Oleh :
Deni
Sandy
Deni
Lira
JAKARTA
2021
Perang Salib Pertama (1095-1099 M)
Perang Salib Pertama adalah serangkaian operasi militer yang didorong oleh
keinginan kaum Kristen Eropa untuk menjadikan tempat-tempat suci umat Kristen,
khususnya Yerusalem masuk ke wilayah perlindungan mereka. Seruan Paus Urbanus pada
tahun 1095, membuat penguasa-penguasa Kristen Eropa bersatu untuk melakukan serangan
Sejak awal, Perang Salib membentuk babak penting dalam dua sejarah yang berbeda
namun saling terkait, yaitu Barat dan Timur. Bagi Barat, Perang Salib adalah bagian penting
dari evolusi Eropa Barat abad pertengahan. Sementara bagi muslim di Timur, Perang Salib
memainkan peran sementara tetapi tidak terlupakan, karena perang ini mempengaruhi
Pertemuan bangsa Barat dan Timur (Islam) pertama kali terjadi setelah adanya
kebijakan-kebijakan ekspansi negara muslim baru, yang dibentuk pasca wafanya Nabi
Muhammad saw, tahun 632 M. Satu abad kemudian, muslim telah menyeberangi barisan
Dua abad berikutnya, peradaban dunia Islam masih lebih superior dari peradaban
Eropa. Mereka menikmati pertumbuhan ekonomi, dan peradaban yang luar biasa. Namun,
pada akhir abad ke-10 dan awal abad ke-11, perpecahan politik menimpa Dinasti Abbasiyah
(pusat peradaban dan pemerintahan Islam). Kondisi tersebut membantu munculnya kembali
bangsa-bangsa Eropa di Mediterania Timur, dan menjadi awal kebangkitan kekuatan Kristen
di Spanyol.
Sisilia dari tangan tangan kaum muslim, dan kaum Kristen di utara Spanyol berhasil merebut
kembali Toledo. Sementara itu, Bizantium berhasil melakukan invasi ke utara Suriah pada
abad ke-10, dan dalam waktu yang singkat dapat menguasai kota-kota negeri itu.
Pada abad ke-11, Paus dan penguasa-penguasa kerajaan Eropa mendapat kabar
tentang kemunduran dan desentralisasi kekuasaan militer dan politik umat Islam. Namun,
kabar tentang reputasi buruk khalifah keenam dinasti Fatimiyah, al-Hakim, juga sampai ke
Eropa melalui berita yang dibawa pendeta Prancis Peter Amiens. Al-Hakim melakukan
penyiksaan terhadap orang Kristen di kerajaannya, yang membentang dari Suriah hingga
Palestina, selain itu ia juga melakukan penghancuran Gereja Makam Suci di Yerusalem pada
1009-1010.
Paruh kedua abad ke-11, dunia timur didominasi oleh perseteruan dua kekuatan besar
muslim saat itu, yaitu dinasti Seljuk dan Fatimiyah. Mereka saling memperebutkan wilayah
yang membentang dari Suriah hingga Palestina. Dinasti Seljuk saat itu masih mengandalkan
dukungan militer dari kerabat mereka yang hidup mengembara, Turki Nomaden.
Turki Seljuk tidak hanya berperang melawan daulah Fatimiyah, mereka juga
menyerang wilayah Bizantium bagian timur, Anatolia, yang dulunya merupakan daerah
kekuasaan Armenia. Pasukan Turki di bawah pimpinan Sultan Alp Arslan berhasil
mengalahkan pasukan Bizantium di Manzikert pada tahun 1071. Pasca direbutnya wilayah
kontrol kekaisaran Seljuk, mereka bergerak masuk dan menduduki wilayah Armenia, dan
Bizantium. Salah satu kelompok Turki Nomaden di bawah pimpinan Sulayman ibn
Qutlumush, mendirikan negara kecil pertama di Nicaea (Iznik), dan kemudian di Iconium
Dekade terakhir abad ke-11, merupakan perpecahan politik terbesar umat Islam yang
belum pernah terjadi sebelumnya. Kematian beruntun menteri utama Seljuk, Wazir Nizham
al-Mulk, dan Sultan Seljuk Malik Shah di tahun 1092, disusul oleh khalifah Abbasiyah al-
dunia Islam. Selain itu kekuatan Seljuk yang sebelumnya ditakuti kerajaan-kerajaan Eropa,
juga mengalami perpecahan pasca wafatnya Sultan Malik Shah. Kondisi yang sedemikian
rupa membuat dunia Islam tidak siap menghalau serangan yang sama sekali tidak diduga dari
kaum Eropa.
ditaklukan di Asia Kecil, kaisar Byzantium, Alexius Comnenus mengirim sebuah pesan lain
ke barat, untuk mencari bantuan bagi Byzantium. Pada awalnya Alexius berpikir untuk
meminta bantuan Henry IV, raja Jerman sekaligus kaisar Romawi Suci, akan tetapi kekuatan
Sebagai gantinya, Alexius mengirim utusannya ke Paus Urbanus II. Mereka meminta
paus mengirimkan prajurit Italia ke timur untuk membantu Alexius mengusir kembali invasi
Turki Rum. Momentum ini dimanfaatkan Paus Urbanus II untuk menunjukkan kekuasaan
paus, yang dulunya terpecah, sekarang ia bisa menunjukkan kekuasaan Santo Petrus di
seluruh dunia.
bahwa perang ini bukan hanya saatnya untuk membantu Byzantium melawan orang Turki,
tetapi juga saatnya mengambil kembali Yerusalem dari tangan muslim. Berikut isi pidato dari
Paus Urbanus II
“Seperti yang sudah kamu dengar, orang Turki dan orang Arab sudah menduduki
semakin banyak wilayah orang Kristen, dan sudah mengalahkan mereka dalam pertempuan.
Mereka sudah membunuh dan menangkap banyak orang, dan sudah menghancurkan gereja,
dan merusak kekaisaran. Kalau kamu sekalian membiarkan mereka meneruskan hal
demikian tanpa mendapatkan hukuman, orang beriman Tuhan akan jauh lebih lagi diserang
oleh mereka.
Dengan keadaan seperti ini saya, atau terlebih Tuhan, meminta kamu sebagai
pewarta Kristus untuk mempublikasikan ke semua orang, dan mengajak semua orang dari
tingkatan apa pun, prajurit berjalan kaki, dan ksatria, miskin atau kaya, untuk memberikan
bantuan dengan segera kepada warga Kristen, dan menghancurkan suku yang keji dari
wilayah sahabat kita. Saya mengatakan kepada siapa pun yang hadir di sini, ini juga
dimaksudkan untuk siapa yang tidak hadir. Selanjutnya Kristus akan memerintahkannya.”
Semua bangsawan Frank yang sudah bosan di bawah turan-aturan damai dan genjatan
senjata Tuhan sekarang memperoleh sesuatu yang berguna terkait dengan nafsu berperang
mereka. “Sekarang biar lah mereka yang sudah terbiasa melakukan perang pribadi secara
tidak adil terhadap saudara seiman pergi berperang melawan orang kafir.”
Urbanus II mengatakan kepada pendengarnya. “Biarkan mereka yang sudah lama menjadi
perampok, sekarang menjadi ksatria. Biarkan mereka yang berperang melawan saudaranya
dan keluarganya sekarang berperang melawan orang-orang barbar. Biarkan mereka yang
akan pergi tidak menunda perjalanannya. Segera sesudah musim dingin selesai, dan musim
semi tiba, biarkan mereka dengan sigap berangkat, dengan Tuhan sebagai penunjuk
jalannya.”
Mereka akan menerima hadiah terbesar yang paling mungkin mereka dapatkan.
“Semua yang mati di jalan baik di darat maupun dilaut, atau dalam perang melawan orang
kafir, akan mendapatkan pengurangan dosa dengan segera. Urbanus memberikan janjinya..
Pasca seruan dari Paus Urbanus II, tepatnya di bulan-bulan dingin pada akhir 1095,
dan 1096, para bangsawan yang tadinya bermusuhan mulai mempersiapkan perjalanan ke
timur. Banyak orang terinspirasi dengan harapan untuk memperoleh surga, sedangkan
Bangsawan yang pertama kali menjual tanahnya dan memulai perjalanan ke timur
adalah Godfrey, seorang bangsawan Jerman sekaligus Duke Lorraine bawah. Dalam perang
Kelompok kedua yang melakukan perjalanan ke timur adalah anak dari Robert
dari Urbanus II. Ia melakukan perjalanan ke timur dengan memobilisasi pasukan yang
memimpin sepuluh ribu pasukan. Kemudian, diikuti oleh pasukan Robert, seorang adipati
bersenjata dari berbagai penjuru Eropa menyatu di satu titik. Dua kelompok yang pertama
tiba di Konstantinopel adalah kelompok Walter Si Msikin, dan Peter Amien atau Peter si
Kecil.
Dua kelompok pasukan ini disambut oleh Kaisar Alexius di Konstantinopel. Kaisar
pasukan perang salib lainnya. Pada dasarnya kaisar mengambil kebijakan ini untuk
menghindari kerusuhan di Konstantinopel, karena pada dasarnya Pasukan Salib berasal dari
Dua pasukan tersebut menunggu di tempat tinggal sementara sekitar dua puluh lima
mil dari kota Nicaea yang dikuasai oleh orang Turki Rum, para prajurit salib yang bosan
menunggu, mulai menjarah pedesaan Turki, dan suasana perkemahan berubah menjadi
semacam agresi. Tidak lama setelah itu, mereka bergerak maju menuju Nicaea.
Sultan Rum, Kilij Arslan, mengirim sebuah detasemen pasukan untuk memukul para
pasuka n konyol tersebut. Dari dua puluh lima ribu infanteri, dan lima ratus ksatria yang
sudah bergerak maju dari perkemahan, hampir tidak ada satu pun yang tersisa. Wiliam si
Miskin terbunuh, sementara Peter Si Kecil dan 3000 pasukan melarikan diri menyeberangi
selat.
Alexius sempat pesimis bahwa pasukan salib tidak akan bisa berbuat banyak pasca
serangan Kilij Arslan. Akan tetapi kedatangan Godfrey, Raymond, dan Bohemund
tertinggi pasukan salib, mekipun tidak ada keputusan tentang siapa yang akan dijadikan
Setelah angkatan Perang Salib Pertama diorganisir, mereka berangkat untuk memulai
serangan ke daerah muslim di tahun 1097. Sebelumnya Kaisar Alexius menghimbau pasukan
Salib/Kaum Frank untuk mengembalikan wilayah Byzantium yang dikuasai Turki Saljuk,
Pasukan Salib mencapai keberhasilan militer yang bernilai penting ketika mereka
dalam perjalanan melalui Anatolia. Kaum Frank berhasil menaklukkan ibu kota Seljuk di
Iznik pada Juni 1097, dan membuat pasukan Seljuk yang berada di bawah pimpinan Sultan
Qilij Arslan mengalami kekalahan total di pertempuran Dorylaeum pada Juli di tahun yang
sama.
Setibanya di Antiokhia, Suriah Utara, Tentara Salib mengepung kota ini pada 27
Oktober 1097. Antiokhia merupakan kota terkuat di Suriah: tembok kota tertuanya
bersentuhan dengan sungai Orontes. Dengan demikian pasukan yang berada di dalam kota
mendapatkan pasokan pangan dan senjata secara terus menerus dengan mudah.
Sementara itu di luar kota Antiokhia, kaum Frank yang telah melakukan pengepungan
juga mulai rusak. Menjelang Januari, hanya tersisa 2000 kuda, yang pada awalnya berjumlah
70.000 kuda. Kondisi ini diperparah dengan wabah penyakit sampar, yang memakan banyak
korban.
Di tengah situasi yang sama sekali tidak mendukung, banyak dari pasukan Salib patah
semangat dan memilih untuk bergerak sendiri ke tempat lain. Salah satunya adalah
sekelompok Tentara Salib pimpinan Baldwin memisahkan diri untuk menyeberang ke kota
Edessa yang dikuasai kaum Kristen Armenia. Kota itu takluk pada 10 Maret 1098.
Januari 1098, menteri Daulah Fatimiyah, al-Afhdal bin Badrul Jamali, mengirim
utusan diplomasi untuk melakukan pertemuan bersama para pemimpin Tentara Salib. Inti dari
pesan tersebut adalah mengajak Tentara Salib untuk bekerjasama melawan orang-orang Turki
Seljuk. Akan tetapi utusan tersebut tidak membawa hasil yang diinginkan, pemimpin Pasukan
Salib menolak ajakan kerjasama tersebut, karena mereka paham perselisihan antara Turki
Kaum Frank terus melanjutkan pengepungan, saat semangat juang kaum Frank
hampir padam, muncul harapan baru. 4 Maret 1098, armada kapal Inggris di bawah komando
Edgar Atheling berlabuh di Laut Tengah, dengan membawa bantuan perbekalan, dan senjata.
Para prajurit salib kemudian membangun benteng-benteng tambahan untuk memblokir kapal
Akibat dari pemblokiran tersebut, kota Antiokhia semakin melemah. Bohemund yang
terkenal akan kelicikannya, berhasil membujuk salah satu dari penjaga Turki di dalam kota
untuk membelot. Pada malam tanggal 2 Juni, penjaga tersebut membukakan gerbang bagian
belakang, dan Bohemund memimpin pasukannya masuk kota, dan membuka seluruh gerbang
Antiokhia.
Pasukan Salib kemudian masuk ke dalam kota, mereka yang telah melakukan
pengepungan selama berbulan-bulan dikuasai oleh nafsu, dan kerakusan. Mereka tidak
memandang jenis kelamin atau umur, lebih dari sepuluh ribu penduduk dibantai di hari itu,
Pesta kemenangan Pasukan Salib tidak lah berlangsung lama, tiga hari berselang
sebuah pasukan muslim besar, di bawah komando Kerbogha, seorang jederal Turki, yang
dikirim oleh Sultan Akbar dari Turki, di Baghdad bergerak menuju gerbang Anatokhia.
Para prajurit balib segera menutup seluruh gerbang Anatokhia, awalnya mereka
bersyukur tidak berada di luar kota itu lagi. Akan tetapi kondisi yang sama mengenaskan
terjadi di dalam kota itu, mereka kekurangan makanan, dan masih ditambah bau menyengat
dari orang-orang yang mereka bantai. Kondisi baru ini memaksa mereka menggali binatang
yang sudah dikubur berhari-hari, sehingga mereka bisa makan dari daging yang sudah mulai
membusuk.
sebuah lubang geraja Santo Petrus. Tombak ini dikabarkan sebagai tombak suci yang dulu
digunakan untuk menembus tubuh Yesus, sehingga pada 28 Juni 1098, para prajurit salib,
yang disemangati oleh keberadaan tombak suci ada di antara mereka, memukul bala tentara
muslim mundur.
Setelah berhasil mengusir bala tentara muslim, salah satu dari panglima tentara salib
yakni Bohemund, ingin tetap tinggal di Antiokhia karena ia merasa mempunyai kontribusi
terbesar dalam penaklukan kota tersebut. Raymond yang mendengar hal tersebut, tidak setuju
tersebut. Ia membayar dalam bentuk emas kepada Robert dari Normandia, dan keponakan
perempuan Bohemund, yang bernama Tancred untuk mengikutinya. Godfrey dan pasukannya
juga mengikuti Raymond pergi dari Antiokhia, sementara Bohemund menetap di sana, dan
mengibarkan benderanya sendiri di atas tembok-tembok kota itu, tanpa pernah menyerahkan
Para prajurit perang salib yang masih tersisa, dipimpin oleh Raymond dari Touluse
bergerak menuju ke Yerusalem. Pasukan tersebut hanya tersisa 14.000 dari 50.000 orang
yang menyeberang selat Bosphorus di awal perang salib. Barisan pasukan itu diikuti
Akrad, memerintahkan untuk membuat parit di antara daratan Orontes, dan Laut Tengah.
Lebanon Utara, dan menduduki Antartus. Umat Kristen Maronit Lebanon, membantu
tersebut. Atas permitaan Godfrey, Raymond bergabung dengan tentara Godfrey dalam
Dalam perjalanan ke selatan, mereka melewati kota Ramalah yang ditinggalkan tanpa
penguasa. Pada Juni 1099, sekitar 40.000 Tentara Salib telah berdiri di luar gerbang
Yerusalem. Sementara itu di dalam kota Yerusalem diperkirakan terdapat 1000 orang
pasukan Turki. Di luar gerbang, pasukan salib menemukan pemandangan yang sama
kerasnya seperti di Antiokhia. Cuaca yang menyengat, dan kesulitan memperoleh air.
berbaris rapat mengelilingi kota, sambil terus meniup terompet perang mereka. Penyerangan
Yerusalem dimulai pada 13 Juni. Selama tiga minggu, para Tentara Salib mendobrak tembok-
tembok dengan alat pendobrak yang dibuat dari pohon-pohon kecil, tentu saja cara ini tidak
efektif.
Pada saat yang bersamaan, sebuah detasemen Pasukan Salib baru tiba di laut,
Raymond memberikan perintah agar kapal-kapal tersebut ditarik ke darat, dan dihancurkan
untuk diambil kayunya. Menara pengepungan dibuat dari kayu-kayu tersebut, kemudian
Para penyerang menurunkan jembatan dari kayu persis di atas tembok dan menerjang
masuk ke dalam kota. Setelah 30 hari berusaha menerobos masuk pertahanan Yerusalem,
Setelah pasukan tersebut berhasil masuk ke dalam kota, peristiwa yang sebelumnya
menimpa Antiokhia terulang kembali. Pasukan Salib membantai semua pendduk tanpa
mengenal ampun, sehingga tumpukan kepala, tangan, dan kaki bisa disaksikan di seluruh
jalan dan alun-alun kota. Mereka yang masih hidup ditarik dari gang-gang, dari lemari
dinding, dari loteng, dan dibunuh dengan pedang atau dilemparkan dari tembok.
Tidak lama berselang, kaum Frank mendengar kabar bahwa tentara Fatimiyah sedang
bergerak dalam perjalanan dari Mesir. Orang Fatimiyah, yang sebelumnya diusir oleh bangsa
Turki Seljuk dari Yerusalem sejak tahun 1073, sedang melancarkan operasi untuk mengambil
kembali Yerusalem.
Ketika pasukan Fatimiyah sampai di tembok Yerusalem pada 12 Agustus 1099, kota
tersebut telah berada dalam kendali Tentara Salib. Godfrey memimpin pasukan tersebut
keluar dari tembok kota, dan mengusir tentara Mesir tanpa banyak kesulitan. Pasukan Mesir
Yerusalem telah berhasil dikuasai, sasaran dari Perang Salib Pertama pun sudah
tercapai. Tiga negara Kristen, yang diperintah oeh para bangsawan Perang Salib, sekarang
Raymond adalah orang pertama yang ditawari untuk memerintah kota Yerusalem
sebagai raja. Berbeda dengan Antiokhia, tidak ada kewajiban untuk menyerahkan kota
Yerusalem ke tangan Byzantium. Namun, Raymond menolak untuk menerima gelar raja:
pembantaian telah menyebabkan rasa tidak nyaman untuk menyebut kata itu. Selain itu ia
beralasan Yesus tidak pernah menggunakan mahkota emas, melainkan mahkota dari daun.
Godfrey
Godfrey, seorang pemimpin yang jujur dan gigih, akhirnya ditawari posisi tersebut. Ia
menerima posisi itu, akhirnya Godfrey memperoleh gelar Baron, dan Penjaga Makam Suci.
Setelah sumpah mereka terpenuhi, sebagian Tentara Salib dan sejumlah perziarah berlayar
Perang Salib Pertama memang dimenangkan oleh Tentara Salib, namun, perlu dicatat
Tentara Salib tidak mampu menaklukkan salah satu dari dua kota utama di kawasan Suriah,
yakni Aleppo, dan Damaskus. Dari wilayah ini akan muncul pelopor perlawanan muslim
selanjutnya yakni Imaduddin Zengi, yang akan dibahas di pembahasan Perang Salib Kedua.
BIBLIOGRAFI
Bauer, Susan Wise. 2016. Sejarah Dunia Abad Pertengahan: Dari Pertobatan Konstantinus
Sampai Perang Salib Pertama. Terj. Aloysius Prasetya. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Hillendbrand, Carole. 2015. Perang Salib Sudut Pandang Islam. Terj. Heryadi. Jakarta:
Serambi.
Hitti, Phillip K. 2006. History of The Arabs. Terj. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet
Riyadi. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta