Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

MATA KULIAH : PUG DAN GENDER

TOPIK : KONSEP GENDER DAN JENIS KELAMIN SERTA

IMPLIKASI KETIDAKSETARAAN GENDER

DOSEN PENGAMPUH : MARIANA NGUNDJU AWANG, S.Si. T.M.Kes

NAMA : PAULINA BOKOL

NIM : PO530324091536

TINGKAT : 3C

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES KUPANG

JURUSAN KEBIDANAN

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan
rahmatnya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah. PUG Dan Gender Tentang " Konsep
Gender Dan Jenis Kelamin Serta Implikasi Ketidaksetaraan Gender”.

Dalam penyusunan makalah ini, kami telah berusaha semaksimal mungkin sesuai
dengan kemampuan kami. Namun sebagai manusia biasa kami tidak luput dari kesalahan
dan kekhilafan baik dari segi penulisan maupun tata bahasa.
Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.
.

Kupang, 01 September 2021

` ` Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………………………………………….. i

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………………………………………… ii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………………………………………….. 1

A. Latar Belakang…………………………………………………………………………………………………………. 1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………………………………………………. 3
C. Tujuan……………………………………………………………………………………………………………………… 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………………………………………………………… 4
A. Konsep Gender Dan Jenis Kelamin Serta Implikasi
Ketidaksetaraan Gender............................................................................................... 4
1. Implikasi Ketidaksetaraan Gender……………………………………………………………………. 6
2. Faktor-faktor Penyebab Kesenjangan Gender…………………………………………………. 11
BAB III PENUTUP…………………………………………………………………………………………………………. 15

A. Penutup…………………………………………………………………………………………………………….. 15
B. Saran…………………………………………………………………………………………………………………. 15
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………………………………………. 16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki
dan perempuan dibedakan sesuai dengan perannya masing-masing yang
dikonstruksikan oleh kultur setempat yang berkaitan dengan peran, sifat, kedudukan,
dan posisi dalam masyarakat tersebut. Seks atau jenis kelamin merupakan perbedaan
antara laki-laki dengan perempuan berdasarkan ciri biologisnya. Manusia yang berjenis
kelamin laki-laki adalah manusia yang bercirikan memiliki penis, memiliki jakala (kala
menjing), dan memproduksi sperma. Perempuan memiliki alat reproduksi seperti
rahim dan saluran untuk melahirkan, memproduksi telur, memiliki vagina, dan
memiliki alat menyusui Pembedaan laki-laki dengan perempuan berdasarkan sex atau
jenis kelamin merupakan suatu kodrat atau ketentuan dari Tuhan. Ciri-ciri biologis
yang melekat pada masing-masing jenis kelamin tidak dapat dipertukarkan. Alat-alat
yang dimiliki laki-laki maupun perempuan tidak akan pernah berubah atau bersifat
permanen. Dalam konsep gender, pembedaan antara laki-laki dengan perempuan
berdasarkan konstruksi secara sosial maupun budaya. Perilaku yang menjadi identitas
laki-laki maupun perempuan dibentuk melalui proses sosial dan budaya yang telah
diperkenalkan sejak lahir. Ketika terlahir bayi laki-laki maka orang tua akan mengecat
kamar bayi dengan warna biru, dihiasi dengan gambar mobil-mobilan dan pesawat,
serta memberikannya mainan seperti bola, robot-robotan, dan tamia. Apabila terlahir
bayi perempuan maka orang tua akan mengecat kamar bayinya dengan warna merah
jambu, menghiasinya dengan gambar hello kitty, dan menyiapkan boneka-boneka lucu
untuk putrinya. Watak sosial budaya selalu mengalami perubahan dalam sejarah,
gender juga berubah dari waktu ke waktu, dari satu tempat ke tempat lain. Sementara
jenis kelamin sebagai kodrat Tuhan tidak mengalami perubahan dengan konsekuensi-
1
konsekuensi logisnya. Masyarakat menentukan dan membentuk sifat-sifat individu,
yang mencakup penampilan, pakaian, sikap, dan kepribadian. Jika ia seorang lakilaki
maka ia harus terlihat maskulin dan apabila ia perempuan maka ia harus feminim.
Maskulinitas seorang laki-laki ditunjukkan dengan karakter yang gagah berani, kuat,
tangguh, pantang menyerah, egois, dan berpikir rasional. Apabila sifat-sifat tersebut
banyak ditinggalkan atau bahkan tidak dimiliki oleh seorang laki-laki, maka ia akan
dianggap sebagai laki-laki yang kebancibancian. Feminimitas seorang perempuan
ditunjukkan dengan karakter yang lembut, rendah hati, anggun, suka mengalah,
keibuan, lemah, dan dapat memahami kondisi orang lain. Apabila sifat-sifat positif ini
banyak ditinggalkan oleh seorang wanita, atau bahkan tidak dimilikinya, maka wanita
yang bersangkutan dikatakan sebagai wanita yang tidak menarik. Sesungguhnya
perbedaan gender tidak akan menjadi masalah selama tidak melahirkan ketidakadilan
gender, namun yang menjadi persoalan ternyata perbedaan gender telah melahirkan
berbagai ketidakadilan, baik bagi kaum laki-laki dan terutama terhadap kaum
perempuan. Ketidaksetaraan gender juga disebabkan oleh adanya sikap bias gender
yang didasarkan pengetahuan-pengetahuan masyarakat yang memiliki kecenderungan
bersifat tidak adil gender. Kultur sosial budaya yang ada menempatkan perempuan
pada kelas kedua, perempuan lebih banyak didominasi oleh kaum laki-laki. Budaya
hegemoni patriarkhi menempatkan laki-laki sebagai pemimpin dalam keluarga,
organisasi, maupun politik, sehingga partisipasi perempuan dalam pengambilan
keputusan masih relatif rendah. Kurangnya kesempatan yang dimiliki perempuan
untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan atau bahkan menjadi pemimpin dari
suatu organisasi, membuat perempuan lebih memilih bersikap pasif. Manifestasi
ketidakadilan gender masih terjadi dalam setiap pengambilan keputusan,
kepengurusan, maupun kepemimpinan dalam Organisasi Himpunan Mahasiswa Mesin.
Pengaruh budaya patriarkhi yang menempatkan perempuan sebagai pengurus dan
penanggung jawab dalam pekerjaan domestik, membuat perempuan dalam organisasi
cenderung ditunjuk sebagai sie konsumsi, bendahara, sekretaris, dan posisi lain yang
mengacu pada sektor domestik. Kebijakan-kebijakan ini tentu dapat melanggengkan

2
ketidaksetaraan gender dalam masyarakat yang menganut hegemoni patriarkhi. Dapur
dan garasi memiliki konotasi gender yang kuat.

B. RUMUSAN MASALAH
Konsep Gender Dan Jenis Kelamin Serta Implikasi Ketidaksetaraan Gender

1. Implikasi Ketidaksetaraan Gender.


2. Faktor-faktor Penyebab Kesenjangan Gender.
C. TUJUAN
1. Untuk Mengetahui Implikasi Ketidaksetaraan Gender?
2. Untuk Mengetahui Faktor-faktor Penyebab Kesenjangan Gender?

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Gender Dan Jenis Kelamin Serta Implikasi Ketidaksetaraan Gender


 Konsep Gender
kata gender dalam istilah Indonesia sebenarnya di ambil bahasa inggris yaitu
“gender” yang mana artinya tidak dapat dibedakan secara jelas mengenai seks dan
gender. Banyak masyarakat yang mengidentikan gender dengan seks. Untuk
memahami konsep gender, harus dapat dibedakan terlebih dahulu mengenai arti
kata seks dan gender itu sendiri. Pengertian dari kata seks sendiri adalah suatu
pembagian jenis kelamin ke dalam dua jenis yaitu laki-laki dan perempuan, di mana
setiap jenis kelamin tersebut memiliki ciri-ciri fisik yang melekat pada setiap individu,
di mana masing-masing ciri tersebut tidak dapat digantikan atau dipertukarkan satu
sama lain. Ketentuan- ketentuan tersebut sudah merupakan kodrat atau ketentuan
dari Tuhan.

Istilah gender pertama kali diperkenalkan oleh Robert Stoller, dan orang yang sangat
berjasa dalam mengembangkan istilah dan pengertian gender adalah Ann Oakley.
Menurutnya, gender merupakan behavioral differences (perbedaan perilaku) antara
perilaku laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial , yaitu perbedaan
yang bukan dari ketentuan Tuhan (bukan kodrat) melalui proses sosial dan kultural
yang panjang. Pendefinisian gender lebih bersifat pada sosial budaya yaitu melalui
proses kultural dan sosial, bukan pendefinisian yang berasal dari cirri-ciri fisik biologis
seorang individu. Dengan demikian, gender senantiasa dapat berubah dari waktu ke
waktu, dari tempat ke tempat, bahkan dari kelas- ke kelas, sedangkan seks atau jenis
kelamin senantiasa tidak berubah. Gender yang berlaku dalam kehidupan masyarakat
dapat ditentukan oleh pandangan masyarakat tentang hubungan antara lakilaki dan
kelaki-lakian serta hubungan antara perempuan dan keperempuanannya. Pada
umumnya jenis kelamin laki-laki selalu dikaitkan dengan gender maskulin, sedangkan
jenis kelamin perempuan selalu berkaitan dengan gender feminin. Akan tetapi

4
hubungan-hubungan tersebut bukanlah suatu hubungan kolerasi yang bersifat
absolut. Hal ini dikemukakan oleh Rogers (1980). Gender tidak bersifat universal,
namun bervariasi dari suatu 16 masyarakat kemasyarakat yang lainnya, serta dari
suatu waktu ke waktu. Gender tidak identik dengan jenis kelamin serta gender
merupakan dasar dari pembagian kerja di seluruh masyarakat. Dari beberapa istilah
yang telah dikemukakan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa gender adalah
suatu konstruksi atau bentuk sosial yang sebenarnya bukan bawaan dari lahir
sehingga dapat dibentuk atau diubah sesuai dengan tempat, waktu atau zaman, suku,
ras, budaya, status sosial, pemahaman agama, negara, ideologi, politik, hukum, serta
ekonomi. Oleh karena itu, gender bukanlah kodrat dari Tuhan, melainkan buatan dari
manusia yang dapat diubah maupun dipertukarkan serta memiliki sifat relatif. Hal ini
terdapat pada lakilaki dan perempuan. Sedangkan jenis kelamin atau seks merupakan
kodrat dari Tuhan yang berlaku di mana saja dan kapan saja yang tidak dapat
berubah dan dipertukarkan antara jenis kelamin laki-laki dan wanita.

 Perbedaan Gender dan Jenis Kelamin


Istilah gender sudah digunakan secara luas masyarakat di berbagai forum, baik yang
bersifat akademis maupun non-akademis ataupun dalam diskursus pembuatan
kebijakan (law making process). Meskipun demikian, tidak selamanya istilah tersebut
dipergunakan dengan tepat, bahkan terkadang mencerminkan ketidakjelasan
pengertian konsep gender itu sendiri. Kekeliruan ini memiliki implikasi yang tidak
kecil, khususnya apabila terjadi dalam proses pembuatan kebijakan. Kekeliruan ini
bukan tidak mungkin menyebabkan kebijakan yang dihasilkan tidak tepat sasaran dan
tidak  mencapai tujuan yang diharapkan.  Oleh karena itu kejelasan konsep gender
penting sebagai langkah awal memahami pengarusutamaan gender.

Konsep gender tidak merujuk kepada jenis kelamin tertentu (laki-laki atau
perempuan). Berbeda dengan jenis kelamin, gender merupakan konsep yang
dipergunakan untuk menggambarkan peran dan relasi sosial laki-laki dan perempuan.
Gender merumuskan peran apa yang seharusnya melekat pada laki-laki dan

5
perempuan dalam masyarakat. Konsep inilah yang kemudian membentuk identitas
gender atas laki-laki dan perempuan yang diperkenalkan, dipertahankan, dan
disosialisasikan melalui perangkat-perangkat sosial dan norma hukum yang tertulis
maupun tidak tertulis dalam masyarakat.  

Berbeda dengan jenis kelamin  (seks) yang ditentukan oleh aspek-aspek fisiologis,
gender merupakan pengertian yang dibentuk dan dipengaruhi oleh kebudayaan, adat
istiadat, dan perilaku sosial masyarakat. Oleh karena itu, pengertian gender tidak
bersifat universal, melainkan tergantung pada konteks sosial yang melingkupinya.
Sebagai contoh, masyarakat berbasis patrilineal seperti di Jawa sangat mungkin
merumuskan gender secara berbeda dengan masyarakat yang sistem sosialnya
berbasis matrilineal.

Dengan kata lain konsep gender mengacu pada peran dan tanggung jawab sebagai
perempuan dan sebagai laki-laki yang diciptakan dan diinternalisasi dalam keluarga,
dalam masyarakat,dalam budaya masyarakat, dimana kita hidup termasuk harapan-
harapan, sikap, sifat, perilaku  bagaimana menjadi seorang laki-laki dan bagaimana 
menjadi seorang perempuan ( culturally learned and assigned behaviour )

Sedangkan pengertian jenis kelamin (seks) adalah mengacu kepada ciri-ciri  biologis,
misalnya ciri-ciri yang berkaitan dengan fungsi reproduksi; tidak bisa dipertukarkan,
karena sifatnya yang kodrati didapat bersamaan dengan kelahiran.

1. Implikasi Ketidaksetaraan Gender


 Ketidaksetaraan Gender dalam Masyarakat
Adanya perbedaan gender sesungguhnya tidaklah menjadi masalah sepanjang
tidak melahirkan ketidakadilan gender (gender inequalities). Namun yang menjadi
persoalan, ternyata perbedaan gender tersebut telah melahirkan beberapa
ketidakadilan, baik bagi kaum laki-laki dan terutama bagi perempuan. Ketidakadilan
gender merupakan sistem dan struktur di mana baik kaum laki-laki dan perempuan
menjadi korban dari sistem tersebut. Ketidakadilan gender termanifestasikan dalam
berbagai bentuk antara lain: marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi,
6
subordinasi atau anggapan tidak penting dalam keputusan politik, pembentukan
stereotipe, atau melalui pelabelan negatif, kekerasan (violence), beban kerja lebih
panjang dan lebih banyak (burden), serta sosialisasi ideologi nilai peran gender

 Kesetaraan Gender dalam Pendidikan


Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasaana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri,
keperibadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat bangsa dan negara. Hal ini merupakan penegasan betapa pentingnya
pendidikan untuk mengubah pola tradisional menjadi pola moderen yang lebih
mampu mensejahterakan masyarakat luas. Kondisi tersebut sekaligus
mengisyaratkan perlu adanya peningkatan kualitas pembelajaran pada setiap jenis
dan jenjang pendidikan. Usaha meningkatkan mutu pendidikan pada setiap jenis dan
jenjang pendidikan dapat terlaksana dan mencapai hasil yang optimal bila proses
pembelajaran berlangsung dalam suasana kelas yang kondusif serta dibina dan
dibimbing oleh guru yang profesional. Melalui pendidikan diharapkan dapat tercipta
manusia berkualitas yang mampu membangun dan meningkatkan kesejahteraan.
masyarakat pada umumnya. Hal ini guru dapat membantu siswa yaitu melalui kegiatan

belajar yang efektif, karena proses pembelajaran yang efektif dapat membawa hasil
belajar yang efektif pula dimana guru sebagai pengelolah proses pembelajaran
dikelas.Bahwa guru adalah semua orang yang berwewenang dan bertangung jawab
terhadap pendidikan siswa-siswanya baik secara individual maupun klasikal, baik di
sekolah maupun di luar sekolah. Ini berarti seorang guru perlu memiliki dasar-dasar
kompetensi sebagai wewenang dan kemampuan dalam menjalankan tugas. Keadilan
dan kesetaraan adalah gagasan dasar, tujuan dan misi utama peradaban manusia
untuk mencapai kesejahteraan, membangun keharmonisan kehidupan
bermasyarakat dan bernegara, dan membangun keluarga berkualitas. Jumlah
penduduk perempuan hampir setengah dari seluruh penduduk Indonesia dan
merupakan potensi yang sangat besar dalam mencapai kemajuan dan kehidupan

7
yang lebih berkualitas. Kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk
memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia agar mampu berperan
dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, hukum, sosial budaya, pendidikan
pertahanan dan keamanan nasional, serta kesamaan dalam menikmati hasil
pembangunan.

Terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender ditandai dengan tidak adanya


diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, sehingga mereka akses, kesempatan
berpartisipasi dan kontrol atas pembangunan dan memperoleh manfaat yang setara
dan adil dari pembangunan. Secara historis telah terjadi dominasi laki-laki dalam
segala lapisan masyarakat di sepanjang zaman, dimana perempuan dianggap lebih
rendah daripada laki-laki. Dari sinilah doktrin ketidasetaraan antara laki-laki dan
perempuan. Ketidaksetaraan tersebut antara lain sebagai berikut:

a) Marginalisasi terhadap Perempuan Marginalisasi berarti menempatkan atau


mengeser perempuan kepinggiran. Perempuan dicitrakan lemah, kurang atau
tidak rasional, kurang atau tidak berani sehingga tidak pantas atau tidak dapat
memimpin. Akibatnya perempuan selalu dinomorduakan apabila ada
kesempatan untuk memimpin Seperti:
 Dalam proses pembangunan perempuan diikutsertakan tetapi tidak
pernah diajak turut dalam mengambil keputusan dan pendapatnya jarang
didengarkan.
 Dalam keluarga perempuan tidak diakui sebagai kepala rumah tangga,
perempuan tidak boleh memimpin dan memerintah suami sekalipun
suami tidak dapat memimpin.
 Dalam diri perempuan sendiri terdapat perasaan tidak mampu, lemah,
menyingkirkan diri sendiri karena tidak percaya diri.
b) Steorotip Masyarakat terhadap Perempuan.
Pandangan stereotip masyarakat yakni pembakuan diskriminasi antara
perempuan dan laki-laki. Perempuan dan lakilaki sudah mempunyai sifat

8
masing-masing yang sepantasnya, sehingga tidak dapat dikukur dari qodrat
yang telah ada. Sebagai contoh:

 Urusan rumah tangga diserahkan kepada istri dan anak perempuan,


pendidikan anak menjadi tanggungjawab ibu, dan mengurus suami
diserahkan sepenuhnya kepada istri tanpa adanya upah.
 Kebanyakan perempuan memilih pekerjaan yang sudah dibagikan sesuai
tanpa mempedulikan kemampuan atau potensi sebenarnya yang dimiliki.
 Jika seorang laki-laki memperkosa seorang perempuan, maka perempuan
yang bertanggung jawab karena tugas perempuan tinggal dirumah
c) Subordinasi terhadap Perempuan
Pandangan ini memposisikan perempuan dan karya-karyanya lebih rendah
dari laki-laki sehingga menyebabkan mereka merasa sudah selayaknya sebagai
pembantu nomor dua sosok bayangan dan tidak berani memperlihatkan
kemampuannya sebagai pribadi. Lakilaki menganggap bahwa perempuan
tidak mampu berpikir.

d) Beban Ganda terhadap Perempuan


Pekerjaan yang diberikan kepada perempuan lebih lama mengerjakannya bila
diberikan kepada laki-laki karena perempuan bekerja di sektor publik masih memiliki
tanggung jawab pekerjaan rumah tangga yang tidak dapat di serahkan kepada
pembantu rumah tangga sekalipun pembantu rumah tangga sama-sama perempuan.

e) Kekerasaan terhadap Perempuan


kekerasan terhadap perempuan dapat berupa kekerasan psikis seperti:
pelecehan, permintaan hubungan seks ditempat umum, senda gurau yang
melecehkan perempuan. Dan kekerasaan fisik seperti: pembunuhan,
perkosaan, penganiayaan terhadap perempuan dan lain sebagainya.
Sementara itu dalam pendidikan dasar persamaam pendidikan
menghantarkan setiap individu atau rakyat mendapatkan pendidikan sehingga
bisa disebut pendidikan kerakyatan. Ciri pendidikan kerakyataan adalah

9
perlakuan dan kesempatan yang sama dalam pendidikan pada setiap jenis
kelamin dan tingkat ekonomi, sosial, politik, agama dan lokasi geografi publik.
Dalam kerangka ini pendidikan diperuntukkan untuk semua minimal sampai
pada pendidikan dasar. Sebab manusia memiliki hak yang sama dalam
mendapatkan pendidikan yang layak. Apabila ada sebagaian anggota
masyarakat yang tersingkir dari kebijakan pendidikan berarti kebijakan
tersebut telah meninggalkan sisi kemanusiaan yang setiap saat harus
diperjuangkan.Nilai kemanusian terwujud dengan adanya pemerataan yang
tidak mengalami bias gender. Masalah pendidikan antara anak perempuan
dan anak laki-laki hendaknya harus seimbang, anak perempuan sebagaimana
anak laki-laki harus punya hak/kesempatan yang sama untuk sekolah lebih
tinggi. Pendidikan memang harus menyentuh kebutuhandan relevan dengan
tuntutan zaman yaitu kualitas memiliki keimanan dan hidup dalam ketaqwaan
yang kokoh, mengenali, menghayati dan menerapkan akar budaya bangsa,
berwawasan luas dan komprehensif, menguasai ilmu pengetahuan dan keterampilan
mutakhir, mampu mengantisipasi arah perkembangan, berpikir secara analitik,
terbuka pada hal-hal yang baru, mandiri, selektif, mempunyai kepedulian sosial yang
tinggi dan berusaha meningkatkan prestasi. Perempuan dalam pendidikan juga

diarahkan agar mendapatkan kualitas tersebut sesuai dengan taraf


kemampuan dan minatnya. Kesetaraan dan keadilan gender dapat juga
disebut dengan istilah kemitrasejajaran yang harmonis antara pria dan wanita
dalam penddikan, artinya pria dan wanita mempunyai hak dan kewajiban,
kedudukan, peranan dan kesempatan yang sama dalam berbagai bidang
kehidupan terlebih dahulu dalam pendidikan dan pembangunan. Semua itu
dilandasi atas dasar saling menghormati, saling menghargai, saling
membantu, saling mengisi dan sebagainya dalam kehidupan berkeluarga,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

2. Faktor-Faktor Penyebab Kesenjangan Gender


a. Pelabelan sifat-sifat tertentu (stereotipe)

10
Perempuan cenderung mendapat stereotipe yang merendahkan seperti:
perempuan adalah mahkluk yang lemah, emosional, cengeng, tidak tahan
banting.

b. Pemiskinan ekonomi terhadap perempuan.


Pemiskinan ekonomi banyak dialami oleh perempuan desa yang berprofesi
sebagai petani, hal ini berawal dari asumsi bahwa petani identik dengan profesi
laki-laki. Di luar pekerjaan petani, pekerjaan perempuan dianggap lebih rendah,
sehingga berimbas pada perbedaan gaji yang diterima perempuan dan laki-laki

c. Subordinasi pada salah satu jenis kelamin yaitu perlakuan menomorduakan


perempuan. Pemimpin masyarakat hanya pantas dipegang oleh lelaki,
perempuan hanya dapat menjadi pemimpin hanya sebatas pada kaumnya
(sesama perempuan).
d. Tindak kekerasan (violence) terhadap perempuan.
Perempuan dianggap sebagai kaum yang lemah secara fisik sehingga seringkali
mengalami kekerasan dalam bentuk: pemukulan, pemerkosaan dan pelecehan
seksual.

e. Budaya patriarkhi yang berkembang di masyarakat.


Budaya patriarkhi menganggap kaum laki-laki secara kodrati memiliki
superioritas atas kaum perempuan dalam kehidupan pribadi,
keluarga,masyarakat dan bernegara.

Implikasi pembagian kerja gender:

Pembagian kerja gender tercermin pada perbedaan pekerjaan yang dilakukan oleh
lakilaki dan perempuan akibat penerimaan masyarakat terhadap perbedaan peran,
kegiatan, dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang lazim berlaku dalam
masyarakat tersebut. Perbedaan pekerjaan laki-laki dan perempuan tersebut
mengacu pada peran gender laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. 

 Pengertian Kesetaraan Gender

11
Masalah kaum perempuan adalah pemahaman terhadap konsep seks (jenis
kelamin) dan konsep gender. Perbedaan terhadap kedua konsep tersebut perlu
dilakukan agar tidak ada keracunan dalam pemahaman tentang gender dan
ketidakadilan gender. Ketidakjelasan makna seks dan gender mengakibatkan
timbulnya kekeliruan dalam pembagian peran antara laki-laki dan perempuan
dalam masyarakat. Seks (jenis kelamin) menpunyai arti pensifataan atau
pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang
melekat pada jenis kelamin tertentu. Perbedaan jenis kelamin tersebut meliputi
perbedaabn komposisi kimia dan hormon dalam tubuh, anatomi fisik,
reproduksi dan karakteristik biologis. Seks (jenis kelamin) dibedakan berdasarkan
faktor-faktor biologis hormonal dan patologis sehingga muncul dikotomi laki-laki dan
perempuan. Jenis kelamin laki-laki ditandai dengan adanya penis, testis, dan sperma
sedangkan perempuan mempunyai vagina, payudara, ovum dan rahim, perbedaan
biologis tersebut bersifat kodrati atau pemberian tuhan dan tidak dapat dirubah
Konsep seks, gender dipahami sebagai suatu dasar untuk menentukan perbedaan
sumbangan laki-laki dan perempuan pada kebudayaan dan kehidupan. Sehingga

gender juga dapat dipahami sebagai suatu konsep yang digunakan untuk
mengidentifikasi perbedaan antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi
sosial dan budaya non biologis. Konsep gender tersebut mengacu pada
seperangkat sifat, peran, tanggung jawab, fungsi, hak dan perilaku yang
melekat pada laki-laki dan perempuan akibat bentukan budaya dan lingkungan
masyarakat dimana tempat individu tumbuh dan dibesarkan. Pengertian
gender tersebut berimplikasi pada munculnya pandangan bahwa perempuan
memiliki sifat feminim, diantaranya lembut, cantik, emosional dan keibuan
sedangkan laki-laki memiliki sifat maskulin, diantaranya sebagai pribadi yang
memiliki karakteristik kuat, rasional dan perkasa. Perbedaan sifat laki-laki dan
perempuan merupakan suatu kodrat pemberian tuhan yang tidak perlu
dipertanyakan lagi.

Contoh Ketimpangan Gender:

12
1) Bidang Politik
Adanya pandangan bahwa politik itu keras, penuh debat, serta pikiran
yang cerdas yang kesemuanya itu diasumsikan sebagai dunia laki-laki
bukan milik perempuan. Sehingga area public menjadi milik laki-laki
sedangkan area domestic menjadi milik perempuan.

2) Bidang Ekonomi
Masih sedikit pengakuan pada kaum perempuan ketika mereka sukses
dan berhasil menjadi pelaku ekonomi karena masyarakat menganggap
aktivitas ekonomi yang dijalani perempuan sekedar sampingan bukan
kerja yang prestisius seperti yang dilakukan laki-laki.

3) Bidang Dunia Kerja


Dalam dunia kerja perempuan harus berjuang untuk menunjukkan bahwa
mereka juga dapat menjadi tenaga profesional yang tidak kalah dari laki-
laki. Sektor public belum disiapkan menerima kehadiran perempuan
sebagai leader (pemimpin) sehingga harus bersaing dan mampu
menunjukkan bahwa perempuan tidak hanya pantas sebagai istri dan ibu
tetapi bisa menjadi pekerja profesional.

4) Bidang Pendidikan
Ketimpangan gender dalam bidang pendidikan dialami perempuan yang
tinggal di pedesaan, pemikiran bahwa perempuan bersekolah hanya
untuk dapat membaca dan menulis saja karena pada akhirnya perempuan
akan menjadi ibu rumah tangga. Hal tersebut sangat menghambat
kesempatan perempuan desa untuk berpendidikan tinggi.

Ketimpangan akses pendidikan juga terjadi di Perguruan Tinggi, sehingga


tanpa disadari telah terjadi pengkotakan jurusan tertentu. Sebagai
contohnya jurusan teknik lebih didominasi mahasiswa laki-laki sedangkan
jurusan sosial atau ekonomi didominasi mahasiswa perempuan .

13
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

14
1) Kesetaraan gender seiring dengan perkembangan zaman yang didukung oleh
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mendorong perkembangan
ekonomi dan globalisasi informasi yang memungkinkan kaum perempuan bekerja
dan berperan sama dengan kaum laki-laki
2) Gender adalah perbedaan peran dan tanggungjawab antara lakilaki dan perempuan
sebagai hasil konstruksi sosial budaya masyarakat. Tataran bias gender banyak
terjadi dalam berbagai bidang terutama bidang pendidikan, misalnya peran gender
terjadi dalam hal mengakses lembaga pendidikan yang menyebabkan rendahnya
partispasi perempuan.
3) Pendidikan merupakan alat yang sangat penting untuk mencapai kesetaraan gender
hubungan antara laki-laki dengan perempuan, masih banyak dijumpai kebijakan-
kebijakan pembangunan yang bias gender dan terkesan mengabaikan peran
perempuan. Itu terlihat dalam kehidupan masyarakat masih terdapat banyak
nilainilai dan praktek budaya yang menghambat keadilan serta kesetaraan gender.
B. SARAN
1) Diharapkan bahwa tantangan kedepan adalah membangun kembali pendidikan
sebagai bagian dari gerakan kultur (cultural force). Untuk menjamin pemenuhan
HAM dan implementasi, dimana perempuan dapat maju bersama dan merasakan
perlakuan yang sama dengan warga negara laiinya yakni kaum laki-laki karena
sesungguhnya juga manusia yang memiliki hak asasi manusia yang sama.
2) Diharapkan dengan terbukanya akses pendidikan yang lebih luas adalah satu kinci
untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan agar dapat berpartisipasi dalam
pembuatan keputusan di segala bidang kehidupan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

15
Agnes Vera Yanti Sitorus. 2016. “ Dampak Ketimpangan Gender terhadap Pertumbuhan Ekonomi di
Indonesia”. Jurnal Ekonomi . 13(2): 90-91.

Davies, Sharyn Graham. 2017. Keberagaman Gender di Indonesia.Yayasan Pustaka Obor Indonesia:
Jakarta

Rokhmansyah, Alfian. 2016. Pengantar Gender dan Feminisme Pemahaman Awal Kritik Sastra
Feminisme. Penerbit Garudhawaca: Yogyakarta

https://bppk.kemenkeu.go.id/content/berita/balai-diklat-keuangan-balikpapan-konsep-gender-
2019-11-05-b639e2fd/: (Diakses, 01-09-2021, jam.15:48).

16

Anda mungkin juga menyukai