ini menunjukkan bahwa wanita-wanita Anshar tersebut mengenakan pakaian dan khimar /
penutup kepala, atau jilbab-jilbab berwarna hitam. Al-'Adzhim Aabaadi rahimahullah dalam 'Aun
al-Ma'bud (11/107) berkata: "Khimar/ jilbab ini diserupakan dengan burung gagak lantaran
www.wahdah.or.id 7
Imam Syaukani rahimahullah berkata: "Hadis ini menunjukkan bolehnya wanita memakai pakaian
berwarna hitam, dan saya tidak tahu ada perbedaan pendapat ulama terkait masalah ini." (Nail Al-
Awthar: 2/103).
أتى النبي صلى ال علهيه وسلم بثهيكاب فهيهكا خمهيصة سوداء صغهيرة فقكال من ترون أن نكسو هذه فسكت القوم فقكال ائت وني ب أم خكال د
فأتي بهكا تحمل فأخذ الخمهيصة بهيده فألبسهكا وقكال أبلي واخلقي وككان فهيهكا علم أخضر أو أصفر
Artinya: "Nabi datang dengan membawa beberapa Khamiishah (pakaian hitam kecil yang
bergaris-garis warna lain). Beliau berkata : ”Menurut kalian, siapa yang pantas untuk memakai
baju ini ?”. Semua diam. Beliau kemudian berkata: ”Panggil Ummu Khalid”. Maka Ummu Khalid
pun datang dengan dipapah. Nabi mengambil pakaian tersebut dengan tangannya dan kemudian
memakaikannya kepada Ummu Khalid seraya berkata: ”Pakailah ini sampai rusak”. Pakaian
tersebut bermotif / dihiasi dengan warna lain berwarna hijau atau kuning."
Hadis ini menujukkan bolehnya memakai pakaian hitam yang bergariskan warna hijau atau kuning
atau warna lain, sebab Khamiishah adalah pakaian warna hitam yang bergaris-gariskan warna lain
•Dalam kitab Thabaqat Ibnu Sa'ad (8/73) diriwayatkan dari jalur Humaid Al-'Asham dari ibunya
bahwa ia berkata: "Saya melihat Aisyah memakai khimar (jilbab / penutup kepala) berwarna hitam
Meskipun atsar atau riwayat pakaian Aisyah ini dhaif karena ibu Humaid majhuul, namun dikuatkan
oleh riwayat-riwayat lain dari Aisyah yang menunjukkan bahwa Aisyah memakai khimar / jilbab
hitam, diantaranya riwayat Ibnu Sa'ad dalam Thabaqat (8/487) dari jalur Yunus bin Abi Ishaq dari
ibunya 'Aaliyah bahwa ia berkata: "Saya melihat Aisyah pakaian / gamis luar berwarna merah
jingga, dan khimar / jilbab Jaisyaan (yang berwarna hitam)." (Jaisyan ini adalah salah satu daerah
www.wahdah.or.id 8
di Yaman yang menjadi tempat pembuat jilbab / khimar berwarna hitam).
Ibu Yunus dalam hadis ini yaitu 'Aaliyah diperselisihkan apakah ia shoduq atau majhuulah
sebagaimana dalam Dzail Al-Lisan Al-Mizan (215). Terlepas dari shoduq atau majhul-nya: namun
hadis ini tetap menguatkan riwayat Aisyah diatas, dan akan disebutkan riwayat-riwayat lain yang
banyak tentang hal ini dalam bahasan "Bolehkah Memakai Pakaian Dengan Dua Warna Atau
Lebih ?".
Lalu apakah warna hitam ini wajib atau sunat bagi wanita ? Jawabannya hanya boleh atau mubah
1-Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam sama sekali tidak memerintahkan warna hitam ini bagi
wanita, beliau hanya melihat wanita shahabiyah dari kaum anshar memakainya dan beliau tidak
melarangnya sebagaimana dalam hadis Ummi Salamah diatas. Diamnya atau Persetujuan / Taqrir
Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam terhadap suatu amalan tidak menunjukkan sunatnya atau
wajibnya amalan tersebut, boleh jadi ia hanyalah mubah dan inilah yang sangat nampak, karena
banyak amalan yang didiamkan oleh beliau memiliki hukum mubah seperti berlatih perang
dimasjid, makan dhab'u, dll, semua ini hukumnya mubah dan bukan sunat apalagi wajib, karena
beliau hanya mendiamkan dan menyetujuinya saja tanpa memerintah atau melarangnya. Bahkan
bila taqrir Rasulullah terhadap pakaian hitam ini dianggap sunat atau wajib maka taqrir beliau
terhadap pakaian wanita berwarna putih, atau warna lain -sebagaimana yang akan datang hadis-
hadisnya- juga menunjukkan sunatnya atau wajibnya warna-warna tersebut, karena beliau hanya
mendiamkannya juga.
2-Ummu Salamah hanya menyebutkan wanita anshar yang memakai pakaian hitam, ini
menunjukkan bahwa selain wanita Anshar tidak memakai pakaian hitam sebagaimana akan datang
riwayat-riwayat yang banyak tentang hal ini termasuk pakaian Aisyah dalam riwayat diatas yang
www.wahdah.or.id 9
berwarna merah jingga. Sebab itu tidak salah bila Syaikh Abdul'Aziz Al-Tharifi hafidzhahullah
dalam salah satu program TV menyatakan bahwa pakaian hitam hanyalah adat kebiasaan ('Urf)
3.Perintah Rasulullah kepada Ummu Khalid agar memakai pakaian warna hitam tidak menunjukkan
sunatnya atau wajibnya warna hitam bagi wanita, hanya saja pakaian tersebut merupakan pakaian
yang biasa dipakai oleh sebagian wanita dan beliau ingin menghadiahkannya kepada Ummu Khalid.
Hal lain bahwa pakaian tersebut memiliki corak atau garis-garis dengan warna yang lain, sehingga
dari teks hadis sendiri kita bisa menyimpulkan bolehnya memakai warna hitam atau selain hitam
Dalam Fatawa Hindiyah (6/446) disebutkan bahwa pakaian warna hitam ini disunatkan bagi laki-
laki dan wanita, namun tanpa menyertakan dalil. Sebaliknya dalam Ghidzaa' Al-Albaab (2/171-172)
disebutkan bahwa pakaian putih lebih utama daripada pakaian hitam, bahkan Al-Auza'i pernah
ditanya oleh Khalifah Ar-Rasyid tentang pakaian warna hitam, ia menjawab: "Saya tidak
Kenapa ?, ia menjawab: "Karena pakaian hitam tidak dipakai oleh pengantin, tidak juga dipakai
seorang yang ihram, dan tidak juga dijadikan kafan untuk orang yang mati."
Tentunya yang menganggap sunat atau makruh ini tidak memiliki sandaran atau dalil yang jelas lagi
tegas, sehingga yang lebih tepat adalah kebolehannya sebagaimana yang dinyatakan Imam Asy-
Syaukani diatas.
Mengenai bahasan ini, para ulama di Komite Fatwa Kerajaan Arab Saudi memberikan fatwa
berikut: "Pakaian wanita tidak khusus berwarna hitam. Ia boleh mengenakan pakaian berwarna lain
bila pakaian tersebut menutupi auratnya, tidak menyerupai pakaian pria, tidak sempit sehingga
www.wahdah.or.id 10
menampakkan lekuk anggota tubuhnya, serta tidak mengundang fitnah" (Fatawa Komite Fatwa
KSA: 17/108)
Dalam fatwa lain (Fatawa Komite Fatwa: 17/109) juga diterangkan: "Mengenakan pakaian hitam
bagi wanita bukan sesuatu yang wajib. Mereka boleh mengenakan pakaian berwarna apa saja yang
khusus bagi wanita, (selama) tidak memancing perhatian dan tidak menimbulkan fitnah". Wallaahu
a'lam.
Ketiga: Dalil Bolehnya Memakai Pakaian Selain Warna Putih atau Hitam
Menelusuri hadis-hadis Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam dan riwayat para sahabat dan
shahabiyah radhiyallaahu 'anhum ajma'in, kita mendapati banyak sekali hadis atau riwayat yang
menunjukkan bahwa para shahabiyah sewaktu hidup Rasul atau sepeninggalnya; memakai pakaian
dengan warna merah jingga atau tua, kuning, hijau, atau warna-warna lainnya. Sebab itu, tidak
mengherankan bila para ulama sama sekali tidak mengharamkan wanita memakai pakaian dengan
warna-warna tersebut. Sebelum menukil dalil-dalil dan riwayat-riwayat tersebut, mari menyimak
Syaikh Yaasiin Al-Khathib hafidzhahullah menegaskan bahwa seluruh ulama fiqih sepakat akan
bolehnya kaum wanita memakai pakaian dengan warna apapun selama wanita tersebut tidak dalam
masa 'iddah atau masa ihram. (lihat: Majalah Al-Buhuts Al-Islamiyah, Lajnah Daaimah KSA: edisi
90/ hal.328).
Hal ini jelas nampak bila kita membaca ucapan para ulama rahimahumullah dari berbagai mazhab:
•Ibnu Abdil Barr Al-Maliki rahimahullah dalam At-Tamhid (16/123) berkata: "Adapun terkait
pakaian wanita, maka para ulama tidaklah berbeda pendapat tentang kebolehan mereka memakai
pakaian yang diwarnai merah; Mufaddam (berwarna merah sekali), Muwarrad (berwarna merah
www.wahdah.or.id 11
jingga), dan Mumasysyaq (juga berwarna merah karena diwarnai dengan lumpur merah)."
•Dalam Kitab Mawahib Al-Jalil (3/154), Al-Haththab Al-Maaliki rahimahullah menjelaskan bahwa
pakaian yang diwarnai dengan selupan warna 'ushfur (tumbuhan yang mengeluarkan celupan
merah) baik merah jingga, atau lainnya; hukumnya tidak boleh bagi laki-laki, kemudian menukil
dari salah satu ulama Maalikiyah; penulis kitab Ath-Thiraaz bahwa 'illah / faktor larangan itu adalah
karena ia menyerupai pakaian wanita yang biasanya berwarna selain hitam. Ini menunjukkan bahwa
•Ibnu Muflih Al-Hanbali rahimahullah dalam Al-Adaab Asy-Syar'iyyah (3/489) berkata: "Boleh
bagi wanita untuk memakai pakaian Muza'far (pakaian yang diwarnai dengan warna kunyit:
kuning), Mu'ashfar (berwarna merah karena diwarnai dengan sari tumbuhan 'Ushfur), dan pakaian
merah." Ia juga berkata: "Madzhab Abu Hanifah, Malik dan Syafi'i; tidak makruhnya memakai
pakaian mu'ashfar, dan tidak pula warna merah, dan ini merupakan pendapat yang dipilih Syaikh
•Imam Nawawi Asy-Syafi'i rahimahullah berkata: "Boleh memakai pakaian berwarna putih, merah,
kuning, hijau, yang bergaris-garis dengan warna tertentu, dan warna-warna lainnya, tidak ada
perbedaan pendapat (dikalangan ulama) tentang perkara ini, dan tidak ada pula hal makruh
didalamnya, namun Imam Asy-Syafi'i dan pengikutnya menyatakan bahwa yang paling utama
Disini Imam Nawawi rahimahullah tidak mengkhususkan warna-warna ini khusus untuk kaum laki-
laki, tapi beliau meng-umumkannya kepada laki-laki dan wanita. Hal ini beliau pertegas dalam
kitab Raudah Ath-Thalibin (2/69): "Boleh bagi laki-laki dan wanita untuk memakai pakaian
berwarna merah, hijau atau pakaian yang diwarnai selainnya tanpa dihukumi makruh."
Berikut dalil-dalil atau riwayat-riwayat tentang bolehnya memakai pakaian berwarna selain hitam
www.wahdah.or.id 12
atau putih, namun untuk meringkas bahasan ini, penulis mencukupkan masing-masing warna
• Warna Merah:
عن إبراههيم وهو النخعي أنه ككان يدخل مع علقمة والسود على أزواج النبي صلى ال علهيه وسلم فهيراهن في اللحف الحمر
Artinya: "Dari Ibrahim An-Nakha’i bahwasannya ia bersama ’Alqamah dan Al-Aswad masuk
menemui istri-istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam. Maka ia melihat mereka mengenakan
1.Pakaian wanita dengan warna selain hitam atau putih tetap dibolehkan hingga Rasulullah wafat,
karena Ibrahim dan Al-Aswad -dua tabiin yang hidup setelah Rasulullah wafat dan menimba ilmu
dari Aisyah radhiyallahu'anha- mendatangi Aisyah yang memakai pakaian luar warna merah.
2.Pakaian warna merah atau lainnya boleh dijadikan mantel atau pakaian luar yang bisa dilihat oleh
orang lain atau laki-laki yang bukan mahramnya, karena ia bukanlah perhiasan yang dilarang
ditampakkan, sebagaimana akan dibahas lebih lanjut dalam poin: "Warna Pakaian Bukanlah
Hal ini juga telah disetujui bahkan diperintahkan oleh para sahabat, dalam HR Ibnu Abi Syaibah
(3/143), Nafi' mengisahkan: "Bahwa istri-istri dan putri-putri Abdullah bin Umar memakai
perhiasan dan pakaian-pakaian mu'ashfar (yang berwarna merah) sedangkan mereka dalam
keadaan ihram."
• Warna Hijau:
عن عكرمة أن رفكاعة طلق امرأته فتزوجهكا عبد الرحمن بن الزبهير القرظي قكالت عكائشة وعلهيهكا خم كار أخض ر فش كت إلهيه كا وأرته كا
www.wahdah.or.id 13
خضرة بجلدهكا فلمكا جكاء رسول ال صلى ال علهيه وسلم والنسكاء ينصر بعضهن بعضكا قكالت عكائشة مكا رأيت مثل مللكا يلقللى المؤمنللكات
Artinya: "Dari ’Ikrimah : Bahwasannya Rifa’ah menceraikan istrinya yang kemudian dinikahi oleh
’Abdurrahman bin Az-Zubair Al-Quradhy. ’Aisyah berkata : ”Dia memakai khimar yang berwarna
hijau, akan tetapi ia mengeluh sambil memperlihatkan warna hijau pada kulitnya”. Ketika
Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam tiba - dan para wanita menolong satu kepada yang
lainnya - maka ’Aisyah berkata : ”Aku tidak pernah melihat kondisi yang terjadi pada wanita-
wanita beriman, warna kulit mereka lebih hijau daripada bajunya (karena kelunturan)” (HR. Al-
Bukhari: 5487).
Hadis ini menunjukkan bolehnya wanita memakai pakaian luar warna hijau, sebab itu lah Imam
Bukhari rahimahullah meletakkannya dibawah bab: "pakaian warna hijau" yaitu kebolehannya bagi
wanita, sebagaimana ditegaskan lagi oleh Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fath Al-Bari (10/ 282).
Imam Ibnu Baththal dalam Syarah Shahih Bukhari (9/102) berkata: "Pakaian hijau merupakan
pakaian penghuni surga, sebagaimana firman Allah (Dan (dalam surga itu) mereka memakai
pakaian hijau dari sutera halus dan sutera tebal [QS Al-Kahfi: 31]) dan ini cukup menjadi
• Warna Kuning
صنلى انلك تعلتمهيفه توتسلنتم تعفني توتلفك تيموفمي تقكالتمت تنتعمم تفتأتختذمت فختمكاغرا لتتهكا تم م
صكبوغغكا فبتزمعتفلتراءن تفترنشلمتكه فبكاملتملكافء فلتهيكفلوتح فريكحلكه كثلنم تقتعلتدمت إفتللى انلف ت
mendapat sesuatu pada Shofiyah binti Huyay. Maka Shofiyah berkata, ‘Hai Aisyah engkau bersedia
www.wahdah.or.id 14
melayani Rasulullah agar beliau senang kepadaku? Silahkan saja engkau ambil giliranku hari
ini!’ Aisyah berkata, ‘Baiklah’. Maka aku ambil khimar / penutup kepalanya yang telah diwarnai
dengan za’faran/kunyit itu (warna kuning) lalu dia percikkan air padanya agar wangi semerbak.
Kemudian dia naik menuju Rasulullah dan aku duduk di sampingnya. Maka Nabi
shallallahu'alaihi wasallam bersabda, ‘Hai Aisyah kenapa engkau mendekatiku padahal hari ini
bukan giliranmu?’. Dia (Aisyah) berkata, ‘Itu adalah karunia yang Allah berikan kepada siapa
yang Dia kehendak’i. Maka aku sampaikan kepadanya masalahnya. Maka beliau menyenanginya
Meskipun hadis ini sedikit dhaif karena dalam sanadnya terdapat rawi majhul yaitu Samiyyah,
namun memiliki riwayat pendukung lainnya, diantaranya: Hadis Anas dalam Shahih Bukhari (5846)
za'faran (pada tubuhnya agar wangi atau pada pakaiannya agar berwarna kuning)." Hadis ini
menunjukkan kebolehan wanita memakai pakaian berwarna kuning karena larangan ini khusus bagi
laki-laki, sebab itu Imam Bukhari meletakkan hadis ini dalam bab: larangan laki-laki dari memakai
za'faran / kunyit (pada pakaian atau jasad mereka –pent). Ibnu Hajar rahimahullah berkata: "Para
ulama berbeda pendapat tentang sebab terlarangnya za'faran / kunyit ini (bagi laki-laki); apakah
karena wanginya karena ia merupakan wewangian khusus bagi wanita… ataukah karena warnanya
sehingga setiap yang berwarna kuning dimasukkan (sebagai larangan bagi laki-laki)." (Fath Al-Bari:
10/304).
Juga dalam Thabaqat Ibnu Sa'ad (8/73) diriwayatkan bahwa Aisyah memakai mantel yang diwarnai
dengan 'wars' yang berwarna kuning, dan khimar / penutup kepala Jaisyani yang berwarna hitam.
Riwayat ini sedikit dhaif karena salah satu rawinya yaitu Amiinah: majhul. Meskipun dhaif, namun
Berikut fatwa Mufti Umum Kerajaan Arab Saudi Syaikh Abdul'Aziz Aalu Syaikh ketika beliau
www.wahdah.or.id 15
ditanya: "Apa hukumnya memakai pakaian berwarna merah bagi wanita?"
Beliau menjawab: "Pada dasarnya seorang wanita boleh memakai pakaian dengan warna apa saja,
yang dilarang hanyalah wanita yang memakai pakaian yang memperlihatkan / membentuk lekuk
auratnya, baik pakaian itu tembus pandang, ketat, terbuka atau lainnya. Juga bila warna tersebut
menarik perhatian laki-laki bila ia nampak oleh mereka, maka hal itu dilarang, adapun bila ia tidak
nampak bagi laki-laki maka wanita tersebut tidak dilarang memakai warna pakaian apapun, dan ia
boleh memakai pakaian yang ia kehendaki dengan memperhatikan batasan-batasan yang disebutkan
sebelumnya, juga tidak menyerupai pakaian laki-laki, atau tidak memakai pakaian yang menjadi
pakaian resmi wanita-wanita kafir, karena adanya laknat bagi orang yang melakukan itu semua
(http://www.mufti.af.org.sa/node/3017 ).
Batasan warna yang beliau sebutkan ini yaitu tidak menyerupai laki-laki, atau pakaian wanita kafir;
akan dijelaskan pada bahasan lain: "Kaitan Warna Pakaian Dengan Adat Kebiasaan Nusantara dan
Pakaian Haram"
Adapun tentang pakaian dengan motif atau garis-garis yang warna-warni maka ulasannya ada dalam
pembahasan selanjutnya.
Pembahasan ini memiliki dua poin penting yang masing-masing akan dijelaskan secara ringkas,
yaitu:
www.wahdah.or.id 16
Pertama: Pakaian dengan motif atau garis-garis warna-warni. Seperti mantel wanita atau jilbab
atau khimar warna hitam atau putih dengan garis-garis warna merah atau hijau atau kuning.
Hal ini dibolehkan bila motif atau garis-garis tersebut tidak memiliki warna banyak, artinya garis-
garis tersebut tidak dianggap sebagai hiasan. Ini biasanya terdapat pada sarung tenun wanita-wanita
buton atau muna yang warna warni, selama hal tersebut masih wajar, maka hukumnya boleh, namun
bila sudah mengarah pada bentuk hiasan, maka tidak boleh, tentunya hal ini diketahui dengan
أتى النبي صلى ال علهيه وسلم بثهيكاب فهيهكا خمهيصة سوداء صغهيرة فقكال من ترون أن نكسو هذه فسكت القوم فقكال ائت وني ب أم خكال د
فأتي بهكا تحمل فأخذ الخمهيصة بهيده فألبسهكا وقكال أبلي واخلقي وككان فهيهكا علم أخضر أو أصفر
Artinya: Nabi datang dengan membawa beberapa Khamiishah (pakaian hitam kecil yang bergaris-
garis warna lain). Beliau berkata : ”Menurut kalian, siapa yang pantas untuk memakai baju ini ?”.
Semua diam. Beliau kemudian berkata: ”Panggil Ummu Khalid”. Maka Ummu Khalid pun datang
dengan dipapah. Nabi mengambil pakaian tersebut dengan tangannya dan kemudian
memakaikannya kepada Ummu Khalid seraya berkata: ”Pakailah ini sampai rusak”. Pakaian
tersebut bermotif / dihiasi dengan warna lain berwarna hijau atau kuning.
Hadis ini menujukkan bolehnya memakai pakaian hitam yang bergariskan warna hijau atau kuning
atau warna lain, sebab Khamiishah adalah pakaian warna hitam yang bergaris-gariskan dua warna
•HR Malik dalam Muwaththa' (1624), dari Urwah bahwa Aisyah radhiyallahu'anha istri Rasulullah
shallallahu'alaihi wasallam memberikan Abdullah bin Zubair pakaian yang ditenun dari wol yang
bermotif (bergaris) dua warna yang pernah dipakai oleh beliau sendiri.
www.wahdah.or.id 17
Kedua: Pakaian mantel / jubah wanita yang warnanya beda dengan warna jilbab atau warna
khimar-nya, atau warna cadarnya. Pada dasarnya hal ini dibolehkan karena telah dipakai oleh
wanita-wanita shahabiyah dan sebagian istri Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam, namun tentunya
harus sesuai dengan 'urf / adat kebiasaan masyarakat tertentu. Diantara dalil kebolehannya:
•HR Ibnu Abi Syaibah (23748) dan Al-Fasawi dalam Al-Ma'rifah Wat-Tarikh (2/13): dari Sakinah
berkata: "Saya mendatangi Aisyah bersama ayahku maka saya melihatnya memakai mantel
berwarna merah (dalam riwayat Al-Fasawi: merah jingga), dan ia memakai khimaar/penutup
Rawi hadis ini yang bernama Sakinah: majhulah, namun riwayatnya ini dikuatkan lagi oleh:
•HR Ibnu Sa'ad dalam Thabaqat (8/71) dari Habibah binti 'Abbad Al-Bariqah dari ibunya, ia
berkata: "Saya melihat Aisyah memakai mantel berwarna merah dan khimaar berwarna hitam."
Meskipun Habibah dan ibunya majhulah, namun cukup untuk menguatkan riwayat diatas, bahkan
banyak riwayat dari Aisyah tentang hal ini yang kesemuanya saling menguatkan, diantaranya:
•Dalam Thabaqat Ibnu Sa'ad (8/73) diriwayatkan bahwa Aisyah memakai mantel yang diwarnai
dengan tumbuhan 'wars' yang berwarna kuning, dan khimar / penutup kepala Jaisyani yang
berwarna hitam. Riwayat ini sedikit dhaif karena salah satu rawinya yaitu Amiinah: majhulah.
Meskipun dhaif, namun cukup untuk menguatkan riwayat-riwayat sebelumnya. Wallaahu a'lam.
•Dalam kitab Thabaqat Ibnu Sa'ad (8/73) diriwayatkan dari jalur Humaid Al-'Asham dari ibunya
bahwa ia berkata: "Saya melihat Aisyah memakai khimar (jilbab / penutup kepala) berwarna hitam
Meskipun atsar atau riwayat pakaian Aisyah ini dhaif karena ibu Humaid majhuul, namun dikuatkan
www.wahdah.or.id 18
oleh riwayat-riwayat lain dari Aisyah yang menunjukkan bahwa Aisyah memakai khimar / jilbab
hitam, diantaranya riwayat Ibnu Sa'ad dalam Thabaqat (8/487) dari jalur Yunus bin Abi Ishaq dari
ibunya 'Aaliyah bahwa ia berkata: "Saya melihat Aisyah pakaian / gamis luar berwarna merah
jingga, dan khimar / jilbab Jaisyaan (yang berwarna hitam)." (Jaisyan ini adalah salah satu daerah
Ibu Yunus dalam hadis ini yaitu 'Aaliyah diperselisihkan apakah ia shoduq atau majhuulah
sebagaimana dalam Dzail Al-Lisan Al-Mizan (215). Terlepas dari shoduq atau majhul-nya: namun
Kelima: Hukum Asal: Warna Pakaian Bukanlah Perhiasan Yang Dilarang Ditampakkan
Satu tanda tanya yang mungkin terdapat dalam benak setiap kita: bukankah pakaian berwarna selain
hitam seakan-akan adalah suatu perhiasan yang tidak layak ditampakkan didepan umum ??
Syaikh Al-Albani rahimahullah telah menjawab tanda tanya ini dalam pembahasan syarat kedua
dari pakaian muslimah dibuku populer beliau: Jilbab al-Mar-ah al-Muslimah (121-122), berikut
ucapan beliau: "Ketahuilah, bahwasanya bukanlah dianggap sebagai perhiasan sedikitpun (yang
dilarang ditampakkan) bila pakaian wanita yang ia pakai berwarna selain warna hitam atau putih,
sebagaimana yang disangka oleh sebagian wanita yang berpegang teguh dengan agamanya, hal ini
Pertama: Sabda Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam: "Wewangian wanita itu yang warnanya
Kedua: Amalan kaum wanita dari kalangan shahabiyah yang melakukan hal tersebut (memakai
www.wahdah.or.id 19
Setelah itu beliau menukil beberapa riwayat tentang pakaian wanita shahabiyah yang berwarna
merah, dan mu'ashfar (berwarna merah); sebagaimana yang telah kita sebutkan sebelumnya.
Namun warna pakaian ini bisa berubah dianggap sebagai suatu perhiasan bila suatu negeri tertentu
menganggap bahwa warna tersebut adalah warna pakaian hiasan bagi mereka. Sebagaimana fatwa
Syaikh Ibnul-'Utsaimin rahimahullah: "Tidak mengapa bagi wanita untuk memakai pakaian sesuai
kehendaknya dengan warna apapun, kecuali bila pakaian tersebut dianggap sebagai pakaian tabarruj
(berhias) atau mempercantik diri (dihadapan umum) maka ia tidak boleh melakukannya, karena ia
pasti akan mendapati banyak laki-laki yang menyaksikannya … Misalnya: pakaian putih yang
dalam adat istiadat kita (Arab Saudi) dianggap sebagai pakaian kecantikan dan hiasan bagi wanita,
maka wanita tidak boleh memakai pakaian putih sewaktu ihram, karena hal itu akan menarik
perhatian orang banyak, lantaran perkara yang populer dikalangan kita semua adalah bahwa pakaian
putih tersebut merupakan pakaian kecantikan dan hiasan bagi wanita, sedangkan wanita
diperintahkan untuk tidak berhias dalam cara berpakaiannya." (Jalasaat Al-Hajj: hal.45).
Kesimpulannya: Pakaian wanita yang berwarna terang pada dasarnya bukanlah perhiasan yang
terlarang ditampakkan, karena adat banyak para shahabiyah memakai pakaian selain warna hitam,
bila hal ini terlarang tentu Rasulullah tidak akan tinggal diam dan tidak menyetujuinya. Hanya saja,
bila pada pakaian dengan warna tertentu dianggap oleh suatu negeri sebagai warna hiasan, maka
tidak dibolehkan untuk dipakai, karena akan membuat fitnah dan menarik perhatian orang banyak.
Keenam: Kaitan Warna Pakaian Dengan Adat Kebiasaan Nusantara dan Pakaian Haram
Jenis dan warna pakaian tidaklah dibatasi dalam islam karena ia dipakai berdasarkan 'urf atau adat
kebiasaan suatu masyarakat tertentu selama pakaian tersebut tidak memiliki sisi keharaman. Hal ini
www.wahdah.or.id 20
berangkat dari kaidah: "Pada dasarnya pakaian wanita atau laki-laki dengan warna apapun
hukumnya boleh, kecuali ada dalil yang melarang warnanya tersebut." Kaidah ini juga berangkat
dari kaidah yang lebih umum: "Hukum asal suatu benda adalah mubah, sampai ada dalil yang
mengharamkannya."
Antara satu negeri dengan yang lainnya tentunya berbeda-beda seputar warna pakaian yang menjadi
'urf atau adat kebiasaan wanita disetiap negeri tersebut. Misalnya di Arab Saudi warna yang menjadi
kebiasaan wanita mereka adalah monoton pada warna hitam, artinya seorang wanita arab Saudi,
tidak akan keluar rumah kecuali dengan memakai pakaian luar berwarna hitam. Adapun dinegeri-
negeri lain semisal ASEAN; tentunya adat kebiasaan pakaian wanita mereka lebih beragam
warnanya, artinya pakaian wanita berwarna hijau, coklat, merah, atau lainnya; hanyalah suatu hal
yang biasa saja, bahkan warna hitam seringkali tidak cocok dengan banyak adat kebiasaan mereka
yang cenderung melihat warna hitam sebagai sesuatu yang menyeramkan. Syaikh Yaasiin Al-
Khathib menuturkan bahwa ketika ia masih kecil ia masih mendapati; salah satu adat kebiasaan
wanita-wanita Iraq adalah memakai pakaian warna merah, dan warna merah ini tidak dipakai oleh
kaum laki-laki karena menurut adat mereka adalah aib bila dipakai laki-laki. (lihat: Majalah Al-
Tentang tolok ukur adat kebiasaan suatu negeri dalam perkara warna pakaian ini dijelaskan oleh
Imam Ath-Thabari rahimahullah: "Pendapat yang saya ambil adalah bolehnya (laki-laki) memakai
pakaian yang diwarnai dengan celupan warna apapun, namun saya tidak suka (laki-laki) memakai
pakaian yang merah sekali, dan merah sebagai pakaian luar secara mutlak, karena ia bukan
merupakan pakaian orang yang berwibawa pada zaman kita ini, sebab memperhatikan jenis pakaian
suatu zaman tertentu merupakan bentuk kewibawaan selama ia tidak mengandung dosa, sebab
menyelisihi warna pakaian mereka merupakan salah satu bentuk syuhrah (pakaian ketenaran yang
www.wahdah.or.id 21
Ucapan beliau ini tidak ada kaitannya secara langsung dengan bahasan kita sebab ia membahas
tentang pakaian laki-laki, hanya saja yang kita ambil adalah ucapan beliau yang menunjukkan
bahwa warna pakaian harusnya disesuaikan dengan zaman dan tempat tertentu, simak kembali
ucapan terakhirnya: "memperhatikan jenis pakaian suatu zaman tertentu merupakan bentuk
kewibawaan selama ia tidak mengandung dosa sebab menyelisihi warna pakaian mereka merupakan
Hal ini ditegaskan oleh banyak para ulama -yang akan kita simak dalam nukilan-nukilan
selanjutnya-. Dari pemaparan Ath-Thabari ini, kita bisa memahami bahwa warna pakaian wanita
(juga laki-laki) disesuaikan dengan adat kebiasaan zaman dan negeri tertentu, selama warna tersebut
atau bentuk pakaiannya bukan lah sesuatu yang dilarang dalam islam. Lalu pakaian manakah yang
dilarang terkait dengan warna pakaian ini ?? Simak penjelasan para ulama berikut.
1.Pakaian dengan warna yang merupakan warna khusus bagi pakaian laki-laki disuatu negeri.
Ulama di Komite Fatwa Arab Saudi Menjelaskan: "Tidak boleh bagi wanita untuk memakai
pakaian berwarna putih bila pakaian warna putih dinegerinya adalah ciri dan karakter pakaian
khusus laki-laki, karena hal ini merupakan bentuk tasyabbuh/menyerupai laki-laki, dan Rasulullah
Syaikh Ibnul 'Utsaimin rahimahullah juga menjawab ketika ditanyakan tentang pakaian: Bolehkah
wanita berhijab dengan pakaian putih, atau hijau, atau warna lainnya bila hal tersebut merupakan
adat kebiasaan kaumnya, khususnya ketika sebagian instansi / kelompok memusuhi kaum wanita ini
Beliau menjawab: "Tidak mengapa baginya untuk memakai pakaian putih bila hal ini merupakan
adat kebiasaan penduduk negerinya, namun harusnya tidak menyerupai bentuk pakaian laki-laki.
www.wahdah.or.id 22
Adapun warna pakaian maka tidak ukurannya, namun dengan syarat: pakaiannya tersebut berbeda
dengan pakaian laki-laki, adapun bila hal itu (warna putih atau hijau) bukan merupakan adat
kebiasaan penduduk negerinya maka wajib baginya mengikuti pakaian mereka, yaitu memakai
pakaian berwarna hitam, atau pakaian hijau, atau pakaian merah, tergantung adat kebiasaan
2.Pakaian dengan warna yang menyerupai warna khusus pakaian wanita-wanita kafir.
Berikut fatwa Mufti Umum Kerajaan Arab Saudi Syaikh Abdul'Aziz Aalu Syaikh ketika ditanya:
Beliau menjawab: "Pada dasarnya seorang wanita boleh memakai pakaian dengan warna apa saja,
yang dilarang hanyalah wanita yang memakai pakaian yang memperlihatkan / membentuk lekuk
auratnya, baik pakaian itu tembus pandang, ketat, terbuka atau lainnya. Juga bila warna tersebut
menarik perhatian laki-laki bila ia nampak oleh mereka, maka hal itu dilarang, adapun bila ia tidak
nampak bagi laki-laki maka wanita tersebut tidak dilarang memakai warna pakaian apapun, dan ia
boleh memakai pakaian yang ia kehendaki dengan memperhatikan batasan-batasan yang disebutkan
sebelumnya, juga tidak menyerupai pakaian laki-laki, atau tidak memakai pakaian yang menjadi
pakaian resmi wanita-wanita kafir, karena adanya laknat bagi orang yang melakukan itu semua
yakni tasyabbuh / menyerupai laki-laki dan menyerupai orang-orang kafir…". Sampai beliau
menyatakan: "Islam sangat memuliakan wanita, dan tidak menzalimi hak-haknya, bahkan islam
memahami tabiat asli wanita berupa suka berhias, dan perhiasan sebagaimana firman Allah,
(artinya): “Dan Apakah patut (menjadi anak Allah) orang yang dibesarkan dalam keadaan
berperhiasan sedang dia tidak dapat memberi alasan yang terang dalam pertengkaran." [Az
Zuhruf/43 : 18]. Islam senantiasa memperhatikan permasalahan wanita sejak ia kecil yang tabiatnya
suka berhias dan memakai perhiasan, dan sama sekali tidak mengharamkannya untuknya, sebab itu
islam mengharamkan pemakaian emas bagi laki-laki namun membolehkannya bagi wanita,
www.wahdah.or.id 23
mengharamkan pemakaian sutra bagi laki-laki namun membolehkannya bagi wanita,
mengharamkan pakaian yang seluruhnya berwarna merah (tanpa campuran warna lain) namun
membolehkannya bagi wanita, dan demikian seterusnya yang berkaitan dengan perkara berhias dan
perhiasan. Akan tetapi islam juga memberikan aturan terkait perkara wanita, baik berupa pakaian,
cara jalan, hijab dan semisalnya, semua ini bukan untuk melarangnya agar berhias, sekali-kali tidak,
(http://www.mufti.af.org.sa/node/3017 ).
Larangan menyerupai warna khusus wanita kafir ini adalah hadis shahih:
Artinya: “Barangsiapa yang meniru satu kaum, maka dia termasuk golongan mereka.” (HR. Abu
Dawud: 4031)
Dalam Tafsirnya (1/374), Ibnu Katsir rahimahullah berkata; “Hadits ini menunjukkan larangan
yang keras, peringatan, dan ancaman atas perbuatan menyerupai orang-orang kafir dalam
perkataan, perbuatan, pakaian, hari-hari raya, dan peribadahan mereka, serta perkara mereka
yang lain yang tidak disyariatkan bagi kita dan syariat kita tidak mentaqrir (menyetujui)nya untuk
kita.”
3.Pakaian dengan warna yang merendahkan wibawanya dan dianggap warna syuhrah. Pernyataan
ini juga umum bagi laki-laki dan wanita, sebab memakai pakaian yang merendahkan wibawa tidak
dibolehkan oleh para ulama sebagaimana dijelaskan Imam Ath-Thabari rahimahullah sebelumnya:
"memperhatikan jenis pakaian suatu zaman tertentu merupakan bentuk kewibawaan selama ia tidak
mengandung dosa sebab menyelisihi warna pakaian mereka merupakan salah satu bentuk syuhrah
www.wahdah.or.id 24
(pakaian ketenaran yang terlarang)."
Pakaian dengan warna seperti ini dikatakan merendahkan wibawa seorang wanita bila memakai
warna yang asing atau dianggap remeh oleh adat kebiasaan negeri tertentu. Sehingga bisa saja
warna hitam yang menyeramkan oleh suatu masyarakat tertentu akan dianggap sebagai pakaian
Hal ini tentunya bisa juga dikategorikan pakaian syuhrah sebagaimana dalam ucapan Imam Ath-
Thabari diatas. Pakaian syuhrah (ketenaran) didefinisikan para ulama sebagai pakaian yang muncul
dalam bentuk aneh sehingga menarik perhatian orang banyak dan ia menjadi populer karenanya.
Adapun batasan pakaian agar diketahui sebagai pakaian syuhrah adalah: bila pakaian tersebut
menyelisihi pakaian adat kebiasaan suatu negeri, atau dalam kaitannya dengan warna pakaian, yaitu
warna pakaian yang menyelisihi warna yang menjadi adat kebiasaan negeri tertentu, baik dalam
bentuk pakaian mewah ataupun pakaian kumuh. (lihat Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyyah: 6/136-137).
Dalam kontek kenusantaraan kita, misalnya adalah pakaian yang menyala atau mengkilat; bila
hanya warna merah, hijau, atau kuning biasa, ini warna yang merupakan hal biasa dibanyak daerah
nusantara, namun apabila warna-warna ini mengkilat, maka tentunya sudah menjadi pakaian
4.Pakaian dengan warna hiasan motif tertentu seperti motif kembang, atau lainnya, sebagaimana
Syaikh Ibnul-'Utsaimin rahimahullah ditanya: "Apa hukumnya wanita memakai pakaian berwarna
www.wahdah.or.id 25
hijau, atau kuning, atau selainnya pada masa haji ?"
Beliau menjawab: "Tidak mengapa bagi wanita untuk memakai pakaian sesuai kehendaknya dengan
warna apapun, kecuali bila pakaian tersebut dianggap sebagai pakaian tabarruj (berhias) atau
mempercantik diri (dihadapan umum) maka ia tidak boleh melakukannya, karena ia pasti akan
mendapati banyak laki-laki yang menyaksikannya … Misalnya: pakaian putih yang dalam adat
istiadat kita (Arab Saudi) dianggap sebagai pakaian kecantikan dan hiasan bagi wanita, maka wanita
tidak boleh memakai pakaian putih sewaktu ihram, karena hal itu akan menarik perhatian orang
banyak, lantaran perkara yang populer dikalangan kita semua adalah bahwa pakaian putih tersebut
merupakan pakaian kecantikan dan hiasan bagi wanita, sedangkan wanita diperintahkan untuk tidak
Dr. Riyadh Al-Musaimiri (Dosen Fakultas Universitas Muhammad bin Suud, Riyadh) berkata:
"Pada dasarnya seorang wanita hendaknya keluar rumah dalam keadaan berhijab secara syar'i, yaitu
pakaian longgar dan luas yang tidak menampakkan jasad dan lekuk tubuhnya, tidak pula merupakan
pakaian berhias atau diberi wewangian. Adapun warna, maka tidak disyaratkan baginya untuk
memakai warna tertentu, hanya saja ia harus menjauhi pakaian yang bisa menarik perhatian orang-
orang dan membuat mereka terfitnah, sembari tetap memperhatikan adat kebiasaan yang berlaku
dinegerinya, sebab kaidah ushul yang populer menyebutkan bahwa "Al-'Adah Muhakkamah" (atau
"adat kebiasaan itu bisa menjadi dasar hukum"), Misalnya, di Arab Saudi adat kebiasaan wanita
adalah memakai pakaian luar yang berwarna hitam, sehingga seorang wanita disini tidak boleh
keluar rumah dengan memakai pakaian luar berwarna selain hitam walaupun dengan dalih bahwa
(http://www.islamtoday.net/questions/...t.cfm?id=10011 )
Dari banyak pernyataan para ulama diatas kita menyimpulkan bahwa: semua warna bisa dipakai
www.wahdah.or.id 26
oleh kaum wanita dengan syarat tidak termasuk dalam kategori warna khusus pakaian laki-laki,
warna khusus pakaian wanita kafir, warna khusus pakaian syuhrah, atau yang merendahkan wibawa
wanita muslimah, atau warna yang bukan merupakan adat kebiasaan suatu negeri tertentu. Wallaahu
a'lam.
Setelah mengkaji berbagai dalil dan riwayat tentang warna pakaian wanita muslimah, maka
kesimpulannya adalah bahwa semua warna bisa dipakai oleh kaum wanita dengan syarat tidak
termasuk dalam kategori warna khusus pakaian laki-laki, warna khusus pakaian wanita kafir, warna
khusus pakaian syuhrah, atau yang merendahkan wibawa wanita muslimah, atau warna yang bukan
merupakan adat kebiasaan suatu negeri tertentu. Dengan kesimpulan ini, penulis ingin memberikan
Pertama: Tidak boleh mengingkari wanita muslimah yang memakai pakaian dengan warna terang
seperti hijau, biru, merah atau lainnya, selama pakaian tersebut bukan pakaian haram atau makruh
dipakai, ia harus dibiarkan dan tidak boleh diingkari apalagi menuduh pemakainya dengan tuduhan-
Kedua: Pakaian dengan warna gelap tidak serta merta lebih utama dibanding dengan pakaian
berwarna terang, sebab keutamaan tidaknya suatu pakaian tergantung pada adat kebiasaan
masyarakat atau negeri tertentu. Boleh jadi pakaian warna hitam lebih utama di suatu negeri karena
ia adalah ikon adat kebiasaan wanita mereka, dan boleh jadi dinegeri lain warna hitam tersebut
malah dianggap menyeramkan, atau tidak sesuai dengan adat kebiasaan mereka yang lebih
www.wahdah.or.id 27
Ketiga: Warna pakaian muslimah Indonesia harusnya disesuaikan dengan adat kebiasaan nusantara,
atau adat kebiasaan daerah masing-masing; baik warna terang seperti hijau, merah, biru, kuning,
atau pun gelap seperti hitam, coklat, abu-abu, selama warna tersebut bukan warna yang diharamkan
sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Hal ini sesuai dengan arahan Ustadz DR
Muhammad Zaitun Rasmin, Lc , MA (Ketua Ikatan Ulama dan Dai ASEAN, dan Pimpinan Umum
Wahdah Islamiyah) beberapa waktu yang lalu, selain karena warna pakaian bukanlah perkara
1.Tolok ukur warna pakaian baik muslim atau muslimah adalah adat kebiasaan masyarakat atau
negeri tertentu. Sehingga muslimah Indonesia hendaknya tidak membawa-bawa warna yang
2.Dalam kaitannya dengan uslub atau trik dakwah islam, pakaian hitam seringkali membuat
masyarakat merasakan adanya kesenjangan dari segi sikap dan budaya antara mereka dengan para
dai atau daiyah yang memakai hitam-hitam. Belum lagi dibanyak daerah pakaian hitam plus cadar
hitam diidentikkan dengan istri teroris, atau pakaian khusus komunitas tertentu, padahal para dai
atau daiyah harusnya melebur dalam komunitas masyarakat dan menyatu dengan mereka. Demi
menghilangkan buruk sangka masyarakat tersebut, seorang wanita muslimah harusnya memakai
pakaian dengan warna yang tidak asing bagi masyarakatnya, agar dakwahnya bisa lebih diterima
masyarakat dan mereka merasa bahwa para dai dan daiyah tersebut tidak lah jauh berbeda dengan
Keempat: Pembuatan potret hijab wanita muslimah Indonesia, baik versi cadar ataupun tidak,
tentunya disesuaikan dengan syarat-syarat pakaian wanita dalam islam, adapun warnanya maka
dengan mengikuti warna budaya Indonesia. Hal ini tentunya bertujuan agar muslimah Indonesia
bisa mengetahui secara pasti dan mudah tentang kriteria hijab atau pakaian wanita yang sesuai
islam, dan juga agar tersebar luas dikalangan masyarakat Indonesia secara umum sehingga mereka
www.wahdah.or.id 28
pun bisa mengaplikasikannya.
Demikian tulisan sederhana ini, semoga bermanfaat bagi para pembaca khususnya bagi penulis
www.wahdah.or.id 29