Anda di halaman 1dari 7

1.

Kebijakan fiscal terkait PEN

Untuk melindungi kesejahteraan perekonomian hidup masyarakat dari krisis

pandemic Covid-19, pemerintah telah mengambil berbagai kebijakan strategis dan luar

biasa dengan instrument fiscal sebagai kebijakan utamanya. Tiga hal yang menjadi fokus

pemerintah diantanya yaitu menjaga kesehatan masyarakat, melindungi daya beli

khususnya masyarakat golongan tidak mampu melalui penguatan dan perluasan jaring

pengaman sosial, serta melindungi dunia usaha dari kebangkrutan.

Pada Februari 2020, pemerintah telah menggelontorkan dana sebesar Rp8,5 T yang

ditujukan untuk percepatan belanja bantuan sosial dan belanja modal guna mendorong

sektor padat karya dan insentif sektor pariwisata sebagai sektor yang terdampak.

Selanjutnya, pemerintah kembali meluncurkan stimulus ke-2 senilai Rp22,5 T yang

dikhususkan untuk insentif pajak periode April hingga September 2020. Selain itu,

pemerintah juga memberikan dukungan nonfiskal untuk sektor ekspor dan impor komoditi

tertentu. Pemerintah juga melakukan penghematan, refocusing kegiatan, serta realokasi

anggaran untuk penanganan COVID-19 dengan menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 4

tahun 2020.

Meskipun begitu, melihat krisis pandemic Covid-19 yang kian waktu kian genting

serta mengganggu stabilitas ekonomi dan keuangan, pemerintah menerbitkan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 tahun 2020 sebagai landasan

hukum untuk mengambil langkah-langkah cepat dan luar biasa serta terkoordinasi untuk

menghadapi pandemi COVID-19. Penerbitan peraturan ini mendorong pemerintah untuk

meluncurkan dana sebesar Rp405,1 T khusus untuk stimulus fiscal. Berbagai kebijakan

moneter dan keuangan juga dimaksimalisasi guna menangani Covid-19 dan sebagai

langkah mitigasi dampaknya pada ekonomi dan keuangan nasional. Pemerintah


memberikan stimulus pemerintah dari sisi instrument fiscal terkait dengan penanganan

wabah Covid-19 dan mitigasi dampak ekonomi berupa:

1) Anggaran kesehatan covid-19

2) Social safety net

3) Insentif perpajakan

4) Bantuan subsidi updah bagi perusahaan

5) Cash transfer bagi UMKM

2. Sumber pendanaan PEN

Berdasarkan PP 23/2020, ditetapkan 4 modalitas dan belanja negara dalam instrument

APBN untuk mendukung kesuksesan penyelenggaraan program PEN guna mendapatkan

hasil yang optimal dan sesuai dengan tujuan. Sesuai dengan instruksi pemerintah, sumber

pendanaan ini berasal dari pembiayaan modal dengan risiko paling kecil dan biaya yang

paling kompetitif guna mempertahankan keseimbangan pengeluaran agar tidak meningkat

tajam. Perolehan modal program PEN berasal dari beberapa sumber, yakni:

a. Belanja negara, digunakan untuk subsidi bunga UMKM melalui lembaga keuangan

sebesar Rp 34,15 triliun;

b. Penempatan dana pemerintah pada perbankan yang terdampak restrukturisasi

kredit/pembiayaan dan/atau memberikan tambahan kredit/pembiayaan modal kerja

guna memberikan dukungan likuiditas pada bank yang terkena dampak

restrukturisasi;

c. Penjaminan, digunakan untuk kredit modal kerja sebesar Rp6 triliun. Penjaminan ini

dapat dilakukan secara langsung oleh pemerintah (yang hanya dapat diberikan kepada

BUMN) ataupun melalui badan usaha penjaminan seperti PT Jaminan Kredit

Indonesia dan PT Asuransi Kredit Indonesia;


d. Penyertaan modal Negara (PMN), khususnya untuk BUMN yang permodalannya

terdampak pandemic dan penugasan khusus. Tujuan PMN ini adalah untuk

memperbaiki struktur permodalan BUMN yang terdampak pandemi, meningkatkan

kapasitas usaha, serta melaksanakan penugasan khusus oleh Pemerintah dalam

pelaksanaan Program PEN; dan

e. Investasi pemerintah, digunakan untuk modal kerja.

Selain sumber pendanaan tersebut di atas, pembiayaan program PEN juga berasal dari

penerbitan SBN untuk domestic serta global dengan dukungan Bank Indonesia melalui

kebijakan-kebijakan moneternya seperti penurunan Giro Wajib Minimum dan Bank

Indonesia sebagai stand by buyer di pasar perdana termasuk penggunaan sumber internal

pemerintah, seperti saldo anggaran lebih (SAL) pemerintah dan dana abadi untuk bidang

kesehatan dan Badan Layanan Umum (BLU) serta dukungan untuk berbagai program

bellow the line. Hal ini dilakukan untuk menjaga kualitas kebijakan moneter dan stabilitas

makro ekonomi guna mendukung PEN yang berkelanjutan. Semua persyaratan dan

ketentuan lebih lanjut terkait program PEN dijelaskan pada PP 23/2020.

3. Perubahan postur APBN

Krisis pandemic Covid-19 yang berlangsung hingga saat ini tidak memberikan

kepastian kapan akan berakhir sehingga membuat sektor kesehatan, ekonomi, dan sektor

lain harus dihitung ulang anggaran dan pembiayaannya agar tetap memadai dengan

efisien. Berbagai program PEN dalam menangani situasi yang tidak normal ini

mengakibatkan perlunya perubahan dan revisi postur APBN agar mencerminkan

kebutuhan yang diantisipasi saat ini, sehingga pertumbuhan ekonomi tidak menurun tajam.

Sebelumnya, pemerintah telah menganggarkan biaya sebesar Rp677,2 T untuk

penanganan pandemic dan program PEN. Namun, karena ketidakpastian situasi dan

kondisi ini sehingga menyebabkan postur APBN harus diubah setelah sebelumnya diubah
melalui Perpres Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian APBN

Tahun Anggaran 2020 yang dikeluarkan berdasarkan Perpu Nomor 1 Tahun 2020. Dengan

prinsip kehati-hatian dan cepat tanggap untuk bergerak responsive dan berbagai peran

pemerintah dalam mengkonsultasikan kebijakan ini bersama Komisi XI DPR hingga

berbagai lembaga lainnya, postur APBN 2020 yang telah diubah pada APBN-P kini telah

diubah kembali melalui Perpres 72/2020 yang menampung program Pemulihan Ekonomi

Nasional (PEN). Perpres revisi ini menambahkan kebijakan terkait dengan krisis ekonomi

dan keuangan serta pemulihannya karena pada perpres sebelumnya lebih fokus pada

bidang kesehatan dan bantuan sosial masyarakat.

Dengan demikian, Indonesia hingga saat ini telah memiliki 3 postur APBN. Postur

yang pertama adalah postur APBN 2020, yang kedua adalah postur perubahannya

berdasarkan perpres 54/2020, dan yang terbaru yaitu perpres 72/2020.

Penambahan anggaran ini menyebabkan deficit Negara berubah dari Rp852,9 T atau

5,07% terhadap produk domestic bruto sesuai Perpres 54/2020 mengenai postur APBN

menjadi Rp1.039,2 T atau 6,34% dari PDB berdasarkan perpres 72/2020. Menteri

Keuangan menegaskan bahwa kebijakan deficit tersebut tetap dijaga secara hati-hati dari

sisi sustainability maupun pembiayaannya, seperti sumber dana yang telah dipaparkan di

atas.

Selain itu, dengan adanya revisi ini maka pendapatan negara dikoreksi lagi dari

Rp1.760,9T menjadi Rp1.699,1 T, di mana penerimaan perpajakan dari Rp1.462,6 T turun

menjadi Rp1.404,5 T.

Dari sisi belanja Negara, ada peningkatan dari Rp2.613,8 T di Perpres 54 tahun 2020

menjadi Rp2.739,1 T atau terjadi kenaikan belanja Rp124,57 T yang mencakup belanja

untuk mendukung pemulihan ekonomi dan penanganan COVID-19 termasuk untuk daerah

dan sektoral.
Sementara itu, pembiayaan anggaran berubah menjadi Rp1039,2 T setelah

sebelumnya dikoreksi menjadi Rp 307,2 T.

Selain itu, dari sisi Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal

(KEM PPKF), pertumbuhan ekonomi tahun 2020 mengalami revisi dari kisaran -0,4%

sampai dengan 2,3% menjadi semakin negative di kisaran -1,1 hingga 0,2%. Hal ini terjadi

setelah melihat realisasi kuartal-2 dan kuartal-3 yang semakin berat tekanannya.

Dari sisi impor atau ekspor, tekanan yang luar biasa di perekonomian global juga

menyebabkan pertumbuhan ekspor masih di zona negative yaitu sebesar -5,6  hingga -5,4

dan untuk impor sebesar -10,5 hingga -8,4.

Selanjutnya, dengan melihat perkembangan di kuartal-3 tahun 2020, ketidakpastian

masih terus berlangsung, sehingga sektor ekonomi dan keuangan tahun 2021 masih

diproyeksikan sama dengan kuartal-3 tahun 2020 meskipun akan diperkirakan pulih.

Namun, hal ini tergantung pada ekspansi fiscal yang terus diselenggarakan pemerintah

hingga tahun 2021 guna melanjutkan program PEN baik dari sisi demand maupun supply,

keberhasilan program distribusi vaksin yang diselenggarakan oleh pemerintah pada akhir

tahun 2020 hingga awal tahun 2021, efektivitas disiplin atas protocol kesehatan oleh

masyarakat, serta langkah antisipasi pemerintah akan adanya secondwave dalam menekan

laju pertumbuhan infeksi wabah Covid-19.

Sesuai dengan amanat UU No.20/2020, perubahan-perubahan postur APBN melalui

perpres sebagai landasan hukumnya mencerminkan cepat tanggapnya pemerintah

memberikan respon dalam menangani perubahan pandemic yang segala sesuatunya tidak

terprediksi, sehingga perlu diatasi dengan solusi yang tidak biasa pula. Kondisi yang tidak

normal ini memang membutuhkan kecepatan pemerintah dalam mengambil kebijakan

dengan hati-hati dan penuh strategi. Pemerintah terus berupaya untuk tetap konsisten

dalam menjaga dampak Covid-19 khususnya bidang kesehatan, sosial, dan ekonomi,
terutama bagi masyarakat miskin, agar masyarakat terus mendapatkan dampak positif dari

kebijakan-kebijakan pemerintah.

Kebijakan fiscal maupun moneter juga harus diharmonisasikan guna mempertahankan

situasi dan kondisi yang kondusif guna mendukung pertumbuhan dan pemulihan ekonomi

dan menciptakan stabilitas terutama kepada instrumen-instrumen penting di pasar saham

maupun nilai tukar.


Daftar Pustaka ya gengs,

Masukin jurnal yg ada di grup sama yang di bawah ini, makasih.

PP 23/2020

Perpres 54/2020

Perpres 72/2020

https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/perubahan-postur-apbn-merupakan-respon-

cepat-pemerintah-tangani-biaya-covid-19-dan-pen/

https://www.pajakonline.com/revisi-postur-apbn-2020-fokus-pada-pemulihan-ekonomi-

nasional/

https://www.tribunnews.com/nasional/2020/06/03/pemerintah-revisi-perpres-54-untuk-ubah-

postur-anggaran-dan-tampung-program-pen

https://investor.id/business/anggaran-pen-meningkat-defisit-apbn-2020-melebar-hingga-634

https://mediaindonesia.com/ekonomi/336929/dorong-ekspansi-fiskal-pemerintah-lanjutkan-

pen-di-2021

Anda mungkin juga menyukai