Oleh:
Dr. M. Sudirman, SH, MH, SpN, MKn1
1
Penulis adalah Notaris, PPAT, Pejabat Lelang Kelas II, Kota Administrasi Jakarta Barat, Provinsi
DKI Jakarta, Dosen, Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (PP INI) dan Pengurus Pusat Ikatan Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PP IPPAT), disampaikan pada acara Aspek Legal dan Pelatihan Akad Perbankan
Syariah, Pengurus Wilayah Kalimantan Timur Ikatan Notaris Indonesia, bertempat di Hotel Grand Tjokro
Balikpapan, Kalimantan Timur pada tanggal 29-30 Agustus 2017.
2
BAB I
PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH DALAM
PERBANKAN SYARIAH SESUAI DENGAN PRINSIP SYARIAH
harus sadar bahwa setiap pilihan membawa konsekuensi atau kewajiban yang tidak boleh
dielakan sesudah memilih. Kita telah menentukan pilihan menjadi orang-orang beriman,
maka konsekuensinya adalah memenuhi kewajiban kita sebagai orang beriman. Ini
adalah salah satu keharusan (it must) bukan alternatif (opsional). (Thohir Luth, 2011).
Kita hidup dalam era welfare state, saat pelayanan masyarakat menjadi tugas
utama pemerintah atau negara. Pada era ini, pemerintah dibutuhkan aktif mengurus
berbagai kepentingan warga negaranya. Sebagai negara hukum, maka perbuatan
mengatur dan mengurus harus berdasarkan hukum, namun, jika undang-undang belum
mengatur, sementara ada urusan teknis yang belum ada aturan hukumnya, maka urusan
publik bisa terbengkalai. Kebutuhan bertindak cepat tersebut memerlukan discrestionary
power atau freis ermessen. (Moh. Fadli, 2011).
Ekonomi Syari'ah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut
prinsip syari'ah, antara lain meliputi:
a. Bank syari'ah;
b. Lembaga keuangan mikro syari'ah.
c. Asuransi syari'ah;
d. Reasuransi syari'ah;
e. Reksa dana syari'ah;
f. Obligasi syari'ah dan surat berharga berjangka menengah syari'ah;
g. Sekuritas syari'ah;
h. Pembiayaan syari'ah;
i. Pegadaian syari'ah;
j. Dana pensiun lembaga keuangan syari'ah; dan
k. Bisnis syari'ah. (Penjelasan Pasal 49 Huruf (i) Undang-Undang Peradilan Agama).
4
c. Ijma
d. Qiyas
Berikut ini adalah ketentuan syariah dalam penyelesaian sengketa perbankan syariah:
QS Ali Imran (3) QS An-Nisa (4) ayat QS An-Nisa (4) QS Al-Baqarah (2)
ayat (159) (59) ayat (35) ayat (213)
QS Ash-Shuraa QS An-Nisa (4) ayat HR Ahmad, Abu QS Ali Imran (3)
(42) ayat (38) (114) Daud dan An- ayat (23)
Nasa’i
QS An-Nisa (4) ayat HR Abu Hanafiah QS Al-Maidah (5)
(128) ayat (47-50)
QS Al-Hujarat (49) HR Bukhari QS Al-An’am (6)
ayat (9-10) Muslim dari Abu ayat (57)
Hurairah ra.
HR. Tirmidzi, Ibnu Ijma Sahabat HR Baihaqi dan
Majah, Al-Hakim dan Tabrani
Ibnu Hibban
BAB II
BENTUK PENYELESAIAN SEGKETA EKONOMI SYARIAH
(DALAM PERBANKAN SYARIAH)
sengketa atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah
timbul sengketa.
4. Pengadilan Negeri adalah Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat
tinggal termohon.
5. Pemohon adalah pihak yang mengajukan permohonan penyelesaian sengketa melalui
arbitrase.
6. Termohon adalah pihak lawan dari Pemohon dalam penyelesaian sengketa melalui
arbitrase.
7. Arbiter adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa atau
yang ditunjuk oleh Pengadilan Negeri atau oleh lembaga arbitrase, untuk memberikan
putusan mengenai sengketa tertentu yang diserahkan penyelesaiannya melalui
arbitrase.
8. Lembaga Arbitrase adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa
untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu; lembaga tersebut juga dapat
memberikan pendapat yang mengikat mengenai suatu hubungan hukum tertentu
dalam hal belum timbul sengketa.
9. Putusan Arbitrase Internasional adalah putusan yang dijatuhkan oleh suatu lembaga
arbitrase atau arbiter perorangan di luar wilayah hukum Republik Indonesia, atau
putusan suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan yang menurut ketentuan
hukum Republik Indonesia dianggap sebagai suatu putusan arbitrase internasional.
10. Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda
pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar
pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.
(Pasal 1 UU Arbitrase).
13
BENTUK ARBITRASE:
a. Arbitrase Ad-hoc atau arbitrase sukarela (volunteer), dipilih sendiri oleh orang
perseorangan.
b. Arbitrase Institusional (lembaga arbitrase), bersifat tetap dan permanen.
BASYARNAS (Badan Arbitrase Syariah Nasional)
BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia)
BAPMI (Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia)
KLAUSUL ARBITRASE:
a. Pactum de Compromittendo (PC).
Kesepakatan untuk memilih penyelesaian sengketa melalui arbitrase yang
dilakukan sebelum timbul sengketa.
b. Acta Compromis (AC).
Kesepakatan untuk memilih penyelesaian sengketa melalui arbitrase yang
dilakukan setelah timbul sengketa.
ARBITER
WEWENANG (YURISDIKSI)
PROSES PENANGANAN PERKARA DI BASYARNAS
a. Pendaftaran Arbitrase
b. Penetapan Arbiter dan Proses Beracara
c. Proses Beracara
d. Eksekusi putusan Basyarnas
e. Pembatalan Putusan Basyarnas
KELEBIHAN LEMBAGA ARBITRASE
ORGANISASI BASYARNAS
a. BAMUI (Badan Arbitrase Muamalat Indonesia)
b. BASYARNAS (Badan Arbitrase Syariah Nasional)
14
Huruf b
Yang dimaksud dengan "waris" adalah penentuan siapa yang menjadi ahli waris,
penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli
wari dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut serta penetapan
pengadilan atas permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang menjadi
ahli waris, penentuan bagian masing-masing ahli waris.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "wasiat" adalah perbuatan seseorang memberikan suatu
benda atau manfaat kepada orang lain atau lembaga/badan hukum, yang berlaku
setelah yang memberi tersebut meninggal dunia.
17
Huruf d
Yang dimaksud dengan "hibah" adalah pemberian suatu benda secara sukarela
dan tanpa imbalan dari seseorang atau badan hukum kepada orang lain atau badan
hukum untuk dimiliki.
Huruf e
Yang dimaksud dengan "wakaf' adalah perbuatan seseorang atau sekelompok
orang (wakif) untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda
miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai
dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum
menurut syari'ah.
Huruf f
Yang dimaksud dengan "zakat" adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang
muslim atau badan hukum yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan
ketentuan syari'ah untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.
Huruf g
Yang dimaksud dengan "infaq" adalah perbuatan seseorang memberikan sesuatu
kepada orang lain guna menutupi kebutuhan, baik berupa makanan, minuman,
mendermakan, memberikan rezeki (karunia), atau menafkahkan sesuatu kepada
orang lain berdasarkan rasa ikhlas dan karena Allah Subhanahu Wata'ala.
Huruf h
Yang dimaksud dengan "shodaqoh" adalah perbuatan seseorang memberikan
sesuatu kepada orang lain atau lembaga/badan hukum secara spontan dan
sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu dengan mengharap ridho
Allah Subhanahu Wata'ala dan pahala semata.
18
Huruf i
Yang dimaksud dengan "ekonomi syari'ah" adalah perbuatan atau kegiatan
usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari'ah, antara lain meliputi:
a. Bank syari'ah;
b. Lembaga keuangan mikro syari'ah.
c. Asuransi syari'ah;
d. Reasuransi syari'ah;
e. Reksa dana syari'ah;
f. Obligasi syari'ah dan surat berharga berjangka menengah syari'ah;
g. Sekuritas syari'ah;
h. Pembiayaan syari'ah;
i. Pegadaian syari'ah;
j. Dana pensiun lembaga keuangan syari'ah; dan
k. Bisnis syari'ah.
sebagian atau seluruh pembiayaan. Hapus tagih terhadap sebagian pembiayaan hanya
dapat dilakukan dalam rangka restrukturisasi pembiayaan atau dalam rangka
penyelesaian pembiayaan. Hapus buku dan hapus tagih dapat dilakukan setelah bank
syariah melakukan berbagai upaya untuk memperoleh kembali aktiva produktif yang
diberikan. (Trisadini P. Usanti & Abd. Shomad, 2013).
BAB III
KESIMPULAN
REFERENSI:
BUKU-BUKU:
i. Al-Qur’an
ii. Tafsir Al-Qur’an
iii. Al-Hadits atau As-Sunnah
iv. Kompilasi Hukum Islam (KHI)
v. Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES)
Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 02 Tahun 2008 Tentang
Kompilasi Hukum Ekonomi Syari'ah.
vi. Abdul Ghofur Anshori (2013), Hukum Perbankan Syariah, (UU No.21 Tahun
2008), Cetakan Kedua (Bandung: PT. Refika Aditama).
vii. ___________________(2009), Perbankan Syariah di Indonesia, Cetakan Kedua
(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press).
viii. Adrian Sutendi (2009), Perbankan Syariah, Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum
(Bogor: Ghalia Indonesia).
ix. Bambang Sugeng AS & Sujayadi (2013), Pengantar Hukum Acara Perdata &
Contoh Dokumen Litigasi, Cetakan Kedua (Jakarta: Kencana Prenadamedia
Group).
x. Faturrahman Djamil (2014), Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank
Syariah, Cetakan Kedua (Jakarta: Sinar Grafika).
xi. Juhaya S. Praja (2011), Teori Hukum dan Aplikasinya (Bandung: CV. Pustaka
Setia).
xii. Mardani (2013), Hukum Perikatan Syariah di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika)
xiii. Moh. Fadli (2011), Peraturan Delegasi Di Indonesia, (Malang: Universitas
Brawijaya Press (UB Press).
23
xiv. Muhammad Ashri & Rapung Samudin (2013), Hukum Internasional dan Hukum
Islam tentang Sengketa dan Perdamaian), (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama).
xv. Muhammad Sfayi’i Antonio (2013), Islamic Banking, Bank Syariah dari Teori ke
Praktik, Cetakan Keduapuluh (Jakarta: Gema Insani).
xvi. Oyo Sunaryo Mukhlas (2011), Perkembangan Peradilan Islam dari Kahin di
Jazirah Arab ke Peradilan Agama di Indonesia, (Bogor: Ghalia Indonesia).
xvii. Rachmad Safa’at (2016), Advokasi dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Edisi
Revisi Cetakan Kedua (Malang: Surya Pena Gemilang).
xviii. Rahmadi Usman (2014), Aspek Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, Cetakan
Kedua (Jakarta: Sinar Grafika).
xix. Thohir Luth (2011), Syariat Islam Mengapa Takut, Cetakan Pertama, (Malang:
Universitas Brawijaya Press (UB Press).
xx. Trisadini Prasastinah Usanti (2005), Fungsi Agunan pada Pembiayaan di Bank
Syariah, Jurnal Ilmu Sosial, Universitas Sunan Giri No.16/04/01/2005.
xxi. Trisadini P. Usanti & Abd. Shomad (2013), Transaksi Bank Syariah, (Jakarta:
Bumi Aksara).
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN:
i. Kompilasi Hukum Islam (KHI).
ii. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 02 Tahun 2008 Tentang
Kompilasi Hukum Ekonomi Syari'ah (KHES).
iii. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (Fatwa DSN-MUI).
iv. Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/24/Pbi/2004 tentang Bank Umum Yang
Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 122 Dpbs, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4434.
24