Makalah Kelompok 6 - Sejarah, Kedudukan, Dan Fungsi Bahasa Indonesia
Makalah Kelompok 6 - Sejarah, Kedudukan, Dan Fungsi Bahasa Indonesia
BAHASA INDONESIA
“Sejarah, Kedudukan, dan Fungsi Bahasa
Indonesia”
KELOMPOK VI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2. Pembahasan
1) Sejarah Bahasa Indonesia
Para ahli sependapat bahwa cikal bakal bahasa Indonesia adalah bahasa melayu
kuno yang dalam perkembangannya kemudian melahirkan sejumlah dialek regional
dan dialek sosial yang tersebar luas di wilayah Asia Tenggara. Selain itu, bahasa
melayu yang menurut para pakar (Blust 1983,1984, Nothofer 1996, Collins 2005)
berasal dari wilayah Kalimantan Barat telah pula melahirkan dua dialek/ragam politis,
yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Malaysia, disamping dua ragam politis lain yaitu
bahasa Melayu di Singapura dan bahasa Melayu di Brunei Darussalam.
Bukti bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu kuno adalah adanya
sejumlah prasasti yang di temukan di pulau Sumatera, Pulau Bangka, Semenanjung
Malaya (wilayah Malaysia sekarang) dan di Pulau Jawa. Prasasti-prasasti itu ditulis
dengan menggunakan huruf pallawa, yakni aksara yang dibawah oleh orang-orang
Hindu ke Indonesia. Ada juga, menurut Teeluw(1961) prasasti yang ditulis dengan
huruf Arab, dan ini tentunya prasasti yang dibuat sesudah masuknya agama Islam ke
Indonesia. Menurut Kridalaksana (1991) sudah ada 18 buah prasasti yang sudah
teridentifikasi dan besar kemungkinan akan bertambah lagi.
Sebagai contoh sebagai contoh bentuk bahasa melayu kuno berikut dikutipkan
bagian dari sebuah prasasti yang telah ditranslitrasi kedalam huruf latin.
Nipahat di welanya yang wala griwijaya kaliwatmanapik yang bhumi jaya tida
bhakti ka griwajaya.
Secara harfiah artinya: Dipahat di waktunya yang tentara sriwijaya telah
menyerang tanah jawa tidak takluk ke sriwijaya. Makna sebenarnya: Dipahat pada
waktu tentara sriwijaya telah menyerang tanah jawa yang tidak takluk pada sriwijaya.
Dari kutipan tersebutdapat dikenali sejumlah kata yang hingga yang kini masih biasa
digunakan. Kata kata itu adalah pahat, di, yang, wala(bala) bhumi(bumi), tida(tidak),
bhakti (bakti), dan ka (ke). Kata wala menjadi bala dimana fonem [w] berubah
menjadi [b] adalah perubahan yang umum dan biasa. Ada contoh lain, yaitu watu
menjadi batu dan wankai menjadi bangkai. Fonem [bh] menjadii [b] pada kata bhumi
dan bhakti adalah juga perubahan yang biasa terjadi begitupun fonem[a] berubah
menjadi [e] pada kata ka juga merupakan peubahan yang biasa ada contoh lain, yaitu
kata tantara menjadi tentara dan kata karena menjadi kerana (dalam bahasa Melayu
kini).
a. Bahasa Indonesia sebelum kemerdekaan
Pada dasarnya Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Pada zaman
Sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa penghubung antar suku di
Nusantara dan sebagai bahasa yang di gunakan dalam perdagangan antara
pedagang dari dalam Nusantara dan dari luar Nusantara.Membahas tentang
sejarah perkembangan bahasa indonesia sebelum merdeka tidak terjadi dalam
suatu waktu yang singkat, tetapi mengalami proses pertumbuhan berabad-abad
lamanya.
Alasan dipilihnya bahasa Melayu sebagai bahasa nasional adalah sebagai
berikut:
a) Bahasa Melayu telah berabad-abad lamanya dipakai sebagai lingua franca
(bahasa perantara atau bahasa pergaulan dibidang perdagangan) di seluruh
wilayah Nusantara.
b) Bahasa Melayu mempunyai struktur sederhana sehingga mudah dipelajari,
mudah dikembangkan pemakaiannya, dan mudah menerima pengaruh luar
untuk memerkaya dan menyempurnakan fungsinya.
c) Bahasa Melayu bersifat demokratis, tidak memperlihatkan adanya
perbedaan tingkatan bahasa berdasarkan perbedaan status sosial
pemakainya, sehingga tidak menimbulkan perasaan sentimen dan
perpecahan.
d) Adanya semangat kebangsaan yang besar dari pemakai bahasa daerah lain
untuk menerima bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan.
e) Adanya semangat rela berkorban dari masyarakat Jawa demi tujuan yang
mulia.
Ejaan Repubik lazim disebut Ejaan Soewandi karena Nama itu disesuaikan
dengan Nama orang yang memprakarsainya. Seperti kita ketahui, Soewandi
merupakan Nama Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan ketika ejaan
itu disusun oleh karena itu, kiranya wajar jika ejaan yang disusunnya juga dikenal
sebagai Ejaan Soewandi.
Ejaan yang terakhir yang berlaku sampai sekarang adalah Ejaan yang
disempurnakan. Ejaan ini diresmikan pada tahun 1972. Sebelum EYD, Lembaga
Bahasa dan Kesusastraan, (sekarang Pusat Bahasa), pada tahun 1967
mengeluarkan Ejaan Baru (Ejaan LBK). Ejaan Baru pada dasarnya merupakan
lanjutan dari usaha yang telah dirintis oleh panitia Ejaan Malindo. Para
pelaksananya pun di samping terdiri dari panitia Ejaan LBK, juga dari panitia
ejaan dari Malaysia. Panitia itu berhasil merumuskan suatu konsep ejaan yang
kemudian diberi nama Ejaan Baru. Panitia itu bekerja atas dasar surat keputusan
menteri pendidikan dan kebudayaan no.062/67, tanggal 19 September 1967.
Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama ditandatangani oleh Menteri
Pelajaran Malaysia Tun Hussein Onn dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan untuk
melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli dari kedua negara tentang
Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus 1972,
berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan
Latin bagi bahasa Melayu ("Rumi" dalam istilah bahasa Melayu Malaysia) dan
bahasa Indonesia. Di Malaysia, ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan
Rumi Bersama (ERB). Pada waktu pidato kenegaraan untuk memperingati Hari
Ulang Tahun Kemerdakan Republik Indonesia yang ke XXVII, tanggal 17
Agustus 1972 diresmikanlah pemakaikan ejaan baru untuk bahasa Indonesia oleh
Presiden Republik Indonesia. Dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972,
ejaan tersebut dikenal dengan nama Ejaan Bahasa Indonesia Yang
Disempurnakan (EYD). Ejaan tersebut merupakan hasil yang dicapai oleh kerja
panitia ejaan bahasa Indonesia yang telah dibentuk pada tahun 1966. Ejaan
Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan ini merupakan penyederhanaan serta
penyempurnaan dari pada Ejaan Suwandi atau ejaan Republik yang dipakai sejak
bulan Maret 1947.
Selanjutnya pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa
Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku "Pedoman
Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dengan penjelasan kaidah
penggunaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975
Nomor 0196/U/1975 memberlakukan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
yang Disempurnakan" dan "Pedoman Umum Pembentukan Istilah".
Garis Waktu Peresmian Ejaan
a) Tahun 1901 ejaan yang digunakan ejaan van ophuijsen
b) Ejaan republik diresmikan 1947
c) Berdasarkan Putusan Presiden No.57, Tahun 1972, diresmikan pemakaian.
Ejaan Bahasa Indonesia. Departemen pendidikan dan Kebudayaan
menyebarkan buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia
yang Disempurnakan.
d) Tahun 1975 dikeluarkan Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan (EYD) dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah oleh
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya No.
0196/1975.
e) Lima tahun sekali, Ejaan Bahasa Indonesia senantiasa disempurnakan
hingga sekarang melalui Kongres Nasional Bahasa Indonesia dengan
motor penggerak Pusat Bahasa.
f) Pada tahun 1987 kedua pedoman tersebut direvisi. Edisi revisi dikuatkan
dengan Surat Putusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.
0543a/U/1987, tanggal 9 September 1987.
g) Di era kesejagatan kini, Bahasa Indonesia dipelajari di berbagai Perguruan
Tinggi nasional dan internasional.
3. Penutup
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia sebagaimana
disebutkan dalam Undang-Undang Dasar RI 1945, Pasal 36”bahasa Negara adalah
bahasa Indonesia”. Sejarah bahasa Indonesia telah tumbuh dan berkembang sekitar abad
ke VII dari bahasa Melayu yang sejak zaman dahulu sudah dipergunakan sebagai bahasa
perhubungan. Bukan hanya di Kepulauan Nusantara, melainkan juga di seluruh Asia
Tenggara.
Awal penciptaan Bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa bermula dari Sumpah
Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, diumumkanlah penggunaan Bahasa Indonesia
sebagai bahasa untuk Negara Indonesia pascakemerdekaan. Secara yuridis, baru tanggal
18 Agustus 1945 bahasa Indonesia secara resmi diakui keberadaannya dan ditetapkan
dalam UUD 1945 pasal 36.
Ada beberapa ejaan yang pernah diguankan di Indonesia, antara lain ejaan Van
Ophuysen, ejaan republik, dan ejaan yang masih digunakan sampai sekarang yaitu ejaan
yang disempurnakan atau biasa disingkat EYD.