Anda di halaman 1dari 9

PENGARUH ROM (Range of Motion) TERHADAP KEKUATAN OTOT

EKSTREMITAS PADA PASIEN STROKE NON HEMORAGIC

Effect of Rom (Range of Motion) on The Strength of Muscle Extremity


in Non-Hemoragic Stroke Patients

Anggriani1, Zulkarnain2, Sulaimani3, Roni Gunawan4


1,2,3
Dosen Tetap Stikes Siti Hajar Medan
4
Dosen Tetap Institut Helvetia Medan
Email : sulaiman@stikes-sitihajar.ac.id
Abstrak
Stroke merupakan salah satu masalah kesehatan yang cukup serius dalam kehidupan modern saat ini.
Prevalensi stroke bertambah seiring bertambahnya usia. World Health Organization (WHO) menetapkan
bahwa stroke merupakan suatu sindrom klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak secara global
yang dapat menimbulkan kematian atau kelainan menetap lebih dari 24 jam, tanpa penyebab lain kecuali
gangguan vaskular yang menyebabkan dapat berkurangnya daya gerak seseorang karena kekuatan otot
yang menurun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh ROM (range of Motion) terhadap
Kekuatan Otot Ekstremitas pada Pasien Stroke Non Hemaoragic di RSUP H. Adam Malik Medan. Desain
penelitian quasi eksperimen dengan jumlah sampel 90 orang. Analisa data univariat dan bivariat dengan
menggunakan uji Wilcoxon. Nilai signifikansi kekuatan otot tangan sebelum dan sesudah pemberian
ROM sebesar 0,000. Artinya terdapat perbedaan kekuatan otot tangan sebelum dan sesudah pemberian
ROM. Nilai signifikansi kekuatan otot kaki sebelum dan sesudah pemberian ROM sebesar 0,000. Artinya
terdapat perbedaan kekuatan otot kaki sebelum dan sesudah pemberian ROM. Hal ini membuktikan
bahwa ROM berpengaruh dalam meningkatkan kekuatan otot tangan dan kaki responden. Rumah sakit
sebaiknya menetapkan standar operasional prosedur untuk penanganan khusus menggunakan ROM agar
hasil yang diperoleh dapat maksimal dan seragam untuk semua masalah kekuatan otot
Kata kunci : ROM, Kekuatan Otot, Ekstremitas, Tangan, Kaki

Abstract
Stroke is one of the serious health problems in modern life today. The prevalence of stroke increases with
age. The World Health Organization (WHO) stipulates that stroke is a clinical syndrome with symptoms
of global brain dysfunction that can cause death or abnormalities to persist for more than 24 hours,
without other causes except vascular disorders which can cause a person's reduced mobility due to muscle
strength downhill. This study aims to determine the effect of ROM (range of motion) on limb muscle
strength in non-Hemaoragic stroke patients at H. Adam Malik General Hospital, Medan. Quasi-
experimental research design with a sample of 90 people. Univariate and bivariate data analysis using the
Wilcoxon test. The significance of hand muscle strength before and after administration of ROM is 0,000.
This means that there are differences in hand muscle strength before and after administration of ROM.
The significance of leg muscle strength before and after administration of ROM is 0,000. This means that
there are differences in leg muscle strength before and after administration of ROM. This proves that
ROM influences the strength of the respondent's hand and leg muscles. Hospitals should set standard
operating procedures for special handling of ROM so that the results obtained can be maximal and
uniform for all muscle strength problems
Keywords: ROM, limb muscle strength, hands, feet

PENDAHULUAN fungsi otak secara fokal atau global yang


Stroke merupakan salah satu dapat menimbulkan kematian atau kelainan
masalah kesehatan yang cukup serius dalam menetap lebih dari 24 jam, tanpa penyebab
kehidupan modern saat ini. Prevalensi stroke lain kecuali gangguan vaskular (Rasyid &
bertambah seiring bertambahnya usia. World Soertidewi, 2007). Menurut Smeltzer
Health Organization (WHO) menetapkan (2002), stroke atau cedera serebrovaskular
bahwa stroke merupakan suatu sindrom (CVA) adalah kehilangan fungsi otak karena
klinis dengan gejala berupa gangguan berhentinya suplai darah ke bagian otak,

Jurnal Riset Hesti Medan, Vol. 3, No. 2, Desember 2018 64


yang mengakibatkan kehilangan sementara lama untuk memulihkan dan memperoleh
atau permanen gerakan, berpikir, memori, fungsi penyesuaian diri secara maksimal.
bicara, atau sensasi. Terapi dibutuhkan segera untuk mengurangi
Indonesia menempati peringkat ke- cedera cerebral lanjut, salah satu program
97 dunia untuk jumlah pasien stroke rehabilitasi yang dapat diberikan pada pasien
terbanyak dengan jumlah angka kematian stroke yaitu mobilisasi persendian dengan
mencapai 138.268 orang atau 9,70% dari latihan range of motion (Levine, 2008).
total kematian yang terjadi pada tahun 2011, Berdasarkan penelitian-penelitian
dan pada tahun 2013 telah terjadi sebelumnya, di Indonesia Kejadian Stroke
peningkatan prevalensi stroke di Indonesia Iskemik lebih sering ditemukan
menjadi 12,1 per 1.000 penduduk (WHO, dibandingkan dengan stroke hemoragic, dari
2011 dalam Riskesdas, 2007). Angka studi rumah sakit yang dilakukan di Medan
kematian akibat stroke di Indonesia juga pada tahun 2001, dari 12 rumah sakit di
terus meningkat. Kejadian terbanyak Medan dirawat 1263 kasus stroke terdiri dari
penyebab kematian utama hampir di seluruh 821 stroke iskemik dan 442 stroke
RS di Indonesia karena penyakit stroke, hemoragic (Nasution 2007).
terdapat sekitar 550.000 pasien stroke baru Range of motion (ROM) adalah
setiap tahunnya, dan kematian stroke latihan yang dilakukan untuk
meningkat sekitar 15,4% yaitu dari 41,7% mempertahankan atau memperbaiki tingkat
pada tahun 1995 menjadi 49,9% pada tahun kesempurnaan kemampuan pergerakkan
2001 dan terus meningkat menjadi 59,5% sendi secara normal dan lengkap untuk
atau setara dengan 8,3 per 1000 penduduk di meningkatkan massa otot dan tonus otot.
tahun 2007 (Riskesdas, 2007). Melakukan mobilisasi persendian dengan
Sebesar 80% pasien stroke latihan ROM dapat mencegah berbagai
mengalami kelemahan pada salah satu sisi komplikasi seperti nyeri karena tekanan,
tubuhnya/hemiparese (Scbachter and kontraktur, tromboplebitis, dekubitus
Cramer, 2003). Kelemahan tangan maupun sehingga mobilisasi dini penting dilakukan
kaki pada pasien stroke akan mempengaruhi secara rutin dan kontinyu. Memberikan
kontraksi otot. Berkurangnya kontraksi otot latihan ROM secara dini dapat
disebabkan karena karberkurangnya suplai meningkatkan kekuatan otot karena dapat
darah ke otak belakang dan otak tengah, menstimulasi motor unit sehingga semakin
sehingga dapat menghambat hantaran jaras- banyak motor unit yang terlibat maka akan
jaras utama antara otak dan medula spinalis. terjadi peningkatan kekuatan otot, kerugian
Kelainan neurologis dapat bertambah karena pasien hemiparese bila tidak segera
pada stroke terjadi pembengkakan otak ditangani maka akan terjadi kecacatan yang
(oedema serebri) sehingga tekanan didalam permanen (Potter & Perry, 2009).
rongga otak meningkat hal ini Sulaiman (2018) dalam
menyebabkan kerusakan jaringan otak penelitiannya mengatakan bahwa Ada
bertambah banyak. Oedema serebri hubungan bermakna efek postur tubuh
berbahaya sehingga harus diatasi dalam 6 terhadap keseimbangan statik mata tertutup
jam pertama = Golden Periode (Gorman, et pada lanjut usia yang mengalami gangguan
al, 2012). stroke di Desa Suka Raya Kecamatan Pancur
Penderita stroke perlu penanganan Batu Kabupaten Deli Serdang.
yang baik untuk mencegah kecacatan fisik Penelitian tentang “Pengaruh
dan mental. Sebesar 30% - 40% penderita fisioterapi terhadap kekuatan otot
stroke dapat sembuh sempurna bila ekstremitas pada penderita stroke” oleh
ditangani dalam waktu 6 jam pertama Muhammad, dkk (2009) menunjukkan hasil
(golden periode), namun apabila dalam bahwa fisioterapi berpengaruh terhadap
waktu tersebut pasien stroke tidak kekuatan otot ekstremitas pada penderita
mendapatkan penanganan yang maksimal stroke. Penelitian lain yaitu oleh Sarah, dkk
maka akan terjadi kecacatan atau kelemahan (2007) dalam penelitiannya tentang
fisik seperti hemiparese. Penderita stroke “Pengaruh latihan ROM terhadap
post serangan membutuhkan waktu yang fleksibilitas sendi lutut pada lansia”

Jurnal Riset Hesti Medan, Vol. 3, No. 2, Desember 2018 65


menunjukkan hasil bahwa latihan ROM satu atau kombinasi apapun dari gejala di
dapat meningkatkan fleksibilitas sendi lutut. atas berlangsung selama 24 jam atau lebih.
Widyawati (2010) dalam penelitiannya
tentang “Pengaruh latihan rentang gerak Range Of Motion
sendi bawah secara aktif (active lower range ROM pada penderita stroke adalah sejumlah
of motion exercise) terhadap tanda dan pergerakan yang mungkin dilakukan pada
gejala neuropati diabetikum pada penderita bagian-bagian tubuh pada penderita stroke
DM tipe II” menunjukan hasil bahwa latihan untuk menghindari adanya kekakuan sebagai
active lower range of motion exercise dampak dari perjalanan penyakit ataupun
berpengaruh terhadap kekuatan otot pada gejala sisa. Ada dua jenis latihan ROM yaitu
penderita DM tipe II dengan komplikasi ROM aktif dan ROM pasif. ROM aktif yaitu
mikrovaskuler. Dan menurut Mohammad pasien menggunakan ototnya untuk
(2011) dalam penelitiannya tentang melakukan gerakan secara mandiri,
“Pengaruh latihan motor imagery terhadap sedangkan ROM pasif adalah latihan yang
kekuatan otot ekstremitas pada pasien stroke dilakukan dengan bantuan orang lain. ROM
dengan hemiparesis” menunjukan hasil pasif dilakukan karena pasien belum mampu
bahwa latihan motor imagery berpengaruh menggerakkan anggota badan secara
terhadap kekuatan otot ekstremitas pada mandiri.
pasien stroke dengan hemiparesis.
Sulaiman, Anggriani (2018) dalam Manfaat dan Tujuan ROM Pasif
pengabdiannya bahwa rata-rata lanjut usia di 1. Mengkaji kemampuan otot, tulang, dan
Desa Suka Raya mengalami gangguan sendi dalam melakukan pergerakan
stroke akibat lanjut usia tidak secara rutin 2. Mempertahankan atau memelihara
memeriksa kesehatannya di posyandu lansia. fleksibilitas dan kekuatan otot
3. Memelihara mobilitas persendian
TINJAUAN PUSTAKA 4. Merangsang sirkulasi darah
Stroke 5. Mencegah kelainan bentuk, kekakuan,
Stroke adalah sebagai suatu sindrom klinis dan kontraktur
dengan gejala berupa gangguan fungsi otak 6. Mempertahankan fungsi jantung dan
secara fokal atau global yang dapat pernapasan
menimbulkan kematian atau kelainan yang
menetap lebih dari 24 jam, tanpa penyebab Waktu dan Frekuensi ROM Pasif
lain kecuali gangguan vaskular (WHO, 1993 1. Idealnya latihan ini dilakukan sekali
dalam Mulyatsih, 2007). Sedangkan sehari.
menurut Depkes (2004), stroke akut adalah 2. Lakukan masing-masing gerakan
kumpulan gejala klinis yang terjadi pada sebanyak 10 hitungan, latihan dilakukan
menit pertama jam pertama serangan stroke dalam waktu 30 menit.
sampai dengan 2 minggu pasca serangan. 3. Mulai latihan secara perlahan, dan
Smeltzer (2002) mendefinisikan stroke lakukan latihan secara bertahap.
sebagai suatu kehilangan fungsi otak karena 4. Usahakan sampai mencapai gerakan
berhentinya suplai darah ke otak, yang penuh tetapi jangan memaksakan
menyebabkan kehilangan sementara atau gerakan.
permanen gerakan, berpikir, memori, bicara, 5. Jangan memaksakan suatu gerakan pada
atau sensasi. pasien, gerakan hanya sampai pada batas
yang ditoleransi pasien.
Menurut Feigin (2007), gejala stroke dapat 6. Jaga supaya tungkai dan lengan, anggota
bersifat fisik, psikologis dan perilaku. Gejala badan menyokong seluruh gerakan.
fisik yang paling khas adalah paralisis, 7. Hentikan latihan apabila pasien merasa
kelemahan, hilangnya sensasi diwajah, nyeri, dan segera konsultasikan ke tenaga
lengan atau tungkai disalah satu sisi tubuh, kesehatan.
kesulitan berbicara, kesulitan menelan dan 8. Dilakukan dengan pelan-pelan dan hati-
hilangnya sebagian penglihatan disatu sisi. hati dengan melihat respon/keadaan
Seorang dikatakan terkena stroke jika salah pasien.

Jurnal Riset Hesti Medan, Vol. 3, No. 2, Desember 2018 66


4 10 11.1
METODE PENELITIAN 5 6 6.7
Penelitian ini merupakan penelitian Total 90 100.0
kuantitatif, menggunakan desain penelitian Tabel 1 menunjukkan bahwa tingkat
quasi experimental dengan pendekatan one kekuatan otot responden pada level 1
group pre test-post test. Pada desain sebanyak 24,4%, kemudian tingkat kekuatan
penelitian ini hanya terdapat satu kelompok, otot pada level 2 sebanyak 25,6%, tingkat
yaitu kelompok perlakuan sekaligus menjadi kekuatan otot tangan pada level 3 sebesar
kelompok kontrol. Kelompok tersebut 32,2%, kemudian tingkat kekuatan otot
dilakukan intervensi berupa latihan ROM tangan pada level 4 sebanyak 11,1% dan
pasif menggunakan metode langsung. tingkat kekuatan otot tangan pada level 5
Dilakukan penilaian untuk mengetahui hanya 6,7%. Hal ini menunjukkan bahwa
kekuatan otot sebelum intervensi (pre-test). mayoritas responden memiliki kekuatan otot
tangan sebelum perlakuan sebesar 32,2%
Setelah semua data terkumpul, data pada level 3.
diolah dengan komputerisasi. Metode Adapun kekuatan otot kaki sebelum
statistik untuk analisa data yang digunakan perlakuan dapat dilihat pada tabel berikut
dalam penelitian ini adalah: Pada penelitian ini,
ini analisa data dengan metode statistik Tabel 2. Deskripsi Kekuatan Otot Kaki
univariat digunakan untuk menganalisa data Responden Sebelum Perlakuan
demografi dan intrumen kekuatan otot Tingkat Kekuatan
ekstremitas sebelum dan sesudah pemberian Otot Frequency Percent
latihan ROM, dengan menggunakan data 1 18 20.0
katagorik dalam bentuk tabel distribusi 2 18 20.0
frekwensi.Untuk mengetahui apakah ROM 3 13 14.4
berpengaruh terhadap kekuatan otot 4 18 20.0
ekstremitas pada pasien stroke non 5 23 25.6
hemoragic dilakukan analisis statistik Total 90 100.0
perbandingan dengan menggunakan Uji
Wilcoxon , untuk melihat perbedaan Tabel 2 menunjukkan bahwa tingkat
sebelum dan sesudah (perlakuan) dilakukan kekuatan otot kaki responden pada level 1
intervensi, dengan nilai p 0,005 yang sebanyak 20%, kemudian tingkat kekuatan
berarti hasil signifikan terhadap efek dari otot pada level 2 sebanyak 20%, tingkat
ROM pasif terhadap kekuatan otot kekuatan otot kaki pada level 3 sebesar
ekstremitas. 14,4%, kemudian tingkat kekuatan otot kaki
pada level 4 sebanyak 20% dan tingkat
HASIL DAN PEMBAHASAN kekuatan otot kaki pada level 5 sebesar
Deskripsi Kekuatan Otot Sebelum dan 25,6%. Hal ini menunjukkan bahwa
Sesudah ROM mayoritas responden memiliki kekuatan otot
Berdasarkan hasil penelitian diketahui kaki sebelum perlakuan sebesar 25,6% pada
hasil kekuatan otot sebelum dan sesudah level 5.
perlakuan. Adapun kekuatan otot tangan Setelah diberikan perlakukan, maka
sebelum perlakuan dapat dilihat pada tabel diperoleh deskripsi kekuatan otot ekstrimitas
berikut ini, bawah dan atas sebagai berikut. Adapun
deskripsi kekuatan otot tangan setelah
Tabel 1. Deskripsi Kekuatan Otot perlakuan dapat di lihat pada tabel berikut
Tangan Responden Sebelum Perlakuan ini,
Tingkat
Kekuatan Otot Frequency Percent Tabel 3. Deskripsi Kekuatan Otot
1 22 24.4 Tangan Responden Setelah Perlakuan
2 23 25.6 Tingkat
3 29 32.2 Kekuatan Otot Frequency Percent

Jurnal Riset Hesti Medan, Vol. 3, No. 2, Desember 2018 67


2 3 3.3 Otot
3 47 52.2 Tanga Otot
4 30 33.3 Otot Otot n Kaki
5 10 11.1 Tanga Kak Setela Setela
Total 90 100.0 Kategori n Pra i Pra h h
N Valid 90 90 90 90
Tabel 3 menunjukkan bahwa tingkat Missin
0 0 0 0
kekuatan otot responden pada level 2 g
sebanyak 3,3%, tingkat kekuatan otot tangan Mean 2.50 3.11 3.52 3.93
pada level 3 sebesar 52,2%, kemudian Std. Error 0.15
0.124 0.078 0.090
tingkat kekuatan otot tangan pada level 4 of Mean 8
sebanyak 33,3% dan tingkat kekuatan otot Median 2.50 3.00 3.00 4.00
tangan pada level 5 hanya 11,1%. Hal ini Mode 3 5 3 4
menunjukkan bahwa mayoritas responden Std. 1.49
1.173 .738 .859
memiliki kekuatan otot tangan setelah Deviation 5
perlakuan sebesar 52,2% pada level 3.
Adapun kekuatan otot kaki setelah Berdasarkan tabel 5 di atas diketahui
perlakuan dapat dilihat pada tabel berikut bahwa rata-rata kekuatan otot tangan
ini: responden sebelum ROM sebesar 2,5 dan
Tabel 4. Deskripsi Kekuatan Otot Kaki meningkat menjadi 3,52 setelah pemberian
Responden Setelah Perlakuan ROM. Kemudian nilai rata-rata kekuatan
Tingkat otot kaki sebelum ROM sebesar 3,11 dan
Kekuatan Otot Frequency Percent meningkat menjadi 3,93 setelah
2 3 3.3 mendapatkan perlakuan ROM.
3 27 30.0 Hasil di atas menunjukkan bahwa ada
4 33 36.7 peningkatan rata-rata kekuatan otot baik
5 27 30.0 pada otot tangan maupun pada otot kaki
Total 90 100.0 setelah pemberian ROM. Dari kedua
peningkatan tersebut, rata-rata peningkatan
Tabel 4 menunjukkan bahwa tingkat kekuatan otot terbesar ada pada peningkatan
kekuatan otot kaki responden pada level 2 kekuatan otot tangan responden yang rata-
sebanyak 3,3%, tingkat kekuatan otot kaki ratanya meningkat sebesar 1,0 sedangkan
pada level 3 sebesar 30%, kemudian tingkat kekuatan otot kaki hanya meningkat 0,82
kekuatan otot kaki pada level 4 sebanyak
36,7% dan tingkat kekuatan otot kaki pada 4.1.4. Hasil Analisis Data
level 5 sebesar 30%. Hal ini menunjukkan Kemudian berdasarkan analisis data
bahwa mayoritas responden memiliki menggunakan perbedaan mean dan uji
kekuatan otot kaki setelah perlakuan sebesar wilcoxon dapat dilihat pada tabel-tabel
36,7% pada level 4. berikut ini,
Kemudian berdasarkan hasil statistik Tabel 6. Hasil Analisis Kekuatan Otot
deskripsi kekuatan otot sebelum dan sesudah Tangan dan Kaki Responden
perlakuan dapat dilihat pada tabel berikut Berdasarkan Perbedaan Mean
ini, Mean Sum of
N Rank Ranks
Tabel 5 Deskripsi Kekuatan Otot Kaki Kekuatan Negative
1a 13.50 13.50
Responden Sebelum dan Sesudah ROM otot Ranks
berdasarkan Mean, Median, Std. Error tangan Positive
54b 28.27 1526.50
dan Std. Deviasi sebelum- Ranks
Kekuatan Ties 35c
otot Total
tangan 90
sesudah

Jurnal Riset Hesti Medan, Vol. 3, No. 2, Desember 2018 68


Kekuatan Negative Hasil penelitian tersebut
0d .00 .00
otot kaki Ranks menunjukan ada perbedaan kekuatan otot
sebelum- Positive ekstrimitas pada tangan dan kaki sebelum
47e 24.00 1128.00
Kekuatan Ranks dan sesudah dilakukan Range Of Motion
otot kaki Ties 43f (ROM) pasif pada responden. Hal ini
sesudah Total 90 membuktikan bahwa Range Of Motion
(ROM) pasif berpengaruh terhadap
Berdasarkan tabel 6 diketahui peningkatan kekuatan otot ekstrimitas pada
bahwa rata-rata terbesar ada pada kekuatan tangan dan kaki.
otot tangan sebesar 28,27. Sedangkan rata- Berdasarkan hasil penelitian di
rata kekuatan otot kaki sebelum dan sesudah dapatkan sebagian besar pada otot
sebesar 24. Hal ini menunjukkan bahwa ektremitas tangan dan kaki setelah dilakukan
perubahan kekuatan otot setelah ROM latihan ROM pasif 4 kali seminggu
terbesar pada kekuatan otot tangan. mengalami peningkatan Mean kekuatan
Kemudian berdasarkan uji wilcoxon motorik pada hari ke 12 . Dimana terjadi
yang melihat perbedaan sebelum dan peningkatan kekuatan otot ekstrimitas
sesudah permberian ROM dapat dilihat pada tangan dari rata-rata kekuatan otot 2,5
tabel berikut ini, menjadi rata-rata kekuatan otot 3,52 .
Tabel 7. Hasil Analisis Kekuatan Otot Sementara pada kaki terjadi perubahan dari
Tangan dan Kaki Responden 3,11 menjadi 3,93. ROM berdampak cukup
Menggunakan Uji Wilcoxon besar pada peningkatan kekuatan otot
Kekuatan otot Kekuatan tangan.
tangan otot kaki Penelitian ini sejalan dengan
sebelum- sebelum- penelitian oleh yang dilakukan oleh Reese
Kekuatan otot Kekuatan (2009), yang membuktikan bahwa setelah
tangan otot kaki diberikan latihan ROM pada pasien stroke
sesudah sesudah terjadi peningkatan kekuatan otot dan
Z -6.463b -6.125b kemampuan fungsional secara signifikan.
Asymp. Sebesar 30% - 40% pasien stroke dapat
Sig. (2- .000 .000 sembuh sempurna bila ditangani dalam
tailed) waktu 6 jam pertama, namun apabila dalam
waktu tersebut pasien stroke tidak
Berdasarkan tabel 7 diketahui mendapatkan penanganan yang maksimal
bahwa nilai signifikansi kekuatan otot maka akan terjadi kecacatan atau kelemahan
tangan sebelum dan sesudah pemberian fisik. Pasien serangan pasca stroke
ROM sebesar 0,000. Artinya terdapat membutuhkan waktu yang lama untuk
perbedaan kekuatan otot tangan sebelum dan memulihkan dan memperoleh fungsi
sesudah pemberian ROM. Hal ini penyesuaian diri secara maksimal khususnya
membuktikan bahwa ROM berpengaruh bagian otot ekstrimitas, oleh seba itu
dalam meningkatkan kekuatan otot tangan dibutuhkan segera untuk mengurangi cedera
responden. cerebral lanjut, salah satu program
Kemudian untuk otot kaki diketahui rehabilitasi yang dapat diberikan pada pasien
bahwa nilai signifikansi kekuatan otot kaki stroke yaitu mobilisasi persendian dengan
sebelum dan sesudah pemberian ROM latihan range of motion (Levine,2008).
sebesar 0,000. Artinya terdapat perbedaan Menurut Guyton (2007),
kekuatan otot kaki sebelum dan sesudah mekanisme kontraksi dapat meningkatkan
pemberian ROM. Hal ini membuktikan otot polos pada ekstremitas. Latihan ROM
bahwa ROM berpengaruh dalam pasif dapat menimbulkan rangsangan
meningkatkan kekuatan otot kaki responden. sehingga meningkatkan aktivasi dari
kimiawi, neuromuskuler dan muskuler. Otot
Pembahasan polos pada ekstremitas mengandung filamen
aktin dan myosin yang mempunyai sifat
kimiawi dan berintraksi antara satu dan

Jurnal Riset Hesti Medan, Vol. 3, No. 2, Desember 2018 69


lainnya. Proses interaksi diaktifkan oleh ion karena adanya lengketan dari kapsul sendi
kalsium, dan adeno triphospat (ATP), dan pembengkakan sendi, adanya spastik
selanjutnya dipecah menjadi adeno difosfat dari otot dan rasa sakit pada sendi otot.
(ADP) untuk memberikan energi bagi Keadaan ini ternyata disebabkan oleh terjadi
kontaraksi otot ekstremitas. Rangsangan transport aktif kalsium dihambat sehingga
melalui neuromuskuler akan meningkatkkan kalsium dalam retikulum sarkoplasma
rangsangan pada serat syaraf otot meningkat. Kalsium dipompa dari retikulum
ekstremitas terutama syaraf parasimpatis dan berdisfusi kelepuh-kelepuh kemudian
yang merangsang untuk produksi kalsium disimpan dalam retikulum. Apabila
asetilcholin, sehingga mengakibatkan konsentrasi kalsium diluar retikulum
kontraksi. Mekanisme melalui muskulus sarkoplasma meningkat maka intraksi antara
terutama otot polos ekstremitas akan aktin dan miosin akan berhenti dan otot
meningkatkan metabolisme pada melemah sehingga terjadi kontraktur dan
metakonderia untuk menghasilkan ATP fungsi otot skeletal menurun (Susan, 1996).
yang dimanfaatkan oleh otot polos Menurut Jenkins (2005) penurunan
ekstremitas sebagai energi untuk kontraksi ROM disebabkan oleh tidak adanya aktivitas
dan meningkatkan tonus otot polos dan untuk mempertahankan kenormalan
ekstremitas. Untuk mengetahui pengaruh ROM, sendi dan otot harus digerakkan
latihan ROM pasif terhadap peningkatan dengan maksimum dan dilakukan secara
kekuatan otot pada pasien stroke dengan teratur. Pasien stroke yang mengalami
hemiparase dipaviliun flamboyan RSUD kelemahan pada satu sisi anggota tubuh
Jombang maka penulis melakukan uji disebabkan oleh karena penurunan tonus
statistik Repeated Anova dengan tingkat otot, sehingga tidak mampu menggerakkan
signifikan p˂ 0,05. tubuhnya (imobilisasi).
Menurut Guyton (1998) Otot yang Immobilisasi yang tidak
panjang akan berkontraksi dengan kekuatan mendapatkan penanganan yang tepat, akan
kontraksi yang lebih besar dari pada otot menimbulkan komplikasi berupa
yang pendek. Kekuatan kontraksi abnormalitas tonus, orthostatic hypotension,
maksimum pada panjang otot semakin deep vein thrombosis dan kontraktur
panjang otot antagonis, maka akan (Garrison, 2003). Lewis (2007)
berkontraksi dengan kekuatan yang lebih mengemukakan bahwa atropi otot karena
besar dari pada otot yang lebih pendek. Bila kurangnya aktivitas dapat terjadi hanya
suatu otot tetap memendek secara terus- dalam waktu kurang dari satu bulan setelah
menerus hingga kurang dari panjang terjadinya serangan stroke. Kontraktur
normalnya, sarkomer-sarkomer pada ujung merupakan salah satu penyebab terjadinya
serat otot akan menghilang. Melalui proses penurunan kemampuan pasien penderita
inilah otot secara terus-menerus dibentuk stroke dalam melakukan rentang gerak
kembali untuk memiliki panjang yang sesuai sendi. Kontraktur diartikan sebagai
dengan kontraksi otot. hilangnya atau menurunnya rentang gerak
Semua otot tubuh secara terus sendi, baik dilakukan secara pasif maupun
menerus dibentuk kembali untuk aktif karena keterbatasan sendi, fibrosis
menyusuaikan fungsi-fungsi yang jaringan penyokong, otot dan kulit
dibutuhkan olehnya. Proses pengubahan (Garrison, 2003).
bentuk (diameter, panjang, kekuatan, suplay Atropi otot menyebabkan
darah) ini berlangsung cepat dalam waktu penurunan aktivitas pada sendi sehingga
beberapa minggu, secara normal protein sendi akan mengalami kehilangan cairan
kontraktil otot dapat diganti secara total sinovial dan menyebabkan kekakuan sendi.
dalam waktu 2 minggu. Menurut (Soekarno, Kekakuan sendi dan kecenderungan otot
1995) jika seseorang yang mengalami untuk memendek menyebabkan penurunan
hemiparase tidak diberikan latihan ROM rentang gerak pada sendi (Guyton, 2007).
pasif maka akan terjadi kontraktur, karena Gangguan sirkulasi darah pada arteri serebri
adanya atropi, kelemahan otot, tidak ada media akan menyebabkan timbulnya gejala,
keseimbangan otot sehingga otot memendek seperti hemiparesis, hemianopsia dan afasia

Jurnal Riset Hesti Medan, Vol. 3, No. 2, Desember 2018 70


global (Price, 2006). Gangguan peredaran
darah ke otak menimbulkan gangguan pada Gorman, Dafer, and Levine. 2004. Ataxic
metabolisme sel neuron dan sel otak karena Hemiparesis: Critical Appraisal of a
akan menghambat mitokondria dalam Lacunar Syndrome. Available from:
menghasilkan ATP (Adenosine http://www.strokeahajournals.org//
Triphosphate), sehingga terjadi gangguan Guyton, C.A., & Hall, J.E., 2007. Buku Ajar
fungsi seluler dan aktivasi berbagai proses Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
toksik Hidayat, A. 2009. Pengantar Kebutuhan
Untuk menimbulkan gerakan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan
disadari kearah normal, tahapan pertama kali Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba
yang dilakukan adalah memperbaiki tonus Medika
otot maupun refleks tendon kearah normal Hidayat, A.A. 2011. Metode Penelitian
yaitu dengan cara memberikan stimulus Kesehatan; Paradigma Kuantitatif.
terhadap otot maupun proprioceptor Surabaya. Health Books Publishing
dipersendian yaitu melalui approksimasi. Jenkins, L. 2005. Mazimzing Range of
Motion In Older Adult. The Journal
KESIMPULAN DAN SARAN on Active Aging. January February
Adapun kesimpulan dalam Levine, G. Peter. 2008. Stronger After
penelitian ini antara lain, Nilai signifikansi Stroke Your Roadmap to Recovery.
kekuatan otot tangan sebelum dan sesudah Demos Medical Publishing
pemberian ROM sebesar 0,000. Artinya Levine, G. Peter. 2008. Stronger After
terdapat perbedaan kekuatan otot tangan Stroke Your Roadmap to recovery.
sebelum dan sesudah pemberian ROM. Hal Demos Medical Publishing.
ini membuktikan bahwa ROM berpengaruh Lewis, Randine. 2003. Treatment of
dalam meningkatkan kekuatan otot tangan Endometriosis and Fibroids. Medical
responden.Nilai signifikansi kekuatan otot Article #RL-03. Eastern Harmony
kaki sebelum dan sesudah pemberian ROM Medical Acupuncture Clinic.
sebesar 0,000. Artinya terdapat perbedaan Potter & Perry. 2009. Fundamental
kekuatan otot kaki sebelum dan sesudah Keperawatan. Jakarta: Salemba
pemberian ROM. Hal ini membuktikan Medika
bahwa ROM berpengaruh dalam Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi
meningkatkan kekuatan otot kaki responden. Ed. 6. Jakarta: Penerbit Buku
Adapun saran dalam penelitian ini Kedokteran EGC.
antara lain, Petugas rumah sakit sebaiknya Rasyid, A., Soertidewi, L. 2007. Unit Stroke
menggunakan latihan ROM secara lebih Manajemen Stroke secara
intensif guna meningkatkan kekuatan otot Komprehensif. Jakarta: Balai Penerbit
pasien baik otot tangan maupun otot kaki FK UI
pasien. Rumah sakit sebaiknya menetapkan Reese, N.B., 2009. Joint Range of Motion
standar operasional prosedur untuk and Muscle Length Testing. Edisi II.
penanganan khusus menggunakan ROM St. Louis: Elsevier Health Sciences
agar hasil yang diperoleh dapat maksimal Riskesdas. 2007. Riset Kesehatan Dasar.
dan seragam untuk semua masalah kekuatan Badan Penelitian dan Pengembangan
otot Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
Jakarta: EGC
DAFTAR PUSTAKA Scbaechter and Crimer. 2003. Effect of
Garrison, Susan J, 1996; Dasar – Dasar Experience After Stroke on Brain and
Terapi & Rehabilitasi Fisik; Behavior. Neurology Report Vol.27.
Hipocrates, Jakarta. Skills Lab. 2004. Range of Motion,
Garrison, Susan J. 2009. Dasar-Dasar Terapi Program Studi Ilmu Keperawatan.
& Rehabilitasi Fisik. Jakarta: Yogyakarta: FK UGM
Hipokrates. Smeltzer SC, Bare BG. 2011. Buku ajar
https://beequinn.wordpress.com/nursi Keperawatan Medikal Bedah Brunner
ng & Suddart. Edisi 8. Alih Bahasa

Jurnal Riset Hesti Medan, Vol. 3, No. 2, Desember 2018 71


Agung Waluyo dkk. EGC. Jakarta
2004
Smeltzer, S. C. & Bare, B. G. 2002. Buku
Ajar Keperawatan Medikal-Bedah,
edisi 8, volume 3. Jakarta: EGC
Sulaiman, Anggriani. 2018. Efek Postur
Tubuh Terhadap Keseimbangan
Lanjut Usia di Desa Suka Raya
Kecamatan Pancur Batu. Jumantik
(Jurnal Ilmiah Penelitian Kesehatan.
Vo. 3 No. 2 November 2018. Hal.
127-140.
http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/kes
mas/article/view/2875/1714
Sulaiman, Anggriani. 2018. Pkm
Pemanfaatan Posyandu Lansia di
Desa Sukaraya Kecamatan
Pancurbatu tahun 2017. Jurnal
Amaliah Vo. 2 No. 1 Mei 2018. Hal.
48-51. http://jurnal-
lp2m.umnaw.ac.id/index.php/JPKMA
/article/view/109/111
Tarwoto & Wartonah. 2003. Kebutuhan
Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
Tim PKM. 1995. Penyakit Pembuluh Darah
Otak. Yogyakarta: RS Panti Rapih

Jurnal Riset Hesti Medan, Vol. 3, No. 2, Desember 2018 72

Anda mungkin juga menyukai