Mahatma Chakra Wardana, Jesslyn Valentina, Henry Aldezzia Pratama
Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret Surakarta
Email : mahatmachakra@gmail.com Pre-Eklampsia Berat Pada Multigravida Preterm Dengan Obesitas Derajat I Dan Insufisiensi Renal ABSTRAK
Pre-eklampsia adalah penyebab kematian fetomaternal tertinggi kedua di
Indonesia dengan insidensi 7-10%. Pre-eklampsia adalah gangguan dari malfungsi endotel vaskular dan vasospasme yang terjadi pada usia kehamilan diatas 20 bulan dan ditandai dengan hipertensi dan proteinuria, dengan atau tanpa edema patologis. Preeklampsia berat (PEB) ditandai dengan minimal ada tekanan darah sistol ≥ 160 mmHg atau Tekanan darah diastol ≥ 110, fungsi hepar terganggu, insufisiensi ginjal progresif, edema paru, gangguan otak dan penglihatan, atau trombositopenia. Penelitian ini bersifat observasional deskriptif dengan pendekatan case report. Pada kasus dilaporkan pasien wanita, usia 38 tahun G3P1A1, usia kehamilan 35 minggu dengan pre-eklampsia berat parsial hemolysis, elevated liver enzymes, and low platelette count (HELLP)syndromedengan insufisiensi renal pada multigravida hamil preterm disertai obesitas derajat I dan riwayat sectio caesaria 5 tahun lalu. Setelah dilakukan evaluasi, pasien mengeluhkan nyeri kepala dan nyeri ulu hati. Setelah dilakukan konfirmasi didapatkan impending eclampsia, maka dilakukan tatalaksana Sectio Caesarea Transperitoneal.
Kata kunci: pre-eklampsia berat,insufisiensi renal,obesitas derajat I
Pendahuluan dari seluruh kehamilan di dunia. Di
Indonesia, data kejadian Preeklampsia berat (PEB) preeklampsia masih terbatas, masih menduduki peringkat pertama terutama pada tingkat nasional. tingginya angka mortalitas dan Insidensi preeklampsia di Indonesia morbiditas ibu dan anak, terutama di yaitu sekitar 3-10%. [1] negara berkembang. Angka kejadian preeklampsia berat mencapai 8%
INational Symposium And Workshop Continuing Medical Education XIII 77
“Call for Paper - Maternity” Preekampsia merupakan dipertahankan sembari dilakukan kelainan dimana terjadi malfungsi protap PEB.[3] Salah satu protap endotel vaskuler serta vasospasme PEB yang utama diberikan adalah yang terjadi pada kehamilan diatas pemberian MgSO4 inisial kemudian 20 minggu dan dapat menetap dilanjutkan dengan maintenance. hingga empat hingga enam minggu Namun, pemberian MgSO4 hanya setelah melahirkan. Secara umum, dapat dilakukan apabila memenuhi preeklampsia dikaitkan dengan syarat, yaitu tersedianya antidotum hipertensi dan proteinuria, dengan kalsium glukonas, frekuensi nafas atau tanpa disertai edema, pada diatas 16 kali permenit, refleks kehamilan. Pada kasus patella positif, dan urine output preeklampsia, tekanan darah sistolik baik.[4] Pada penelitian ini, akan diatas 140 mmHg atau tekanan dibahas mengenai kasus diastolik diatas 90 mmHg, dalam preeklampsia berat dengan dua kali pemeriksaan berturut-turut insufisiensi renal sehingga dalam selang waktu empat jam pada pemberian MgSO4 menjadi salah pasien yang sebelumnya satu kontraindikasi. normotensi. Sedangkan pada preeklampsia berat, tekanan darah sistolik diatas 160 mmHg dan Metode Penelitian tekanan darah diastolik diatas 110 mmHg.[2] Penelitian ini bersifat observasional deskriptif dan case Apabila usia kehamilan telah report. Subjek penelitian adalah mencapai 37 minggu atau diatasnya, pasien PEB dengan insufisiensi tata laksana yang dilakukan oleh renal pada RSUD Dr Moewardi tenaga kesehatan adalah terminasi Surakarta. Evaluasi dan kehamilan. Sedangkan apabila pemeriksaan pada subjek penelitian dibawah 37 minggu, apabila tidak dilakukan pada 2 November hingga terjadi komplikasi, bayi tetap 7 November 2018. Hasil penelitian
INational Symposium And Workshop Continuing Medical Education XIII 78
“Call for Paper - Maternity” dianalisis dengan menggunakan MGSO4 4 gram bolus sebagai terapi sumber pustaka yang diperoleh awal PEB. Pasien mengatakan rutin melalui pencarian jurnal ilmiah yang ANC di dokter Spesialis Obstetri- ditelusuri menggunakan PubMed, Ginekologi. Riwayat hipertensi, Scopus, dan Google Scholar dengan diabetes mellitus, asma, alergi, kata kunci preeklampsia berat dan penyakit jantung disangkal. insufisiensi renal. Sumber pustaka Dari pemeriksaan fisik dipilih dengan rentang waktu 10 didapatkan hipertensi (TD: tahun terakhir. 210/110mmHg) dengan nadi dan respirasi dalam batas normal. Indeks Hasil massa tubuh 31,2 kg/m2 (obesitas grade 1). Pemeriksaan kepala dan Seorang perempuan G3P1A1 thoraks dalam batas normal. berusia 38 tahun dengan usia Pemeriksaan abdomen didapatkan +1 kehamilan (uk) 35 minggu, datang adanya janin tunggal intrauterine, ke Instalasi Gawat Darurat RSUD memanjang dengan presentasi dr. Moewardi Surakarta dengan kepala, kepala belum masuk keterangan rujukan G3P1A1, uk panggul dengan HIS (-), DJJ (+) +5 34 minggu dengan Preeklampsia 145x/menit, TFU 29 cm ≈ TBJ 2180 berat (PEB) + obesitas + riwayat gram. Pemeriksaan genitalia sectio caesaria 5 tahun yang lalu didapatkan darah (-), discharge (-). atas indikasi kala 1 lama. Saat di Pemeriksaan laboratorium IGD pasien mengatakan belum darah, didapatkan trombositopenia merasakan kenceng-kenceng, (AT 107ribu/ul) dan peningkatan keluarnya air ketuban maupun LDH 664u/l (n = 140-300u/l). adanya lendir darah. Pasien juga Hemoglobin, SGOT-SGPT maupun menyangkal keluhan pusing, nyeri ureum-kreatinin dalam batas kepala depan, mual muntah maupun normal. Pemeriksaan USG penglihatan kabur. Di rumah sakit didapatkan janin tunggal sebelumnya, pasien telah diberikan
INational Symposium And Workshop Continuing Medical Education XIII 79
“Call for Paper - Maternity” intrauterine, DJJ (+), BPD 8,9 ≈ uk dengan AKI dd Acute on CKD 36mg, HC 313,6 ≈ uk 35 +1 minggu, kemudian diterapi dengan Diet AC 31,16, FL 6,59 ≈ uk 34 minggu. rendah protein 5 gram/ jam dan infus EAS Pfimmer 1 fl/24 jam. Oleh bagian Obstetri dan Ginekologi, pasien didiagnosis Kemudian DPH II dari dengan PEB partial HELLP pemeriksaan lab ulang didapatkan Syndrome pada multigravida hamil peningkatan Cr 1,6mg/dl, ureum preterm belum dalam persalinan 56mg/dL. Pemeriksaan urin dengan riwayat SC 5 tahun yang didapatkan proteinuria dan lalu dengan obesitas grade I. Pasien urobilinogenuria. Pasien mulai kemudian direncanakan manajemen mengeluhkan adanya nyeri kepala ekspektatif disertai protap PEB (O2 dan nyeri ulu hati, sehingga 3lpm, IVFD RL 12 tpm + MgSO4 didiagnosis dengan impending 20% 1gr/ jam/ 24jam IV + Nifedipin eklampsia dengan PEB tidak 3x10gr) ditambah pemberian respons terapi, kemudian dilakukan Dexametason 1 ampul/12 jam Re-SCTP Emergency pada pasien. selama 2 hari untuk pematangan Setelah dilakukan Re-SCTP surfaktan. Emergensi, pada pasien dilanjutkan Pada pemeriksaan saat DPH I pemberian protap PEB. Pada DPH I di RSDM, didapatkan urine output post SC, masih didapatkan 41,67cc/jam, kemudian dilakukan hipertensi pada pasien, kemudian pengecekan darah ulang, didapatkan dilakukan pemeriksaan darah hasil peningkatan kreatinin 1,4 kembali, didapatkan hasil SGOT 62, mg/dl. Pasien kemudian LDH 772, dan hipoalbumin dikonsultasikan ke bagian Penyakit (2,6g/dL). Pemeriksaan urin Dalam dan pemberian MgSO4 didapatkan proteinuria +2. Pasien maintenance diberikan setengah kemudian diterapi dengan protap dosis apabila diuresis baik. Dari PEB dan ditambahkan vip albumin bagian Penyakit Dalam didiagnosis serta dikonsulkan ke bagian Jantung
INational Symposium And Workshop Continuing Medical Education XIII 80
“Call for Paper - Maternity” dan Pembuluh Darah, ditambahkan Pada kasus ini pasien terapi captopril 2x25 mg. DPH II mengalami PEB disertai dengan dan III post SC pasien mengalami AKI pada kehamilan. Terdapat perbaikan, tensi sudah turun, dan beberapa patofisiologi yang dari pemeriksaan lab didapatkan menunjukkan bahwa PEB dapat kreatinin dan ureum normal, namun mengakibatkan terjadinya AKI. PEB masih didapatkan kondisi adalah penyebab tersering terjadinya hipoalbumin, terapi dilanjutkan. AKI dimana 75% wanita hamil Pasien kemudian dipulangkan pada dengan PEB dan 3-15% PEB DPH IV post SC. disertai HELLP syndrome di negara berkembang mengalami AKI pada trimester ke-3 kehamilan. AKI pada Diskusi PEB terjadi karena adanya Pada kasus ini didapatkan ketidakseimbangan antara protein pasien G3P1A1 usia kehamilan 35 proangiogenik dan mediator minggu dengan diagnosis pre antiangiogenik. Plasenta eklampsia berat parsial HELLP menghasilkan berbagai protein Syndrome pada multigravida hamil proangiogenik (vascular endothelial preterm disertai insufisiensi renal. growth factor [VEGF] dan placental Perawatan pasien dilakukan growth factor [PIGF]) dan mediator bersama dokter spesialis lain yaitu antiangiogenik seperti soluble fms- dokter spesialis jantung dan like tyrosin kinase 1 (sFlt-1) dan pembuluh darah serta dokter soluble endoglin (sEng). Pada spesialis penyakit dalam. Pada preeklampsia, konsentrasi sFlt-1 dan pasien ini dilakukan tatalaksana sEng meningkat di pembuluh darah berupa SCTP emergensi disertai menyebabkan konsentrasi dan edukasi ke keluarga dan diberikan aktivitas VEGF menurun sehingga MgsO4 maintenance dose setelah memicu terjadinya disfungsi endotel SC. dan PEB. Disfungsi endotel menyebabkan adanya deposit
INational Symposium And Workshop Continuing Medical Education XIII 81
“Call for Paper - Maternity” subendotelial dan obstruksi kapiler acting karena short-acting nifedipin sehingga terjadi iskemi pada ginjal menyebabkan penurunan tekanan dan pada pemeriksaan histologis darah yang sangat signifikan kemungkinan didapatkan gambaran sehingga dikhawatirkan terjadi tubular nekrosis akut. Pada penurunan perfusi di uteroplasenta. percobaan dengan tikus, sFlt-1 dan Nifedipin long-acting yang sering sEng yang meningkat pada tikus digunakan yaitu tablet sustain yang sedang hamil mengarah ke release dengan dosis 30-90 mg per hipertensi dan kerusakan ginjal yang hari. Penggunaan captopril menyebabkan terjadinya lesi sebaiknya dihindari pada kasus ini patologis ginjal seperti glomerular karena dapat menyebabkan endoteliosis yang mirip dengan terjadinya remodelling jantung dan pasien PEB dengan AKI.[5] AKI menggganggu perfusi dan juga bisa menjadi penyebab menyebabkan terjadinya kegagalan terjadinya PEB, namun beberapa sistemik.[8] Obat yang sebaiknya teori mengatakan hal itu terjadi bila diberikan bersama nifedipin adalah wanita tersebut memiliki riwayat metildopa karena memiliki efek PEB sebelumnya.[6] samping paling sedikit dan onset cepat, selain itu metildopa Setelah melakukan konsultasi memberikan hasil yang lebih baik dengan dokter spesialis jantung dan pada ibu hamil dibandingkan pembuluh darah, pasien didiagnosis dengan labetolol dan hidralazin.[7,8] dengan hipertensi pada kehamilan dan diberikan nifedipin dengan Konsultasi dengan dokter captopril per oral. Belum terdapat spesialis penyakit dalam dilakukan guideline khusus untuk PEB dengan dan pasien didiagnosis dengan AKI sehingga digunakan first line azotemia karena AKI dd acute on therapy hipertensi pada kehamilan CKD. Sehingga diperlukan berupa nifedipin per oral.[7] observasi lebih lanjut pada hasil Nifedipin long-acting lebih pemeriksaan laboratorium untuk dianjurkan daripada nifedipin short- melihat adanya perubahan. Pasien
INational Symposium And Workshop Continuing Medical Education XIII 82
“Call for Paper - Maternity” juga diberikan vip albumin untuk kondisi hipertensi post partum menjaga kadar albumin sehingga dengan hipertensi dan proteinuria, fungsi ginjal bertambah dan dengan peningkatan enzim hepar, mencegah timbulnya komplikasi penurunan trombosit dengan seperti oedem pulmo. Selain manifestasi klinis nyeri epigastrium, observasi, pasca SCTP pasien juga mual muntah atau gangguan diberikan MgSO4 sebagai cerebral seperti pusing dan antikonvulsan untuk mencegah PEB pandangan dobel, perlu dilakukan berlanjut ke eklampsia. Penelitian manajemen seperti halnya menunjukkan bahwa MgSO4 lebih preeclampsia yang terjadi saat efektif untuk mencegah kejang kehamilan. Faktor resiko terjadinya berulang pada eklampsia post partum preeclampsia antara lain dibandingkan dibandingkan adalah kondisi hipertensi saat hamil antikonvulsan tradisional lainnya (hipertensi gestasional, seperti fenitoin dan diazepam. preeclampsia, hipertensi kronik) [11,12] Mekanisme kerja MgSO4 sebagai termasuk juga obesitas. antikonvulsan tidak sepenuhnya Di kasus ini terdapat beberapa dipahami tetapi kemungkinan batasan yang perlu ditindaklanjuti. karena efeknya pada sistem saraf Pada kasus ini pasien diberikan pusat, kemungkinan pada reseptor captopril sebagai kombinasi dan n-metil d-aspartat (NMDA), saluran bukan obat yang lebih aman kalsium, dan asetilkolin.[9,10] dikarenakan kebijakan dari jaminan Setelah dilakukan SCTP pada sosial yang hanya menanggung obat pasien, masih didapatkan kondisi antihipertensi berupa captopril. preeclampsia dengan HELLP Perlu diketahui juga apakah pasien Syndrome (didapatkan hipertensi, ada riwayat AKI sebelumnya untuk proteinuria 2+, peningkatan LDH). mengetahui patofisiologi terjadinya Pada literatur dijelaskan bahwa AKI pada PEB sehingga dapat tekanan darah dapat turun 48 jam ditentukan terapi yang lebih akurat. setelah melahirkan, namun pada Penelitian lebih lanjut perlu
INational Symposium And Workshop Continuing Medical Education XIII 83
“Call for Paper - Maternity” dilakukan untuk menemukan terapi yang tepat untuk PEB disertai insufisiensi renal sehingga dapat dijadikan pedoman dalam menghadapi kasus serupa.
Persembahan Penulis mengucapkan terimakasih kepada Civitas Hospitalia RSUD Dr. Moewardi yang telah membantu dalam menyelesaikan presentasi kasus ini.
INational Symposium And Workshop Continuing Medical Education XIII 84
“Call for Paper - Maternity” Referensi
1. Musa J, Mohammed C, Ocheke A, Kahansim M, Pam V, Daru P. Incidence
and risk factors for pre-eclampsia in Jos Nigeria. Afr Health Sci. 2018 Sep; 18(3): 584–595. 2. Lim KH. Preeclampsia. Medscape. 2018. Diakses di https://emedicine.medscape.com/article/1476919-overview. Diakses pada 11 Januari 2019 3. Leeman, L., Dresang, L. T., & Fontaine, P. Hypertensive disorders of pregnancy. American Family Physician, 2016; 93(2), 121–127. 4. Sibai, B. M. (2012). Hypertension. In S. G. Gabbe, J. R. Niebyl, J. L. Simpson, M. B. Landon, H. L. Galan, E. R. M. Jauniaux, & D. A. Driscoll (Eds.), Obstetrics: Normal and problem pregnancies (6th ed., pp. 631–666). Philadelphia, PA: W. B. Saunders. 5. Prakash J, Ganiger V. Acute kidney injury in pregnancy-specific disorders. Indian Journal of Nephrology. 2017;27(4):258. 6. Mehrabadi A, Liu S, Bartholomew S, Hutcheon J, Magee L, Kramer M et al. Hypertensive disorders of pregnancy and the recent increase in obstetric acute renal failure in Canada: population based retrospective cohort study. BMJ. 2014;349(jul30 2):g4731-g4731. 7. Khalil A, O'Brien P, Townsend R. Current best practice in the management of hypertensive disorders in pregnancy. Integrated Blood Pressure Control. 2016;Volume 9:79-94. 8. Odigboegwu O, Pan L, Chatterjee P. Use of Antihypertensive Drugs During Preeclampsia. Frontiers in Cardiovascular Medicine. 2018;5. 9. Eswarappa M, Rakesh M, Sonika P, Snigdha K, Midhun M, Kaushik K et al. Spectrum of renal injury in pregnancy-induced hypertension: Experience from a single center in India. Saudi Journal of Kidney Diseases and Transplantation. 2017;28(2):279. 10. Hildebrand A, Hladunewich M, Garg A. Preeclampsia and the Long-term Risk of Kidney Failure. American Journal of Kidney Diseases. 2017;69(4):487-488. 11. Sibai, Baha. Etiology and management of postpartum hypertension- preeclampsia. AJOG 2012; 470-475. 12. Cairns AE, Pealing L, Duffy JMN, et al. Postpartum management of hypertensive disorders of pregnancy: a systematic review. BMJ Open 2017;7: 1-14
INational Symposium And Workshop Continuing Medical Education XIII 85