Anda di halaman 1dari 6

PROGRAM DIKLAT LATSAR CPNS GELOMBANG I GOL II ANGKATAN XXXII -

XLIII BADIKLAT JATENG

NAMA : LAYAR MUTIARA


ANGKATAN : XLII
KELOMPOK 2
ABSEN 18
NIP 199201172020122001

POLEMIK DANA DESA YANG MELAHIRKAN DESA FIKTIF KOMPAS.COM -

Setiap tahun, pemerintah mengalokasikan triliunan rupiah dana desa di dalam


Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Jumlah tersebut terus meningkat seiring
dengan peningkatan jumlah desa yang menerima bantuan. Tahun 2020 misalnya, dana
desa yang akan dialokasikan pemerintah sebesar Rp 72 triliun. Jumlah itu naik Rp 2
triliun bila dibandingkan alokasi pada tahun 2019. Presiden Joko Widodo
mengungkapkan, peningkatan dana desa dilakukan sebagai upaya untuk pemberdayaan
masyarakat desa dan pengembangan potensi ekonomi desa. Sehingga, diharapkan
dapat mempercepat peningkatan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat desa. "Di
samping itu, dana desa diharapkan dapat mendorong inovasi dan entrepreneur baru,
sehingga produk-produk lokal yang dimiliki oleh setiap desa dapat dipasarkan secara
nasional, bahkan global melalui marketplace," ucap Jokowi saat menyampaikan pidato
nota keuangan di Kompleks Parlemen, 16 Agustus lalu. Ironisnya, harapan peningkatan
kesejahteraan itu pupus. Maraknya kabar keberadaan desa fiktif di sejumlah wilayah
Tanah Air menjadi indikasi bahwa dana desa yang selama ini dikucurkan pemerintah
pusat hanya sekedar menjadi bancakan untuk dibagi-bagi oleh oknum tidak
bertanggung jawab di daerah. Desa fiktif Temuan desa fiktif tersebut salah satunya
berada di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Kepolisian daerah setempat
memperoleh informasi adanya 56 desa yang terindikasi fiktif. Tim khusus pun telah
diterjunkan untuk melakukan pengecekan fisik di 23 desa yang tidak terdata di
Kementerian Dalam Negeri maupun Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara. Kepala
Subdit Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi Polda Sultra, Kompol Dolfi
Kumaseh mengatakan, dari 23 desa yang telah dicek, dua desa di antaranya diketahui
tidak memiliki penduduk sama sekali. Namun, Dolfi masih merahasiakan identitas desa
tersebut lantaran masih dalam proses penyelidikan. "Penyidik sudah periksa saksi dari
Kemendagri, kemudian ahli pidana dan ahli adiministrasi negara. Telah dilakukan
pemeriksaan fisik kegiatan dana desa bersama ahli lembaga pengembangan jasa
konstruksi," ujar Dolfi, di ruang kerjanya, Kamis (7/11/2019). Di lain pihak, Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) siap turun tangan untuk membantu Polda Sulawesi
Tenggara menangani kasus yang terindikasi ada dugaan tindak pidana korupsi ini. "Salah
satu bentuk dukungan KPK adalah memfasilitasi keterangan para ahli pidana dan
kemudian dilanjutkan gelar perkara bersama 16 September 2019," kata Juru Bicara KPK
Febri Diansyah dalam keterangan tertulis, Rabu (6/11/2019). Dalam kasus ini, KPK
mengindikasi adanya 34 desa yang bermasalah. Tiga desa fiktif, sedangkan 31 lainnya
ada tapi surat keputusan pembentukannya dibuat dengan tanggal mundur. Sementara,
ketika desa tersebut dibentuk sedang berlaku kebijakan moratorium dari Kemendagri.
Sehingga untuk bisa mendapatkan dana desa harus dibuat tanggal pembentukan
backdate. Perkara ini kemudian telah naik ke tahap penyidikan dan membutuhkan
keterangan ahli pidana. "Akan dilakukan pengambilan keterangan ahli hukum pidana
untuk menyatakan proses pembentukan desa yang berdasarkan peraturan daerah yang
dibuat dengan tanggal mundur (backdate), merupakan bagian dari tindak pidana dan
dapat dipertanggungjawabkan atau tidak," ucap Febri. Sementara itu, Menteri
Keuangan Sri Mulyani menilai, desa fiktif mulai bermunculan setelah pemerintah secara
rutin mengucurkan dana desa setiap tahun. Momentum inilah yang kemudian
dimanfaatkan oleh oknum tidak bertanggung jawab untuk untuk membentuk desa
baru. "Kami mendengar beberapa masukan karena adanya transfer ajeg dari APBN
maka sekarang muncul desa-desa baru yang bahkan tidak ada penduduknya. Hanya
untuk bisa mendapatkan (dana desa)," ujar Sri Mulyani saat rapat kerja evaluasi kinerja
2019 dan rencana kerja 2020 bersama dengan Komisi XI DPR RI, Senin (4/11/2019).
Hingga September 2019, penyaluran dana desa baru mencapai Rp 44 triliun atau 62,9
persen dari total alokasi Rp 70 triliun pada tahun ini. Serapan ini turun bila
dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai 63,2 perse atau sekitar Rp 37,9
triliun. Verifikasi lemah Pihak Istana Kepresidenan bukannya tutup mata dan telinga
melihat realita ini. Jokowi bahkan menegaskan, akan mengejar oknum pelaku yang
sengaja memanfaatkan kucuran dana desa untuk kepentingan pribadi. "Kami kejar agar
yang namanya desadesa tadi diperkirakan, diduga, itu fiktif, ketemu, ketangkep," kata
Jokowi usai membuka acara Konstruksi Indonesia 2019 di JIExpo Kemayoran, Jakarta,
Rabu (6/11/2019). Menurut Jokowi, ada oknum yang dengan sengaja menciptakan desa
fiktif. Oknum tersebut memanfaatkan celah pengelolaan yang tidak mudah dilakukan
pemerintah, mengingat luasnya wilayah sebaran yang ada yaitu dari Sabang hingga
Merauke. Hingga kini, tercatat ada sekitar 78.400 desa yang tersebar di seluruh wilayah
Tanah Air. "Manajemen pengelolaan desa sebanyak itu tidak mudah. Tetapi, kalau
informasi benar ada desa siluman itu, misalnya dipakai plangnya saja, tapi desanya
enggak, bisa saja terjadi," ucapnya. Di lain pihak, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan
Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng menilai, munculnya kasus
desa fiktif menjadi indikasi bahwa proses verifikasi di lapangan masih lemah. Sedianya,
setiap desa memiliki kode wilayah yang terdaftar di Kementerian Dalam Negeri. Desa
yang ingin mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat, harus mengajukan usulan
melalui pemerintah kabupaten/kota sebelum ke Kementerian Keuangan. Adapun
besaran alokasi bantuan untuk setiap wilayah tidak sama. Tergantung dari letak
geografis, jumlah penduduk, hingga tingkat kemiskinan. "Saat masuk ke Kemenkeu,
ketika memasukkan desa itu dalam variabel perhitungan kan tidak asal angkut begitu
saja. Dia harus koordinasi dengan Kemendagri yang punya kode wilayah, bahkan juga
Kementerian Desa," kata Robert saat dihubungi, Rabu (6/11/2019). "(Dengan kasus ini),
berarti dari kabupaten/kota langsung ke Kemenkeu dipakai tanpa ada koordinasi kiri-
kanan dengan dua kementerian lain," imbuh dia. Sementara itu, Wakil Menteri Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Budi Arie Setiadi mengatakan,
alokasi dana desa yang cukup besar memerlukan pengawalan maksimal dari seluruh
elemen masyarakat. Ia menambahkan, tidak boleh hanya sekedar menjadi penonton
ketika dana desa ini mulai dimanfaatkan. Justru, masyarakat lah yang harus berperan
aktif bila ada dugaan penyelewengan dana tersebut. "Kalau ada masalah, kita akan
langsung cari dan temukan solusi untuk mengatasinya. Rakyat jangan jadi penonton
pembangunan. Pengawasan dana desa terbaik adalah lewat peran aktif masyarakat,"
ucapnya. (Sumber: Kompas.com. Edisi 7 November 2019. Penulis: Dani Prabowo)

Soal Ujian LMS


Pengampu Materi Dr. Hj. Ispawat i Asri
PROGRAM DIKLAT LATSAR CPNS GELOMBANG I GOL II ANGKATAN XXXII -
XLIII BADIKLAT JATENG

LAYAR MUTIARA XLII/2.18/199201172020122001

1. Mendeskripsikan rumusan kasus dan/ atau masalah pokok, aktor yang terlibat dan
persan setiap aktornya berdasarkan konteks deskripsi kasus.
A. Masalah pokok: Celah korupsi pada dana desa dengan lahirnya desa-desa fiktif.
B. Aktor dan Peran setiap Tokoh:
i. Oknum Koruptor dana Desa
ii. Kepala Subdit Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi Polda Sultra,
Kompol Dolfi Kumaseh sebagai wakil dari Polri untuk menyelidiki kasus desa
fiktif.
iii. Juru Bicara KPK Febri Diansyah sebagai wakil dari KPK yang menyatakan siap
memfasilitasi keterangan para ahli pidana dan kemudian dilanjutkan gelar
perkara.
iv. Menteri Keuangan Sri Mulyani sebagi wakil pemerintah yang menyalurkan dana
desa berpendapat dana desa dimanfaatkan oleh oknum tidak bertanggung
jawab untuk untuk membentuk desa baru.
v. Presiden Jokowi sebagai kepala pemerintahan : meminta dengan tegas aparat
penegak hukum untuk segera mengejar oknum pelaku yang sengaja
memanfaatkan kucuran dana desa untuk kepentingan pribadi.
vi. Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD)
Robert Endi Jaweng menilai sebagai wakil dari lembaga KPPOD yang merupakan
wakil dari lembaga pemantauan independen untuk pelaksanna otonomi daerah
berpendapat bahwa munculnya kasus desa fiktif menjadi indikasi bahwa proses
verifikasi di lapangan masih lemah.
vii. Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Budi
Arie Setiadi sebagai wakil pemerintah yang mengawasi penggunaan dan
pelaksanaan program-program dana desa berpendapat bahwa alokasi dana
desa yang cukup besar memerlukan pengawalan maksimal dari seluruh elemen
masyarakat. Ia menambahkan, tidak boleh hanya sekedar menjadi penonton
ketika dana desa ini mulai dimanfaatkan. Justru, masyarakat lah yang harus
berperan aktif bila ada dugaan penyelewengan dana tersebut.
2. Melakukan analisis terhadap : A. Bentuk penerapan dan pelanggaran terhadap nilai-
nilai dasar PNS, dan Pengetahuan tentang kedudukan dan peran PNS dan NKRI oleh
setiap aktor yang terlibat berdasarkan konteks deskripsi kasus. B. Dampak tidak
diterapkannya nilai-nilai dasar PNS dan pengetahuan tentang kedudukan dan peran
PNS dalam NKRI berdasarkan konteks deskripsi kasus
A. Bentuk penerapan pelanggaran dalam kasus desa fiktif diatas adalah pelanggaran
atas nilai dasar PNS adalah Nilai-nilai Anti Korupsi (Jujur, bertanggung jawab, adil)
dan Akuntabilitas (transparansi, tanggung jawab, integrasi, dan keadilan).
i. Aktor Oknum Koruptor dana Desa tidak menginternalisasi nilai-nilai bela negara:
Sadar berbangsa dan bernegara (melanggar aturan, tidak jujur, mementingkan
kepentingan pribadi), serta tidak setia pada pancasila dengan tidak mengamalkan
nilai-nilai pancasila.
Oknum Koruptor dana Desa mencerminkan masih adanya celah KKN dalam
pelayanan publik dalam pengajuan dana desa dan adanya manajemen asn yang
buruk (tidak jujur, tidak berintegritas). Tidak menerapkan Anti Korupsi (Jujur,
bertanggung jawab, adil) dan tidak Akuntabilitas (transparansi, tanggung jawab,
integrasi, dan keadilan).
ii. Para aktor-aktor di bawah ini menginternalisasi nilai-nilai bela negara: Sadar
berbangsa dan bernegara (Mematuhi segala aturan yang ditetapkan oleh negara,
berintegitas tinggi, mengutamakan kepentingan umum), serta setia pada
pancasila dengan mengamalkan nilai-nilai pancasila.
1.1 Kepala Subdit Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi Polda Sultra,
Kompol Dolfi Kumaseh sebagai wakil dari Polri untuk menyelidiki kasus desa
fiktif. Menerapkan nilai dasar PNS WoG dengan adanya kolaborasi untuk
menyelesaikan kasus desa fiktif. Manajemen ASN melaksanakan tugas sesuai
tupoksi, memberikan informasi yg benar dan sesuai. Pelayanan publik yang
bertanggung jawab dan adil dalam memberikan layanan. Menerapkan Anti
Korupsi (Jujur, bertanggung jawab, adil) dan tidak Akuntabilitas (transparansi,
tanggung jawab, integrasi, dan keadilan).
1.2 Juru Bicara KPK Febri Diansyah sebagai wakil dari KPK. Menerapkan nilai
dasar CPNS WoG dengan adanya kolaborasi untuk menyelesaikan kasus desa
fiktif. Manajemen ASN dengan melaksanakan tugas sesuai
tupoksi,memberikan informasi yg benar dan sesuai. Pelayanan publik yang
bertanggung jawab dan adil dalam memberikan layanan. Menerapkan Anti
Korupsi (Jujur, bertanggung jawab, adil) dan tidak Akuntabilitas (transparansi,
tanggung jawab, integrasi, dan keadilan). Menerapkan Anti Korupsi (Jujur,
bertanggung jawab, adil) dan tidak Akuntabilitas (transparansi, tanggung
jawab, integrasi, dan keadilan).
1.3 Menteri Keuangan Sri Mulyani sebagi wakil pemerintah yang menyalurkan
dana desa Menerapkan nilai dasar CPNS WoG (dengan meminta kolaborasi
dari berbagai pihak untuk menyelesaikan kasus desa fiktif, dan mengawal
dana desa). Manajemen ASN (yang minta agar oknum-oknum bersikap jujur
dan bebas dari KKN) . Menerapkan Anti Korupsi (Jujur, bertanggung jawab,
adil) dan tidak Akuntabilitas (transparansi, tanggung jawab, integrasi, dan
keadilan).
1.4 Presiden Jokowi sebagai kepala pemerintahan. Menerapkan nilai dasar CPNS
WoG dengan meminta kolaborasi dari berbagai pihak untuk menyelesaikan
kasus desa fiktif dan manajemen ASN (yang minta agar oknum-oknum
bersikap jujur bertanggung jawab, dan bebas dari KKN). Menerapkan Anti
Korupsi (Jujur, bertanggung jawab, adil) dan tidak Akuntabilitas (transparansi,
tanggung jawab, integrasi, dan keadilan).
1.5 Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah
(KPPOD) Robert Endi Jaweng. Menerapkan nilai dasar PNS WoG dengan
meminta kolaborasi dari berbagai pihak untuk menyelesaikan kasus desa fiktif
. Pelayanan publik agar proses verivikasi data untuk dana desa bisa terlaksana
dengan baik. Menerapkan Anti Korupsi (Jujur, bertanggung jawab, adil) dan
tidak Akuntabilitas (transparansi, tanggung jawab, integrasi, dan keadilan).
1.6 Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Budi
Arie Setiadi sebagai wakil pemerintah yang mengawasi penggunaan dan
pelaksanaan program-program dana desa berpendapat bahwa alokasi dana
desa yang cukup besar memerlukan pengawalan maksimal dari seluruh
elemen masyarakat. Menerapkan nilai dasar CPNS WoG (dengan meminta
kolaborasi dari berbagai pihak untuk menyelesaikan kasus desa fiktif, dan
mengawal dana desa). Manajemen ASN (kejujuran, bebas dari KKN) .
Menerapkan Anti Korupsi (Jujur, bertanggung jawab, adil) dan tidak
Akuntabilitas (transparansi, tanggung jawab, integrasi, dan keadilan).
B. Dampak tidak diterapkannya nilai-nilai dasar PNS dan pengetahuan tentang
kedudukan dan peran PNS dalam NKRI berdasarkan konteks deskripsi kasus tentu
saja korupsi akan merajalela disetiap lini kehidupan masyarakat, bukan hanya
masalah munculnya desa fiktif, kemungkinan penyerapan dana desa yang
seharusnya digunakan untuk pembangunan desa yang sudah jelas ada dapat juga
dapat dikorupsi. Sehingga pembangunan desa dapat terhambat, dan berakibata
tidak meratanya pembangunan didesa-desa di selutuh indonesia. Kebijakan-
kebijakan yang disususun pemerintah untuk kemajuan desa otomatis juga dapat
tidak terlaksana sehingga kepentingan masyarakat umum akan terbengkalai dan
berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat di seluruh Indonesia.
3. Mendeskripsikan gagasan-gagasan alternatif pemecahan masalah berdasarkan konteks
deskripsi kasus.
1. Setiap warga negara perlu menginternalisasi nilai-nilai bela negara: Sadar berbangsa
dan bernegara sehingga setiap warga negara memiliki integritas (jujur dan
bertanggung jawab) yang tinggi, sadar akan kepentingan umum mematuhi segala
aturan yang ditetapkan oleh negara, berintegitas tinggi, mengutamakan kepentingan
umum, serta setia pada pancasila dengan mengamalkan nilai-nilai pancasila.
2. Pemerintah dapat melaksanakan Wog dengan kolaborasi antara pemerintah daerah,
kementerian keuangan, kementerian dalam negeri, dan kementerian Desa. Usulan
Desa yang akan diterima oleh Kemenkeu diajukan oleh Pemda. Kemudian kemen keu
berkoordinasi dengan kemendagri yang memiliki akses terhadap kode wilayah dan
dengan kementerian Desa yang mengawasi dana Desa.
3. Pengawalan aktif dan maksimal dari seluruh elemen masyarakat bukan hanya dari
kementerian-kementerian terkait tetepi juga dari masyarakat dan swasta (LSM,
Masyarakat Desa, Masyarakat Adat) .
4. Perlu peningkatan pelayanan publik yang terintegrasi dari setiap kementerian-
kemnterian terkait agar dapat menutup celah-celah birokrasi yang panjang dan
rawan korupsi.
5. Perlu adanya Informasi publik yang jelas bagi masyarakat terkait Dana desa agar
masyarakat sadar dan akhirnya mengerti tentang manfaat dan pentingnya dana
desa, sehingga ikut memgawal penggunaan dana desa agar dapat terserap dengan
baik.

Anda mungkin juga menyukai