Anda di halaman 1dari 17

TUGAS

Aliran – Aliran Hermeneutik


Disusun untuk memenuhi Nilai Mata Kuliah Sejarah Gereja Umum

Dosen : Dr Daniel Lengah M.Th

Oleh :

Nike Rosadi Sitinjak

Deni

Sandy

Deni

Lira

PROGRAM PENDIDIKAN GURU AGAMA KRISTEN

STT POKOK ANGGUR

JAKARTA

2021
Perang Salib Pertama (1095-1099 M)

Perang Salib Pertama adalah serangkaian operasi militer yang didorong oleh

keinginan kaum Kristen Eropa untuk menjadikan tempat-tempat suci umat Kristen,

khususnya Yerusalem masuk ke wilayah perlindungan mereka. Seruan Paus Urbanus pada

tahun 1095, membuat penguasa-penguasa Kristen Eropa bersatu untuk melakukan serangan

ke wilayah-wilayah muslim di Timur Dekat.

Sejak awal, Perang Salib membentuk babak penting dalam dua sejarah yang berbeda

namun saling terkait, yaitu Barat dan Timur. Bagi Barat, Perang Salib adalah bagian penting

dari evolusi Eropa Barat abad pertengahan. Sementara bagi muslim di Timur, Perang Salib

memainkan peran sementara tetapi tidak terlupakan, karena perang ini mempengaruhi

kesadaran umat Islam hingga kini.

A. Latar Belakang Perang Salib Pertama

Pertemuan bangsa Barat dan Timur (Islam) pertama kali terjadi setelah adanya

kebijakan-kebijakan ekspansi negara muslim baru, yang dibentuk pasca wafanya Nabi

Muhammad saw, tahun 632 M. Satu abad kemudian, muslim telah menyeberangi barisan

pegunungan di antara Prancis dan Spanyol, sekaligus menaklukan wilayah-wilayah yang

membentang dari India Utara hingga Prancis  Selatan.

Dua abad berikutnya, peradaban dunia Islam masih lebih superior dari peradaban

Eropa. Mereka menikmati pertumbuhan ekonomi, dan peradaban yang luar biasa. Namun,

pada akhir abad ke-10 dan awal abad ke-11, perpecahan politik menimpa Dinasti Abbasiyah

(pusat peradaban dan pemerintahan Islam). Kondisi tersebut membantu munculnya kembali
bangsa-bangsa Eropa di Mediterania Timur, dan menjadi awal kebangkitan kekuatan Kristen

di Spanyol.

Kebangkitan ini ditandai dengan keberhasilan bangsa Norman merebut kembali

Sisilia dari tangan tangan kaum muslim, dan kaum Kristen di utara Spanyol berhasil merebut

kembali Toledo. Sementara itu, Bizantium berhasil melakukan invasi  ke utara Suriah pada

abad ke-10, dan dalam waktu yang singkat dapat menguasai kota-kota negeri itu.

Pada abad ke-11, Paus dan penguasa-penguasa kerajaan Eropa mendapat kabar

tentang kemunduran dan desentralisasi kekuasaan militer dan politik umat Islam. Namun,

kabar tentang reputasi buruk khalifah keenam dinasti Fatimiyah, al-Hakim, juga sampai ke

Eropa melalui berita yang dibawa pendeta Prancis Peter Amiens. Al-Hakim melakukan

penyiksaan terhadap orang Kristen di kerajaannya, yang membentang dari Suriah hingga

Palestina, selain itu ia juga melakukan penghancuran Gereja Makam Suci di Yerusalem pada

1009-1010.

Paruh kedua abad ke-11, dunia timur didominasi oleh perseteruan dua kekuatan besar

muslim saat itu, yaitu dinasti Seljuk dan Fatimiyah. Mereka saling memperebutkan wilayah

yang membentang dari Suriah hingga Palestina. Dinasti Seljuk saat itu masih mengandalkan

dukungan militer dari kerabat mereka yang hidup mengembara, Turki Nomaden.

Turki Seljuk tidak hanya berperang melawan daulah Fatimiyah, mereka juga

menyerang wilayah Bizantium bagian timur, Anatolia, yang dulunya merupakan daerah

kekuasaan Armenia. Pasukan Turki di bawah pimpinan Sultan Alp Arslan berhasil

mengalahkan pasukan Bizantium di Manzikert pada tahun 1071. Pasca direbutnya wilayah

itu, reputasi imperium Bizantium mengalami pukulan hebat.


Setelah itu, gelombang Turki Nomaden yangb bergerak ke timur semakin terlepas dari

kontrol kekaisaran Seljuk, mereka bergerak masuk dan menduduki wilayah Armenia, dan

Bizantium. Salah satu kelompok Turki Nomaden di bawah pimpinan Sulayman ibn

Qutlumush, mendirikan negara kecil pertama di Nicaea (Iznik), dan kemudian di Iconium

(Konya), yang kemudian berkembang menjadi kerajaan Seljuk Rum.

Dekade terakhir abad ke-11, merupakan perpecahan politik terbesar umat Islam yang

belum pernah terjadi sebelumnya. Kematian beruntun menteri utama Seljuk, Wazir Nizham

al-Mulk, dan Sultan Seljuk Malik Shah di tahun 1092, disusul oleh khalifah Abbasiyah al-

Muqtadhi, dan khalifah Fatimiyah al-Mustanshir pada 1094 menimbulkan kekosongan

kekuasaan yang sangat besar.

Kekosongan tersebut menimbulkan pertikaian internal dan perebutan kekuasaan di

dunia Islam. Selain itu kekuatan Seljuk yang sebelumnya ditakuti kerajaan-kerajaan Eropa,

juga mengalami perpecahan pasca wafatnya Sultan Malik Shah. Kondisi yang sedemikian

rupa membuat dunia Islam tidak siap menghalau serangan yang sama sekali tidak diduga dari

kaum Eropa.

B. Seruan Paus Urbanus II

Melihat kesempatan untuk mendapatkan kembali beberapa wilayah yang pernah

ditaklukan di Asia Kecil, kaisar Byzantium, Alexius Comnenus mengirim sebuah pesan lain

ke barat, untuk mencari bantuan bagi Byzantium. Pada awalnya Alexius berpikir untuk

meminta bantuan Henry IV, raja Jerman sekaligus kaisar Romawi Suci, akan tetapi kekuatan

Henry IV sudah jauh menurun lantaran konflik berkepanjangan dengan Paus.

Sebagai gantinya, Alexius mengirim utusannya ke Paus Urbanus II. Mereka meminta

paus mengirimkan prajurit Italia ke timur untuk membantu Alexius mengusir kembali invasi
Turki Rum. Momentum ini dimanfaatkan Paus Urbanus II untuk menunjukkan kekuasaan

paus, yang dulunya terpecah, sekarang ia bisa menunjukkan kekuasaan Santo Petrus di

seluruh dunia.

Pada 17 November 1095, di Clermont Francia Barat, Paus Urbanus II mengumumkan

bahwa perang ini bukan hanya saatnya untuk membantu Byzantium melawan orang Turki,

tetapi juga saatnya mengambil kembali Yerusalem dari tangan muslim. Berikut isi pidato dari

Paus Urbanus II

“Seperti yang sudah kamu dengar, orang Turki dan orang Arab sudah menduduki

semakin banyak wilayah orang Kristen, dan sudah mengalahkan mereka dalam pertempuan.

Mereka sudah membunuh dan menangkap banyak orang, dan sudah menghancurkan gereja,

dan merusak kekaisaran. Kalau kamu sekalian membiarkan mereka meneruskan hal

demikian tanpa mendapatkan hukuman, orang beriman Tuhan akan jauh lebih lagi diserang

oleh mereka.

Dengan keadaan seperti ini saya, atau terlebih Tuhan, meminta kamu sebagai

pewarta Kristus untuk mempublikasikan ke semua orang, dan mengajak semua orang dari

tingkatan apa pun, prajurit berjalan kaki, dan ksatria, miskin atau kaya, untuk memberikan

bantuan dengan segera kepada warga Kristen, dan menghancurkan suku yang keji dari

wilayah sahabat kita. Saya mengatakan kepada siapa pun yang hadir di sini, ini juga

dimaksudkan untuk siapa yang tidak hadir. Selanjutnya Kristus akan memerintahkannya.”

Semua bangsawan Frank yang sudah bosan di bawah turan-aturan damai dan genjatan

senjata Tuhan sekarang memperoleh sesuatu yang berguna terkait dengan nafsu berperang

mereka. “Sekarang biar lah mereka yang sudah terbiasa melakukan perang pribadi secara

tidak adil terhadap saudara seiman pergi berperang melawan orang kafir.”
Urbanus II mengatakan kepada pendengarnya. “Biarkan mereka yang sudah lama menjadi

perampok, sekarang menjadi ksatria. Biarkan mereka yang berperang melawan saudaranya

dan keluarganya sekarang berperang melawan orang-orang barbar. Biarkan mereka yang

akan pergi tidak menunda perjalanannya. Segera sesudah musim dingin selesai, dan musim

semi tiba, biarkan mereka dengan sigap berangkat, dengan Tuhan sebagai penunjuk

jalannya.”

Mereka akan menerima hadiah terbesar yang paling mungkin mereka dapatkan.

“Semua yang mati di jalan baik di darat maupun dilaut, atau dalam perang melawan orang

kafir, akan mendapatkan pengurangan dosa dengan segera. Urbanus memberikan janjinya..

C. Pasukan Salib Berkumpul di Konstantinopel

Pasca seruan dari Paus Urbanus II, tepatnya di bulan-bulan dingin pada akhir 1095,

dan 1096, para bangsawan yang tadinya bermusuhan mulai mempersiapkan perjalanan ke

timur. Banyak orang terinspirasi dengan harapan untuk memperoleh surga, sedangkan

sebagian lainnya termotivasi akan kemasyhuran.

Bangsawan yang pertama kali menjual tanahnya dan memulai perjalanan ke timur

adalah Godfrey, seorang bangsawan Jerman sekaligus Duke Lorraine bawah. Dalam perang

ini dia ditemani oleh adik laki-lakinya, Baldwin dari Eustace.

Kelompok kedua yang melakukan perjalanan ke timur adalah anak dari Robert

Guisscard (penguasa Norman yang pernah menyerang Byzantium), yang bernama

Bohemund. Bohemund meninggalkan wilayah Norman  Italia, untuk menjawab panggilan

dari Urbanus II. Ia melakukan perjalanan ke timur dengan memobilisasi pasukan yang

jumlahnya lebih kecil dari Godfrey.


Pasukan Bohemund, disusul oleh pasukan Raymond, duke dari Touluse, yang

memimpin sepuluh ribu pasukan. Kemudian, diikuti oleh pasukan Robert, seorang adipati

Normandia yang juga merupakan anak tertua dari Wiliam si Penakluk.

Rute Pasukan Salib

Berpuluh-puluh kelompok lain berjalan menuju Konstantinopel, kelompok orang

bersenjata dari berbagai penjuru Eropa menyatu di satu titik. Dua kelompok yang pertama

tiba di Konstantinopel adalah kelompok Walter Si Msikin, dan Peter Amien atau Peter si

Kecil.

Dua kelompok pasukan ini disambut oleh Kaisar Alexius di Konstantinopel. Kaisar

kemudian menyarankan mereka untuk bergerak menyeberang Selat Bosphorus, dan

mendirikan perkemahan di dekat perbatasan Byzantium sambil menunggu kedatangan

pasukan perang salib lainnya. Pada dasarnya kaisar mengambil kebijakan ini untuk 

menghindari kerusuhan di Konstantinopel, karena pada dasarnya Pasukan Salib berasal dari

berbagai macam kriminal, yang sewaktu-waktu dapat berulah.


Pasukan Salib pertama

Dua pasukan tersebut menunggu di tempat tinggal sementara sekitar dua puluh lima

mil dari kota Nicaea yang dikuasai oleh orang Turki Rum, para prajurit salib yang bosan

menunggu, mulai menjarah pedesaan Turki, dan suasana perkemahan berubah menjadi

semacam agresi. Tidak lama setelah itu, mereka bergerak maju menuju Nicaea.

Sultan Rum, Kilij Arslan, mengirim sebuah detasemen pasukan untuk memukul para

pasuka n konyol tersebut. Dari dua puluh lima ribu infanteri, dan lima ratus ksatria yang

sudah bergerak maju dari perkemahan, hampir tidak ada satu pun yang tersisa. Wiliam si

Miskin terbunuh, sementara Peter Si Kecil dan 3000 pasukan melarikan diri menyeberangi

selat.

Alexius sempat pesimis bahwa pasukan salib tidak akan bisa berbuat banyak pasca

serangan Kilij Arslan. Akan tetapi kedatangan Godfrey, Raymond, dan Bohemund

mengembalikan kepercayaan dirinya. Ketiga orang tersebut kemudian menjadi pemimpin

tertinggi pasukan salib, mekipun tidak ada keputusan tentang siapa yang akan dijadikan

panglima tertinggi, derajat mereka bertiga sama.


D. Pengepungan Kota Antiokhia

Setelah angkatan Perang Salib Pertama diorganisir, mereka berangkat untuk memulai

serangan ke daerah muslim di tahun 1097. Sebelumnya Kaisar Alexius menghimbau pasukan

Salib/Kaum Frank untuk mengembalikan wilayah Byzantium yang dikuasai Turki Saljuk,

untuk kemaslahatan Byzantium.

Pasukan Salib mencapai keberhasilan militer yang bernilai penting ketika mereka

dalam perjalanan melalui Anatolia. Kaum Frank berhasil menaklukkan ibu kota Seljuk di

Iznik pada Juni 1097, dan membuat pasukan Seljuk yang berada di bawah pimpinan Sultan

Qilij Arslan mengalami kekalahan total di pertempuran Dorylaeum pada Juli di tahun yang

sama.

Setibanya di Antiokhia, Suriah Utara, Tentara Salib mengepung kota ini pada 27

Oktober 1097. Antiokhia merupakan kota terkuat di Suriah: tembok kota tertuanya

bersentuhan dengan sungai Orontes.  Dengan demikian pasukan yang berada di dalam kota

mendapatkan pasokan pangan dan senjata secara terus menerus dengan mudah.

Sementara itu di luar kota Antiokhia, kaum Frank yang telah melakukan pengepungan

selama berbulan-bulan mulai mengalami kekurangan pasokan makanan, tenda-tenda mereka

juga mulai rusak. Menjelang Januari, hanya tersisa  2000 kuda, yang pada awalnya berjumlah

70.000 kuda. Kondisi ini diperparah dengan wabah penyakit sampar, yang memakan banyak

korban.

Di tengah situasi yang sama sekali tidak mendukung, banyak dari pasukan Salib patah

semangat dan memilih untuk bergerak sendiri ke tempat lain. Salah satunya adalah

sekelompok Tentara Salib pimpinan Baldwin memisahkan diri untuk menyeberang ke kota
Edessa yang dikuasai kaum Kristen Armenia. Kota itu takluk pada 10 Maret 1098.

Selanjutnya, mereka mendirikan negara Tentara Salib Pertama di wilayah tersebut.

Januari 1098, menteri Daulah Fatimiyah, al-Afhdal bin Badrul Jamali, mengirim

utusan diplomasi untuk melakukan pertemuan bersama para pemimpin Tentara Salib. Inti dari

pesan tersebut adalah mengajak Tentara Salib untuk bekerjasama melawan orang-orang Turki

Seljuk. Akan tetapi utusan tersebut tidak membawa hasil yang diinginkan, pemimpin Pasukan

Salib menolak ajakan kerjasama tersebut, karena mereka paham perselisihan antara Turki

Seljuk dan Fatimiyah.

Kaum Frank terus melanjutkan pengepungan, saat semangat juang kaum Frank

hampir padam, muncul harapan baru. 4 Maret 1098, armada kapal Inggris di bawah komando

Edgar Atheling berlabuh di Laut Tengah, dengan membawa bantuan perbekalan, dan senjata.

Para prajurit salib kemudian membangun benteng-benteng tambahan untuk memblokir kapal

agar tidak dapat memberi pasokan baru ke kota Antiokhia.

Akibat dari pemblokiran tersebut, kota Antiokhia semakin melemah. Bohemund yang

terkenal akan kelicikannya, berhasil membujuk salah satu dari penjaga Turki di dalam kota

untuk membelot. Pada malam tanggal 2 Juni, penjaga tersebut membukakan gerbang bagian

belakang, dan Bohemund memimpin pasukannya masuk kota, dan membuka seluruh gerbang

Antiokhia.
Pasukan Salib kemudian masuk ke dalam kota, mereka yang telah melakukan

pengepungan selama berbulan-bulan dikuasai oleh nafsu, dan kerakusan. Mereka tidak

memandang jenis kelamin atau umur, lebih dari sepuluh ribu penduduk dibantai di hari itu,

mayat orang yang dibantai pun dibiarkan tanpa dikubur.

Pesta kemenangan Pasukan Salib tidak lah berlangsung lama, tiga hari berselang

sebuah pasukan muslim besar, di bawah komando Kerbogha, seorang jederal Turki, yang

dikirim oleh Sultan Akbar dari Turki, di Baghdad bergerak menuju gerbang Anatokhia.

Para prajurit balib segera menutup seluruh gerbang Anatokhia, awalnya mereka

bersyukur tidak berada di luar kota itu lagi. Akan tetapi kondisi yang sama mengenaskan

terjadi di dalam kota itu, mereka kekurangan makanan, dan masih ditambah bau menyengat

dari orang-orang yang mereka bantai. Kondisi baru ini memaksa mereka menggali binatang

yang sudah dikubur berhari-hari, sehingga mereka bisa makan dari daging yang sudah mulai

membusuk.

Di dalam kota Uskup Petrus Bartolomeus, mengaku menemukan sebuah tombak di

sebuah lubang geraja Santo Petrus. Tombak ini dikabarkan sebagai tombak suci yang dulu

digunakan untuk menembus tubuh Yesus, sehingga pada 28 Juni 1098, para prajurit salib,

yang disemangati oleh keberadaan tombak suci ada di antara mereka, memukul bala tentara

muslim mundur.
Setelah berhasil mengusir bala tentara muslim, salah satu dari panglima tentara salib

yakni Bohemund, ingin tetap tinggal di Antiokhia karena ia merasa mempunyai kontribusi

terbesar dalam penaklukan kota tersebut. Raymond yang mendengar hal tersebut, tidak setuju

dengannya, dan kedua pemimpin tersebut bertikai.

Raymond memutuskan untuk tidak mempertahankan kota dan meninggalkan kota

tersebut. Ia membayar dalam bentuk emas kepada Robert dari Normandia, dan keponakan

perempuan Bohemund, yang bernama Tancred untuk mengikutinya. Godfrey dan pasukannya

juga mengikuti Raymond pergi dari Antiokhia, sementara Bohemund menetap di sana, dan

mengibarkan benderanya sendiri di atas tembok-tembok kota itu, tanpa pernah menyerahkan

kota tersebut ke kaisar Byzantium.

E. Puncak Perang Salib Pertama

Para prajurit perang salib yang masih tersisa, dipimpin oleh Raymond dari Touluse

bergerak menuju ke Yerusalem. Pasukan tersebut hanya tersisa 14.000 dari 50.000 orang

yang menyeberang selat Bosphorus di awal perang salib. Barisan pasukan itu diikuti

sekumpulan peziarah yang berharap dapat mencapai Yerusalem.

Dalam perjalanannya Raymond berhasil menduduki Ma’arrat al-Nu’man, kota itu

kemudian ditinggalkan pada 13 Januari 1099, setelah membunuh sekitar 100.000

penduduknya, dan membumihanguskan kota. Pasukan Frank kemudian menduduki benteng

Akrad, memerintahkan untuk membuat parit di antara daratan Orontes, dan Laut Tengah.

Kemudian pasukan tersebut bergerak kembali menyerbu Arqah, di lereng barat

Lebanon Utara, dan menduduki Antartus. Umat Kristen Maronit Lebanon, membantu

Raymond dengan menyediakan pemandu, dan sejumlah prajurit baru.


Meskipun demikian, Raymond dan pasukan salib tidak menetap lama di kota

tersebut.  Atas permitaan Godfrey, Raymond bergabung dengan tentara Godfrey dalam

barisannya menuju Yerusalem, sasaran utama operasi mereka.

Dalam perjalanan ke selatan, mereka melewati kota Ramalah yang ditinggalkan tanpa

penguasa. Pada Juni 1099, sekitar 40.000 Tentara Salib telah berdiri di luar gerbang

Yerusalem. Sementara itu di dalam kota Yerusalem diperkirakan terdapat 1000 orang

pasukan Turki. Di luar gerbang, pasukan salib menemukan pemandangan yang sama

kerasnya seperti di Antiokhia. Cuaca yang menyengat, dan kesulitan memperoleh air.

Namun, Yerusalem tidak mempunyai pertahanan sekokoh Antiokhia. Tentara Salib

berbaris rapat mengelilingi kota, sambil terus meniup terompet perang mereka. Penyerangan

Yerusalem dimulai pada 13 Juni. Selama tiga minggu, para Tentara Salib mendobrak tembok-

tembok dengan alat pendobrak yang dibuat dari pohon-pohon kecil, tentu saja cara ini tidak

efektif.

Pada saat yang bersamaan, sebuah detasemen Pasukan Salib baru tiba di laut,

Raymond memberikan perintah agar kapal-kapal tersebut ditarik ke darat, dan dihancurkan

untuk diambil kayunya. Menara pengepungan dibuat dari kayu-kayu tersebut, kemudian

ditempatkan ke tembok Yerusalem  untuk menutup parit bagian utara.


Menara Pengepungan Perang Salib Pertama

Para penyerang menurunkan jembatan dari kayu persis di atas tembok dan menerjang

masuk ke dalam kota. Setelah 30 hari berusaha menerobos masuk pertahanan Yerusalem,

usaha Tentara Salib akhirnya membuahkan hasil.

Setelah pasukan tersebut berhasil masuk ke dalam kota, peristiwa yang sebelumnya

menimpa Antiokhia terulang kembali. Pasukan Salib membantai semua pendduk tanpa

mengenal ampun, sehingga tumpukan kepala, tangan, dan kaki bisa disaksikan di seluruh

jalan dan alun-alun kota. Mereka yang masih hidup ditarik dari gang-gang, dari lemari

dinding, dari loteng, dan dibunuh dengan pedang atau dilemparkan dari tembok.

Pembantaian terhadap rakyat Yerusalem

Tidak lama berselang, kaum Frank mendengar kabar bahwa tentara Fatimiyah sedang

bergerak dalam perjalanan dari Mesir. Orang Fatimiyah, yang sebelumnya diusir oleh bangsa
Turki Seljuk dari Yerusalem sejak tahun 1073, sedang melancarkan operasi untuk mengambil

kembali Yerusalem.

Ketika pasukan Fatimiyah sampai di tembok Yerusalem pada 12 Agustus 1099, kota

tersebut telah berada dalam kendali Tentara Salib. Godfrey memimpin pasukan tersebut

keluar dari tembok kota, dan mengusir tentara Mesir tanpa banyak kesulitan. Pasukan Mesir

mundur tanpa berusaha melakukan penyerangan kedua.

Yerusalem telah berhasil dikuasai, sasaran dari Perang Salib Pertama pun sudah

tercapai. Tiga negara Kristen, yang diperintah oeh para bangsawan Perang Salib, sekarang

tersebar di Kadipaten Edessa, Principalitas Antiokhia, dan Kerajaan Yerusalem.

Raymond adalah orang pertama yang ditawari untuk memerintah kota Yerusalem

sebagai raja. Berbeda dengan Antiokhia, tidak ada kewajiban untuk menyerahkan kota

Yerusalem ke tangan Byzantium. Namun, Raymond menolak untuk menerima gelar raja:

pembantaian telah menyebabkan rasa tidak nyaman untuk menyebut kata itu. Selain itu ia

beralasan Yesus tidak pernah menggunakan mahkota emas, melainkan mahkota dari daun.
Godfrey

Godfrey, seorang pemimpin yang jujur dan gigih, akhirnya ditawari posisi tersebut. Ia

menerima posisi itu, akhirnya Godfrey memperoleh gelar Baron, dan Penjaga Makam Suci.

Setelah sumpah mereka terpenuhi, sebagian Tentara Salib dan sejumlah perziarah berlayar

pulang kembali ke Eropa.

Perang Salib Pertama memang dimenangkan oleh Tentara Salib, namun, perlu dicatat

Tentara Salib tidak mampu menaklukkan salah satu dari dua kota utama di kawasan Suriah,

yakni Aleppo, dan Damaskus. Dari wilayah ini akan muncul pelopor perlawanan muslim

selanjutnya yakni Imaduddin Zengi, yang akan dibahas di pembahasan Perang Salib Kedua.
BIBLIOGRAFI

Bauer, Susan Wise. 2016. Sejarah Dunia Abad Pertengahan: Dari Pertobatan Konstantinus
Sampai Perang Salib Pertama. Terj. Aloysius Prasetya. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Bosworth, C. E. 1993. Dinasti-Dinasti Islam. Terj. Ilyas Hasan. Bandung: Mizan.

Hamka. 2016. Sejarah Umat Islam. Jakarta: Gema Insani Press.

Hillendbrand, Carole. 2015. Perang Salib Sudut Pandang Islam. Terj. Heryadi. Jakarta:
Serambi.

Hitti, Phillip K. 2006. History of The Arabs. Terj. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet
Riyadi. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta

Thaqqusy, Muhammad Suhail. 2015. Bangkit dan Runtuhnya Daulah Fatimiyah. Terj.


Masturi Irham dan M. Abidun Zuhri. Jakarta: Pustaka al-Kautsar.

Anda mungkin juga menyukai