1.
Penuh syarat
2.
Melukis rimba
3.
Pintu hati
Terlanjur terbuka
4.
Kita hanya diam dan saling menatap dalam etalase kolomkolom angka
“Aku tak tahu ibu di mana, dan ayahku hanya ada dalam mimpi”
Tawa adalah irama yang nikmat. Tapi, ketika kau selami dan pahami hakikat liriknya
Dulu, pernah terbit percikan cahaya pada museum berelif wajah senja. Ya, museum
yang tidak ada apaapa di dalamnya. Melainkan hanya suara angin malam den selarik
puisi cinta
Dulu, pernah ada percikan yang menerbitkan garis senyum pada museum Senja
yang akan memudar bilamana awan hitam datang. Lantas itu akan fana
Dunia kadang selalu bercanda dan memberikan perihal yang tak pasti. Sayupsayup
terdengar museum mengemas kekecewaan. Kejujuran tak akan fana
Museum terkekeh. Ia pikir ia sangat akrab dengan percikan itu. Ternyata ia keliru.
Percikan itupun kembali ke muasalnya. Yang berasal dari sudut paling riskan gunung
merapi yang menyimpan misteri dan magma
Kulihat dari penghujung mataku yang samar. Dia berlarilari kecil sambil mengibaskan
selembar uang berlatar seorang penari Gambyong
Sepi, tanpa sepatah katapun dan aku menatapnya dalam ruang kebingungan. Kedua
tangannya memegangi kepala sambil menggerakan ke kanan dan ke kiri
Mataku mengecil dan menelaah kamus tafsir bahasa tubuhnya. Tetapi tetap saja
otakku gagal membacanya