Tidak seperti rumah pada umumnya honai yang berukuran kecil tidak memiliki
pembagian ruangan. Hanya ada satu perapian di bagian tengah ruangan, yang digunakan
sebagai tempat berkumpul dan untuk menghangatkan diri.
Honai memiliki dua tingkat, dengan tangga kayu sebagai penghubungnya. Lantai pertama
untuk tempat berkumpul dan menjamu tamu, dan lantai atas untuk tidur.
Honai memiliki satu pintu masuk kecil dan untuk memasukinya harus membungkukkan
badan. Di dalam rumah ini, Anda juga tidak bisa berdiri tegak, karena ada atap dari kayu
yang jaraknya hanya 1 meter dari lantai. Honai juga tidak memiliki jendela, yang tujuannya
untuk menghalau dingin dan serangan binatang buas.
Rumah Honai tidak hanya dijadikan tempat tinggal, tapi juga memiliki fungsi lain. Di
rumah Honai khusus lelaki biasanya dijadikan tempat berkumpul para warga untuk
berdiskusi. Honai juga digunakan sebagai kandang babi, tempat menyimpan umbi-umbian
hasil panen, serta pengasapan mumi.
Honai merupakan sebutan untuk rumah adat yang ditempati oleh laki-laki. Sementara itu,
rumah untuk perempuan memiliki sebutan yang berbeda, yaitu Ebe’ai. Keduanya sama-sama
mampu menampung lima hingga sepuluh orang. Honai ternyata terlarang untuk dimasuki
oleh perempuan suku Dani, meskipun perempuan tersebut merupakan istri dari salah satu
laki-laki penghuni Honai.