Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kecelakaan lalu lintas merupakan kejadian yang akhir-akhir ini menyita
perhatian masyarakat. Sebagaimana diketahui, masyarakat modern menjadikan
alat transportasi sebagai kebutuhan primer. Di Indonesia, mobilitas yang tinggi
dan faktor kelalaian manusia menjadi salah satu penyebab terjadinya kecelakaan
lalu lintas. Menurut data kepolisian RI tahun 2012, terjadi 109.038 kasus
kecelakaan lalu lintas di seluruh Indonesia, sedangkan menurut data badan
kesehatan dunia (WHO) tahun 2011, kecelakaan lalu lintas di Indonesia dinilai
menjadi pembunuh ketiga setelah penyakit jantung koroner dan tuberculosis paru.
Fraktur merupakan suatu kondisi dimana terjadi diintegritas tulang.
Penyebab terbanyak Fraktur adalah kecelakaan, baik itu kecelakaan kerja,
kecelakaan lalu lintas dan sebagainya. Tetapi fraktur juga bisa terjadi akibat faktor
lain seperti proses degeneratif dan patologi (Depkes RI, 2005).  Salah satu akibat
dari kecelakaan adalah fraktur. Fraktur dapat terjadi pada semua kalangan usia
baik anak, dewasa, dan lanjut usia (Lansia). 
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat pada tahun 2011-2012 terdapat
1,3 juta orang menderita fraktur akibat kecelakaan lalu lintas. Di Indonesia,
kejadian fraktur akibat kecelakaan mencapai 1,3 juta setiap tahun dengan jumlah
penduduk 238 juta (Depkes 2007). Menurut Depkes RI 2011, dari sekian banyak
kasus fraktur di indonesia, fraktur pada ekstremitas bawah akibat kecelakaan
memiliki prevalensi yang paling tinggi diantara fraktur lainnya yaitu sekitar 46,2%.
Dari 45.987 orang dengan kasus fraktur ekstremitas bawah akibat kecelakaan,
19.629 orang mengalami fraktur pada tulang femur, 14.027 orang mengalami
fraktur cruris, 3.775 orang mengalami fraktur tibia.
Pencegahan dini yang dapat dilakukan oleh masyarakat untuk fraktur
adalah menggunakan alat pengaman keselamatan yang lengkap selama
berkendara, mematuhi peraturaan lalu lintas, dan menyimpan benda tajalam
dengan baik. Perawat yang juga termasuk dalam pemberi pelayanan kesehatan

1
harus mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami
fraktur serta memberikan pendidikan kesehatan untuk mencegah komplikasi.
Berdasarkan paparan diatas maka dalam makalah ini akan membahas
asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien dengan gangguan sistem
muskuluskeletal akibat Fraktur Femur.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi fraktur?
2. Apa etiologi dari fraktur?
3. Bagaimana patofisiologi dari fraktur?
4. Apa manifestasi klinis dari fraktur?
5. Apa pemeriksaan penunjang dari fraktur?
6. Apa penatalaksanaan dari fraktur?
7. Apa komplikasi dari fraktur?
8. Apa konsep keperawatan pada fraktur?
9. Bagaimana pembahasan kasus pada fraktur?

C. TUJUAN
1. Untuk mengatahui definisi dari fraktur
2. Untuk mengetahui etiologi dari fraktur
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari fraktur
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari fraktur
5. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari fraktur
6. Untuk mengetahui penatalksanaan dari fraktur
7. Untuk mengetahui komplikasi dari fraktur
8. Untuk mengetahui knsep keperawatan pada fraktur
9. Untuk mengetahui pembahasan kasus pada fraktur

2
BAB II

KONSEP MEDIS

A. DEFINISI
Femur merupakan tulang terbesar dan terkuat dalam tubuh manusia,
diselubungi oleh otot terbesar dan terpanjang, fraktur femur biasanya diakibatkan
oleh kekuatan yang sangat besar. Fraktur ini memiliki implikasi pada
penatalaksanaan keperawatan karena besarnya trauma yang dialami dan
kemungkinan untuk cidera lain. (McRae & Esser,2002 dalam buku Kneale
Julia.2011)

Fraktur femur adalah hilangnya kontinuitas tulang paha tanpa atau disertai
adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jeringan saraf, dan pembuluh darah).
Fraktur femur disebut terbuka apabila terdapat hubungan langsung antara tulang
dengan udara luar. Kondisi ini secara umum disebabkan oleh trauma langsung
pada paha. Paha mendapat distribusi darah dari percabangan arteri iliaka. Secara
anatomis pembuluh darah arteri mengalir disepanjang paha dekat dengan tulang
paha, sehingga apabola terdapat fraktur femur juga akan menyebabkan cidera
pada arteri femoralis yang berdampak pada banyak nya darah yang keluar
sehingga beresiko tinggi terjadi nya syok hipovolemik. Distribusi saraf feriver
berjalan pada sepanjang tulang femur sehingga adanya fraktur femur akan
mengakibatkan saraf terkompresi, menyebabkan respon nyeri hebat yang beresiko
terhadap kondisi syok neurogenik pada fase awal trauma. Respon dari
pembengkakan hebat terutama pada fraktur femur area dekat persendian akan
memberikan respon sindrom kompartemen. Sindrom kompartemen adalah suatu
keadaan terjebaknya otot, pembuluh darah, dan jaringan saraf karena
pembengkakan local yang melebihi kemampuan suatu kompartemen atau ruang
lokal. (Helmi Noor Zairin, 2012)

3
B. ETIOLOGI

Menurut Wijaya dan Putri (2013), penyebab fraktur adalah :

1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan, fraktur ini sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang dan miring.
2) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang di tempat yang jauh
dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang
paling lemah dalam jalur hantaran vektur kekerasan
3) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekerasan dapat
berupa pemuntiran, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya,
dan penarikan.
Fraktur dapat di sebabkan oleh pukulan langsung gaya meremuk gerakan
puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstremitas, organ tubuh
dapat mengalami cedera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau
akibat fragmen tulang (Wijaya dan Putri 2013).

C. PATOFISIOLOGI
Ketika terjadi fraktur pada sebuah tulang, maka periosterium serta
pembuluh darah didalam korteks, dan jaringan lunak disekitarnya akan mengalami
disrupsi. Hematoma akan terbentuk diantara kedua ujung patahan tulang serta
dibawah periosterum, dan akhirnya jaringan granulasi menggantikan hematoma
tersebut.
Kerusakan jaringan tulang memicu respons inflamasi intensif yang
menyebabkan sel-sel dari jaringan lunak disekitarnya serta akan menginvasi
daerah fraktur dan aliran darah keseluruh tulang akan mengalami peningkatan.
Sel-sel osteoblast didalam periosteum, dan endosteum akan memproduksi osteoid
(tulang muda dari jaringan kolagen yang belum mengalami klasifikasi, yang juga
disebut kalus). Osteoid ini akan mengeras disepanjang permukaan luar korpus

4
tulang dan pada kedua ujung patahan tulang. Sel-sel osteoklast mereabsorpsi
material dari tulang yang terbentuk sebelumnya dan sel-sel osteoblast membangun
kembali tulang tersebut. Kemudian osteoblast mengadakan transformasi menjadi
osteosit (sel-sel tulang yang matur). (Kowalak,P Jennifer,2012)

D. MANIFESTASI KLINIS

Menurut Baroroh dan Jauhar (2013)


1. Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di
imobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai yang di rancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
2. Krepitasi, saat ektremitas diperiksa dengan tangan teraba adanya derik
tulang dinamakan kripitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen
satu dengan lainny.
3. Bengkak, pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi
sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
4. Peningkatan temperatur lokal
5. Pergerakan abnormal
6. Echymosis
7. Kehilangan fungsi, ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik
karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat
melekatnya otot.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Menurut Wijaya dan Putri (2013)

1) Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi atau luasnya fraktur


2) Scan tulang, tonogram, scan CT/MRI : memperlihatkan fraktur, juga dapat
digunakan, juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak
3) Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai

5
4) Hitung darah lengkap : HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi ) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
trauma multiple). Peningkatan jumlah SDP adalah respon stress normal
setelah trauma.
5) Kreatinin : trauma otot meningkatkan bebab kreatinin untuk kliren ginjal
6) Profil kegulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah tranfusi
multiple, atau cedera hati.

F. PENATALAKSANAAN

Menurut Wijaya dan Putri (2013)

a. Terlebih dahulu perhatikan adanya perdarahan, syok dan penurunan


kesadaran, baru pemeriksa patah tulang.
b. Atur posisi tujuannya untuk menimbulkan rasa nyaman, mencegah
komplikasi.
c. Pemantauan neurocirculatory yang dilaksanakan setiap jam secara dini,
dan pemantauan pada daerah yang cedera adalah :
1) Meraba lokasi apakah masih hangat
2) Observasi warna
3) Menekan pada akar kuku dan perhatikan kembali pengisian kapiler
4) Tanyakan kepada pasien terhadap rasa nyeri atau hilang sensasi pada
lokasi cedera.
5) Meraba lokasi cedera apakah pasien bisa membedakan rasa sensasi
nyeri
6) Observasi apakah daerah fraktur bisa digerakkan
d. Pertahankan kekuatan dan pergerakan
e. Mempertahankan kekuatan kulit
f. Meningkatkan gizi , makanan-makanan yang tinggi serat
g. Memperlihatkan immobilisasi fraktur yang telah diredukasi dengan tujuan
untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada
tempatnya sampai sembuh.

6
G. KOMPLIKASI

Menurut Baroroh dan Jauhar (2013), komplikasi fraktur yaitu:

1) Komplikasi umum
a. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkat
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.
Ini biasanya terjadi pada fraktur.
b. Kerusakan organ
c. Kerusakan saraf, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem saraf
simpatik abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti. Mungkin
karena nyeri perubahan tropik dan vasomotor instability.
d. Emboli lemak, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah. Faktor
resiko terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-laki
usia 20-40 tahun, usia 70-80 tahun.
2) Komplikasi dini
a. Cedera kulit dan jaringan, sistem perthanan tubuh rusak bila ada
trauma pada jaringan pada trauma orthopedik infeksi di mulai pada
kulit (suprfisial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus
fraktur terbuka, tapi bisa juga karna penggunaan bahan lain dalam
pembedahan seperti pin dan plat.
b. Cedera partement syndrom adalah suatu keadaan peningkatan tekanan
yang berlebih didalam suatu ruangan yang disebabkan perdarahan
masif pada suatu tempat.
3) Komplikasi lanjut
a. Stiffnes (kaku sendi)
b. Degenerasi sendi
c. Penyembuhan tulang terganggu
d. Mal union, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah
sembuh dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut
atau miring.
e. Delayed union, yaitu proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi
dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.

7
BAB III

KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

a) Identitas pasien

Meliputi: Nama, Jenis kelamin, Umur, Alamat, Agama, Suku, Bangsa,


Pendidikan , Pekerjaan, Tanggal masuk Rumah sakit, Diagnosa medis, Nomor
Registrasi

b) Keluhan utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dari lamanya serangan. Unit
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri pasien digunakan :

1. Provoking inciden: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor prepitasi


nyeri
2. Quality of paint: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan pasien. Apakah
seperti terbakar, berdenyut/menusuk.
3. Region radiation, relief: apakah rasa sakit bisa redah?, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi
4. Saferity (scale of pain): seberapa jauh nyeri yang dirasakan pasien, bisa
berdasarkan skala ntyeri atau pasien menerangkan berapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
5. Time (berapa lama nyeri berlangsung, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari)

c) Riwayat penyakit sekarang

Pada pasien fraktur atau patah tulang dapat disebabkan oleh trauma atau
kecelakaan, degeneratif dan patologis yang didahului dengan perdarahan,
kerusakan jaringan sekitar yang mengakibatkan nyeri, bengkak, kebiruan,
pucat, atau perubahan warna kulit dan kesemutan.

8
d) Riwayat penyakit dahulu

Apakah pasien pernah mengalami penyakit ini (fraktur femur) atau pernah
punya penyakit yang menular atau menurun sebelumnya

e) Riwayat penyakit keluarga

Pada keluarga pasien ada atau tidak yang menderita osteoporosis, arthritis
dan tuberculosis atau penyakit lain yang sifatnya menurun dan menular.

f) Pola fungsi kesehatan

1. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat

Pada fraktur akan mengalami perubahan atau gangguan pada peronal


higyne, misalnya kebiasaan mandi, ganti pakaian, BAB dan BAK

2. Pola nutrisi dan metabolisme

Pada fraktur tidak akan mengalami penurunan nafsu makan, meskipun


menu berubah misalnya makan di rumah gizi tetap sama sedangkan di
rumah sakit di sesuaikan dengan penyakit dan diet pasien.

3. Pola eliminasi

Kebiasaan miksi atau defekasi sehari-hari kesulitan waktu defekasi


dikarenakan imobilisasi, feses warna kuning dan konsistensi defekasi,
pada miksi pasien tidak mengalami gangguan.

4. Pola istirahat dan tidur

Kebiasaan pola tidur dan istirahat mengalami gangguan yang disebabkan


oleh nyeri, misalnya nyeri akibat fraktur

5. Pola aktifitas dan latihan


Keterbatasan atau kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin
akibat langsung dari fraktur atau akibat sekunder pembengkakan jaringan
dan nyeri sehingga aktifitas dan latihan mengalami perubahan atau

9
gangguan akibat dari fraktur femur sehingga kebutuhan pasien perlu
dibantu oleh perawat atau keluarga.
6. Pola persepsi dan konsep diri
Pada fraktur akan mengalami gangguan diri karna terjadi perubahan pada
dirinya, pasien takut dan cemas, cacat seumur hidup atau tidak dapat
bekerja lagi
7. Pola sensori kognitif
Nyeri yang disebabkan oleh kerusakan jaringan, sedang pada pola kognitif
atau cara berfikir pasien tidak mengalami gangguan.
8. Pola hubungan peran
Terjadinya perubahan peran yang dapat mengganggu hubungan
interpersonal yaitu pasien merasa tidak berguna agi dan menarik diri
9. Pola penanggulangan stress
Perlu ditanyakan apakah membuat pasien menjadi stress dan biasanya
masalah pendam sendiri atau dirundingkan dengan keluarga.
10. Pola reproduksi seksual
Bila pasien sudah berkeluarga dan mempunyai anak maka akan mengalami
pola seksual dan reproduksi jika pasien belum berkeluarga pasien tidak
akan mengalami gangguan
11. Pola tatanilai dan kepercayaan
Adanya kecemasan dan stress sebagai pertahanan dan pasien meminta
perlindungan atau mendekatkan diri kepada Tuhan YME.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut
2. Hambatan mobilitas fisik
3. Gangguan pola tidur
4. Kerusakan integritas kulit
5. Resiko infeksi

10
C. INTERVENSI
1. Nyeri akut
Intervensi :
P: Propokatif/ penyebab nyeri
Q: Quality(kualitas nyeri
R: Regio
S: Skala nyeri
T: Time
Intervensi:
- Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga
- Kaji tingkat intensitas dan frek!ensi nyeri
- Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri
- Observasi tanda-tanda vital
- Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik

1. Hambatan mobilitas fisik


Intervensi:
- Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan
- Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas
- Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu
- Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif
- Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi
2. Gangguan pola tidur
Intervensi:
- Tentukan pola tidur/aktifitas pasien
- Anjurkan pasien untuk memantau pola tidur
- Bantu untuk menghilangkan situasi stres saat tidur
- Bantu meningkatkan jumlah jam tidur jika diperlukan
- Diskusikan dengan pasien dan keluarga mengenai teknik untuk meningkatkan
tidur

11
3. Kerusakan integritas kulit
Intervensi:
- Periksa daerah sayatan terhadap kemerahan, bengkak, atu tanda-tanda dehiscence
atau eviserasi
- Monitor sayatan untuk tanda dan gejala infeksi
- Ganti pakaian dengan interval (waktu) yang tepat
- Fasilitasi pasien untuk melihat luka insisi
- Arahkan pasien dan/atau keluarga cara merawat luka insisi, termasuk tanda-tanda
dan gejala infeksi.
4. resiko infeksi
intervensi:
- Monitor adanya tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
- Monitor kerentanan terhadap korupsi
- Berikan perawatan kulit yang tepat untuk area yang mengalami edema
- Anjurkan istirahat
- Ajarkan pasien dan anggota keluarga bagaimana cara menghindari infeksi

D. EVALUASI
S = Subjek
O= Objek
A= Assesment
P= Planning

E. DISCHARGE PLANNING
a. Persiapan Perawatan Di Rumah.
Pasien lanjut usia dengan fraktur hip biasanya mendapat rujukan
rehabilitasi. Perawat harus mengkonsumsikan rencana asuhan kepada
fasilitas yang akan melanjutkan rehabilitasi. Pasien tidak boleh
dipulangkan untuk tinggal sendiri di rumah karena membutuhkan
bantuan selama proses penyembuhan. Perawat mengkai struktur rumah

12
atas adanya barrier terhadap mobilitas pasien (mis. Tangga, dll). Pasien
harus mampu bergerak bebas dengan alat bantu di dalam rumah.

b. Penuluhan pasien/keluarga
Perawat menyediakan instruksi tertulis tentang cara merawat diri.
Keluarganya mendapat penyuluhan tentang cara menjaga/merawat
bagian yang sakit. Perawatan luka di rumah dapat diatur sesuai
perjanjian dengan RS atau refleks ke instansi lain. Pasien harus
mengetahui cara meningkatkan penyembuhan., mencegah komplikasi,
mengenali tanda-tanda komplikasi, dan kapan dan dimana harus
menghubugi tenaga jika komplikasi terjadi.
c. Persiapan Psikososial
Perawat mengatur perawatan lanjut di rumah, misalnya konsultasi bagi
pasien dengan depresi. Jika ada kerusakan jaringan yang parah maka
perawat harus realistik dan menolong klien mengerti bahwa
penyembuhan memerlukan waktu cukup lama, terutama jika terjadi
infeksi. Keparahan dan penanganan yanng kompleks dapat merongrong
kondisi mental pasien dan keluarganya. Konseling kerja kadang
diperlukan untuk membantu pasien mendapatkan pekerjaan yang sesuai
dengan kondisinya.

13
BAB IV

PEMBAHASAN KASUS

KASUS :

Seorang laki-laki berusia 31 tahun dirawat di ruang Bedah setelah mengalami


kecelakaan lalu lintas 6 jam yang lalu, mengeluh nyeri pada paha sebelah kiri dan
kaki kanan, Skala 8. Hasil pengkajian: tampak bengkak pada daerah paha kiri dan
pada kaki kiri terdapat luka robek pada tibia 6 cm, tampak tonjolan tulang. Status
neurovaskuler pada kedua kaki: Nadi distal fraktur (+) parestesi dan paralisis (-).
Hasil pemeriksaan TTV ; tekanan darah = 100/70, Nadi = 100x/mnt, Respirasi =
22x/mnt, Suhu = 38˚C . Pemerikasaan lab : Hb 10.2, Ht 31%, Eritrosit 3.72,
Leukosit 11.000 . Hasil X-ray : fraktur obliq pada 1/3 bagian distal femur kiri dan
fraktur cruris segmental pada 1/3 media kanan. Terapi: cetorolac 2x1, ranitidine
2x1, dan cafezolin 2x1 gram IV. Di rencanakan pada kaki kanan di pasang
skeletal traksi dan pemasangan eksternal fixation pada tibia.

A. PENGKAJIAN
a) Identitas Pasien
1. Nama : Tn. –
2. Jenis kelamin : Laki-laki
3. Umur : 31 tahun
4. Alamat :
5. Agama :
6. Suku :
7. Bangsa :
8. Pendidikan :
9. Pekerjaan :
10. Tanggal masuk Rumah sakit :
11. Diagnosa medis :

14
12. Nomor Registrasi :

b) Riwayat penyakit sekarang


o Pasien mengeluh nyeri pada paha sebelah kiri dan kanan\
c) Pemeriksaan Fisik
1. Tampak bengkak pada daerah paha kiri
2. Pada kaki kiri terdapat luka robek pada tibia 6 cm
3. Tampak tonjolan tulang

d) Pemeriksaan TTV
Tekanan darah : 100/70 mmhg
Nadi : 100x/mnt
Suhu : 38˚C
Respirasi : 22x/mnt
e) Pemeriksaan Laboratorium
o Hb: 10.2
o Ht: 31%
o Eitrosit: 3.72
o Leukosit: 11.000
o X-ray : Fraktur obliq pada 1/3 distal femur kiri dan fraktur
cruris segmental pada 1/3 media kanan.

B. PEMBAHASAN KASUS
Seorang laki-laki berusia 31 tahun dirawat di ruang Bedah setelah
mengalami kecelakaan lalu lintas 6 jam yang lalu, mengeluh nyeri pada
paha sebelah kiri dan kaki kanan, Skala 8. Hasil pengkajian: tampak
bengkak pada daerah paha kiri dan pada kaki kiri terdapat luka robek pada
tibia 6 cm, tampak tonjolan tulang. Status neurovaskuler pada kedua kaki:
Nadi distal fraktur (+) parestesi dan paralisis (-). Hasil pemeriksaan TTV ;
tekanan darah = 100/70, Nadi = 100x/mnt, Respirasi = 22x/mnt, Suhu =
38˚C . Pemerikasaan lab : Hb 10.2, Ht 31%, Eritrosit 3.72, Leukosit

15
11.000 . Hasil X-ray : fraktur obliq pada 1/3 bagian distal femur kiri dan
fraktur cruris segmental pada 1/3 media kanan. Terapi: cetorolac 2x1,
ranitidine 2x1, dan cafezolin 2x1 gram IV. Di rencanakan pada kaki kanan
di pasang skeletal traksi dan pemasangan eksternal fixation pada tibia.
 Manifestasi klinis
- Nyeri
- Tampak bengkak pada daerah paha kiri
- Pada kaki kiri terdapat luka robek
- Tampak tonjolan tulang
 Pemeriksaan penunjang
- Hb: 10.2
- Ht: 31%
- Eitrosit: 3.72
- Leukosit: 11.000
- X-ray : Fraktur obliq pada 1/3 distal femur kiri dan fraktur cruris
segmental pada 1/3 media kanan.
C. MASALAH KEPERAWATAN

1. Nyeri akut

2. Hambatan mobilitas fisik

3. Gangguan pola tidur

4. Kerusakan integritas kulit

5. Resiko infeksi

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (12.1.00132)

2. Hambatan mobilitas fisik b/d gangguan muskuloskeletal (4.2.00085)

3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penonjolan tulang (11.


2. 00047)

16
4. Resiko Infeksi berhubungan dengan kerusakan fragmen tulang ditandai
dengan pemasangan pen (11.1.00004)

E. INTERVENSI
1. Nyeri akut
Intervensi :
P: Kecelakaan lalu lintas
Q:
R: bengkak pada Paha kiri dan terdapat luka robek pada kaki kiri
S: 8
T:
- Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga
- Kaji tingkat intensitas dan frek!ensi nyeri
- Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri
- Observasi tanda-tanda vital
- Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik
2. Hambatan mobilitas fisik
- Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan
- Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas
- Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu
- Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif
- Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi
3. Kerusakan integritas kulit
- Periksa daerah sayatan terhadap kemerahan, bengkak, atu tanda-tanda
dehiscence atau eviserasi
- Monitor sayatan untuk tanda dan gejala infeksi
- Ganti pakaian dengan interval (waktu) yang tepat
- Fasilitasi pasien untuk melihat luka insisi
- Arahkan pasien dan/atau keluarga cara merawat luka insisi, termasuk
tanda-tanda dan gejala infeksi.
4. resiko infeksi
- Monitor adanya tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
- Monitor kerentanan terhadap korupsi

17
- Berikan perawatan kulit yang tepat untuk area yang mengalami edema
- Anjurkan istirahat
- Ajarkan pasien dan anggota keluarga bagaimana cara menghindari
infeksi

F. DISCHARGE PLANNING
1. Sesering mungkin untuk kontrol ke dokter
2. Konsumsi obat yang dianjurkan dokter dengan rutin
3. Gunakan perban yang steril untuk mengganti perban luka
4. Gunakan stoking untuk suport / elastis bondage untuk mengurangi bengkak.
5. Latihan dilakukan perlahan dan bertahap sesuai anjuran
6. Angkat kulit ari yang kering / sisik dengan hati – hati, caranya diguyur /
irigasi, jaringan digosok atau gunakan bahan pelembab seperti lotion

18
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Fraktur femur adalah hilangnya kontinuitas tulang paha tanpa atau disertai
adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jeringan saraf, dan pembuluh darah).
Penyebab nya adalah trauma atau tenaga fisik, fraktur fatologis, faktor stress, dan
osteoforosis. Klasifikasi fraktur ada 4 yaitu fraktur terbuka, fraktur tertutup,
fraktur clomplete dan fraktur incomplete.
Tanda-tanda dan gejala yang khas pada fraktur femur adalah tidak dapat
menggunakan anggota gerak, nyeri pembengkakan, terdapat trauma,  gangguan
pada anggota gerak, deformitas, kelainan gerak, krepitasi atau datang dengan
gejala-gejala lain. Pemeriksaan diagnostik yang utama adalah radiologi poto polos
pada bagian fraktur.
B. SARAN
1. Bagi mahasiswa
Diharapkan mngerti tentang konsep yang ada pada teori. Dan dapat
menerapkannya dilapangan.
2. Bagi perawat
-  Memaksimalkan peralatan dalam proses tindakan keperawatan pada pasien.
- Menyediakan pemeriksaan disesuaikan dengan jumlah pasien.
3. Bagi keluarga pasien
- Ikut penatalaksanaan tindakan keperawatan sehingga tindakan keperawatan
mandiri untuk proses keperawatan di rumah setelah Pasien pulang.
- Menanyakan langsung kepada perawat atau dokter yang merawat Pasienjika ada
yang ingin diketahui masalah penyakit Pasien.

19
DAFTAR PUSTAKA

Bararah, T dan Jauhar, M. 2013. Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap Menjadi


Perawat Profesional. Jakarta : Prestasi Pustakaraya

Helmi,Zairin Noor. 2012.Buku Saku Kedaruratan Di Bidang Bedah


Ortopedi.Jakarta:Salemba Medika.

Jitowiyono,Sugeng.,Weni kristiyani.2010.Asuhan Keperawatan Post


Operasi.Yogyakarta:Nuha Medika.

Kowalak.,Welsh.,dan Mayer.2011.Buku Ajar Patofisiologi.Jakarta:EGC

NANDA International, Diagnosis Keperawatan: definisi & klasifikasi 2015-2017


Edisi 10
Nursing Intervension Classification (NIC) 2013, Edisi 6

Nugroho,Taufan.2011.Asuhan keperawatan Maternitas, Anak, Bedah dan


Penyakit Dalam.Yogyakarta:Nuha Medika.

Nurarif,Amin Huda.,Hardhi Kusuma.2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA.Yogjakarta:MediAction.

Rendy,M Clevo.,Margareth TH.2012.Asuhan Keperawatan Medikal Bedah


Penyakit Dalam.Yogyakarta:Nuha Medika

20

Anda mungkin juga menyukai