Anda di halaman 1dari 23

9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori

1. Pengertian Atribusi

Teori atribusi akan memberikan penjelasan mengenai bagaimana

menentukan penyebab atau motif perilaku seseorang. Teori ini diarahkan untuk

mengembangkan penjelasan dari cara-cara kita menilai orang secara berlainan,

tergantung makna apa yang kita hubungkan (atribusikan) ke suatu perilaku

tertentu (Robbin, 1996: 172). Pembahasan teori atribusi ini mengarah kepada

faktor penyebab terjadinya suatu kejadian atau peristiwa. Faktor penyebab

terjadinya hal tersebut dibagi menjadi dua golongan yakni faktor internal dan

faktor eksternal. Dalam penelitian ini, suatu kejadian tersebut adalah penghentian

prematur atas prosedur audit. Penyebab terjadinya penghentian prematur atas

prosedur audit dapat disebabkan oleh faktor internal dan juga faktor eksternal.

Adapun faktor internal dari terjadinya hal tersebut adalah komitmen profesional,

locus of control, dan self esteem. Sedangkan faktor eksternalnya adalah risiko

audit, tekanan waktu, materialitas, dan prosedur review dan kontrol kualitas.

Teori atribusi mendukung penelitian ini karena dengan dasar teori atribusi,

peneliti akan mengetahui seberapa besar pengaruh faktor internal dan faktor

eksternal terhadap penghentian prematur atas prosedur audit.

Dari beberapa penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwasanya teori

atribusi adalah teori yang mendasari penyebab individu melakukan suatu kejadian.

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan suatu kejadian itu adalah praktik

penghentian prematur atas prosedur audit. Sehingga teori atribusi ini dapat
10

mendasari penyebab auditor melakukan praktik penghentian prematur atas

prosedur audit.

Sementara menurut Weiner (1980:92) attribution theory is probably the

most influential contemporary theory with implication for academic motivation.

Artinya atribusi adalah teori kontemporer yang paling berpengaruh dengan

implikasi untuk memotivasi akademik. Hal ini dapat diartikan bahwa teori ini

mencakup modifikasi perilaku dalam arti bahwa ia menekankan gagasan bahwa

peserta didik sangat termotivasi dengan hasil yang menyenangkan untuk dapat

merasa baik tentang diri mereka sendiri.

Seperti telah di sebutkan di atas bahwa teori ini menjelaskan tentang sebab-

sebab perilaku manusia. Apakah perilaku ini disebabkan oleh faktor dalam, yang

merupakan disposisi internal, missal sikap, sifat-sifat tertentu atau aspek internal

yang lain, ataukah oleh keadaan eksternal, misalnya situasi. Teori ini

dikemukakan oleh Baron dan Byrne (2003:92) yang mana pada dasarnya perilaku

manusia itu dapat atribusi internal, akan tetapi juga dapat atribusi eksternal.

Atribusi merupakan proses-proses untuk mengindentifikasi penyebab-

penyebab perilaku orang lain dan kemudian diketahui tentang sifat-sifat menetap

dan disposisi mereka (Baron dan Byrne), (2003:49) Atribusi juga dapat diartikan

dengan upaya kita untuk memahami penyebab dibalik perilaku orang lain, dan

dalam beberapa kasus juga penyebab perilaku kita sendiri. Untuk mengetahui

tentang orang-orang yang ada disekitar kita dapat melalui beberapa macam cara:

1. Melihat apa yang tampak (fisik). Misalnya cara berpakaian, cara penampilan

diri;
11

2. Menanyakan langsung kepada yang bersangkutan, misalnya tentang

pemikiran, tentang motif;

3. Dari perilaku yang bersangkutan. Hal ini merupakan sumber yang penting.

Teori atribusi juga dikembangkan oleh Kelley, yang menyatakan bahwa

manusia mendapatkan atribusinya (atribusi internal, atribusi eksternal, dan atribusi

internal-eksternal) kepada tiga jenis informasi, yaitu (1) kejelasan, adalah

bagaimana orang lain bereaksi terhadap stimulus atau situasi yang berbeda-beda

atau apakah ini satu-satunya situasi dimana orang tersebut melakukan hal tersebut.

Bila seseorang memberikan reaksi yang sama terhadap stimulus yang berbeda-

beda, maka dapat dikatakan bahwa orang tersebut mempunyai kejelasan yang

rendah, (2) Konsensus adalah bagaimana orang bereaksi bila dibandingkan

dengan orang lain, terhadap stimulus tertentu atau apakah orang lain melakukan

hal yang sama dalam situasi yang sama. Apabila seseorang berperilaku tertentu,

sedangkan orang lain tidak berbuat demikian, maka dapat dikatakan bahwa

konsensus orang tersebut rendah. (3) konsistensi adalah bagaimana seseorang

berperilaku atau bereaksi terhadap stimulus yang sama dalam situasi yang berbeda

seperti ini. Jika seseorang memberikan reaksi dengan cara yang sama terhadap

stimulus yang sama pada kesempatan yang berbeda, maka orang tersebut

mempunyai konsistensi yang tinggi.

2. Fraud

Fraud adalah segala macam yang dapat dipikirkan manusia, dan yang dapat

diupayakan oleh seseorang untuk mendapatkan keuntungan dari orang lain dengan

saran yang salah atau pemaksaan kebenaran dan mencakup semua cara yang tak
12

terduga, penuh siasat Puspa (2013:42). Agoes (2010:9) menyatakan bahwa

kecurangan (fraud) merupakan tindakan yang disengaja oleh anggota manajemen

perusahaan, pihak yang berperan dalam perusahaan, karyawan atau pihak ketiga

yang melakukan pembohongan atau penipuan untuk memperoleh sesuatu dengan

tidak adil atau illegal. Lebih lanjut, Tunggal (2012:189) diartikan sebagai

penipuan dibidang keuangan yang disengaja, yang dimaksudkan untuk mengambil

aset atau hak orang maupun pihak lain.

Fraud adalah tindakan penyimpangan atau pembiaran yang dilakukan untuk

mengelabui, menipu atau memanipulasi bank, nasabah, atau pihak lain yang

terjadi dilingkungan bank dan/atau menggunakan sarana bank sehingga

mengakibatkan bank, nasabah, atau pihak lain menderita kerugian dan/atau pelaku

fraud memperoleh keuntungan keuangan baik secara langsung maupun tidak

langsung.

Fraud adalah suatu gambaran keliru yang dibuat secara sengaja untuk

membuat seseorang bertindak tanpa di sadari suatu keyakinan, suatu pengetahuan

atas pernyataan yang sebenarnya atau penyembunyian fakta material untuk

membuat orang lain melakukan tindakan yang merugikan.

Fraud dalam konteks perbankan adalah suatu perbuatan penyimpangan

yang sengaja dilakukan oleh pihak tertentu yang bertujuan untuk menguntungkan

dirinya sendiri dengan cara tidak jujur seperti mengelabui, menipu, bertindak

curang, dan melakukan tindakan yang tidak sesuai prosedur (bagi pihak internal

bank) di lingkungan perbankan baik dengan ataupun tidak menggunakan sarana


13

bank, berujung pada dideritanya kerugian oleh bank dan pihak-pihak yang terkait

dengan bank tersebut.

3. Fraud Triangle

Fraud Triangle adalah sebuah teori yang dikemukakan oleh Donald R.

Cressey setelah melakukan penelitian untuk tesis doctor-nya pada tahun 1950.

Cresey mengemukakan hipotesis mengenai fraud triangle untuk menjelaskan

alasan mengapa orang melakukan fraud. Berdasarkan penelitian yang dilakukan,

cressey menemukan bahwa orang yang melakukan fraud ketika mereka memiliki

masalah keuangan yang tidak bisa diselesaikan bersama, yakin bahwa masalah

tersebut bisa diselesaikan secara diam-diam dengan jabatan atau pekerjaan yang

mereka miliki dan mengubah pola pikir dari konsep mereka sebagai orang yang

dipercayai memegang aset menjadi konsep mereka sebagai pengguna dari aset

yang dipercayakan kepada mereka.

Cressey juga menambahkan bahwa banyak dari pelanggar kepercayaan ini

mengetahui bahwa tindakan yang mereka lakukan merupakan tindakan yang

illegal, tetapi mereka berusaha memunculkan pemikiran bahwa apa yang mereka

lakukan adalah merupakan tindakan yang wajar. Dari penjelasan di atas, cressey

mengungkapkan ada 3 faktor yang mendukung seseorang melakukan fraud, yaitu

masalah keuangan yang harus dirahasiakan (pressure), kesempatan untuk

melakukan fraud, dan rasionalisasi dari pelaku.

Fraud triangle dapat diibaratkan sebagai fire triangle, dimana pressure

dapat dianggap sebagai sumber panas yang dapat menyebabkan api. Akan tetapi,

Lister (2007) mengungkapkan bahwa pressure sendiri tidak dapat membuat


14

seseorang melakukan fraud, kecuali adanya faktor lain berupa opportunity atau

peluang untuk melakukan fraud yang diumpakan sebagai bahan bakar dan yang

membuat api tetap menyala dan rasionalisasi dari tindakan pelanggaran yang

dilakukan sebagai oksigennya.

Ada 3 hal yang mendorong terjadinya fraud, yaitu pressure (dorongan),

opportunity (peluang), dan arsionalization (rasionalisasi), yaitu:

a) Pressure

Pressure adalah dorongan yang menyebabkan seseorang melakukan fraud

contohnya hutang dan tagihan yang menumpuk, gaya hidup mewah,

ketergantungan narkoba, dan lain-lain. Pada umumnya yang mendorong

terjadinya fraud adalah kebutuhan atau masalah finansial. Tetapi banyak juga

yang hanya terdorong keserakahan.

b) Opportunity

Opprortunity adalah peluang untuk memungkinkan fraud terjadi, biasanya

disebabkan karena internal kontrol suatu organisasi yang lemah, kurangnya

pengawasan, dan/ atau penyalahgunaan wewenang, diantara 3 elemen fraud

triangle, opportunity merupakan elemen yang paling memungkinkan untuk

diminimalisir melalui penerapan proses, prosedur dan kontrol dan upaya deteksi

dini terhadap fraud.

c) Rationalization

Rasionalisasi menjadi elemen yang sangat penting dalam terjadinya fraud,

dimana pelaku mencari pembenaran atas tindakannya, misalnya:


15

1) Bahwasanya tindakannya untuk bahagiakan keluarga dan orang-orang yang

dicintainya.

2) Masa kerja pelaku cukup kerja dan dia merasa seharusnya berhak

mendapatkan lebih dari yang telah di dapatkan sekarang.

3) Perusahaan telah mendapatkan keuntungan yang sangat besar dan tidak

mengapa jika pelaku mengambil bagian sedikit dari keuntungan tersebut.

4. Pengendalian Internal

Semakin luasnya ruang lingkup kegiatan perusahaan, mengakibatkan

manajemen tidak dapat melakukan pengawasan secara langsung terhadap jalannya

operasi perusahaan, sedangkan tanggung jawab yang utama untuk menjaga

keamanan harta milik perusahaan dan untuk mencegah kesalahan-kesalahan dan

kecurangan-kecurangan, terletak ditangan manajemen oleh karena itu pimpinan

perusahaan melimpahkan segala tugas, wewenang dan tanggung jawab kepada

bawahannya.

Dengan adanya sebagian pelimpahan sebagian tugas, wewenang, dan

tanggung jawab tersebut, pimpinan perusahaan membutuhkan suatu pengendalian

yang dapat memberikan efektifitas dan efisiensi operasi perusahaan, memberikan

laporan keuangan yang dapat diandalkan, dan dapat memberikan ketaatan

terhadap kebijakan dan prosedur yang ditetapkan. Oleh karena itu pimpinan

perusahaan perlu menetapkan suatu pengendalian intern yang memadai.

Menurut Committee of Sponsoring Organizations Report (COSO) yang

dikutip oleh tunggal (2012:70) pengertian pengendalian internal adalah internal

control is process, effected by an entitiy’s board of direcors, management, and


16

other personnel, designed to provide reasonable assurance regarding the

achievement of objectives in the following categories:

a. Reliability of financial reporting

b. Compliance with applicable laws and regulations and

c. Effectiveness and efficiency of operations.

Yang dapat diartikan bahwa pengendalian intern adalah proses yang

dipengaruhi oleh aturan direksi, manajemen, personalia lainnya yang disusun

untuk memberi jaminan yang berhubungan dengan pencapaian tujuan berikut ini:

a. Efektivitas dan efisiensi kegiatan;

b. Dapat dipercayakan laporan keuangan;

c. Kesesuaian dengan undang-undang yang ditetapkan dan aturan.

Pengertian sebelumnya mengandung arti sebagai berikut:

a. Pengendalian intern adalah suatu proses. Artinya menjadi alat mencapai

tujuan yang terdiri dari tindakan dan menyatu dalam infrastruktur lembaga

atau perusahaan;

b. Pengendalian intern dipengaruhi oleh organisasi. Hal ini tak hanya

menyangkut pedoman kebijakan dan formulir, tetapi orang-orang pada

setiap level organisasi, termasuk dewan direksi, manajemen, dan lainnya;

c. Pengendalian intern dapat diharapkan memberikan jaminan yang beralasan

(reasonable), bukan jaminan mutlak (absolute), karena ada batasan-batasan

yang melekat pada system pengendalian intern;

d. Pengendalian menjadikan penggerak pencapaian tujuan dalam laporan

keuangan, kesesuaian dan operasi.


17

Mulyadi dan Puradireja (2010:180) mengemukakan definisi struktur

pengendalian intern adalah suatu proses yang di jalankan oleh dewan komisaris,

manajemen dan personal lain yang didesain untuk memberikan keyakinan

memadai tentang pencapaian tiga golongan berikut ini: (a) keandalan laporan

keuangan. (b) kepatuhan terhadap hokum (c) efektivitas dan efisiensi operasi.

Pengertian di atas menyatakan bahwa pengendalian intern merupakan

proses yang dilakukan oleh dewan komisaris, manajemen dan pimpinan yang

berada di bawah mereka untuk memberikan kepastian yang layak bahwa tujuan

pengendalian tercapai.

5. Komitmen Organisasi

Komitmen anggota organisasi menjadi hal penting bagi sebuah organisasi

dalam menciptakan kelangsungan hidup sebuah organisasi apapun bentuk

organisasinya. Komitmen menunjukkan hasrat karyawan sebuah perusahaan untuk

tetap tinggal dan bekerja serta mengabdikan diri bagi perusahaan (Amilin dan

Dewi, 2008 : 15). Robbins (2008) mengemukakan bahwa komitmen organisasi

adalah suatu keadaan dimana seorang karyawan memihak pada suatu organisasi

tertentu dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan dalam

organisasi itu.

Komitmen organisasi merupakan sikap kerja seseorang yang merupakan

hasil dari identifikasi diri dengan tujuan dan nilai-nilai organisasi yang

mempengaruhi keputusan pekerja untuk tetap mempertahankan keanggotaannya

dalam organisasi (misbah, 2010). Mathis dan Jackson (2001) mendefinisikan

komitmen organisasi adalah derajat yang karyawan percaya dan menerima tujuan-
18

tujuan organisasi dan akan tetap tinggal atau akan meninggalkan organisasi.

Komitmen organisasi merupakan suatu karyawan dimana karyawan memihak dan

peduli kepada organisasi tertentu dan tujuan-tujuannnya, serta berniat memelihara

keanggotaannya dalam organisasi itu. Bentuk keterpihakan dan kepedulian

karyawan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti terlibat dalam

kegiatan organisai, berkurangnya membuang-buang waktu dalam bekerja dan

meninggalkan lingkungan kerja (Baihaqi, 2010)

Sopiah (2008) mendefinisikan komitmen organisasi adalah suatu ikatan

psikologi karyawan pada organisasi yang ditandai dengan adanya kepercayaan

dan penerimaan yang kuat atas tujuan dan niat-niat organisasi, kemauan untuk

mengusahakan tercapainya kepentingan organisasi dan keinginan yang kuat untuk

mempertahankan kedudukan sebagai anggota organisasi. Sedangkan Yanti (2011)

berpendapat bahwa komitmen bahwa komitmen organisasi merupakan tingkat

intensitas seseorang untuk mengidentifikasikan dirinya serta tingkat

keterlibatannya dalam organisasi terhadap niat dan sasaran yang ingin dicapai

organisasi untuk mengusahakan tercapainya kepentingan organisasi dan untuk

mempertahankan kedudukannya sebagai anggota organisasi.

Luthans (2008) mengatakan sebagai sikap, komitmen organisasi paling

sering didefinisikan sebagai berikut:

1. Keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu;

2. Keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi;

3. Keyakinan tertentu, dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi.


19

Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

komitmen organisasi merupakan suatu sikap seseorang dalam bekerja yang dapat

digunakan untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi dimana

sikap yang diambil merupakan suatu asas kepercayaan dan menerima akan tujuan-

tujuan ataupun nilai-nilai yang dimiliki oleh organisasi sehingga muncul

keinginan untuk tercapainya tujuan-tujuan organisasi.

Komitmen karyawan pada organisasi tidak terjadi begitu saja, tetapi melalui

proses yang cukup panjang dan bertahap. Komitmen karyawan pada organisasi

juga ditentukan oleh sejumlah factor. Sopiah (2008) membedakan komitmen

organisasi menjadi 2 (dua) bagian yaitu :

1. Jenis komitmen organisasi menurut Porter dan Stress (1979) sebagai

pendekatan sikap terhadap organsisasi. Komitmen ini memiliki2 (dua)

komponen yaitu : sikap dan kehendak untuk bertingkah laku. Sikap

mencakup :

a) Identifikasi dengan organisasi yaitu penerimaan tujuan, organisasi

dimana penerimaan ini merupakan dasar dari komitmen organisasi.

b) Keterlibatan sesuai peran dan tanggung jawab di organsiasi tersebut.

c) Kehangatan, afeksi dan loyalitas terhadap organisasi merupakan evaluasi

terhadap komitmen, serta adanya ikatan emosional dan keterkaitan antara

organsiasi dan pegawai.

Sedangkan yang termasuk kehendak untuk bertingkah laku adalah :

a) Ketersediaan untuk menampilkan usaha. Hal ini tampak melalui

ketersediaan bekerja melebihi apa yang diharapkan organisasi maju.


20

b) Ketersediaan tetap berada dalam organisasi. Pada pegawai yang memiliki

komitmen yang tinggi, hanya sedikit alas an untuk keluar dari organisasi

dan berkeinginan untuk bergabung dengan organisasi yang telah

dipilihnya dalam waktu lama.

2. Jenis komitmen menurut Allen dan Meyer (1990)

Allen dan Meyer membedakan komitmen organisasi atas tiga komponen

yaitu :

a) Komponen affective

Komponen affective berkaitan dengan emosional, identifikasi, dan

keterlibatan pegawai di dalam organisasi. Komitmen ini muncul karena adanya

keinginan. Komitmen di pandang sebagai suatu sikap, yaitu suatu usaha individu

utnuk mengidentifikasikan dirinya pada organsiasi beserta tujuannya. Karyawan

ingin menjadi bagian dari organisasi karena adanya ikatan emosional. Jadi karena

dia memang menginginkannya (want to).

b) Komponen normative

Komponen normative merupakan perasaan-perasaan pegawai tentang

kewajiban yang harus ia berikan kepada organisasi. Timbul dari nilai-nilai diri

karyawan. Karyawan bertahan menjadi anggota organisasi merupakan hal yang

memang seharusnya dilakukan karena dia meras berkewajiban (ought to).

c) Komponen Continuance

Komponen continuance berarti komponen berdasarkan persepsi pegawai

tentang keinginan yang akan dihadapinya jika ia meninggalkan organisasi.

Muncul karena kebutuhan akan gaji dan keuntungan-keuntungan lain dan


21

memandang bahwa komitmen sebagai suatu perilaku, yaitu terjadi karena adanya

suatu ketergantungan terhadap aktivitas-aktivitas yang telah dilakukan dalam

organisasi pada masa lalu dan hal itu tidak dapat ditinggalkan karena akan

merugikan dan hal itu menjadi kebutuhannya (need to).

Terkait pencegahan kecurangan, komitmen organisasi merupakan salah satu

faktor yang dapat mencegah terjadinya kecurangan, karena semakin tinggi

komitmen organisasi karyawan terhadap tempatnya bekerja maka akan harus

disiapkan sebagai pemicu keberhasilan dalam penerapan anggaran berbasis

kinerja semakin rendah tingkat terjadinya kecurangan.

6. Perilaku Etis Karyawan

Menurut Ricky W. Griffin dan Ronald J. Ebert dalam hesti (2012) perilaku

etis karyawan adalah perilaku yang sesuai dengan norma-norma sosial yang

diterima secara umum sehubungan dengan tindakan-tindakan yang benar dan

baik. Perilaku etis ini dapat menentukan kualitas individu (karyawan) yang

dipengaruhi oleh faktor-faktor yang diperoleh dari luar yang kemudian menjadi

prinsip yang dijalani dalam bentuk perilaku.

a) Budaya Organisasi

Budaya organisasi merupakan sistem makna bersama yang dianut oleh

anggota-anggota yang membedakan dari organisasi lain. Dengan demikian budaya

organisasi adalah nilai yang dirasakan bersama oleh anggota organisasi yang

diwujudkan dalam bentuk sikap perilaku pada organisasi.


22

b) Kondisi Politik

Kondisi politik merupakan rangkaian asas atau prinsip, keadaan, jalan, cara

atau alat yang akan digunakan untuk mencapai tujuan. Pencapaian itu dipengaruhi

oleh perilaku-perilaku individu atau kelompok guna memenuhi hak dan

kewajibannya.

c) Perekonomian Global

Perekonomian global merupakan kajian tentang pergusuran sumber daya

materi individu, masyarakat, dan Negara untuk meningkatkan kesejahteraan hidup

manusia. Perekonomian global merupakan suatu ilmu tentang perilaku dan

tindakan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang bervariasi dan

berkembang dengan sumber daya yang ada melalui pilihan-pilihan kegiatan

produksi, komsumsi, dan atau distribusi.

Perilaku etis karyawan dalam perusahaan dapat tercipta dengan adanya

pengendalian internal dari pihak manajemen perusahaan. Pengendalian internal

memegang peranan penting dalam organisasi untuk meminimalisir terjadinya

fraud dan pengendalian internal yang efektif akan menutup peluang terjadinya

perilaku tidak etis (Fawzi, 2011).

Menurut Arens (2008 : 108) prinsip-prinsip etis dibagi menjadi 6 prinsip,

yaitu:

1) Tanggung Jawab

Dalam mengembang tanggung jawabnya sebagai professional, para anggota

harus melaksanakan pertimbangan profeisonal dan moral yang sensitif dalam

semua aktivitas mereka.


23

2) Kepentingan Publik

Para anggota (karyawan) harus menerima kewajiban untuk bertindak

sedemikian rupa agar dapat melayani kepentingan publik, serta menunjukkan

komitmennya dan profesionalnya.

3) Integritas

Untuk mempertahankan dan memperluas kepercayaan public, para anggota

harus melaksanakan seluruh tanggung jawab profesionalnya dengan tingkat

integritas yang tinggi.

4) Objektivitas dan Indenpendensi

Anggota harus mempertahankan objektivitas dan bebas dari konflik

kepentingan dalam melaksanakan tanggung jawab profesionalnya.

5) Keseksamaan

Anggota harus mempertahankan standar teknis dan etika profesi, terus

bekerja keras meningkatkan komptensi dan mutu jasa yang diberikannya, serta

melaksanakan tanggung jawab professional dan sesuai dengan kemampuan

terbaiknya.

6) Ruang Lingkup dan Sifat Jasa

Anggota yang berpraktik bagi public harus memperhatikan prinsip-prinsip

kode perilaku professional dalam menentukan ruang lingkup dan sifat jasa yang

akan disediakan.

AICPA dalam Arens (2008:442) menyebutkan unsur-unsur kode perilaku

yang menjadi indicator dalam penelitian ini, yaitu:


24

1) Kode Perilaku Organisasi

Organisasi/perusahaan dan karyawan harus senantiasa mematuhi semua

hokum dan peraturan yang berlaku, dengan semua perilaku bisnis jauh melebihi

standar minimum yang disyaratkan oleh Undang-Undang. Hal ini dilakukan agar

perusahaan tidak menyimpang atau melakukan kecurangan karena segala aktivitas

perusahaan harus dihindari dengan aturan hokum dan undang-undang yang

berlaku.

2) Perilaku Umum Pegawai

Organisasi mengharapkan para karyawannya berperilaku lugas dan

melarang aktivitas yang tidak professional, seperti minum-minum, berjudi,

berkelahi dan menyumpah, jika sedang bekerja. Karyawan yang berperilaku tidak

professional dapat mengganggu aktivitas bisnis perusahaan.

3) Aktivitas, Pekerjaan, dan Jabatan Direktur di Luar

Semua karyawan berbagi tanggung jawab menjaga hubungan dengan

masyarakat yang baik. Karyawan harus menghindari aktivitas di luar perushaan

yang akan terlalu menyita waktu mereka. Hal ini dilakukan agar karyawan

terhindar dari perilaku curang yaitu konflik kepentingan.

4) Hubungan dengan Klien dan Pemasok

Karyawan harus menghindari investasi dalam atau membeli kepentingan

keuangan dalam setiap organisasi bisnis yang memiliki hubungan kontraktual

dengan perusahaan.
25

5) Berurusan dengan Orang dan Organisasi Luar

Karyawan harus berhati-hati dalam memisahkan peran pribadi mereka

dengan jabatannya pada organisasi ketika berkomunikasi mengenai masalah-

masalah yang tidak melibatkan bisnis organisasi.

6) Komunikasi yang sigap

Semua karyawan harus melakukan segala upaya untuk mencapai

komunikasi yang lengkap, akurat dan tepat waktu yang menyangkut semua

masalah yang berhubungan dengan pelanggan, pemasok, otoritas pemerintah,

masyarakat dan pihak lain dalam organisasi.

7) Privasi dan Kerahasiaan

Karyawan harus mengumpulkan, menggunakan, dan menyimpan informasi

yang hanya diperlukan bagi bisnis organisasi ketika menangani keuangan dan

informasi pribadi tentang pelanggan serta pihak lain yang berhubungan dengan

organisasi, sementara akses internet internal ke informasi harus dibatasi pada

mereka yang memiliki alasan yang sah untuk mencari informasi itu.

7. Pencegahan Fraud

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi dari pencegahan adalah

suatu proses atau upaya untuk menolak atau menahan sesuatu agar tidak terjadi,

yang biasanya sesuatu tidak terjadi, yang biasanya sesuatu tersebut adalah hal

yang tidak baik, maka harus di cegah.

Pencegahan fraud adalah suatu upaya atau usaha untuk menolak atau

menahan segala bentuk fraud atau perbuatan curang yang dilakukan pegawai yang

berdampak merugikan bagi organisasi/perusahaan. Pencegahan dilakukan agar


26

kecurangan dalam perusahaan tidak terjadi, sehingga cita-cita perusahaan akan

tercapai dan membuat reputasi perusahaan menjadi lebih baik. (tuanakotta, 2010).

Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) dalam Tuanakotta

(2010) menggambarkan occupational fraud dalam bentuk fraud tree. Occupational

Fraud mempunyai 3 cabang utama yaitu:

1) Korupsi

Korupsi adalah bagian dari fraud yang dilakukan karyawan perusahaan

karena melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan standar operasional

organisasi dengan tujuan mendatangkan keuntungan bagi kepentingan pribadi.

Menurut Sumarwani (2011), korupsi adalah kerusakan atau kebobrokan yang

atinya menunjukkan keadaan atau perbuatan yang buruk dan disangkutkan pada

ketidakjujuran seseorang terhadap keuangan. Korupsi dalan konteks pembahasan

ini adalah konflik kepentingan, suap, pemberian illegal dan pemerasan.

2) Konflik kepentingan

Konflik kepentingan terjadi ketik karyawan, manajer, dan eksekutif suatu

organisasi atau perusahaan memiliki kepentingan pribadi terhadap transaksi yang

bertujuan untuk menambah keuntungan pribadi dan berdampak merugikan

terhadap perusahaan.

3) Suap

Suap merupakan penawaran, pemberian, penerimaan/permohonan sesuatu

dengan tujuan untuk mempengaruhi pembuat keputusan dalam membuat

keputusan bisnis yang berdampak pada keuntungan pribadi.


27

4) Pemberian Ilegal

Pemberian illegal hampir sama dengan suap, tetapi pemberian illegal ini

bukan untuk mempengaruhi keputusan bisnis, namun hanya sebuah permainan.

Orang yang memiliki pengaruh akan diberikan hadiah yang mahal atas pengaruh

yang diberikan dalam kesepakatan bisnis. Hadiah diberikan setelah kesepakatan

selesai.

5) Pemerasan

Pemerasan dalam hal ini adalah pemerasan secara ekonomi, yang pada

dasarnya merupakan lawan dari suap contohnya, penjual menawarkan untuk

membei suap atau hadiah pada pembeli yang memesan produk dari perusahaan.

6) Penyalahgunaan Aset

Maksud dari penyalahgunaan aset adalah pengambilan aset perusahaan

secara illegal atau tidak sah dan melawan hukum. Fraud dalm penyalahgunaan

aset dapat berupa :

a. Lapping, merupakan perbuatan yang dilakukan oleh karyawan perusahaan

dengan menggunakan uang yang didapat dari hasil tagihan piutang. Uang

tersebut tidak disetorkan pada perusahaan terlebih dahulu namun digunakan

untuk kepentingan pribadi karyawan. Pada saat pembayaran piutang yang

berikutnya, uang akan disetorkan pada perusahaan dengan seakan-akan

merupakan hasil pembayaran piutang sebelumnya.

b. Kitting, atau penggelapan dana, dimana adanya bentuk penggelembungan

dana, atau adanya mengambang. Dana mengambang adalah dana yang

ditarik di suatu bank, kemudian disetorkan ke bank lain, ditarik lagi


28

disetorkan lagi, begitu seterusnya. Bergerak terus menerus sehingga tidak

berhenti pada satu bank saja. Dana yang dimaksud dalam kecurangan ini

adalah dana perusahaan.

c. Skimming, atau penjarahan, dimana uang dijarah sebelum dicatat dalam

pembukuan perusahaan. Dengan kata lain dana diambil sebelum adanya

pembukuan.

7) Kecurangan dalam laporan keuangan

Fraud laporan keuangan adalah bentuk kecuarangan yang dilakukann oleh

manajemen dalam bentuk salah saji material laporan keuangan yang merugikan

investor dan kreditor. Pembuatan laporan keuangan dilakukan oleh manajemen

perusahaan. Hal ini dapat menyebabkan adanya dorongan untuk menyajikan

laporan keuangan yang sengaja dibuat indah untuk mendapatkan sinyal positif

dari investor dan kreditor sehingga tertarik menanamkan modal. Padahal laporan

keuangan tersebut mengandung unsur fraud dalam penyusunan prediksi tingkat

keuntungan yang diharapkan investor dan kreditor tidak sesuai sehingga dapat

merugikan. Menurut gunardi (2013) kecurangan jenis ini dapat dikategorikan

dalam :

a) Timing difference, mencatat waktu transaksi berbeda atau lebih awal dari

waktu transaksi yang sebenarnya;

b) Fictitious revenues, menciptakan pendapatan yang sebenarnya terjadi;

c) Cancealed liabilities and expense, yaitu menyembunyikan kewajiban-

kewajiban perusahaan agar laporan keuangan perusahaan terlihat bagus;


29

d) Improper disclosure, yaitu perusahaan tidak melakukan pengungkapan atas

laporan keuangan secara cukup dengan maksud untuk menyembunyikan

kecurangan-kecurangan yang terjadi;

e) Improper asset valuation, penilaian yang tidak wajar atau tidak sesuai

dengan prinsip akuntansi yang berterima umum atas asset perusahaan

dengan tujuan meningkatkan pendapatan dan menurunkan biaya.

8. Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian terdahulu terkait dengan penelitian ini adalah sebagai

berikut:

Table 1. Matriks Penelitian Terdahulu

Variabel
No Nama Peneliti Alat Analisis Hasil Penelitian
Penelitian
1 Purwitasari Pengaruh Regresi linier Pengendalian
(2013) pengendalian berganda internal dan
internal dan komitmen organisasi
komitmen berpengaruh
organisasi signifikan terhadap
terhadap pencegahan fraud
pencegahan fraud
2 Adelin dan Variabel Dependen Regresi linear Hasil dari penelitian
Fauzihardani : perilaku tidak etis berganda ini menunjukkan
(2013) Variabel bahwa efektifitas
Independen : penegndalian
efektifitas internal berpengaruh
pengendalian signifikan negative
internal, ketaatan terhadap
pada aturan kecenderungan
akuntansi dan kecurangan
kecenderungan akuntansi. Ketaatan
fraud. aturan akuntansi
berpengaruh
terhadap
kecenderungan
kecurangan
akuntansi
Perilaku tidak etis
30

berpengaruh
signifikan positif
terhadap
kecenderungan
kecurangan
akuntansi.
3 Pramudita Variabel dependen Structural Hasil penelitian
(2013) fraud equation menunjukkan bahwa
Variabel modeling gaya kepemimpinan,
independen : gaya (SEM) budaya etis
kepemimpinan, organisasi,
kefektifan system komitmen
pengendalian organisasi,
internal, kesesuaian
komitemen kompensasi
organisasi, berpengaruh
kesesuaian negative terhadap
kompensasi, fraud di sector
budaya etis pemerintahan.
organisasi Keefektifan system
pengendalian
internal berpengaruh
positif terhadap
frausd disektor
pemerintah.
4 Pradnyani Variabel Partial Least Hasil penelitian
(2014) dependen : Square menunjukkan bahwa
akuntabilitas keefektifan
organisasi pengendalian
Variabel internal, ketaatan
independen: aturan akuntansi dan
keefektifan asimetri informasi
pengendalian berpengaruh
internal, ketaatan terhadap
aturan akuntansi akuntabilitas
dan asimetri organisasi melalui
informasi. kecenderungan
Variabel kecurangan akuntasi.
intervening:
Kecenderungan
kecurangan
akuntansi
5 Nugroho (2015) Variabel dependen; Regresi linier Hasil penelitian
pencegahan fraud berganda whistleblowing dan
perilaku etis
Variabel berpengaruh positif
31

independen: dan signifikan


whistleblowing terhadap pencegahan
system fraud.
Variabel
intervening:
perilaku etis
6 Rini Sulistiyanti Variabel dependen: Regresi linier Ketiga variabel
(2016) pencegahan fraud berganda dependen: terdapat
Variabel pengaruh signifikan
independen: terhadap pencegahan
pengendalian fraud
internal, komitmen
organisasi, perilaku
etis karyawan

Anda mungkin juga menyukai