Anda di halaman 1dari 18

BAB III

DASAR TEORI

3.1. Peraturan Perundang-Undangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Adapun dasar hukum keselamatan kerja mengacu pada:
1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara
a. Pasal 140:
(Ayat ke-1). Menteri melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan
pengelolaan usaha pertambangan yang dilaksanakan oleh
pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten kota sesuai
dengan kewenangannya.
(Ayat ke-2). Menteri dapat melimpahkan kepada gubernur untuk melakukan
pengawasan terhadap penyelenggaraan kewenangan pengelolaan di
bidang usaha pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/ kota.
(Ayat ke-3). Menteri, gubernur, dan bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya melakukan pengawasan atas pelaksanaan
kegiatan usaha pertambangan yang dilakukan oleh pemegang
IUP, IPR, atau IUPK.
b. Pasal 141 :
(Ayat ke-1). Pengawasan sebagairnana dimaksud dalam Pasal 140, antara
lain, berupa:
a) teknis pertarnbangan
b) pemasaran
c) keuangan
d) pengolahan data mineral dan batubara
e) konservasi sumber daya mineral dan batubara
f) keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan

16
g) keselamatan operasi pertambangan
h) pengelolaan lingkungan hidup, reklamasi, dan pasca
tambang
i) pemanfaatan barang, jasa, teknologi, dan kemampuan
rekayasa dan rancang bangun dalam negeri
j) pengembangan tenaga kerja teknis pertambangan
k) Pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat
l) penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi
pertambangan
m) kegiatan-kegiatan lain dibidang kegiatan usaha
pertambangan yang menyangkut kepentingan umum
n) pengelolaan IUP atau IUPK
o) jumlah, jenis, dan mutu hasil usaha pertambangan
(Ayat ke-2). Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf
e, huruf f, huruf g, huruf h, dan huruf l dilakukan oleh inspektur
tambang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(Ayat ke-3). Dalam ha1 pemerintah daerah provinsi atau pemerintah daerah
kabupaten kota belum mempunyai inspektur tambang, Menteri
menugaskan inspektur tambang yang sudah diangkat untuk
melaksanaan pembinaan dan pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2).

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2010 tentang


Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha
Pertambangan Mineral dan Batubara.
a. Pasal 13:
(Ayat ke-1). Menteri melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan
pengelolaan usaha pertambangan yang dilaksanakan oleh
pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten kota sesuai
dengan kewenangannya.
(Ayat ke-2). Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya melakukan pengawasan atas pelaksanaan kegiatan
usaha pertambangan yang dilakukan oleh pemegang IUP, IPR,

17
IUPK.
b. Pasal 16: Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2)
dilakukan terhadap :
a) teknis pertambangan
b) pemasaran
c) keuangan
d) pengelolaan data mineral dan batubara
e) konservasi sumber daya mineral dan batubara
f) keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan
g) keselamatan operasi pertarnbangan
h) pengelolaan lingkungan hidup, reklamasi, dan
pascatambang
i) pemanfaatan barang, jasa, teknologi, dan kemampuan
rekayasa serta rancang bangun dalam negeri
j) pengembangan tenaga kerja teknis pertambangan
k) pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat
l) pengupasan, pengembangan, dan penerapan teknologi
pertambangan.
m) kegiatan lain di bidang kegiatan usaha pertambangan yang
menyangkut kepentingan umum
n) pelaksanaan kegiatan sesuai dengan IUP, IPR, atau IUPK
o) jumlah, jenis, dan mutu hasil usaha pertambangan.
c. Pasal 26:
(Ayat ke-1). Pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf f terdiri atas:
a) keselamatan kerja
b) kesehatan kerja
c) lingkungan kerja
d) sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja.

3. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia


Nomor 26 tahun 2018 tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yang
Baik dan Pengawasan Pertambangan Mineral dan Batubara.

18
a. Pasal 3:
(Ayat ke-1). Pemegang IUP Eksplorasi, IUPK Eksplorasi, IUP Operasi
Produksi, dan IUPK Operasi Produksi dalam setiap tahapan
kegiatan Usaha Pertambangan wajib melaksanakan kaidah
pertambangan yang baik.
(Ayat ke-2). Kaidah pertambangan yang baik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
a) kaidah teknik pertambangan yang baik
b) tata kelola pengusahaan pertambangan
(Ayat ke-3). Kaidah teknik pertambangan yang baik sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a meliputi pelaksanaan aspek :
a) teknis pertambangan
b) konservasi mineral dan batubara
c) keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan 4).
keselamatan operasi pertambangan
d) pengelolaan lingkungan hidup pertambangan, reklamasi,
dan pasca tambang, serta pasca operasi
e) pemanfaatan teknologi, kemampuan rekayasa, rancang
bangun, pengembangan, dan penerapan teknologi
pertambangan.

b. Pasal 4:
(Ayat ke-1). Pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan
dan/atau pemurnian dalam kegiatan pengolahan dan/atau
pemurnian wajib melaksanakan kaidah pertambangan yang baik.
(Ayat ke-2). Kaidah pertambangan yang baik untuk kegiatan pengolahan
dan/atau pemurnian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a) kaidah teknik pengolahan dan/atau pemurnian
b) ata kelola pengusahaan pengolahan dan/atau pemurnian.
(Ayat ke-3). Kaidah teknik pengolahan dan/atau pemurnian sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi pelaksanaan aspek :
a) teknis kegiatan pengolahan dan/atau pemurnian

19
b) keselamatan pengolahan dan/atau pemurnian
c) pengelolaan lingkungan hidup dan pasca operasi
d) konservasi mineral dan batubara.
c. Pasal 14:
(Ayat ke-1). Pemegang IUP Eksplorasi, IUPK Eksplorasi, IUP Operasi
Produksi, dan IUPK Operasi Produksi wajib melaksanakan
ketentuan keselamatan pertambangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (3) huruf c dan huruf d.
(Ayat ke-2). Pemegang IUP Eksplorasi, IUPK Eksplorasi, IUP Operasi
Produksi, dan IUPK Operasi Produksi dalam melaksanakan
ketentuan keselamatan pertambangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib:
a) menyediakan segala peralatan, perlengkapan, alat
pelindung diri, fasilitas, personil, dan biaya yang
diperlukan untuk terlaksananya ketentuan keselamatan
pertambangan
b) membentuk dan menetapkan organisasi bagian keselamatan
pertambangan berdasarkan pertimbangan jumlah pekerja,
sifat, atau luas area kerja.
(Ayat ke-3). Ketentuan keselamatan pertambangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a) keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan
b) keselamatan operasi pertambangan.

d. Pasal 16:
(Ayat ke-1). Pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan
dan/atau pemurnian mineral dan batubara wajib melaksanakan
ketentuan keselamatan pengolahan dan/atau pemurnian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf b.
(Ayat ke-2). Pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan
dan/atau pemurnian mineral dan batubara dalam melaksanakan
ketentuan keselamatan pengolahan dan/atau pemurnian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib:

20
a) menyediakan segala peralatan, perlengkapan, alat
pelindung diri, fasilitas, personil dan biaya yang diperlukan
untuk terlaksananya ketentuan di bidang keselamatan
pengolahan dan/atau pemurnian.
b) membentuk dan menetapkan organisasi bagian keselamatan
pengolahan dan/atau pemurnian berdasarkan pertimbangan
jumlah pekerja, sifat, atau luas area kerja.
(Ayat ke-3). Ketentuan keselamatan pengolahan dan/atau pemurnian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a) keselamatan dan kesehatan kerja pengolahan dan/atau
pemurnian
b) keselamatan operasi pengolahan dan/atau pemurnian.

4. Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Nomor 1827 tahun 2018
tentang Pedoman Pelaksanaan Kaidah Teknik Pertambangan yang Baik.
Lampiran III: Pedoman Pelaksanaan Keselamatan Pertambangan dan
Keselamatan Pengolahan dan/atau Pemurnian Mineral dan Batubara:
Poin A. Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan dan
Pengolahan dan/atau Pemurnian Mineral dan Batubara.
Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan dan Pengolahan
dan/atau Pemurnian Mineral dan Batubara meliputi:
1. Keselamatan kerja pertambangan dan pengolahan dan/atau pemurnian
mencakup:
a. Manajemen Resiko
Manajemen resiko merupakan suatu aktivitas dalam mengelola risiko yang
ada, terdiri atas:
1) Komunikasi dan konsultasi
2) Penetapan konteks
3) Identifikasi bahaya
4) Penilaian dan pengendalian risiko
5) Pemantauan dan peninjauan
b. Program Keselamatan Kerja
1) Program keselamatan kerja dibuat dan dilaksanakan untuk mencegah

21
kecelakaan, kejadian berbahaya, kebakaran, dan kejadian lain yang
berbahaya serta menciptakan budaya keselamatan kerja.
2) Kejadian berbahaya merupakan kejadian yang dapat membahayakan
jiwa atau terhalangnya produksi.
3) Kecelakaan atau kejadian berbahaya dilaporkan sesaat setelah
terjadinya kecelakaan atau kejadian berbahaya.
4) Program keselamatan kerja disusun dengan mengacu kepada peraturan
perundang-undangan, kebijakan, kebutuhan, dan proses manajemen
risiko.
c. Kecelakaan tambang memenuhi 5 (lima) unsur, terdiri atas:
1) Benar-benar terjadi, yaitu tidak diinginkan, tidak direncanakan, dan
tanpa unsur kesengajaan.
2) Mengakibatkan cidera pekerja tambang atau orang yang diberi izin oleh
kepala teknik tambang (KTT) atau penanggung jawab teknik dan
lingkungan (PTL)
3) Akibat kegiatan usaha pertambangan atau pengolahan dan/atau
pemurnian atau akibat kegiatan penunjang lainnya
4) Terjadi pada jam kerja pekerja tambang yang mendapat cidera atau setiap
saat orang yang diberi izin
5) Terjadi di dalam wilayah kegiatan usaha pertambangan atau wilayah
proyek.

Poin B. Pelaksanaan keselamatan operasi pertambangan dan pengolahan dan/atau


pemurnian mineral dan batubara.
Pelaksanaan keselamatan operasi pertambangan dan pengolahan dan/atau
pemurnian mineral dan batubara meliputi :
1. Sistem dan pelaksanaan pemeliharaan/perawatan sarana, prasarana, instalasi,
dan peralatan pertambangan.
Dalam sistem dan pelaksanaan pemeliharaan/perawatan sarana, prasarana,
instalasi, dan peralatan pertambangan paling kurang terdiri atas :
a) Daftar sarana, prasarana, instalasi, dan peralatan pertambangan;
1) Mengidentifikasi jenis dan karakteristik atas pemeliharaan atau
perawatan sarana, prasarana, instalasi, dan peralatan pertambangan

22
2) Menyusun dan menetapkan prosedur pemeliharaan atau perawatan
berdasarkan hasil identifikasi jenis dan karakteristik sarana, prasarana,
instalasi, dan peralatan pertambangan
3) Merencanakan program dan jadwal pemeliharaan atau perawatan
sarana, prasarana, instalasi, dan peralatan pertambangan
4) Melaksanakan pemeliharaan/perawatan sarana, prasarana, instalasi,
dan peralatan pertambangan
5) Evaluasi hasil pelaksanaan pemeliharaan atau perawatan sarana,
prasarana, instalasi, dan peralatan pertambangan
6) Tindak lanjut hasil evaluasi dan peningkatan kinerja
pemeliharaan/perawatan sarana, prasarana, instalasi, dan peralatan
pertambangan.

3.2. Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan daya upaya yang berencana
untuk mencegah terjadinya musibah kecelakaan dan penyakit yang timbul akibat
kerja. Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan upaya perlindungan yang
ditunjukkan agar tenaga dan orang lainnya ditempat kerja/perusahaan selalu
dalam keadaan selamat dan sehat, serta agar setiap sumber produksi dapat
digunakan secara aman dan efisien. Salah satu cara karyawan berperilaku: tidak
sopan di tempat kerja adalah ketika mereka tidak mematuhi peraturan
keselamatan kerja. Pada Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral
Nomor 38 Tahun 2014 pengertian K3 yaitu segala kegiatan untuk menjamin dan
melindungi pekerja tambang agar selamat dan sehat melalui upaya pengelolaan
keselamatan kerja, kesehatan kerja, lingkungan kerja, dan sistem manajemen
keselamatan pertambangan di suatu perusahaan pertambangan.
Keselamatan Kerja adalah sarana utama untuk pencegahan kecelakaan,
cacat, dan kematian sebagai akibat kecelakaan kerja. Keselamatan kerja yang baik
adalah pintu gerbang bagi keamanan tenaga kerja. Kecelakaan selain menjadi
sebab hambatan-hambatan langsung juga merupakan kerugian-kerugian secara
tidak langsung yakni kerusakan mesin dan peralatan kerja, dan lain-lain. Biaya-
biaya sebab akibat kecelakaan, baik langsung atau tidak langsung cukup atau
kadang-kadang terlampau besar, sehingga bila diperhitungkan secara keseluruhan

23
hal ini merupakan kehilangan yang berjumlah besar, oleh karena itu, Keselamatan
dan Kesehatan Kerja sangat penting untuk menjadi acuan menciptakan
kecelakaan nihil (zero accident) di setiap perusahaan-perusahaan pertambangan di
Indonesia.
Setiap perusahaan diharapkan dapat menerapkan sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja sebagai landasan untuk merencanakan,
melaksanakan, dan mengkaji ulang sasaran program keselamatan dan kesehatan kerja
secara menyeluruh dan terpadu dengan melibatkan karyawan untuk berperan aktif
dalam melaksanakan penyempurnaan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja.

3.3. Kecelakaan Kerja


Kecelakaan adalah suatu keadaan atau kejadian yang tidak direncanakan,
tidak diinginkan atau tidak dikontrol dan dapat terjadi dimana saja, kapan saja
yang disebabkan oleh suatu tindakan tidak aman (Unsafe Act) ataupun kondisi
yang tidak aman (Unsafe Condition) yang dapat menyebabkan cidera/luka
seseorang dan kerusakan peralatan/mesin serta kerugian biaya akibat terhentinya
proses produksi.
3.3.1. Kecelakaan Tambang berdasarkan Keputusan Menteri Pertambangan dan
Energi No. 1827 tahun 2018
Berdasarkan Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 1827 tahun
2018 yang dimaksud dengan kecelakaan tambang adalah kecelakaan yang harus
memenuhi 5 (lima) unsur sebagai berikut :
1. Benar-benar terjadi, yaitu tidak diinginkan, tidak direncanakan, dan tanpa
unsur kesengajaan.
2. Mengakibatkan cidera pekerja tambang atau orang-orang yang diberi izin
oleh Kepala Teknik Tambang ( KTT ) atau Penanggungjawab Teknik dan
Lingkungan ( PTL )
3. Akibat kegiatan usaha pertambangan atau pengolahan dan/atau pemurnian
atau akibat kegiatan penunjang lainnya.
4. Terjadi pada jam kerja pekerja tambang yang mendapat cidera atau setiap
orang yang diberi izin.
5. Terjadi di dalam wilayah kegiatan usaha pertambangan atau wilayah proyek.

24
Usaha keselamatan dan kesehatan kerja (K3) pada hakekatnya adalah
berupa pengawasan terhadap unsur-unsur produksi, yang terdiri dari 4 point
penting biasa disingkat dengan 4M dimana menjadi pokok pengawasan penting.
4M yang dimaksud disini adalah :
1. Man yaitu pengawasan pada pekerja.
2. Materials yaitu pengawasan pada alat-alat kerja.
3. Machines yaitu pengawasan pada mesin-mesin yang digunakan.
4. Methods yaitu pengawasan pada metode kerja.

Menurut Lampiran III dalam Kep. Men. Pertambangan dan Energi No.
1827 tahun 2018, cidera akibat kecelakaan tambang harus dicatat dan
digolongkan dalam kategori sebagai berikut :
1. Cidera ringan
Cidera akibat kecelakaan tambang yang menyebabkan pekerja tambang
tidak mampu melakukan tugas semula lebih sari satu (1) hari dan kurang
dari tiga (3) minggu, termasuk hari Minggu dan hari libur.
2. Cidera berat
a) Cidera akibat kecelakaan tambang yang menyebabkan pekerja tambang
tidak mampu melakukan tugas semula lebih dari tiga (3) minggu,
termasuk hari Minggu dan hari-hari libur.
b) Cidera akibat kecelakaan tambang yang menyebabkan pekerja tambang
cacat tetap (individu) yang tidak mampu menjalankan tugas semula, dan
c) Cidera akibat kecelakaan tambang tidak tergantung dari lamanya pekerja
tambang tidak mampu melaksanakan tugas semula, tetapi mengalami
cidera seperti salah satu di bawah ini:
1) Keretakan tengkorak, tulang punggung, pinggul, lengan bawah sampai
ruas jari, lengan atas, paha sampai ruas jari kaki dan lepasnya
tengkorak bagian wajah.
2) Pendarahan di dalam, atau pingsan disebabkan kurang oksigen.
3) Luka berat atau luka terbuka/terkoyak yang dapat mengakibatkan
ketidakmampuan tetap.
4) Persendian yang lepas di mana sebelumnya tidak pernah terjadi.
3. Mati

25
Kecelakaan tambang yang mengakibatkan pekerja tambang mati akibat
kecelakaan tersebut.

3.3.2. Teori Domino Heinrich


Penyebab utama terjadinya kecelakaan menurut H.W Heinrich (1931)
dengan teorinya yang dikenal sebagai teori Domino Heinrich (lihat Gambar
3.1), penyebab langsung kecelakaan adalah 88% disebabkan oleh perbuatan
atau tindakan tidak aman dari manusia (unsafe act), sedangkan sisanya
disebabkan oleh 10% karena kondisi tidak aman (unsafe condition) dan 2%
karena lain-lain seperti misalnya takdir Tuhan.
Faktor penyebab kecelakaan menurut Heinrich antara lain :
1. Ancestry and Social Environment
Faktor keturunan atau asal muasal karakter sifat seseorang yang
menjadikannya berperilaku tidak aman seperti keras kepala, gugup, penakut,
tidak sabar, iri hati, tidak mau menerima pendapat, dan lain-lain. Sedangkan
lingkungan sosial yang mempengaruhi terbangunnya karakter tersebut.
2. Fault of Person
Rangkaian dari faktor keturunan dan lingkungan sosial yang menjurus
pada tindakan yang salah atau kepribadian buruk seseorang dalam
menjalankan pekerjaan sehingga terciptanya hazard. Beberapa hal yang
memungkinkan seseorang melakukan kesalahan :
- Pendidikan, pengetahuan, keterampilan
- Keadaan fisik yang tidak memenuhi syarat
- Keadaan alat atau lingkungan fisik yang tidak memenuhi syarat
3. Unsafe action and mechanical or physical
Tindakan berbahaya atau tidak aman yang dilakukan seseorang yang
disertai bahaya mekanik dan fisik yang memudahkan terjadinya
kecelakaan.
4. Accident
Kejadian yang tidak pernah diharapkan serta tidak diduga yang
mengakibatkan kerugian dan menyebabkan cedera.
5. Injury
Hasil atau akibat dari kecelakaan yang menyebabkab kerusakan atau luka.

26
Tidak ada sesuatu yang kebetulan, termasuk kecelakaan. Setiap kecelakaan
dapat dijelaskan, diprediksi, dan dikendalikan sesuai teori. Teori domino
menyebutkan bahwa setiap kecelakaan yang menimbulkan cedera terdapat lima
faktor secara berurutan yang menyebabkan dan dapat digambarkan seperti lima
domino yang berdiri sejajar, yaitu : Kebiasaan, Kesalahan seseorang, Perbuatan,
Kondisi tidak aman (hazard), kecelakaan, dan cedera. Heinrich berpendapat bahwa
untuk mencegah kecelakaan kuncinya yaitu dengan memutus rangkaian sebab
akibat dari efek faktor domino. Misalnya dengan membuang salah satu faktor
penyebab kecelakaan yaitu tindakan tidak aman. Maka kecelakaan dan cedera tidak
terjadi.

Gambar 3.1.
Teori Domino Heinrich
Berdasarkan gambar tersebut, dapat dilihat bahwa kelima faktor ini tersusun
seperti domino yang diberdirikan. Apabila satu domino tersebut jatuh, maka domino
akan menimpa domino lainnya sehingga menyebabkan seluruh domino terjatuh.
Heinrich mengemukakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan, maka
salah satu domino harus diangkat untuk menghentikan rangkaian kecelakaan.
Domino yang paling mudah dan efektif untuk dihilangkan adalah domino
tengah (yang ke-tiga) yaitu unsafe act or condition. Apabila domino tengah
sudah diangkat maka terjadi jarak antara kartu ke-2 denga n kartu ke-4.
Apabila domino kedua terjatuh maka tidak akan sampai menimpa kartu nomor
4. Dan akhirnya, kecelakaan (poin 4) dan cedera (poin 5) dapat dicegah.
Meskipun demikian teori domino Heinrich memiliki kekurangan dan
kelebihan seperti dijelaskan pada Tabel 3.1.

27
Tabel 3.1.
Kekurangan dan Kelebihan Teori Domino menurut Heinrich
Kekurangan Kelebihan
Menyalahkan manusia sebagai Cukup jelas dan praktis pendekatan
penyebab utama terjadinya kecelakaan. kontrol terhadap kerugian.
Accident hanya dapat dicegah dengan Jika salah satu faktor dapat teratasi,
meminimalisir terjadinya unsafe act or maka injury tidak akan terjadi.
unsafe condition. Pada kenyataannya
tidak hanya itu yang diperlukan.
3.4. Kejadian Berbahaya
Didalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor
1827 tahun 2018, kejadian berbahaya merupakan kejadian yang dapat
membahayakan jiwa atau terhalangnya produksi.
Piramida kecelakaan adalah segitiga yang menggambarkan tingkatan
jumlah kecelakaan yang berpotensi menyebabkan kecelakaan yang lebih parah.
Dalam teori yang dikemukakan oleh Frank E Bird Jr ini bahwasanya satu
kecelakaan serius/fatal akan diawali oleh beberapa kecelakaan sebelumnya.

Gambar 3.2
Piramida Kecelakaan Kerja

Didalam piramida diatas ada 5 kategori insiden, yaitu: unsafe


conditions/unsafe acts, near-misses/first aid, recordable injuries, majors dan
fatal. Hal ini dapat dijelaskan bahwa setiap ada 30.000 unsafe conditions/unsafe
acts, maka kemungkinan menyebabkan terjadinya 3.000 near-misses/first aid.
Setiap ada 3.000 near-misses/first aid, kemungkinan akan menyebabkan 300
recordable injuries. Dan setiap ada 300 recordable injuries, kemungkinan akan

28
menyebabkan 30 mayors. Sampai akhirnya kemungkinan terjadi 1 fatality setiap
ada 30 mayors jika tidak ditangani.

3.5. Statistik Kecelakaan


3.5.1. Frequency Rate dan Severity Rate
Statistik kecelakaan dapat digunakan untuk mengidentifikasi naik
turunnya (trend) dari suatu kecelakaan kerja. Selain itu juga untuk
membandingkan kinerja antara tempat kerja dan industri yang serupa,
memberikan informasi mengenai prioritas pengalokasian dana Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3), serta memonitor kinerja organisasi. Berdasarkan Standar
Nasional Indonesia 13-6618-2001, statistik kecelakaan tambang adalah tingkat
kekerapan (Frequency Rate - FR) dan tingkat keparahan (Severity Rate - SR) dari
cidera akibat kecelakaan tambang yang diperlukan sebagai salah satu alat untuk
menilai kinerja pengolahan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di suatu usaha
pertambangan umum. Statistik kecelakaan tambang ditetapkan setiap tahun
berdasarkan kekerapan dan keparahan kecelakaan yang terjadi pada pekerja
tambang yang dihitung dari :

…………………....(3.1)

………………………………………….(3.2)

3.5.2. Akibat Kecelakaan dan Prinsip Pencegahan Kecelakaan


Pengertian kecelakaan sering dikaitkan dengan akibat yang ditimbulkan,
untuk memahami dengan baik tentang kecelakaan, maka hal yang harus
dipertimbangkan adalah akibat yang ditimbulkan, walaupun begitu pengertian
kecelakaan tersebut tidak harus selalu dikaitkan dengan akibat yang ditimbulkan
atau kegiatan yang dijalani. Maksud pengertian ini menekankan bahwa suatu
kejadian baru dikaitkan kecelakaan apabila mengakibatkan cidera, korban jiwa,
penyakit akibat kerja atau kerugian-kerugian lainnya. Akibat-akibat yang
ditimbulkan oleh kecelakaan kerja adalah sebagai berikut:
1. Bagi karyawan
Kecelakaan dari tempat kerja yang ditimbulkan dapat berakibat fatal pada

29
tenaga kerja itu sendiri, misalnya kematian, cacat, cidera serta penderitaan
bagi keluarga itu sendiri.
2. Bagi perusahaan
Sedangkan akibat yang diperoleh dari pihak perusahaan adalah seperti
memberikan biaya pengobatan bagi si korban, biaya ganti rugi, terjadi
kerusakan peralatan, serta turunnya produktifitas kerja dan sebagainya.
3. Bagi masyarakat
Bagi pihak masyarakat akibat dari kecelakaan kerja seperti terjadinya
kerusakan lingkungan.
Upaya pencegahan kecelakaan dapat dilakukan dengan sederhana yaitu
dengan menghilangkan faktor penyebab terjadinya kecelakaan. Akan tetapi,
kenyataan yang dihadapi di lapangan tidak semudah seperti yang dibayangkan karena
ini berkaitan dengan perubahan budaya dan perilaku. Oleh karena itu, banyak
berkembang pendekatan-pendekatan yang disampaikan oleh para ahli antara lain :

1. Pendekatan energi
Sesuai dengan konsep energi, bahwa kecelakaan bermula dari sumber
energi. Oleh karena itu, pendekatan pencegahan kecelakaan dapat
dilakukan pada 3 titik sumber terjadinya kecelakaan yaitu pada
sumbernya, sepanjang aliran energi, dan pada penerima.
a. Pendekatan pada sumber bahaya
Salah satu contoh pengendalian pada sumber bahaya misalnya
memakai peredam suara pada mesin.
b. Pendekatan di sepanjang energi
Pendekatan berikutnya adalah di sepanjang aliran energi. Misalnya
untuk mengurangi kebisingan dengan jalan memasang dinding kedap
suara atau memindahkan area kerja.
c. Pendekatan pada penerima
Pendekatan pada penerima misalnya, untuk mengurangi kebisingan
dengan menggunakan alat penutup telinga.

2. Pendekatan manusia
Data menyebutkan bahwa salah satu penyebab kecelakaan kerja pada area
pertambangan disebabkan oleh unsafe action. Oleh karena itu pendekatan

30
pencegahan kecelakaan dari sisi manusia adalah dengan menghilangkan
unsafe action dengan jalan:
a. Pembinaan dan pelatihan.
b. Promosi K3 dan kampanye K3.
c. Pembinaan perilaku umum.
d. Pengawasan dan inspeksi K3.
e. Audit K3.
f. Komunikasi K3.
g. Pengembangan prosedur kerja aman.
3. Pendekatan teknis
Pendekatan teknis menyangkut kondisi fisik, peralatan, lingkungan kerja
maupun proses produksi. Pendekatan teknis untuk mencegah kecelakaan
misalnya :
a. Pembuatan rancang bangun yang sesuai dengan standard dan
ketentuan yang berlaku.
b. Memasang sistem pengamanan pada alat kerja atau instalasi untuk
mencegah kecelakaan dalam pengoprasian alat, misalnya tutup
pengaman mesin, sistem interlock, sistem alarm, dan sebagainya.

4. Pendekatan administratif
Pendekatan administratif dapat dilakukan dengan cara:
a. Penyediaan alat keselamatan kerja.
b. Mengatur pola kerja.
c. Membuat standard operating procedure pengoprasian mesin.
d. Pengaturan waktu dan jam kerja untuk menghindari kelelahan pekerja

3.6. Peraturan Menteri RI ESDM No 26 tahun 2018 dan Kepmen


1827K/30/MEM/2018
3.6.1. Peraturan Menteri RI ESDM No 26 tahun 2018
Peraturan Menteri RI ESDM No 26 tahun 2018 merupakan peraturan yang
mengatur tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yang Baik dan Pengawasan
Pertambangan Mineral dan Batubara. Peraturan ini merupakan pengganti dari
Permen ESDM No. 38 tahun 2014.

31
Ketentuan keselamatan pertambangan terdiri atas keselamatan dan
kesehatan kerja pertambangan; dan keselamatan operasi pertambangan. Sistem
Manajemen Keselamatan Pertambangan yang menjadi bagian dari sistem
manajemen perusahaan dalam rangka untuk mengendalikan risiko keselamatan
pertambangan yang terdiri dari Keselamatan Kerja Pertambangan dan
Keselamatan Operasi Pertambangan (Keselamatan Kerja Pertambangan dan
Keselamatan Operasi Pertambangan). SMKP wajib dilaksanakan oleh semua
perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan, yang meliputi perusahaan
pertambangan dan perusahaan jasa pertambangan.
Perusahaan pertambangan yang wajib melaksanakan SMKP adalah
perusaahan yang memegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi, Izin
Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi, Izin Usaha Pertambangan Khusus
(IUPK) Eksplorasi, Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi
dan IUP Operasi khusus untuk pengolahan dan atau pemurnian.
Sistem manajemen keselamatan pertambangan meliputi elemen kebijakan;
perencanaan; organisasi dan personil; implementasi; pemantauan, evaluasi, dan
tindak lanjut; dokumentasi; dan tinjauan manajemen dan peningkatan kinerja.

3.6.2. Kepmen 1827K/30/MEM/2018


Kepmen 1827K/30/MEM/2018 merupakan peraturan yang mengatur
tentang Pelaksanaan Kaidah Teknik Pertambangan yang Baik. Kepmen ESDM
Nomor 1827 Tahun 2018 ini memiliki beberapa lampiran dimana Lampiran
Ketiga merupakan Lampiran Khusus untuk Pedoman Pelaksanaan Keselamatan
Pertambangan dan Keselamatan Pengolahan dan/atau Pemurnian Mineral dan
Batubara. Pelaksanaan keselamatan kerja pertambangan dan pengolahan dan/atau
pemurnian meliputi manajemen risiko, program keselamatan kerja, pendidikan
dan pelatihan keselamatan kerja, kampanye, administrasi keselamatan kerja,
manajemen keadaan darurat, inspeksi keselamatan kerja, dan penyelidikan
kecelakaan dan kejadian berbahaya.
Pelaksanaan kesehatan kerja pertambangan dan pengolahan dan/atau
pemurnian mencakup pemeriksaan kesehatan kerja, pelayanan kesehatan kerja,
pertolongan pertama pada kecelakaan, pengelolaan kelelahan kerja, pengelolaan

32
pekerja tambang, rekaman data kesehatan, higienis dan sanitasi, pengelolaan
ergonomi, pengelolaan makanan dan gizi pekerja dan pemeriksaan penyakit.
Pada Lampiran IV memuat Pedoman Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan
Pertambangan Mineral dan Batubara. Di dalam lampiran ini dijelaskan mengenai
pelaksaan elemen SMKP Minerba sesuai dengan pasal 18 Permen ESDM No. 26
Tahun 2018.

33

Anda mungkin juga menyukai