Anda di halaman 1dari 2

Perempuan TTS Menerobos Batas

Oleh : Ir. Emelia Nomleni*).

 Saya beruntung terjun ke dunia politik ada dalam dunia yang riuh rendah mengkritisi patriarkhi,
mendorong politik dan kepemimpinan perempuan di ruang publik.
 Karena itu, kondisi saya saat ini adalah suport sistem dalam sebuah Gerakan Perempuan NTT
yang juga cukup lama mengedukasi publik tentang hak hak perempuan termasuk hak berpolitik.
 Meski demikian harus diakui suatu fakta masyarakat TTS yang sangat patriarkhi bisa menyumbang
perempuan luar biasa menjadi pemimpin di ruang public:
 Menjadi Ketua MS GMIT pertama selama sejarah GMIT
 Dua pemimpin lembaga politik Ketua dan Wakil Ketua DPRD NTT
 menyumbang tiga perempuan di DPRD NTT masa bahti 2019-2024
 salah satu perempuan aktivis lingkungan hidup penerima penghargaan Goldman
Environmental Prize 2013 dan penerima Yap Thian Him Award 2016.
 Untuk sampai titik ini bukan kerja satu malam. Kerja kerja panjang hampir 30 tahun dalam
himpitan budaya patriarkhi, dengan segala suka, duka.
 Budaya patriarkhi budaya yang mengutamakan laki laki. Ketika perempuan menikah masuk marga
laki laki, anak laki laki diutamakan dalam keluarga, dalam pendidikan dan pengasuhan anak laki
laki lebih diperhatikan dalam pendidikan, anak laki laki tidak bekerja, pembagian harta warisan
untuk barang barang tidak bergerak sperti tanah diutamakan laki laki. Patriarkhi selama ini telah
menempatkan perempuan sebagai masyarakat nomor dua.
 Tetapi disisi yang lain saya ada dalam keluarga yang pluralis bpk orang Timor dan mama orang
Ambon. Kedua suku ini juga patriarkhi kuat. Tetapi didikan keluarga saling menghargai satu
dengan yang lain dan orangtua saya memberikan perhatian yang sama dalam semua hal kepada
anak laki laki dan perempuan termasuk pendidikan. Kami laki laki dan perempuan semua
mempunyai hak yang sama dalam mengecap pendidikan tinggi.
 Sekali lagi untuk sampai titik ini saya melewati proses yang panjang. Memulai dari aktif di pemuda
gereja, dilatih berorganisasi di DPD GAMKI NTT dan BP Pemuda GMIT.
 Di dalam partai politik mengikuti semua aturan partai, beproses di dalam dan mengikuti dinamika
dalam partai. Meski ada hal yang membuat kita tidak nyaman, tetapi harus bisa mengelola itu
sebagai sebuah dinamika.
 Bahkan pada suatu saat kita bisa berada di titik nol perjalanan kehidupan kita. Apakah kita harus
keluar, memaki, menulis status di media sosial untuk mendapat simpati dan empati.?
 Semua itu harus dianggap sebagai dinamika dan proses membentuk kita menjadi kuat. Tentu satu
meminta pertolongan Tuhan. Idealisme dan spiritualitas harus berdampingan kalau mau tetap
eksis di dunia politik. Bagaimana kehadiran kita merubah cara pandang yg mengatakan selama ini
politik itu kotor menjadi pandangan bahwa politik itu bersih, baik untuk kebaikan dan
kesejahteraan.
 Berpolitik dan ada dalam organisasi politik harus sabar, beproses, konsisten dan banyak
mendengar. Mungkin orang menganggap saya tidak terlalu berguna apa apa. Tidak apa apa,
karena untuk mengukur rasa berguna setiap orang berbeda. Yang harus dipegang bekerja untuk
kepentingan nilai bukan agar orang senang. Nilai nilai keadilan, perdamaian, kesetaraan,
keutuhan ciptaan dan inklusi.
 Saya juga tidak terlalu yakni saya sudah coba menjadi perempuan yang menerobos batas. Yang
saya tahu selama ini saya melakukan hal hal sederhana. Harus ada bersama rakyat yang
mempercayakan mereka dan memperjuangkan apa kebutuhan mereka.
 Saya juga suka bertanya mengapa dalam budaya TTS yang sangat patriarkhi justru bisa
menyumbang tiga perempuan dimana dua ada dilevel pimpinan. Butuh sebuah kajian yang
komprehensif, apakah pribadi para perempuan yang unggul, atau support system dan kekuatan
membangun semangat sisterhood diantara sesama perempuan TTS, atau rakyat TTS melek politik
u kepemimpinan perempuan atau ada faktor lain. Kita membutuhkan kajian.
 Saya mau katakan lebeling yang diberikan kepada perempuan TTS menerobos batas harus diikuti
kesadaran warga TTS mendukung kepemimpinan perempuan di ruang publik.

Anda mungkin juga menyukai