TRAUMA ABDOMEN
Oleh:
FEBRIANI HIBUR
NIM C01418047
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur hadirat tuhan yang maha Esa. Atas rahmat dan hidayahnya
saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “TRAUMA ABDOMEN” tepat
pada waktunya.
Saya memyadari bahwa makalah yang saya buat jauh dari kata sempurna,
oleh karena itu saya mengharapkan saran dan kritikan yang membangun agar
tulisan saya lebih baik untuk kedepan, dan dapat menambah wawasan dan
memberi manfaat untuk pembaca.
FEBRIANI HINUR
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Abdomen adalah bagian tubuh yang berbentuk rongga terletak diantara
toraks dan pelvis. Rongga ini berisi viscera dan dibungkus dinding
(abdominal wall) yang terbentuk dari dari otot-otot abdomen, columna
vertebralis, dan ilium
Trauma abdomen dibagi menjadi dua tipe yaitu trauma tumpul abdomen
dan trauma tembus abdomen. Trauma merupakan penyebab kematian
tersering ketiga pada populasi umum setelah penyakit kardiovaskular dan
kanker. Pada subgrup pasien usia dibawah 40 tahun, trauma merupakan
penyebab kematian utama.3 dan ditemukan sekitar 7–10% dari jumlah
seluruh kasus trauma. Klasifikasi trauma abdomen berdasarkan jenis trauma
dibagi menjadi dua yaitu trauma tajam (penetrans) dan trauma tumpul (blunt
trauma). Angka kejadian trauma tumpul abdomen didapatkan sekitar 80%
dari keseluruhan trauma abdomen.
Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab tersering trauma abdomen
dan penyebab berikutnya adalah jatuh. Di Indonesia, ditemukan prevalensi
cedera yaitu sebesar 8,2%, dimana ditemukan prevalensi tertinggi terdapat di
provinsi Sulawesi Selatan sebanyak 12,8% dan prevalensi terendah di Jambi
sebanyak 2 4,5%. Penyebab kejadian ini yang ditemukan salah satu nya
adalah karena kecelakaan lalu lintas yaitu kecelakaan sepeda motor sebanyak
40,6%, dan kejatuhan paling sedikit yaitu 2,5%. Saat ini di Indonesia,
prevalensi cedera tertinggi didapatkan berada pada kelompok usia 15-24
tahun yang disebabkan oleh kecelakaan sepeda motor dan jatuh tersebut.
Sehingga seluruh tenaga kesehatan termasuk dokter dan dokter bedah pada
khususnya akan dihadapkan oleh masalah-masalah kasus trauma, terutam
trauma tumpul abdomen (Riskesdas, 2 Pada kasus-kasus trauma tumpul
diagnosis lebih susah ditegakkan karena biasanya terjadi multisistem trauma,
sedangkan trauma pada organ intra-abdomen kemungkinan terjadi karena
1
adanya luka penetrasi (Umboh, Sapan, Lampus, 2016). Penelitian pada tahun
1997 yang dilakukan oleh Schurink dkk menunjukkan bahwa pemeriksaan
abdomen menampilkan hasil yang sama pada hampir setengah pasien dengan
pasien multitrauma. Sehingga untuk menghasilkaan penatalaksanaan yang
baik harus membutuhkan pemeriksaan lanjutan (Schurink, Bode, Luijt, &
Vugt, 1997). Sebagian dokter beranggapan bahwa ruptur organ yang
berongga dan perdarahan dari organ padat akan mengakibatkan peritonitis
dan akan mudah dideteksi namun kenyataannya gejala fisik yang tidak jelas,
kadang ditutupi oleh nyeri, akibat trauma ekstra abdomen dan dikaburkan
oleh intoksikasi atau trauma kepala yang semuanya merupakan alasan utama
terlewatkannya diagnosis trauma abdomen oleh dokter. Didapatkan lebih dari
sepertiga pasien trauma abdomen yang membutuhkan tindakan operasi segera
(emergency laparotomy) yang pada awalnya mempunyai gejala yang tidak
khas 3 (benign physical examination), sehingga klinisi yang kurang waspada
menganggap bahwa tidak ada trauma abdomen.
2
5) Untuk mengetahui karakteristik pasien trauma abdomen
berdasarkan pemeriksaan penunjang
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Trauma Abdomen
Abdomen adalah bagian tubuh yang berbentuk rongga terletak diantara
toraks dan pelvis. Rongga ini berisi viscera dan dibungkus dinding abdomen
yang terbentuk dari dari otot abdomen, columna vertebralis, dan tulang ilium.
Untuk membantu menetapkan suatu lokasi di abdomen, yang paling sering
dipakai adalah pembagian abdomen oleh dua buah bidang bayangan
horizontal dan dua bidang bayangan vertikal. Bidang bayangan tersebut
membagi dinding anterior abdomen menjadi sembilan daerah (regiones). Dua
bidang diantaranya berjalan horizontal melalui setinggi tulang rawan iga
kesembilan, yang bawah setinggi bagian atas crista iliaca dan dua bidang
lainnya vertikal di kiri dan kanan tubuh yaitu dari tulang rawan iga kedelapan
hingga ke pertengahan ligamentum inguinale.
5) umbilical
4
Gambar 1. Pembagian Anatomi Abdomen
5
cedera jika dalam pemeriksaan fisik ditemukan kelainan pada daerah atau
regio tersebut. Untuk kepentingan klinis rongga abdomen dibagi menjadi
tiga regio yaitu : rongga peritoneum, rongga retroperitoneum dan rongga
pelvis. Rongga pelvis sebenarnya terdiri dari bagian dari intraperitoneal dan
sebagian retroperitoneal. Rongga peritoneal dibagi menjadi dua yaitu bagian
atas dan bawah. Rongga peritoneal atas, yang ditutupi tulang tulang thorax,
termasuk diafragma, liver, lien, gaster dan kolon transversum. Area ini juga
dinamakan sebagai komponen torakoabdominal dari abdomen. Sedangkan
rongga peritoneal bawah berisi usus halus, sebagian kolon ascenden dan
descenden, kolon sigmoid, caecum, dan organ reproduksi pada wanita
(Trauma, 2012) Rongga retroperitoneal terdapat di abdomen bagian
belakang, berisi aorta abdominalis, vena cava inferior, sebagian besar
duodenum, pancreas, ginjal, dan ureter, permukaan posterior kolon ascenden
dan descenden serta komponen retroperitoneal dari rongga pelvis.
Sedangkan rongga pelvis dikelilingi oleh tulang pelvis yang pada dasarnya
adalah bagian bawah dari rongga peritoneal dan retroperitoneal. Berisi
rektum, kandung kencing, pembuluh darah iliaka, dan organ reproduksi
interna pada wanita.
2.2 Etiologi
Menurut penelitian Hudak & Gallo (2001) Trauma atau kecelakaan yang
terjadi pada abdomen yang kebanyakan disebabkan oleh trauma tumpul.
Deselerasi yang tidak terkontrol merupakan kekuatan yang mengakibatkan
terjadinya trauma saat tubuh seseorang terpukul setir mobil atau benda
tumpul lainnya. Trauma yang disebabkan oleh benda tajam biasanya
diakibatkan oleh luka tembakan yang menyebabkan kerusakan besar dalam
abdomen. Tidak hanya luka tembak, trauma abdomen bisa juga disebabkan
oleh luka tusuk. Luka tusuk tersebut juga bisa menyebabkan trauma organ
intraabdomen.
6
2.3 Patofisiologi
Menurut (Musliha, 2010), jika terjadi trauma penetrasi atau nonpenetrasi
kemungkinan terjadi pendarahan intra abdomen yang serius, pasien akan
memperlihatkan tanda-tanda iritasi yang disertai penurunan hitung sel darah
merah yang akhirnya gambaran klasik syok hemoragik. Bila suatu organ
viseral mengalami perforasi, maka tanda-tanda perforasi, tanda-tanda iritasi
peritoneum cepat tampak. Tanda-tanda dalam trauma abdomen tersebut
meliputi nyeri tekan, nyeri spontan, nyeri lepas dan distensi abdomen tanpa
bising usus bila telah terjadi peritonitis umum. Bila syok telah lanjut pasien
mengalami takikardi dan peningkatan suhu tubuh, juga terdapat leukositosi
7
Mekanisme terjadinya trauma pada trauma tumpul disebabkan adanya
deselerasi cepat dan adanya organ-organ yang tidak mempunyai kelenturan
(non complient organ) seperti hati, lien, pankreas, dan ginjal.
Secara umum mekanisme terjadinya trauma tumpul abdomen yaitu:
1. Saat pengurangan kecepatan menyebabkan perbedaan gerak di antara
struktur. Akibatnya, terjadi tenaga potong dan menyebabkan robeknya
organ berongga, organ padat, organ visceral dan pembuluh darah,
khususnya pada bagian distal organ yang terkena. Contoh pada aorta
distal yang mengenai tulang torakal mengakibatkan gaya potong pada
aorta dapat menyebabkan ruptur. Situasi yang sama dapat terjadi pada
pembuluh darah ginjal dan pada cervicothoracic junction.
2. Isi intra abdominal hancur diantara dinding abdomen anterior dan
columna vertebra atau tulang toraks posterior. Hal ini dapat
menyebabkan ruptur, biasanya terjadi pada organ-organ padat seperti
lien, hati, dan ginjal.
3. Gaya kompresi eksternal yang menyebabkan peningkatan tekanan
intra-abdomen yang tiba-tiba dan mencapai puncaknya biasanya
menyebabkan ruptur organ berongga. Berat ringannya perforasi
tergantung dari gaya dan luas permukaan organ yang terkena cedera
Kerusakan organ lunak karena trauma tumpul biasanya terjadi sesuai dengan
tulang yang terkena seperti terlihat pada tabel 2 sebagai berikut:
Tabel 2. Pola cedera organ lunak pada trauma tumpul abdomen
Organ/area yang terkena langsung Cedera yang mungkin terkait
Fraktur kosta kanan Cedera hepar
8
2.6 Trauma Tajam
Trauma tajam abdomen adalah suatu ruda paksa yang mengakibatkan
luka pada permukaan tubuh dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum
yang disebabkan oleh tusukan benda tajam. Trauma akibat benda tajam
dikenal dalam tiga bentuk luka yaitu: luka iris atau luka sayat (vulnus
scissum), luka tusuk (vulnus punctum) atau luka bacok (vulnus caesum).
Luka tusuk maupun luka tembak akan mengakibatkan kerusakan
jaringan karena laserasi ataupun terpotong. Luka tembak dengan kecepatan
tinggi akan menyebabkan transfer energi kinetik yang lebih besar terhadap
organ viscera, dengan adanya efek tambahan berupa temporary cavitation,
dan bisa pecah menjadi fragmen yang mengakibatkan kerusakan lainnya.
Kerusakan dapat berupa perdarahan bila mengenai pembuluh darah atau
organ yang padat. Bila mengenai organ yang berongga, isinya akan keluar
ke dalam rongga perut dan menimbulkan iritasi pada peritoneum.
2.7 Komplikasi
Menurut penelitian smaltzer ( 2001), komplikasi yang di sebabkan
karena adanya trauma pada abdomen adalah dalam waktu segera dapat
terjadi syok hemoragik dan cidera, pada fase lanjut dapat terjadi infeksi,
thrombosis vena,emboli pulmonar, stress 4 ulserasi dan perdarahan,
pneumonia, tekanan ulserasi, ateletasis maupun sepsis
9
- terjadi perdarahan intra abdominal. Apabila trauma terkena usus,
mortilisasi usus terganggu sehingga fungsi usus tidak normal dan
biasanya akan mengakibatkan peritonitis dengan gejala mual, muntah,
dan BAB hitam (melena).
10
5. VP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada
persangkaan trauma pada ginjal
6. Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)
Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam
rongga perut. Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL inihanya
alat diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold
standard).
a. Indikasi untuk melakukan DPL adalah sebagai berikut:
• Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
• Trauma pada bagian bawah dari dada
• Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
• Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat,
alkohol, cedera otak)
• Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum
tulang belakang)
• Patah tulang pelvis
b. Kontra indikasi relatif melakukan DPL adalah sebagai berikut:
• Hamil
• Pernah operasi abdominal
• Operator tidak berpengalaman
• Bila hasilnya tidak akan merubah penatalaksanaan
7. Ultrasonografi dan CT Scan
Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum
dioperasi dan disangsikan adanya trauma pada hepar dan retro
peritoneum.
Pemeriksaan khusus
a. Abdomonal Paracentesis
Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna
untuk menentukan adanya perdarahan dalam rongga
peritoneum. Lebih dari100.000 eritrosit /mm dalam larutan
11
NaCl yang keluar dari rongga peritoneum setelah dimasukkan
100–200 ml larutan NaCl 0.9% selama 5 menit, merupakan
indikasi untuk laparotomi.
b. Pemeriksaan Laparoskopi
Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui
langsung sumber penyebabnya.
c. Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rekto-
sigmoidoskopi.
2.10 Pengkajian
Dasar pemeriksaan fisik ‘head to toe’ harus dilakukan dengan
singkat tetapi menyeluruh dari bagian kepala ke ujung kaki.
Dalam penelitian Brunner & Suddart (2001) Pengkajian data dasar adalah :
1. Aktifitas/istirahat
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas,
Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseim
Bangan cedera (trauma)
2. Sirkulasi
Data Obyektif: kecepatan (bradipneu, takhipneu),
polanapas(hipoventilasi, hiperventilasi, dll).
3. Integritas ego
Data Subyektif : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau
dramatis)
Data Obyektif : Cemas, Bingung, Depresi.
4. Eliminasi
Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih/usus atau
mengalami gangguan fungsi.
12
6. Neurosensori.
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo
Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan
status mental,Kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.
7. Nyeri dan kenyamanan
Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi
yang berbeda, biasanya lama.
Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.
8. Pernafasan
Data Subyektif : Perubahan pola nafas.
9. Keamanan
Data Subyektif : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan.
Data Obyektif : Dislokasi gangguan
13
Kolaborasi:
Kolaborasi dengan
dokter untuk
pemberian analgetik
2. Setelah dilakukan Kaji pola nafas Untuk menentukan intervensi yang tepat
tindakan Kaji tanda vital Mengetahui perkembangan klien
keperawatan 1x10 Posisikan klien semi Mengurangi sesak nafas
menit, nyeri teratasi fowler Mengurangi sesak nafas
Dengan KH : Kolaborasi : Beri
Klien tidak oksigen sesuai
mengalami sesak indikasi
nafas, pola nafas
klien membaik
3. Setelah dilakukan Kaji tingkat cemas Untuk menghilangkan ansitas klien
tindakan kelien
keperawatan Tanyakan penyebab
1x24jam, Ansietas cemas klien
kelien hilang Beritahu klien
Dengan KH : mengenai perdaran
Tidak ada tanda- dan penyebab
tanda cemas hematoma
Suhu tubuh normal :
36-37
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa
kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi
faktor implikasi pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang
disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).
Berdasarkan mekanisme trauma, terbagi atas 2 yaitu :
a. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga
peritonium).
Disebabkan oleh : luka tusuk, luka tembak.
b. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga
peritonium).
Disebabkan oleh : pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi
atau sabuk pengaman (set-belt).
3.2 Saran
Diharapkan dengan dibuatnya makalah ini bisa bermanfaat bagi
mahasiswa khususnya mahasiswa keperawatan untuk bisa lebih mengerti dan
memahami tentang tentang Keperawatan gawat darurat. Makalah terutama
tentang trauma abdomen ini masih jauh dari kata sempurna, maka diharapkan
kritik dan saran untuk lebih memperbaiki makalah.
15
DAFTAR PUSTAKA
Alonso, M., Brathwaite, C., García, V., Patterson, L., Scherer, T., Stafford, P.
and Young, J. (1997) ‘Practice management guidelines for the
nonoperative management of blunt injury to the liver and spleen.’, The
Journal of trauma, 43, pp. 1–32. doi: 10.1097/00005373- 199711000-
00014
Aziz, A., Bota, R. and Ahmed, M. (2014) ‘Frequency and pattern of intra-
abdominal injuries in patients with blunt abdominal trauma’, Journal of
Trauma & Treatment, 3(3), p. 196. doi: 10.4172/2167-1222.1000196.
Beal, A. L., Ahrendt, M. N., Irwin, E. D., Lyng, J. W., Turner, S. V, Beal, C.
A., Byrnes, M. T. and Beilman, G. A. (2016) ‘Prediction of blunt
traumatic injuries and hospital admission based on history and physical
exam’, World Journal Of Emergency Surgery. World Journal of
Emergency Surgery, 11(1), p. 46. doi:http://dx.doi.org/10.1186/s13017-
016-0099-9.
Erfantalab-Avini, P., Hafezi-Nejad, N., Chardoli, M. and Rahimi-Movaghar,
V. (2011) ‘Evaluating clinical abdominal scoring system in predicting
the necessity of laparotomy in blunt abdominal trauma’, Chinese
Journal of Traumatology English Edition. The Editorial Board of
Biomedical and Environmental Sciences, 14(3), pp. 156–160. doi:
10.3760/cma.j.issn.1008-1275.2011.03.006.
Grieshop NA, Jacobson LE, G. and GA, Thompson CT, S. K. (1995)
‘Selective use of computed tomography and diagnostic peritoneal
lavage in blunt abdominal trauma.’, J Trauma, p. 38(5):727-31.
Ikegami, Y., Suzuki, T., Nemoto, C., Tsukada, Y. and Tase, C. (2014)
‘Usefulness of initial diagnostic tests carried out in the emergency
department for blunt trauma’, Acute Medicine & Surgery, 1(2), pp. 70–
75. doi: 10.1002/ams2.20.
Smith J, Caldwell E, D’Amours S, Jalaludin B, Sugrue M. Abdominal
trauma: a disease in evolution. ANZ J Surg. 2005; 75(9):790-4.
16