NIM : PO530324091536
TINGKAT : 3C
JURUSAN KEBIDANAN
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan
rahmatnya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah. PUG Dan Gender Tentang " Konsep
Gender Dan Jenis Kelamin Serta Implikasi Ketidaksetaraan Gender”.
Dalam penyusunan makalah ini, kami telah berusaha semaksimal mungkin sesuai
dengan kemampuan kami. Namun sebagai manusia biasa kami tidak luput dari kesalahan
dan kekhilafan baik dari segi penulisan maupun tata bahasa.
Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.
.
` ` Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………………………………………….. i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………………………………………….. 1
A. Latar Belakang…………………………………………………………………………………………………………. 1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………………………………………………. 3
C. Tujuan……………………………………………………………………………………………………………………… 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………………………………………………………… 4
A. Konsep Gender Dan Jenis Kelamin Serta Implikasi
Ketidaksetaraan Gender............................................................................................... 4
1. Implikasi Ketidaksetaraan Gender……………………………………………………………………. 6
2. Faktor-faktor Penyebab Kesenjangan Gender…………………………………………………. 11
BAB III PENUTUP…………………………………………………………………………………………………………. 15
A. Penutup…………………………………………………………………………………………………………….. 15
B. Saran…………………………………………………………………………………………………………………. 15
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………………………………………. 16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki
dan perempuan dibedakan sesuai dengan perannya masing-masing yang
dikonstruksikan oleh kultur setempat yang berkaitan dengan peran, sifat, kedudukan,
dan posisi dalam masyarakat tersebut. Seks atau jenis kelamin merupakan perbedaan
antara laki-laki dengan perempuan berdasarkan ciri biologisnya. Manusia yang berjenis
kelamin laki-laki adalah manusia yang bercirikan memiliki penis, memiliki jakala (kala
menjing), dan memproduksi sperma. Perempuan memiliki alat reproduksi seperti
rahim dan saluran untuk melahirkan, memproduksi telur, memiliki vagina, dan
memiliki alat menyusui Pembedaan laki-laki dengan perempuan berdasarkan sex atau
jenis kelamin merupakan suatu kodrat atau ketentuan dari Tuhan. Ciri-ciri biologis
yang melekat pada masing-masing jenis kelamin tidak dapat dipertukarkan. Alat-alat
yang dimiliki laki-laki maupun perempuan tidak akan pernah berubah atau bersifat
permanen. Dalam konsep gender, pembedaan antara laki-laki dengan perempuan
berdasarkan konstruksi secara sosial maupun budaya. Perilaku yang menjadi identitas
laki-laki maupun perempuan dibentuk melalui proses sosial dan budaya yang telah
diperkenalkan sejak lahir. Ketika terlahir bayi laki-laki maka orang tua akan mengecat
kamar bayi dengan warna biru, dihiasi dengan gambar mobil-mobilan dan pesawat,
serta memberikannya mainan seperti bola, robot-robotan, dan tamia. Apabila terlahir
bayi perempuan maka orang tua akan mengecat kamar bayinya dengan warna merah
jambu, menghiasinya dengan gambar hello kitty, dan menyiapkan boneka-boneka lucu
untuk putrinya. Watak sosial budaya selalu mengalami perubahan dalam sejarah,
gender juga berubah dari waktu ke waktu, dari satu tempat ke tempat lain. Sementara
jenis kelamin sebagai kodrat Tuhan tidak mengalami perubahan dengan konsekuensi-
1
konsekuensi logisnya. Masyarakat menentukan dan membentuk sifat-sifat individu,
yang mencakup penampilan, pakaian, sikap, dan kepribadian. Jika ia seorang lakilaki
maka ia harus terlihat maskulin dan apabila ia perempuan maka ia harus feminim.
Maskulinitas seorang laki-laki ditunjukkan dengan karakter yang gagah berani, kuat,
tangguh, pantang menyerah, egois, dan berpikir rasional. Apabila sifat-sifat tersebut
banyak ditinggalkan atau bahkan tidak dimiliki oleh seorang laki-laki, maka ia akan
dianggap sebagai laki-laki yang kebancibancian. Feminimitas seorang perempuan
ditunjukkan dengan karakter yang lembut, rendah hati, anggun, suka mengalah,
keibuan, lemah, dan dapat memahami kondisi orang lain. Apabila sifat-sifat positif ini
banyak ditinggalkan oleh seorang wanita, atau bahkan tidak dimilikinya, maka wanita
yang bersangkutan dikatakan sebagai wanita yang tidak menarik. Sesungguhnya
perbedaan gender tidak akan menjadi masalah selama tidak melahirkan ketidakadilan
gender, namun yang menjadi persoalan ternyata perbedaan gender telah melahirkan
berbagai ketidakadilan, baik bagi kaum laki-laki dan terutama terhadap kaum
perempuan. Ketidaksetaraan gender juga disebabkan oleh adanya sikap bias gender
yang didasarkan pengetahuan-pengetahuan masyarakat yang memiliki kecenderungan
bersifat tidak adil gender. Kultur sosial budaya yang ada menempatkan perempuan
pada kelas kedua, perempuan lebih banyak didominasi oleh kaum laki-laki. Budaya
hegemoni patriarkhi menempatkan laki-laki sebagai pemimpin dalam keluarga,
organisasi, maupun politik, sehingga partisipasi perempuan dalam pengambilan
keputusan masih relatif rendah. Kurangnya kesempatan yang dimiliki perempuan
untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan atau bahkan menjadi pemimpin dari
suatu organisasi, membuat perempuan lebih memilih bersikap pasif. Manifestasi
ketidakadilan gender masih terjadi dalam setiap pengambilan keputusan,
kepengurusan, maupun kepemimpinan dalam Organisasi Himpunan Mahasiswa Mesin.
Pengaruh budaya patriarkhi yang menempatkan perempuan sebagai pengurus dan
penanggung jawab dalam pekerjaan domestik, membuat perempuan dalam organisasi
cenderung ditunjuk sebagai sie konsumsi, bendahara, sekretaris, dan posisi lain yang
mengacu pada sektor domestik. Kebijakan-kebijakan ini tentu dapat melanggengkan
2
ketidaksetaraan gender dalam masyarakat yang menganut hegemoni patriarkhi. Dapur
dan garasi memiliki konotasi gender yang kuat.
B. RUMUSAN MASALAH
Konsep Gender Dan Jenis Kelamin Serta Implikasi Ketidaksetaraan Gender
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Istilah gender pertama kali diperkenalkan oleh Robert Stoller, dan orang yang sangat
berjasa dalam mengembangkan istilah dan pengertian gender adalah Ann Oakley.
Menurutnya, gender merupakan behavioral differences (perbedaan perilaku) antara
perilaku laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial , yaitu perbedaan
yang bukan dari ketentuan Tuhan (bukan kodrat) melalui proses sosial dan kultural
yang panjang. Pendefinisian gender lebih bersifat pada sosial budaya yaitu melalui
proses kultural dan sosial, bukan pendefinisian yang berasal dari cirri-ciri fisik biologis
seorang individu. Dengan demikian, gender senantiasa dapat berubah dari waktu ke
waktu, dari tempat ke tempat, bahkan dari kelas- ke kelas, sedangkan seks atau jenis
kelamin senantiasa tidak berubah. Gender yang berlaku dalam kehidupan masyarakat
dapat ditentukan oleh pandangan masyarakat tentang hubungan antara lakilaki dan
kelaki-lakian serta hubungan antara perempuan dan keperempuanannya. Pada
umumnya jenis kelamin laki-laki selalu dikaitkan dengan gender maskulin, sedangkan
jenis kelamin perempuan selalu berkaitan dengan gender feminin. Akan tetapi
4
hubungan-hubungan tersebut bukanlah suatu hubungan kolerasi yang bersifat
absolut. Hal ini dikemukakan oleh Rogers (1980). Gender tidak bersifat universal,
namun bervariasi dari suatu 16 masyarakat kemasyarakat yang lainnya, serta dari
suatu waktu ke waktu. Gender tidak identik dengan jenis kelamin serta gender
merupakan dasar dari pembagian kerja di seluruh masyarakat. Dari beberapa istilah
yang telah dikemukakan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa gender adalah
suatu konstruksi atau bentuk sosial yang sebenarnya bukan bawaan dari lahir
sehingga dapat dibentuk atau diubah sesuai dengan tempat, waktu atau zaman, suku,
ras, budaya, status sosial, pemahaman agama, negara, ideologi, politik, hukum, serta
ekonomi. Oleh karena itu, gender bukanlah kodrat dari Tuhan, melainkan buatan dari
manusia yang dapat diubah maupun dipertukarkan serta memiliki sifat relatif. Hal ini
terdapat pada lakilaki dan perempuan. Sedangkan jenis kelamin atau seks merupakan
kodrat dari Tuhan yang berlaku di mana saja dan kapan saja yang tidak dapat
berubah dan dipertukarkan antara jenis kelamin laki-laki dan wanita.
Konsep gender tidak merujuk kepada jenis kelamin tertentu (laki-laki atau
perempuan). Berbeda dengan jenis kelamin, gender merupakan konsep yang
dipergunakan untuk menggambarkan peran dan relasi sosial laki-laki dan perempuan.
Gender merumuskan peran apa yang seharusnya melekat pada laki-laki dan
5
perempuan dalam masyarakat. Konsep inilah yang kemudian membentuk identitas
gender atas laki-laki dan perempuan yang diperkenalkan, dipertahankan, dan
disosialisasikan melalui perangkat-perangkat sosial dan norma hukum yang tertulis
maupun tidak tertulis dalam masyarakat.
Berbeda dengan jenis kelamin (seks) yang ditentukan oleh aspek-aspek fisiologis,
gender merupakan pengertian yang dibentuk dan dipengaruhi oleh kebudayaan, adat
istiadat, dan perilaku sosial masyarakat. Oleh karena itu, pengertian gender tidak
bersifat universal, melainkan tergantung pada konteks sosial yang melingkupinya.
Sebagai contoh, masyarakat berbasis patrilineal seperti di Jawa sangat mungkin
merumuskan gender secara berbeda dengan masyarakat yang sistem sosialnya
berbasis matrilineal.
Dengan kata lain konsep gender mengacu pada peran dan tanggung jawab sebagai
perempuan dan sebagai laki-laki yang diciptakan dan diinternalisasi dalam keluarga,
dalam masyarakat,dalam budaya masyarakat, dimana kita hidup termasuk harapan-
harapan, sikap, sifat, perilaku bagaimana menjadi seorang laki-laki dan bagaimana
menjadi seorang perempuan ( culturally learned and assigned behaviour )
Sedangkan pengertian jenis kelamin (seks) adalah mengacu kepada ciri-ciri biologis,
misalnya ciri-ciri yang berkaitan dengan fungsi reproduksi; tidak bisa dipertukarkan,
karena sifatnya yang kodrati didapat bersamaan dengan kelahiran.
belajar yang efektif, karena proses pembelajaran yang efektif dapat membawa hasil
belajar yang efektif pula dimana guru sebagai pengelolah proses pembelajaran
dikelas.Bahwa guru adalah semua orang yang berwewenang dan bertangung jawab
terhadap pendidikan siswa-siswanya baik secara individual maupun klasikal, baik di
sekolah maupun di luar sekolah. Ini berarti seorang guru perlu memiliki dasar-dasar
kompetensi sebagai wewenang dan kemampuan dalam menjalankan tugas. Keadilan
dan kesetaraan adalah gagasan dasar, tujuan dan misi utama peradaban manusia
untuk mencapai kesejahteraan, membangun keharmonisan kehidupan
bermasyarakat dan bernegara, dan membangun keluarga berkualitas. Jumlah
penduduk perempuan hampir setengah dari seluruh penduduk Indonesia dan
merupakan potensi yang sangat besar dalam mencapai kemajuan dan kehidupan
7
yang lebih berkualitas. Kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk
memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia agar mampu berperan
dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, hukum, sosial budaya, pendidikan
pertahanan dan keamanan nasional, serta kesamaan dalam menikmati hasil
pembangunan.
8
masing-masing yang sepantasnya, sehingga tidak dapat dikukur dari qodrat
yang telah ada. Sebagai contoh:
9
perlakuan dan kesempatan yang sama dalam pendidikan pada setiap jenis
kelamin dan tingkat ekonomi, sosial, politik, agama dan lokasi geografi publik.
Dalam kerangka ini pendidikan diperuntukkan untuk semua minimal sampai
pada pendidikan dasar. Sebab manusia memiliki hak yang sama dalam
mendapatkan pendidikan yang layak. Apabila ada sebagaian anggota
masyarakat yang tersingkir dari kebijakan pendidikan berarti kebijakan
tersebut telah meninggalkan sisi kemanusiaan yang setiap saat harus
diperjuangkan.Nilai kemanusian terwujud dengan adanya pemerataan yang
tidak mengalami bias gender. Masalah pendidikan antara anak perempuan
dan anak laki-laki hendaknya harus seimbang, anak perempuan sebagaimana
anak laki-laki harus punya hak/kesempatan yang sama untuk sekolah lebih
tinggi. Pendidikan memang harus menyentuh kebutuhandan relevan dengan
tuntutan zaman yaitu kualitas memiliki keimanan dan hidup dalam ketaqwaan
yang kokoh, mengenali, menghayati dan menerapkan akar budaya bangsa,
berwawasan luas dan komprehensif, menguasai ilmu pengetahuan dan keterampilan
mutakhir, mampu mengantisipasi arah perkembangan, berpikir secara analitik,
terbuka pada hal-hal yang baru, mandiri, selektif, mempunyai kepedulian sosial yang
tinggi dan berusaha meningkatkan prestasi. Perempuan dalam pendidikan juga
10
Perempuan cenderung mendapat stereotipe yang merendahkan seperti:
perempuan adalah mahkluk yang lemah, emosional, cengeng, tidak tahan
banting.
Pembagian kerja gender tercermin pada perbedaan pekerjaan yang dilakukan oleh
lakilaki dan perempuan akibat penerimaan masyarakat terhadap perbedaan peran,
kegiatan, dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang lazim berlaku dalam
masyarakat tersebut. Perbedaan pekerjaan laki-laki dan perempuan tersebut
mengacu pada peran gender laki-laki dan perempuan dalam masyarakat.
11
Masalah kaum perempuan adalah pemahaman terhadap konsep seks (jenis
kelamin) dan konsep gender. Perbedaan terhadap kedua konsep tersebut perlu
dilakukan agar tidak ada keracunan dalam pemahaman tentang gender dan
ketidakadilan gender. Ketidakjelasan makna seks dan gender mengakibatkan
timbulnya kekeliruan dalam pembagian peran antara laki-laki dan perempuan
dalam masyarakat. Seks (jenis kelamin) menpunyai arti pensifataan atau
pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang
melekat pada jenis kelamin tertentu. Perbedaan jenis kelamin tersebut meliputi
perbedaabn komposisi kimia dan hormon dalam tubuh, anatomi fisik,
reproduksi dan karakteristik biologis. Seks (jenis kelamin) dibedakan berdasarkan
faktor-faktor biologis hormonal dan patologis sehingga muncul dikotomi laki-laki dan
perempuan. Jenis kelamin laki-laki ditandai dengan adanya penis, testis, dan sperma
sedangkan perempuan mempunyai vagina, payudara, ovum dan rahim, perbedaan
biologis tersebut bersifat kodrati atau pemberian tuhan dan tidak dapat dirubah
Konsep seks, gender dipahami sebagai suatu dasar untuk menentukan perbedaan
sumbangan laki-laki dan perempuan pada kebudayaan dan kehidupan. Sehingga
gender juga dapat dipahami sebagai suatu konsep yang digunakan untuk
mengidentifikasi perbedaan antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi
sosial dan budaya non biologis. Konsep gender tersebut mengacu pada
seperangkat sifat, peran, tanggung jawab, fungsi, hak dan perilaku yang
melekat pada laki-laki dan perempuan akibat bentukan budaya dan lingkungan
masyarakat dimana tempat individu tumbuh dan dibesarkan. Pengertian
gender tersebut berimplikasi pada munculnya pandangan bahwa perempuan
memiliki sifat feminim, diantaranya lembut, cantik, emosional dan keibuan
sedangkan laki-laki memiliki sifat maskulin, diantaranya sebagai pribadi yang
memiliki karakteristik kuat, rasional dan perkasa. Perbedaan sifat laki-laki dan
perempuan merupakan suatu kodrat pemberian tuhan yang tidak perlu
dipertanyakan lagi.
12
1) Bidang Politik
Adanya pandangan bahwa politik itu keras, penuh debat, serta pikiran
yang cerdas yang kesemuanya itu diasumsikan sebagai dunia laki-laki
bukan milik perempuan. Sehingga area public menjadi milik laki-laki
sedangkan area domestic menjadi milik perempuan.
2) Bidang Ekonomi
Masih sedikit pengakuan pada kaum perempuan ketika mereka sukses
dan berhasil menjadi pelaku ekonomi karena masyarakat menganggap
aktivitas ekonomi yang dijalani perempuan sekedar sampingan bukan
kerja yang prestisius seperti yang dilakukan laki-laki.
4) Bidang Pendidikan
Ketimpangan gender dalam bidang pendidikan dialami perempuan yang
tinggal di pedesaan, pemikiran bahwa perempuan bersekolah hanya
untuk dapat membaca dan menulis saja karena pada akhirnya perempuan
akan menjadi ibu rumah tangga. Hal tersebut sangat menghambat
kesempatan perempuan desa untuk berpendidikan tinggi.
13
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
14
1) Kesetaraan gender seiring dengan perkembangan zaman yang didukung oleh
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mendorong perkembangan
ekonomi dan globalisasi informasi yang memungkinkan kaum perempuan bekerja
dan berperan sama dengan kaum laki-laki
2) Gender adalah perbedaan peran dan tanggungjawab antara lakilaki dan perempuan
sebagai hasil konstruksi sosial budaya masyarakat. Tataran bias gender banyak
terjadi dalam berbagai bidang terutama bidang pendidikan, misalnya peran gender
terjadi dalam hal mengakses lembaga pendidikan yang menyebabkan rendahnya
partispasi perempuan.
3) Pendidikan merupakan alat yang sangat penting untuk mencapai kesetaraan gender
hubungan antara laki-laki dengan perempuan, masih banyak dijumpai kebijakan-
kebijakan pembangunan yang bias gender dan terkesan mengabaikan peran
perempuan. Itu terlihat dalam kehidupan masyarakat masih terdapat banyak
nilainilai dan praktek budaya yang menghambat keadilan serta kesetaraan gender.
B. SARAN
1) Diharapkan bahwa tantangan kedepan adalah membangun kembali pendidikan
sebagai bagian dari gerakan kultur (cultural force). Untuk menjamin pemenuhan
HAM dan implementasi, dimana perempuan dapat maju bersama dan merasakan
perlakuan yang sama dengan warga negara laiinya yakni kaum laki-laki karena
sesungguhnya juga manusia yang memiliki hak asasi manusia yang sama.
2) Diharapkan dengan terbukanya akses pendidikan yang lebih luas adalah satu kinci
untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan agar dapat berpartisipasi dalam
pembuatan keputusan di segala bidang kehidupan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
15
Agnes Vera Yanti Sitorus. 2016. “ Dampak Ketimpangan Gender terhadap Pertumbuhan Ekonomi di
Indonesia”. Jurnal Ekonomi . 13(2): 90-91.
Davies, Sharyn Graham. 2017. Keberagaman Gender di Indonesia.Yayasan Pustaka Obor Indonesia:
Jakarta
Rokhmansyah, Alfian. 2016. Pengantar Gender dan Feminisme Pemahaman Awal Kritik Sastra
Feminisme. Penerbit Garudhawaca: Yogyakarta
https://bppk.kemenkeu.go.id/content/berita/balai-diklat-keuangan-balikpapan-konsep-gender-
2019-11-05-b639e2fd/: (Diakses, 01-09-2021, jam.15:48).
16