Anda di halaman 1dari 21

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Seksio Sesarea

2.1.1 Definisi Seksio Sesarea

Seksio sesarea merupakan suatu persalinan buatan, dimana

janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding

rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin

diatas 500 gram (Angsar dan Setjalilakusuma, 2007)

2.1.2 Jenis Insisi Abdominal Seksio Sesarea

Menurut Cunningham dkk (2010), insisi abdominal dibagi

menjadi 2, yaitu :

1) Insisi Vertikal

Insisi vertikal garis tengah umbilikus merupakan insisi yang

paling cepat dibuat. Namun, harus cukup panjang sesuai perkiraan

ukuran janin agar bayi dapat lahir tanpa kesulitan. Pembedahan

secara tajam dilakukan sampai ke dalam vagina m. rektus abdominis

1
2

lamina anterior, yang bebas lemak subkutan untuk memperlihatkan

sepotong fasia di garis tengah dengan lebar sekitar dua cm. Rektus

dan otot piramidalis dipisahkan pada garis tengah oleh pembedahan

yang tajam untuk melihat fasia transveralis dan peritoneum.

Fasia transversalis dan lemak praperitoneum dibebaskan

secara hati-hati untuk mencapai dasar peritoneum. Peritoneum yang

terletak dekat dengan ujung atas insisi dibuka secara hati-hati

menggunakan klem yang dipasang dengan jarak dua cm. Lipatan

peritoneum yang terangkat diantara kedua klem tersebut kemudian

dilihat dan dipalpasi untuk meyakinkan bahwa omentum, usus, atau

kandung kemih tidak menempel. Peritoneum diinsisi superior

terhadap kutub atas insisi dan kearah bawah tepat diatas lipatan

peritoneum diatas kandung kemih.

2) Insisi Tranversal

Dengan modifikasi insisi pfannesteil, kulit dan jaringan

subkutan disayat dengan menggunakan insisi rendah, melintang,

dan sedikit melengkung. Insisi dibuat setinggi garis rambut pubis

dan diperluas melebihi batas lateral otot rektus. Pembedahan

diteruskan melewati lapisan subkutan sampai ke fasia. Setelah

jaringan subkutan dipisahkan dari dasar fasia sepanjang satu cm


3

pada satu atau kedua sisi, fasia dipotong secara melintang sesuai

panjang insisi. Pertama, tepi atas dan tepi bawah dipegang

menggunakan kelem oleh asisten selagi operator memegang

selubung fasia dari dasar otot rektus, baik dengan tumpul maupun

tajam. Pembuluh darah yang berjalan diantara otot dan fasia dijepit,

dipotong, dan di ikat. Hemostasis penting sekali untuk menekan

angka infeksi dan perdarahan. Pemisahan fasia dilakukan sampai

cukup mendekati umbilicus agar dapat dibuat insisi longitudinal

garis tengah yang adekuat di peritoneum. Otot rektus kemudian

dipisahkan di garis tengah untuk melihat dasar peritoneum.


4

Gambar 2.1 Jenis Insisi Abdominal Seksio Sesarea

2.1.3 Jenis Insisi Uterus Seksio Sesarea

Ada beberapa teknik yang dapat dilakukan pada insisi

uterus, antara lain:

1) Teknik insisi uterus klasik

Insisi klasik adalah insisi vertikal ke dalam korpus uterus

diatas segmen bawah uterus dan mencapai fundus uterus, namun

saat ini sudah jarang digunakan. Pada insisi klasik, dinding perut

dibuat insisi median mula dari atas simfisis sepanjang kurang lebih

12 cm sampai dibawah umbilikus lapis demi lapis sehingga kavum

peritoneal terbuka. Dalam rongga perut disekitar rahim dilingkari

dengan kasa laparotomi. Dibuat insisi secar tajam dengan pisau pada

segmen atas rahim, kemudian diperlebar secara sagital dengan

gunting. Setelah kavum uteri terbuka, selaput ketuban dipecahkan.

Janin dilahirkan dengan meluksir kepala dan mendorong fundus

uteri. Setelah janin lahir seluruhnya, tali pusat dijepit dan dipotong

diantara kedua penjepit (Angsar dan Setjalilakusuma, 2007)

Teknik ini dilakukan apabila ada indikasi seperti berikut

(Angsar dan Setjalilakusuma, 2007):


5

a. Bila terjadi kesukaran dalam memisahkan kandung kemih untuk

mencapai segmen bawah rahim, misalnya karena adanya

perlekatan-perlekatan akibat pembedahan seksio sesarea yang

lalu, atau adanya tumor-tumor di daerah segmen bawah rahim.

b. Janin besar dalam letak lintang.

c. Plasenta previa dengan insersi plasenta di dinding depan segmen

bawah rahim.

2) Teknik insisi uterus transversal rendah

Lipatan peritoneum yang longgar diatas batas atas kandung

kemih dan menutupi bagian anterior segmen bawah uterus dijepit di

garis tengah dengan forsep dan di insisi melintang dengan gunting.

Gunting diselipkan diantara serosa vesikouterus dan miometrium

segmen bawah uterus. Kemudian didorong ke lateral garis tengah

dan dicabut, sembari membuka mata gunting secara parsial dan

intermiten. Hal ini untuk memisahkan bagian serosa dua cm, yang

kemudian di insisi. Seraya mendekati batas lateral, gunting

diarahkan kearah cranial. Lipatan bawah peritoneum diangkat, dan

kandung kemih dipisahkan secara tumpul atau tajam dari dasar

miometrium. Umunya, pemisahan kandung kemih tidak melebihi 5


6

cm kedalamnya dan biasanya lebih sedikit. Terutama pada serviks

yang sudah mendatar dan membuka, dapat terjadi diseksi yang

terlalu daalm sehingga secara tidak sengaja menembus vagina

dibawahnya.

Uterus dibuka melalui segmen bawah uterus kira-kira 1 cm

dibawah batas atas lipatan peritoneum. Insisi uterus perlu dibuat

relatif tinggi pada wanita dengan pembukaan serviks yang besar

atau lengkap agar kemungkinan perluasan insisi ke lateral menuju

arteri-arteri uterus dapat dicegah.

Semua teknik insisi uterus dimulai dengan menginsisi segmen

bawah uterus yang terpapar menggunakan scalpel secara melintang

sepanjang 1 sampai 2 cm di garis tengah. Hal ini harus dilakukan

dengan hati-hati agar tidak melukai janin. Setelah uterus terbuka,

insisi dapat diperluas dengan memotong ke lateral dan kemudian

sedikit keatas dengan gunting perban. Cara lain, apabila segmen

bawah uterus tipis, insisi dapat diperluas hanya dengan tekanan ke

lateral dan atas menggunakan dua jari telunjuk.

Insisi uterus sebaiknya dibuat cukup lebar agar kepala dan

badan janin dapat lahir tanpa merobek atau harus memotong arteri
7

dan vena uterin yang berjalan sepanjang batas lateral uterus.

Apabila ditemukan plasenta digaris insisi, plasenta tersebut harus

dilepaskan atau diinsisi. Apabila plasenta tersayat, perdarahan janin

dapat parah, sehingga pada kasus semacam ini, tali pusat harus

secepatnya di kelem (Cunningham dkk, 2010).

3) Teknik insisi uterus vertikal rendah

Insisi vertikal pada uterus dimulai dengan scalpel dan

dilakukan serendah mungkin, tetapi lebih tinggi daripada batas

perlekatan kandung kemih. Jika ruang yang terbentuk oleh scalpel

sudah memadai, maka insisi diperluas kearah kepala dengan gunting

perban sampai cukup panjang untuk melahirkan janin. Di dalam

miometrium sering dijumpai banyak perdarahan dari

pembuluh-pembuluh darah besar. Segera setelah janin dikeluarkan,

pembuluh-pembuluh ini di klem dan diikat dengan benang catgut

kromik (Cunningham dkk, 2010).


8

Gambar 2.2 Jenis Insisi Uterus Seksio Sesarea

2.1.4 Indikasi Seksio Sesarea

2.1.4.1 Faktor janin

1) Bayi terlalu besar

Bayi yang beratnya lebih dari 4000 gram atau lebih (giant baby

), dikaitkan dengan resiko hampir 4 kali lipat lebih tinggi kelahiran

sesar diantara wanita nulipara. Beberapa penelitian menunjukkan

kegagalan trial of labor yang lebih tinggi dengan meningkatnya berat

badan lahir (Caughey, 2013)


9

2) Kelainan letak janin

Ada 2 kelainan letak janin dalam rahim, yaitu letak sungsang

dan letak lintang. Letak sungsang adalah letak membujur, dengan

kepala janin berada di bagian fundus uterus dan bokongnya di pintu

atas panggul Sedangkan, letak lintang terjadi bila sumbu memanjang

ibu membentuk sudut tegak lurus dengan sumbu memanjang janin.

Oleh karena seringkali bahu terletak diatas pintu atas panggul,

malposisi ini disebut juga presentasi bahu (Manuaba, 2009).

3) Ancaman gawat janin (fetal distress)

Gangguan gawat janin merupakan indikasi utama dilakukan

seksio sesarea. Gawat janin dapat didiagnosis pada periode

antenatal, maupun selama persalinan. Tanda gawat janin yaitu

adanya mekonium dalam air ketuban selama persalinan, atau CTG

yang abnormal. Namun, tidak satupun dari faktor tersebut

memastikan adanya hipoksia janin. Hanya fetal blood sampling (FBS)

yang dapat mendiagnosis secara pasti adanya asidosis janin maupun

hipoksia (Bahiah, et al. 2010)

4) Presentasi bokong
10

Janin dengan presentasi bokong beresiko lebih besar

mengalami prolaps tali pusat dan terjepitnya kepala jika dilahirkan

pervaginam dibandingkan janin dengan presentasi kepala. Oleh

karena itu, presentasi bokong sering menjadi indikasi untuk

dilakukan sesar (Cunningham dkk, 2009).

5) Kelainan plasenta

Menurut Oxorn dan Forte (2010) ada beberapa kelainan

plasenta yang menyebabkan keadaan gawat darurat pada ibu dan

janin sehingga harus dilakukan persalinan dengan operasi, yaitu

plasenta previa dan abruptio plasenta. Pada plasenta previa sentralis

dan lateralis, seksio sesarea telah menurunkan mortalitas fetal dan

maternal. Keputusan akhir diambil melalui pemeriksaan vaginal

dalam kamar operasi menggunakan double setup. Team dokter

bedah harus siap sedia. Jika pada pemeriksaan vaginal ditemukan

kelainan plasenta previa, maka seksio sesarea harus segera

dikerjakan. Sedangkan, pada abruptio plasenta, dapat diatasi dengan

pemecahan ketuban dan pemberian tetesan oksitosin. Kalau

perdarahannya hebat, serviks mengeras dan menutup atau kalau

ada kecurigan apoplexia uteroplacental, maka diperlukan seksio

sesarea untuk menyelamatkan bayi, mengendaliakn perdarahan,


11

mencegah afibrinogemia, dan untuk mengamati keadaan uterus.

Pada sebagian kasus abruptio plasenta, diperlukan tidakan

histerektomi.

6) Kelainan tali pusat

Ada dua kelainan tali pusat yang biasa terjadi, yaitu prolapsus

tali pusat (tali pusat menumbung) dan terlilit tali pusat. Prolapsus

tali pusat terjadi ketika tali pusat melewati jalan lahir dan ke dalam

vagina di depan kepala bayi. Saat bayi melewati jalan lahir selama

persalinan, terjadi tekanan pada tali pusat. Hal ini dapat

menurunkan atau benar-benar memotong aliran darah dan oksigen

ke bayi. Prolaps tali pusat dapat menyebabkan bayi mati kecuali bayi

dilahirkan dengan cepat dengan seksio sesarea. (Kohnle, 2013)

7) Bayi kembar (Gemelly)

Kehamilan kembar adalah kehamilan beresiko tinggi.

Kehamilan kembar dapat mengakibatkan cairan ketuban yang

berlebih yang mengakibatkan janin kembar mengalami kelainan

letak. Operasi sesar dilakukan jika terdapat janin pertama dalam

keadaan letak lintang, presentasi bahu, atau bila terjadi interlocking (

Fletcher, 2012; Suwiyogo, 2002)


12

2.1.4.2 Faktor ibu

1) Usia

Ibu dengan usia 40 tahun keatas yang telah melakukan operasi

sesar sebelumnya memiliki hampir 3 kali lipat lebih beresiko untuk

gagal pada trial of labor dibandingkan wanita yang lebih muda dari

40 tahun (Caughey,2013).

2) Infeksi

Seksio sesarea harus dilakukan pada wanita dengan infeksi

HSV yang terjadi pada trimester ketiga kehamilan untuk mengurangi

resiko infeksi HSV neonatal. Selain itu, juga dilakukan pada wanita

yang mengidap HIV tanpa terapi ARV, atau yang menerima ARV dan

memiliki viral load 400 per ml (NICE, 2011).

3) Disproporsi fetalopelvik

Cephalopelvic disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar

panggul ibu tidak sesuai dengan janin yang terlalu besar dan dapat

menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara normal. Kondisi

tersebut membuat bayi susah keluar melalui jalan lahir. Namun, CPD

dapat diidentifikasi sebelum persalinan.

Disproporsi inlet biasanya dapat didiagnosis dengan pemeriksaan

pelvis disertai x-ray pelvimetry. Namun, lebih baik menunggu waktu


13

kelahiran sebelum membuat diagnosis. Pada primigravida,

disproporsi inlet dapat diduga apabila pasien memulai kelahiran

Disproporsi midpelvis mungkin diduga jika AP diameter

pendek, spina iliaca sangat menonjol, ligament sacrospinal kurang

dari 5 cm, dan bayi berukuran besar. Seksio sesarea biasanya

menjadi pilihan setelah partus percobaan jika kepala masih terasa

berada diatas simfisis atau jika puncak kepala gagal maju

melampaui +2cm.

Disproporsi jalan lahir biasanya memerlukan percobaan

forsep sebelum diputuskan dengan pasti bahwa persalinan aman

tidak mungkin dilaksanakan. Pada umumnya, x-ray pelvimetry dan

pemeriksaan dengan jari tidak memuaskan untuk menilai jalan lahir

(Ainbinder, 2003).

4) Persalinan sebelumnya sesar

Sebenarnya tidak ada hubungan dengan riwayat sesar

sebelumnya. Namun, pada sebagian besar negara ada kebiasaan

yang dipraktekkan, yaitu setelah sesar, maka persalinan berikutnya

dilakukan dengan cara yang sama. Bahaya ruptur pada insisi

sebelumnya dirasakan terlalu besar. Akan tetapi, pada kondisi

tertentu ternyata bisa dilakukan trial of labor dengan kemungkinan


14

persalinan lewat vagina (Oxorn dan Forte, 2010).

5) Neoplasma

Neoplasma yang menyumbat pelvis menyebabkan persalinan

normal tidak dapat terlaksana. Kanker invasif serviks yang

didiagnosis pada trimester ketiga kehamilan dapat diatasi dengan

seksio sesarea yang dilanjutkan dengan terapi radiasi, pembedahan

radikal, ataupun keduanya. (Oxorn dan Forte, 2010).

6) Disfungsi uterus

Disfungsi uterus mencakup kerja uterus yang tidak

terkoordinasikan, inertia, cincin konstriksi, dan ketidakmampuan

dilatasi serviks. Partus menjadi lama dan mungkin terhenti sama

sekali (Oxorn dan Forte, 2010).

7) Ketuban pecah dini

Kantung ketuban adalah kantung yang berdinding tipis yang

berisi cairan yang mengelilingi janin dalam rahim. Robeknya

kantung ketuban sebelum waktunya dapat menyebabkan bayi harus

segera dilahirkan. Kondisi ini membuat air ketuban merembes

keluar sehingga tinggal sedikit atau habis (Manuaba, 2009).


15

8) Insisi uterus sebelumnya

Insisi uterus sebelumnya seperti miomectomi atau operasi

sekso sesarea pada kelahiran sebelumnya yang bisa membuat

dinding uterus jadi lemah dan mudah terjadi rupture uterus jika

dilakukan persalinan normal. Berikut ini adalah indikasi

dilakukannya operasi seksio sesarea berulang (Ainbinder, 2003):

a. Wanita dengan indikasi disproporsi sefalopelvik pada seksio

sesarea sebelumnya

b. Wanita dengan kegawatdaruratan saat masuk rumah sakit,

seperti ruptur membrane

c. Jenis sayatan yang digunakan sebelumnya adalah sayatan

klasik

9) Distosia

Distosia adalah persalinan yang sulit yang diatndai terlalu

lambatnya kemajuan persalinan walaupun dengan his yang adekuat.

Distosia dapat terjadi karena beberapa kelainan yang berbeda yang

melibatkan serviks, uterus, tulang panggul ibu, atau obstruksi jalan

lahir (Cunningham dkk,2009).

2.2 Vaginal Birth After Cesarean (VBAC)


16

2.2.1 Definisi VBAC

Definisi penting mengenai Vaginal Birth After Cesarean (VBAC)

: (Cunningham dan wells, 2013)

1. A Trial of Labor After Cesarean Delivery (TOLAC) adalah upaya

persalinan pervaginam pada wanita bekas seksio sesarea

2. VBAC adalah percobaan persalinan pervaginam yang sukses

3. TOLAC dapat berakhir dengan sukses atau gagal bila berakhir

dengan seksio sesarea ulangan

4. Wanita dengan percobaan persalinan yang gagal menjalani

seksio sesarea ulangan tanpa direncanakan atau dijadwalkan

2.2.2 Prasyarat VBAC

Panduan dari American College of Obstetric and Gynecologists

VBAC atau yang juga dikenal trial of scar memerlukan kehadiran

seorang dokter ahli kebidanan, seorang ahli anastesi dan staf yang

mempunyai keahlian dalam hal persalinan dengan seksio sesarea

emergensi selama persalinan. Sebagai penunjangnya kamar operasi

dan staf disiagakan, darah yang di crossmatch disiapkan dan alat

monitor denyut jantung janin manual ataupun elektronik. Rumah

sakit yang lebih kecil mungkin tidak memiliki sumber daya untuk

memantau persalinan VBAC atau untuk memberikan suatu seksio


17

sesarea darurat untuk TOLAC dan persalinan VBAC tidak mungkin

dilaksanakan (Burd, 2012; Caughey, 2013).

2.2.3 Indikasi VBAC

Menurut Cunningham dkk (2010) kriteria seleksi pasien yang

direncanakan untuk persalinan pervaginam setelah seksio sesarea

adalah berikut :

1. Riwayat 1 kali seksio sesarea dengan insisi segmen bawah

rahim

2. Secara klinis panggul adekuat atau imbang fetopelvik baik

3. Tidak ada bekas ruptur uteri atau bekas operasi lain pada

uterus

4. Tersedianya tenaga yang mampu melaksanakan monitoring,

persalinan, dan seksio sesarea emergensi

5. Sarana dan personil anastesi siap untuk menangani seksio

sesarea darurat

Sedangkan, kriteria yang masih kontroversi, yaitu:

1. Parut uterus yang tidak diketahui

2. Parut uterus pada segmen bawah rahim vertikal

3. Kehamilan kembar
18

4. Kehamilan lewat waktu

5. Taksiran berat janin lebih dari 4000 gram

2.2.4 Kontraindikasi VBAC

Kontraindikasi absolut melakukan VBAC adalah (Clarkson,

2005; AOM, 2004):

1. Bekas seksio sesarea klasik

2. Bekas seksio sesarea dengan insisi inverted T

3. Bekas ruptur uteri

4. Bekas komplikasi operasi seksio sesarea dengan laserasi

serviks yang luas

5. Bekas sayatan histerotomi atau miomektomi yang melalui

fundus uterus

6. Disproporsi sefalopelvik yang jelas

7. Pasien menolak persalinan per vaginal

8. Ada komplikasi medis dan obstetrik yang merupakan kontra

indikasi persalinan pervaginam, seperti plasenta previa.

2.2.5 Karakteristik Yang Mempengaruhi Keberhasilan VBAC

Karakteristik yang dihubungkan dengan tingkat keberhasilan

persalinan pervaginam setelah sesio sesarea, yaitu :

1. Teknik operasi sebelumnya


19

Insisi klasik biasanya merupakan kontraindikasi absolut

melakukan VBAC karena akan terjadi rupture pada 14% wanita

dengan tipe insisi ini. Insisi transversal rendah terlihat tidak banyak

mengalami ruptur. Sedangkan, pada insisi vertikal rendah kurang

jelas terdapat resiko ruptur. Studi kohort prospektif pada tahun

2004, jumlah ruptur uterus diantara wanita dengan insisi transversal

rendah 0,7%, dibandingkan dengan insisi vertikal rendah 2%

(Lee-Paritz, 2010)

2. Jumlah seksio sesarea sebelumnya

Resiko rupture uteri meningkat dengan meningkatnya jumlah

seksio sesarea sebelumnya. Pasien dengan seksio sesarea lebih dari

satu kali mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk terjadinya

rupture uteri. Rupture uteri pada bekas seksio sesarea 2 kali adalah

sebesar 1,8-3,7% (Caughey, 2013).

3. Indikasi operasi seksio sesarea yang lalu

Indikasi seksio sesarea sebelumnya akan mempengaruhi

keberhasilan VBAC. Keberhasilan VBAC ditentukan juga oleh

keadaan pembukaan serviks pada waktu dilakukan seksio sesarea


20

yang lalu. VBAC berhasil 67% apabila seksio sesarea dilakukan pada

saat pembukaan serviks kecil 5 cm dan 73% pada pembukaan 6

sampai 9 cm. Keberhasilan persalinan pervaginam menurun sampai

13% apabila dilakukan pada keadaan distosia pada kala II (

Cunningham dkk, 2010).

4. Usia maternal

Usia ibu yang aman untuk melahirkan adalah sekitar 20 tahun

sampai 35 tahun. Usia melahirkan dibawah 20 tahun dan diatas 35

tahun digolongkan resiko tinggi. Wanita yang berumur lebih dari 35

tahun mempunyai angka seksio sesarea yang lebih tinggi. Wanita

yang berumur lebih dari 40 tahun dengan bekas seksio sesarea

mempunyai resiko kegagalan untuk persalinan pervaginam lebih

besar tiga kali daripada wanita yang berumur dibawah 40 tahun

(Caughey, 2013).

5. Riwayat persalinan pervaginam

Riwayat persalinan pervaginam baik sebelum atau sesudah

seksio sesarea mempengaruhi prognosis keberhasilan VBAC. Pasien

dengan bekas seksio sesarea yang pernah menjalani persalinan

pervaginam memiliki angka keberhasilan VBAC yang lebih tinggi

dibandingkan dengan pasien tanpa riwayat persalinan pervaginam (


21

Cunningham dkk, 2010; Caughey 2013)

6. Berat bayi lahir

Berat bayi lahir sangat mempengaruhi keberhasilan VBAC.

Studi kohort retrospektif pada wanita dengan riwayat sesarea satu

kali ditemukan penurunan kesuksesan pada bayi dengan berat lebih

dari 4kg. (Clarkson, 2005)

7. Jarak antar persalinan

Semakin lama jangka waktu antar persalinan, semakin

rendah resiko ruptur uteri. Wanita yang mencoba VBAC yang

memiliki jarak antar persalinan kurang dari 24 bulan memiliki dua

sampai tiga kali lipat peningkatan resiko ruptur uteri dibandingkan

dengan wanita yang jarak antar persalinannya lebih dari 24 bulan

(Neff, 2004).

Anda mungkin juga menyukai