Anda di halaman 1dari 6

Peran Audit untuk Mengungkap Penyalahgunaan Anggaran Proyek di

Perusahaan Jasa Konstruksi

Oleh : Putu Sukma Kurniawan

Program peningkatan perekonomian di Indonesia sangat ditunjang dengan adanya


infrastruktur yang memadai. Kegiatan perekonomian akan berkembang dengan baik jika
didukung oleh adanya fasilitas infrastruktur. Hal inilah yang membuat pemerintah
memprioritaskan pembangunan infrastruktur selama tahun 2013 dengan fokus pada proyek-
proyek dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
(MP3EI) dan Metropolitan Priority Area (MPA). Proyek-proyek tersebut terdiri dari
pembangunan infrastrukur bandara, pelabuhan, dan jalan tol. Untuk tol dalam kota, yang akan
dikembangkan adalah Bandung Intra Tol Road dengan investasi sebesar 800 juta dolar AS.
Untuk wilayah Bali, jalan tol Serangan-Tanjung Benoa dengan nilai investasi 196,1 juta dolar
AS. Untuk proyek infrastruktur pelabuhan dan bandara, program yang akan dikembangkan
adalah perluasan Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta dengan nilai investasi 1,17 miliar dolar
AS, perluasan Bandara Soekarno-Hatta dengan nilai investasi sebesar 800 juta dolar AS, dan
perluasan Bandara Tjilik Riwut Kalimantan Tengah sebesar 11,31 juta dolar AS.
Sebagian besar proyek yang dicanangkan dalam program MP3EI pendanaannya berasal
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan berada langsung di bawah
koordinasi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Kementerian Pekerjaan Umum.
Proyek-proyek tersebut memiliki nilai kontrak yang sangat tinggi sehingga rawan terjadi
penyimpangan dalam penggunaan anggaran. Bentuk praktek-praktek penyalahgunaan
anggaran ini dapat melibatkan perusahaan konstruksi dan pihak pemerintah. Beberapa
temuan dari berbagai LSM maupun lembaga independen mengindikasikan terjadi
penyalahgunaan anggaran dalam proyek konstruksi.
Komisi Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) menemukan naiknya anggaran
belanja pemerintah pusat dan daerah di kabupaten/kota di Indonesia untuk pembangunan
infrastruktur yang berkisar antara 11%-13% tidak berbanding lurus dengan peningkatan
kualitas infrastruktur (khususnya infrastruktur jalan). Bahkan malah semakin tinggi tingkat
kerusakannya. Pada tahun 2007, panjang jalan kabupaten/kota dengan kualitas rusak-parah
mencapai 24,9% dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 44.4%. Hal ini disebabkan karena
adanya praktek penyalahgunaan anggaran salah satunya adalah faktor korupsi yang

1
memperburuk kinerja investasi tersebut. Praktek korupsi pada proyek pemerintah umumnya
dilakukan dengan mark-up atau menaikkan nilai proyek dari yang semestinya namun dengan
kualitas pekerjaan yang sama. Praktek korupsi dalam pelaksanaan pembangunan infrastruktur
telah mengakibatkan peningkatan besaran alokasi anggaran, namun tidak mampu
meningkatkan kualitas infrastruktur di daerah. Praktek ini terjadi akibat kerjasama oknum
pejabat pemerintah dengan perusahaan konstruksi. Peningkatan anggaran juga terjadi sebagai
dampak dari ekspektasi birokrat di daerah untuk mendapatkan keuntungan dari proyek
infrastruktur (Susanto dan Makmur, 2013). Hal ini tercermin dari peningkatan anggaran
belanja pemerintah pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Penerapan e-procurement
memang bisa menjadi salah cara untuk mengurangi praktek korupsi, namun peluang korupsi
masih dapat terjadi dengan lemahnya sistem pengawasan pengerjaan proyek infrastruktur
(Tuanakotta, 2013). Studi kajian World Bank menyebutkan indikasi korupsi di proyek
infrastruktur di Indonesia sangat tinggi hingga mencapai 40%. Selain korupsi, praktek
penyalahgunaan anggaran dalam proyek konstruksi adalah pemberian fee kepada pihak
pemerintah selaku pemilik proyek untuk dapat kemudahan memenangkan proses tender.
Sudah menjadi rahasia umum bagi publik bahwa ada fee yang harus diberikan kepada pejabat
pembuat komitmen agar proses tender dapat dimenangkan oleh satu pihak tertentu. Praktek
ini sering dilakukan khususnya pada proyek-proyek pemerintah, baik di pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah.
Praktek penyalahgunaan anggaran lainnya adalah perusahaan konstruksi memanipulasi
harga satuan barang atau material untuk pembangunan proyek konstruksi dengan supplier
material. Dalam industri konstruksi, hal ini sering disebut “tutup lubang” yang artinya
perusahaan konstruksi berusaha menutup biaya operasional dengan memanipulasi harga
material sebagai dampak atau akibat dari praktek pemberian fee kepada pejabat daerah atau
panitia tender. Manipulasi harga bahan material yang tidak tercantum dalam kontrak dengan
supplier dapat menimbulkan perubahan estimasi di dalam penetapan biaya atas pekerjaan
konstruksi. Umumnya perusahaan akan mencantumkan harga material yang sebenarnya di
dalam menyusun kontrak tender, namun harga pembayaran material oleh perusahaan kepada
supplier lebih rendah dari harga yang tercantum di kontrak sehingga kualitas material yang
dipergunakan di proyek lebih rendah dari spesifikasi yang telah ditetapkan. Tentu saja semua
praktek penyalahgunaan anggaran ini akan memiliki dampak yang luas. Kualitas infrastruktur
yang dihasilkan sangat jauh dari harapan. Masyarakat umum yang seharusnya menikmati
hasil pembangunan infrastruktur tersebut harus menjadi korban dari praktek-praktek
penyalahgunaan anggaran. Jika praktek seperti ini terus berlangsung, dikhawatirkan
2
kepercayaan publik terhadap perusahaan jasa konstruksi dan pemerintah sebagai pemilik dan
pelaksana tender akan menurun. Diperlukan adanya suatu tindakan yang jelas untuk
mengungkap praktek penyalahgunaan anggaran ini.
Peran audit sangat penting untuk membantu mengungkap permasalahan penyalahgunaan
anggaran dalam proyek konstruksi. Auditor yang sedang melaksanakan audit harus
mengembangkan metode audit yang sesuai dengan permasalahan anggaran ini. Hal yang
pertama dapat dilakukan oleh auditor untuk mengetahui apakah ada penyalahgunaan
anggaran atau tidak adalah mempelajari kontrak tender yang dibuat antara perusahaan
konstruksi dan pemilik proyek. Secara umum, kontrak pengadaan barang dan jasa sama untuk
setiap proyek pemerintah, namun adakalanya karena proyek konstruksi tersebut memiliki
spesifikasi khusus atau metode pelaksanaan proyeknya yang khusus, maka ada item-item
tertentu yang dibuat mendetail pada kontrak tender tersebut. Item-item tersebut misalnya saja
metode pembayaran termin atau pengakuan pendapatan yang digunakan. Hal ini harus
diperhatikan oleh auditor mengingat potensi kecurangan (fraud) yang dilakukan oleh
perusahaan adalah perusahaan melakukan pengakuan pendapatan lebih cepat dari yang
seharusnya untuk meningkatkan laba. Pengakuan pendapatan harus sejalan tingkat kemajuan
pelaksanaan proyek. Untuk memastikan hal ini, auditor dapat melihat proyek secara langsung
(observation) serta melihat catatan kemajuan proyek dan pengakuan pendapatan yang telah
dilakukan. Ada kalanya auditor menemukan mismatch artinya pengakuan pendapatannya
telah dilakukan tetapi beban yang terkait belum dicatat. Memahami kontrak tender harus
dilakukan oleh auditor karena kontrak tender adalah salah satu bukti audit yang penting dan
juga merupakan petunjuk awal terjadi penyalahgunaan anggaran jika syarat-syarat dalam
kontrak tersebut tidak sesuai dengan peraturan. Untuk mengungkap pemberian fee kepada
pejabat pemerintah merupakan hal yang sulit untuk dilakukan karena umumnya pemberiaan
fee dilakukan secara tunai. Meskipun sulit untuk dibuktikan, auditor dapat menggunakan
metode follow the money atau menelusuri kemana saja aliran-aliran transaksi uang yang
dilakukan oleh perusahaan konstruksi selama jangka waktu pelaksanaan proyek tersebut.
Umumnya, dari transaksi tersebut auditor dapat mengetahui dengan pihak mana saja
perusahaan melakukan transaksi keuangan, meskipun peluang untuk menemukan
penyalahgunaan anggaran pemberian fee tersebut sangat kecil.
Penyalahgunaan anggaran seperti praktek mark-up atau menaikkan nilai proyek dapat
ditemukan dari pemeriksaan Rencana Anggaran dan Biaya (RAB) yang disusun oleh
perusahaan konstruksi ketika mengikuti tender proyek. Auditor yang sedang melaksanakan
proses audit juga dapat meminta bantuan kepada ahli konstruksi untuk menilai Rencana
3
Anggaran dan Biaya (RAB). Korupsi dapat terindikasi jika RAB tidak sesuai dengan Detail
Engineering Design (DED) proyek konstruksi tersebut. Estimasi nilai proyek yang terdapat
pada DED merupakan estimasi sebenarnya berapa seharusnya nilai proyek tersebut
ditenderkan. Auditor dapat menilai kembali RAB yang telah dibuat oleh perusahaan
konstruksi dan membandingkannya dengan nilai proyek yang seharusnya. Penyalahgunaan
anggaran terjadi saat nilai proyek yang tercantum pada RAB saat mengikuti tender berbeda
dengan nilai proyek yang semestinya. Untuk praktek manipulasi terhadap harga satuan
barang atau material, pengungkapannya sulit untuk dilakukan. Hal ini disebabkan pada
perusahaan konstruksi, praktek inilah yang sebenarnya memberikan keuntungan finansial
pada perusahaan ketika biaya operasional perusahaan dipergunakan untuk memberikan fee
kepada pejabat pemerintah. Umumnya dalam pelaksanaan proyek perusahaan konstruksi
sudah memiliki kerjasama dengan supplier. Dalam hal ini sangat mungkin akan timbul
“hubungan istimewa” antara perusahaan konstruksi dengan supplier untuk menutupi praktek
ini. Auditor dapat mengirimkan konfirmasi seperti halnya pengiriman konfirmasi hutang
kepada supplier. Konfirmasi ini juga harus dikolaborasikan dengan bukti-bukti lain misalnya
faktur transaksi. Namun, dalam prakteknya supplier akan tetap memberikan informasi bahwa
harga satuan barang atau material yang dipergunakan oleh perusahaan konstruksi dalam
menyusun RAB adalah sama dengan harga satuan yang telah ditetapkan sesuai peraturan.
Tentu saja hal ini akan mempersulit auditor untuk menemukan kecurangan penyalahgunaan
anggaran meskipun sebenarnya penyalahgunaan anggaran tersebut telah terjadi.
Proses audit untuk mengungkap penyalahgunaan anggaran ini jika sekiranya dapat
dilaksanakan memiliki implikasi yang baik bagi investasi untuk perusahaan-perusahaan jasa
konstruksi. Seperti diketahui bahwa saat ini telah ada tiga perusahaan BUMN kontraktor
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Ketiga perusahaan tersebut adalah PT. Pembangunan
Perumahan (Persero), PT. Wijaya Karya (Persero), dan PT. Adhi Karya (Persero). Proses
audit akan membantu perusahaan dalam menyediakan informasi yang lebih relevan dan
reliabel bagi para investor dan konstituen laporan keuangan yang lain. Salah satu caranya
adalah dengan melakukan pengungkapan tambahan dalam laporan keuangan perusahaan.
Item-item yang ditambahkan tersebut misalnya saja metode pengakuan pendapatan, dasar
untuk klasifikasi aktiva dan kewajiban lancar, pengaruh setiap revisi estimasi, dan jumlah
pekerjaan dalam kontrak yang belum selesai. Selain itu, perusahaan juga dapat memberikan
informasi mengenai usaha-usaha yang dilakukan untuk menyelesaikan proyek tepat waktu
dan proyek-proyek apa saja yang akan dikerjakan oleh perusahaan dalam waktu depan.

4
Pengungkapan penuh (full disclosure) dalam laporan keuangan juga merupakan peran audit
untuk menjaga agar perusahaan tidak melakukan penyalahgunaan anggaran.
Perusahaan konstruksi juga akan lebih transparan dan akuntabel dalam pelaksanaan
kegiatan perusahaan, khususnya pada proses tender dan pelaksanaan pembangunan proyek.
Perusahaan juga dapat beroperasi dengan lebih efisien jika transparansi dan akuntabilitas
anggaran sudah dilakukan. Seperti diketahui bersama, tingkat solvabilitas perusahaan
konstruksi tinggi. Hal ini karena perusahaan konstruksi sebagian besar pendanaannya dengan
hutang (Soetedjo, 2009). Jika solvabilitas tinggi tetapi didukung oleh efisiensi pelaksanaan
proyek sehingga target margin laba tetap terjaga, hal ini bukanlah suatu masalah bagi
perusahaan. Namun demikian, harus tetap dilihat kemampuan perusahaan membayar bunga
dari laba operasi. Informasi seperti ini tentu saja diperlukan oleh pihak-pihak yang
berkepentingan, misalnya kreditur. Implikasi-implikasi yang telah disebutkan sebelumnya
hanya beberapa implikasi yang dapat dihasilkan dari proses audit. Namun, jika dilihat dari
permasalahan yang dikemukakan, implikasi terpenting dari keseluruhan proses audit terhadap
perusahaan jasa konstruksi adalah memastikan anggaran proyek dipergunakan dengan benar
sehingga akan berbanding lurus dengan kualitas infrastruktur yang dihasilkan.

5
DAFTAR PUSTAKA

Soetedjo, Soegeng. 2009. Teori Akuntansi Keuangan (Teori Akuntansi Positif), Konsekuensi
Ekonomi, dan Penyusunan Standar Akuntansi Keuangan. Surabaya: Airlangga
University Press.

Susanto, H. dan H. Makmur. 2013. Auditing Proyek-Proyek Konstruksi. Yogyakarta: Penerbit


ANDI.

Tuanakotta, Theodorus, M. 2013. Mendeteksi Manipulasi Laporan Keuangan. Jakarta:


Penerbit Salemba Empat.

Anda mungkin juga menyukai