Anda di halaman 1dari 12

Banda Aceh, 4 November 2020

Berkaitan materi perkulihan Kita Minggu kemaren tentang TPA Pembahagian dan Pemisahan Harta
Bersama menurut BW ( KUH Perdata ) ini bahan saya berikan untuk penguatan penguasaan dalam
pembuatan akta tersebut,--------

HUKUM WARIS PERDATA BARAT DI INDONESIA

- Definisi hukum waris adalah :

= hukum yang mengatur perpindahan hak atas harta dari seseorang yang meninggal dunia kepada
seseorang atau beberapa orang.

- Harta yang dimaksud dapat berupa benda bergerak (seperti : mobil, perhiasan) maupun tidak bergerak
(seperti : tanah, bangunan)

- Menurut Pasal 830 KUHPerdata, pewarisan terjadi karena kematian. Artinya bila seseorang telah
meninggal dunia, barulah terjadi pewarisan.

- Sistem hukum yang berlaku di Indonesia merupakan peninggalan penjajahan Belanda, di mana dalam
Indische Staatsregeling  Pasal 131 I.S. jo. Pasal 163 I.S. terdapat tiga golongan penduduk, yaitu :

1. Golongan Timur Asing Tionghoa dan non-Tionghoa (Arab, Pakistan, India, dll.)

2. Golongan Bumiputera

3. Golongan Eropa

Pada saat seseorang meninggal dunia, maka ia akan meninggalkan warisan. Untuk menentukan
kewarisan, harus dilihat subjek hukum Pewaris. Bisa saja ia merupakan WNI keturunan Tionghoa,
Bumiputera Muslim, Bumiputera Nasrani, atau Timur Tengah.

- Dasar pembuatan surat keterangan ahli waris tidak diatur dalam UU Jabatan Notaris, melainkan dalam
surat Departemen Dalam Negeri (Depdagri), Direktorat Jenderal Agraria, Direktur Pendaftaran Tanah
tanggal 20 Desember 1969 Nomor : 12/63/12/69 jo. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Pasal 111 ayat 1 c butir 4.

- Mengapa dasar pembuatan surat keterangan ahli waris tidak diatur dalam UU Jabatan Notaris?
Hal ini berawal pada saat Peraturan Jabatan Notaris Staatsblad 1860 Nomor 3 (singkatnya : "PJN")
diubah menjadi UU Jabatan Notaris. Dalam pembahasan RUU Jabatan Notaris, sebenarnya terdapat
wacana akan dimasukkannya wewenang Notaris untuk membuat SKHM tersebut, namun tidak jadi
karena : (1) Indonesia menganut asas konkordansi, yaitu peraturan yang berlaku di negeri Belanda akan
berlaku pula di wilayah jajahannya. Sedangkan di dalam PJN tersebut tidak dibahas, sehingga tidak perlu
diatur dalam UUJN. (2) Di sisi lain, dahulu dikenal adanya Buku Besar Piutang Negara Kepada Pemerintah
(di bawah pengawasan Departemen Dalam Negeri) -- jika ada Pewaris meninggal dunia, Notaris dapat
membuat SKHM. Hal ini menunjukkan Notaris dapat memberikan hak mewaris pada berbagai suku
bangsa yang ada di Indonesia. Hal ini ditentang oleh pembuat undang-undang. Kemudian pembuat
undang-undang mengambil jalan tengahnya, yaitu dengan menentukan kewenangan Notaris dilihat dari
subjek hukumnya saja, dan karena buku tersebut berada di bawah pengawasan Depdagri (belum ada
BPN), maka kewenangan Notaris dalam membuat SKHM juga terikat pada peraturan Depdagri, tidak
dalam UU JN. Di dalam PMNA/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 Pasal 111 ayat 1 c butir 4 tersebut,
dibagi wewenang Notaris berdasarkan subjek hukumnya.
Selain itu hukum adat sifatnya kompleks; meskipun sudah ada hukum nasional. Dikaitkan dengan
membuat surat keterangan waris, menjadi alasan mengapa kewenangan Notaris dalam membuat surat
keterangan waris tidak diatur dalam UUJN. Karena jika diatur demikian, maka Notaris harus menguasai
aneka hukum waris yang berlaku di Indonesia, mengingat di Indonesia ada berbagai macam hukum adat.

LANGKAH-LANGKAH NOTARIS DALAM PEMBUATAN SKHM


- Dalam praktek, bila ada seseorang yang menghadap kepada Notaris untuk minta dibuatkan Surat
Keterangan Hak Mewaris (SKHM), maka langkah-langkah yang harus diperhatikan adalah :

a. Memperhatikan golongan orang tersebut (dengan cara melihat akta kelahirannya) 

1. Stbl. 1917 No. 130 jo. 1919 No. 81 (untuk golongan Tionghoa) --> Golongan ini yang menjadi
subjek hukum pembuatan SKHM Notaris, jadi camkan dan ingat baik-baik nomor Stbl-nya!

2. Stbl. 1920 No. 751 jo. 1927 No. 564 (untuk golongan Bumiputera Muslim) --> dibuat oleh
Lurah/Camat

3. Stbl. 1933 No. 75 jo. 1936 No. 607 (untuk golongan Bumiputera Nasrani) --> dibuat oleh
Lurah/Camat

Notaris dapat membuat SKHM untuk pencairan deposito pada bank, sedangkan dalam hal balik nama
sertifikat yang berwenang adalah BPN.

b. Minta surat/akta kematian kepada Kantor Catatan Sipil. Apabila Pewaris meninggal di luar negeri
(seperti Singapura atau Penang), maka surat keterangan kematian (Certificate of Death) yang
dikeluarkan oleh rumah sakit setempat sudah cukup.

c. Minta akta perkawinan Pewaris dengan istrinya yang dikeluarkan oleh Kantor Catatan Sipil.
Menurut Pasal 2 ayat 1 UU Perkawinan, "Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum
masing-masing agama dan kepercayaannya". Dengan demikian pencatatan di Kantor Catatan Sipil
mutlak dilakukan agar perkawinan tersebut menjadi sah. Pada masyarakat di beberapa daerah seperti
Singkawang, biasanya mereka hanya kawin secara agama di hadapan pejabat (di gereja ataupun
kelenteng) dan tidak memiliki akta perkawinan yang dicatatkan secara resmi di Kantor Catatan Sipil;
dengan demikian mereka tidak dianggap sebagai suami istri sehingga tidak dapat saling mewaris.
d. Minta surat keterangan ganti nama apabila Pewaris telah mengganti nama (yang dikeluarkan oleh
Kementerian Hukum dan HAM, seksi Pusat Wasiat)

e. Minta akta lahir anak-anaknya (bila ada). Biasanya setelah tahun 1980-an, anak-anak keturunan
Tionghoa telah memiliki nama Indonesia.

f. Mengirim surat kepada Kementerian Hukum dan HAM seksi pusat wasiat untuk menanyakan
apakah almarhum meninggalkan surat wasiat. Dalam waktu empat minggu akan dijawab (karena setiap
bulan sebelum tanggal 5 setiap Notaris akan melaporkan kepada Pusat Wasiat apakah ia membuat surat
wasiat atau tidak). Dalam hal Notaris lalai untuk melaporkan, maka Notaris yang bersangkutan harus
segera mengirimkan kepada Menhukham dalam bentuk susulan.

[ Indonesia menandatangani Konvensi Internasional Hukum Perdata, di mana untuk wasiat atas benda
tetap di luar negeri, wajib dibuat di luar negeri, sedangkan untuk warga negara asing yang mempunyai
aset di Indonesia, wasiatnya harus dibuat di Indonesia. Seorang Notaris yang membuatkan surat wasiat
untuk warga negara asing, wajib melaporkan wasiat tersebut pada kedutaan besar orang asing
tersebut] 

Setelah semua persyaratan ini dipenuhi, Notaris membuat akta notariil dengan judul "PERNYATAAN".
Isinya adalah : ahli waris (boleh semua atau salah satu saja) yang menyatakan bahwa : mereka adalah
seluruh ahli waris dari almarhum Tuan X, minta dibuatkan Surat Keterangan Hak Mewaris. Setelah itu
Notaris akan membuat Surat Keterangan Hak Mewaris di bawah tangan, yang menerangkan bahwa ahli
waris Tuan X adalah A, B, C, D, E, dan sebagainya.

MACAM-MACAM AHLI WARIS

Dalam hukum waris dikenal ahli waris dalam garis lurus, yaitu urutan derajat antara orang-orang yang
satu adalah keturunan dari yang lain. Garis lurus dibagi menjadi :

1. Garis lurus ke atas : hubungan seseorang dengan ayah dan ibunya serta nenek moyangnya.

2. Garis lurus ke bawah : hubungan seseorang dengan keturunannya. Menurut istilah di Jawa
Tengah dan Jawa Timur, ada 11 (sebelas) sebutan untuk garis lurus ke bawah secara berurutan,
yaitu : (1) anak, (2) cucu, (3) buyut), (4) canggah, (5) wareng, (6) udeg-udeg, (7) gantung siwur,
(8) goprak sento, (9) kandang bubrah, (10) debog bosok, (11) galih asem,

Ahli waris dalam garis samping : urutan derajat antara orang-orang yang satu bukan dari keturunan
yang lain, tetapi orang-orang itu mempunyai nenek moyang yang sama.
Hubungan semenda : hubungan yang terjadi karena perkawinan antara suami/istri dengan keluarga
sedarah dari suami/istri.

Catatan : Notaris dilarang membuat akta bila Penghadap masih mempunyai hubungan sampai derajat
ketiga dan hubungan semenda.

PERJANJIAN KAWIN PISAH HARTA

- Diatur dalam Pasal 29 UU No. 1/1974 jo. PP No. 9/1975 yang mulai berlaku pada tanggal 1 Oktober
1975.

- Syaratnya : 

1. dibuat secara notariil

2. harus dibuat sebelum pasangan suami-istri melakukan pencatatan nikah (baik di Kantor Catatan
Sipil maupun Kantor Urusan Agama)

3. wajib dicatatkan (baik di Kantor Catatan Sipil maupun Kantor Urusan Agama)

- Perjanjian kawin pisah harta tidak boleh dibuat setelah perkawinan dilangsungkan, karena dapat
merugikan pihak ketiga.

Sebagai contoh :

Pasangan suami istri menikah pada bulan Oktober 2010 dengan tidak membuat perjanjian pisah harta,
sehingga terjadi percampuran harta (Pasal 119 KUHPerdata). Dengan demikian untuk tindakan hukum
dari masing-masing pasangan suami-istri tersebut harus mendapat persetujuan dari kawan nikahnya.
Apabila ada sertifikat atas nama suami yang hendak dialihkan (dijual) atau dijaminkan, maka
persetujuan istri mutlak diperlukan. Persetujuan tersebut dapat dilakukan dengan cara istri memberikan
persetujuan secara tertulis, baik notariil maupun di bawah tangan yang dilegalisasi Notaris.

Apabila pada tahun 2013 pasangan suami istri ini minta dibuatkan akta perjanjian pisah harta yang
intinya dengan pisah harta, masing-masing pihak, baik suami atau istri, berwenang untuk melakukan
kegiatan hukum seorang diri, maka akan timbul masalah dengan akta-akta yang dibuat mereka sebelum
tahun 2013.

Dalam hal Notaris hendak membantu klien untuk mengikat perjanjian, maka harus ditanyakan/diketahui
dahulu mengenai :
1. Status perkawinan

2. Jika sudah menikah, ditanyakan apakah pernah membuat perjanjian kawin atau tidak. Hal ini
terkait erat dengan Pasal 36 UU Perkawinan :

 ayat 1 : harta bersama suami-istri (harta yang diperoleh setelah perkawinan, atau lebih dikenal
sebagai harta gono-gini), sehingga diperlukan persetujuan kawan nikah dalam bentuk tertulis
(notariil/di bawah tangan dengan legalisasi Notaris)

 ayat 2 : harta bawaan (harta yang dimiliki sebelum perkawinan dilangsungkan; boleh dialihkan
tanpa persetujuan kawan nikah)

- Menurut ketentuan hukum waris yang berlaku bagi golongan Tionghoa, ahli waris yang berbeda
agama, baik dengan Pewaris maupun saudara kandung, tetap sah sebagai ahli waris. Hal ini berbeda
dengan ketentuan yang berlaku bagi Muslim, di mana ahli waris yang bukan Muslim tidak berhak
mewaris dari Pewaris beragama Islam. 

Contoh  : A meninggal dunia, meninggalkan 5 orang anak dan masing-masing anak berbeda agama. Ada
yang beragama Buddha, Hindu, Kristen, Muslim, dan Khonghucu. Kelima-limanya sah sebagai ahli
waris.

- Sesuai dengan ketentuan Pasal 119 KUHPerdata, suami-istri yang menikah sesuai ketentuan Pasal 2 UU
Perkawinan, apabila mereka menikah dengan tidak membuat perjanjian kawin pisah harta, maka
berlaku persatuan harta dalam perkawinan. Apabila salah seorang dari suami atau istri meninggal, maka
dari persatuan harta setengah bagian menjadi hak janda/dudanya, sedangkan sisa (setengah) dari
percampuran harta merupakan harta peninggalan almarhum yang akan dibagikan kepada
janda/dudanya bersama anak-anaknya. Sedangkan bila suami-istri menikah dengan perjanjian pisah
harta dan kemudian salah seorang dari mereka meninggal dunia, maka harta peninggalan Pewaris hanya
akan dibagi kepada anak-anaknya saja.

Contoh soal :

A meninggal dunia, meninggalkan istri B dan dua anak kandung (C dan D). A dan B menikah tanpa
membuat perjanjian kawin (terjadi percampuran harta).

Jawaban : 

B = 1/2, sehingga sisa Harta Peninggalan = 1- 1/2 = 1/2

Pembagian harta peninggalan :

B = 1/3 x 1/2 = 1/6

C = 1/3 x 1/2 = 1/6


D = 1/3 x 1/2 = 1/6

Jadi : B = 1/2 + 1/6 = 4/6, C = 1/6, D = 1/6

Bila menikah dengan perjanjian pisah harta, Pewaris adalah C dan D (masing-masing 1/2)

- Ada tiga macam perjanjian kawin pisah harta, yaitu : 

1. Perjanjian kawin untung-rugi

2. Perjanjian kawin hasil dan pendapatan

3. Perjanjian sama sekali terpisah, baik harta bawaan maupun harta yang diperoleh selama
perkawinan

- Yang lazim dibuat dalam perjanjian pisah harta yaitu perjanjian sama sekali terpisah, baik harta bawaan
maupun harta yang diperoleh selama perkawinan

- Notaris wajib hati-hati dan membaca secara cermat bila menerima akta perjanjian kawin, mengingat
ada tiga macam perjanjian kawin pisah harta, karena bisa jadi yang dipisahkan hanyalah harta bawaan
dan tidak termasuk dengan gono-gini (alias terjadi percampuran harta)

AKTA KESEPAKATAN PEMBAGIAN HARTA BERSAMA (GONO-GINI)

- Akta cerai hanya dikeluarkan oleh 2 (dua) lembaga, yaitu Kantor Catatan Sipil dan Kantor Urusan
Agama (untuk golongan yang tunduk pada hukum Islam)

- Penetapan cerai yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri harus segera didaftarkan kepada Kantor
Catatan Sipil, karena bila tidak didaftarkan dalam jangka waktu 3 bulan maka penetapan tersebut akan
gugur.

- Penetapan cerai yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri hanya memutuskan hubungan
perkawinannya saja, tetapi tidak mengatur mengenai pembagian hartanya. Di sini peranan Notaris untuk
menghitung pembagian harta. Notaris wajib untuk membuat akta kesepakatan pembagian harta
bersama (gono-gini), isinya adalah sebagai berikut : 

Penghadap A (mantan suami, sebagai pihak pertama) dan Penghadap B (mantan istri, sebagai pihak
kedua).
Premis :

- Bahwa A dan B adalah pasangan suami istri yang telah melakukan perkawinan di Kantor Catatan Sipil
(atau Kantor Urusan Agama), sesuai dengan akta perkawinan tertanggal ... Nomor ... (atau akta nikah
tertanggal ... Nomor ...)

- Bahwa para Penghadap telah bercerai sesuai dengan akta perceraian yang dikeluarkan oleh Kantor
Catatan Sipil Nomor .. tertanggal ... (atau Pengadilan Agama Nomor ... tertanggal ...)

- Bahwa para Penghadap tersebut hendak membagi harta yang mereka miliki selama perkawinan, baik
bergerak maupun tidak bergerak sebagai berikut :

Pasal 1

- Barang-barang tidak bergerak maupun barang bergerak milik Pihak Pertama berupa :

1. Sertifikat Hak Milik Nomor : .../..., terletak di ...

2. Mobil ... Nomor : ...

3. Apartemen ..., terletak di ...

4. Deposito sejumlah ... di Bank ...

semuanya diserahkan dan menjadi hak Pihak Pertama.

Pasal 2

- Barang-barang tidak bergerak maupun barang bergerak milik Pihak Kedua berupa :

1. Sertifikat Hak Milik Nomor : .../..., terletak di ...

2. Mobil ... Nomor : ...

3. Apartemen ..., terletak di ...

4. Deposito sejumlah ... di Bank ...

semuanya diserahkan dan menjadi hak Pihak Kedua.

Pasal 3

- Bahwa Pihak Pertama dengan ini memberikan kuasa kepada Pihak Kedua, demikian pula Pihak Kedua
memberikan kuasa kepada Pihak Pertama, agar pihak Penerima Kuasa dapat melakukan perbuatan
hukum, baik menjual maupun mengagunkan milik masing-masing pihak.

Pasal 4
- Bahwa kuasa yang disebut dalam akta ini tidak akan berakhir karena Pasal 1813 Kitab Undang-undang
Hukum Perdata.

- Suatu kuasa yang merupakan bagian dari perjanjian induk, dapat mengesampingkan ketentuan dalam
Pasal 1813 KUHPerdata. 

Misalnya dalam hal jual beli aset. Dengan adanya kesepakatan pembagian harta bersama, maka salah
satu pihak dapat menjual asetnya. Dalam hal jual beli dibayar lunas, dapat dibuatkan perjanjian
pengikatan jual beli bila belum memenuhi persyaratan jual beli (seperti : sertifikat belum dibalik nama
atau masih diagunkan). Notaris (PPAT) hanya boleh membuatkan akta jual beli hanya setelah
persyaratannya telah dipenuhi. Perjanjian pengikatan jual beli dibuat untuk melindungi pembeli dari
perubahan harga objek jual beli.

AHLI WARIS YANG MENINGGAL BERSAMAAN TIDAK SALING MEWARIS

- Pasal 831 KUHPerdata : ahli waris yang meninggal secara bersamaan, dianggap tidak saling mewaris.
Ketentuan ini berlaku untuk ahli waris menurut undang-undang. 

- Pasal 894 KUHPerdata : ahli waris yang meninggal secara bersamaan dan menerima wasiat, dianggap
tidak saling mewaris.

- Seseorang diangkat menjadi ahli waris dapat karena kedudukan sendiri maupun melalui wasiat
(testamen).

- Seseorang dapat membuat surat wasiat dengan menghadap kepada Notaris, menyampaikan
kehendaknya, dan kemudian Notaris membuatkan aktanya. Bisa pula Pewaris membuat surat wasiat
yang ditulis tangannya sendiri kemudian ditandatangani, dimasukkan ke dalam amplop tertutup,
dititipkan kepada Notaris untuk disimpan oleh Balai Harta Peninggalan (dikenal sebagai surat wasiat
rahasia atau superscriptie).

- Namun bila ada klien yang menitipkan surat wasiat rahasia, sebaiknya Notaris tersebut menolaknya,
karena rentan menimbulkan masalah di kemudian hari dan belum tentu wasiat tersebut sesuai dengan
undang-undang  (contoh : terkait dengan legitime portie alias bagian dari ahli waris yang tidak dapat
dikesampingkan). Selain itu juga terkait dengan subjek hukum; apabila Penghadap merupakan
Bumiputera Muslim (bukan golongan Tionghoa), maka hal ini juga menjadi masalah mengingat baginya
berlaku hukum waris Islam (faraid).

- Notaris juga harus memahami segala aspek hukum dan perundang-undangan, termasuk pula hukum
waris Islam. Sebagai contoh, dalam hukum waris Islam diatur Q.S. IV : 12, apabila seorang pria meninggal
dunia dan masih meninggalkan orang tua, maka bagian orang tua ditentukan masing-masing 1/6.
Dikaitkan dengan surat keterangan waris, tentu tidak boleh diserahkan kepada lurah/camat saja, karena
belum tentu ahli di bidangnya. Selain itu dalam hukum Islam tidak mengenal adopsi (Q.S. 33 : 4-5),
sehingga Notaris tidak boleh membuat akta adopsi untuk Bumiputera Muslim. Pasal 209 KHI juga
menentukan bahwa harta yang boleh diwasiatkan maksimal hanya sebesar 1/3.

TIDAK PATUT MEWARIS (onwaardigheid)

- Pasal 838 KUHPerdata mengatur ahli waris yang tidak patut mewarisi warisan dari Pewaris
(onwaardigheid), oleh sebab-sebab sebagai berikut :

1. Yang bersangkutan dihukum karena membunuh atau mencoba membunuh Pewaris.

2. Yang bersangkutan melakukan fitnah kepada Pewaris, bahwa Pewaris pernah melakukan
perbuatan pidana dengan ancaman penjara 5 tahun atau lebih. Misalnya Pasal 263 atau 264
KUHP, di mana ahli waris memfitnah Pewaris pernah melakukan perbuatan pidana pembuatan
akta (deposito atau sertifikat) palsu. Hal ini haruslah tidak terbukti.

3. Dengan kekerasan mencegah Pewaris untuk mencabut wasiat atau membuat wasiat. Selama
Pewaris masih hidup, ia bisa dengan bebas mencabut atau mengubah wasiat. Namun bisa ada
ahli waris yang mencoba mengancam Pewaris yang hendak mengubah atau membuat
wasiatnya, maka ia dapat dianggap tidak patut untuk mewaris.

4. Menggelapkan, merusak, dan memalsukan surat wasiat Pewaris. Ketentuan ini hanya dapat
terjadi apabila Pewaris membuat surat wasiat di bawah tangan. 

- Anak-anak dari orang tua yang tidak patut mewaris akan menjadi ahli waris secara pribadi/berdasarkan
kedudukan sendiri (uit eigen hoofde), bukan sebagai pengganti.

HUKUM WARIS PERDATA BARAT TIDAK MEMBEDAKAN BAGIAN UNTUK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN

LARANGAN UNTUK MEMBUAT PERJANJIAN ATAS DASAR WARISAN YANG BELUM TERBUKA

- Pasal 1334 ayat 2 KUHPerdata mengatur adanya larangan untuk membuat perjanjian atas dasar
warisan yang belum terbuka. Hal ini disebabkan suatu warisan baru terbuka bila ada yang meninggal
dunia.  Apabila ada perjanjian yang melanggar ketentuan ini, maka akan batal demi hukum.

SAISINE
- Saisine berasal dari bahasa Perancis, yaitu le mort saisit le viv, yang berarti harta peninggalan Pewaris
menjadi milik ahli waris saat Pewaris meninggal dunia. Berarti ahli waris secara hukum memperoleh hak
milik atas segala hak, piutang, dan hutang-hutang Pewaris (Pasal 833 KUHPerdata).

- Beralihnya hak peninggalan Pewaris ke ahli waris dapat terjadi secara undang-undang maupun karena
testamen. Hal ini diatur dalam Pasal 955 KUHPerdata.
HEREDITATIS PETITIO

- Diatur dalam Pasal 834 KUHPerdata, yang berarti gugatan untuk memperoleh warisan dari Pewaris
atau hak ahli waris untuk menuntut bagian warisan yang seharusnya diperolehnya dari Pewaris.
- Tuntutan ini kadaluwarsa setelah 30 tahun (Pasal 835 KUHPerdata)

MENOLAK WARISAN

- Harus dilakukan dengan suatu pernyataan yang dibuat di Kepaniteraan Pengadilan Negeri dalam
daerah hukumnya telah terbuka warisan.
- Penolakan warisan terjadi karena :

1. Hutang Pewaris sangat besar, sehingga ahli waris tidak sanggup melunasinya.

2. Ahli waris yang menolak warisan sudah cukup memiliki harta, sehingga warisan yang
diterimanya diserahkan kepada ahli waris lain (saudara/orangtua) yang masih memerlukannya

3. Ahli waris yang bersangkutan telah menjadi warga negara asing dan yang bersangkutan
melakukan penolakan sebagai ahli waris agar harta peninggalan Pewaris tidak gugur menjadi
tanah negara (sesuai dengan ketentuan Pasal 21 ayat 3 mengenai Hak Milik dan Pasal 36 ayat 2
mengenai Hak Guna Bangunan dalam UU Pokok Agraria).

- Yang menolak warisan, tidak dianggap sebagai ahli waris (Pasal 1058 KUHPerdata).

- Bagian ahli waris yang menolak, jatuh pada ahli waris yang tidak menolak (Pasal 1059 KUHPerdata)

PEMELIHARAAN ANAK (PLEEGKIND)

= seorang anak yang dibesarkan oleh keluarga lain, dengan ketentuan bahwa hubungan hukum anak
tersebut masih tetap dengan kedua orang tua asal.

Contoh : sepasang suami-istri A dan B, mempunyai seorang anak C. C dipelihara dan dibesarkan oleh
keluarga lain, yaitu pasangan suami-istri X dan Y. Dalam hal ini status hukum dari C tetaplah ahli waris
dari pasangan suami-istri A dan B.

- Pemeliharaan anak dilakukan dalam masyarakat, di mana suatu keluarga telah menikah sekian lama
namun belum mempunyai anak, sehingga mereka memelihara anak dari keluarga (saudara) sebagai
"pancingan".

PENGANGKATAN ANAK (ADOPSI)

- Diatur dalam Staatsblad 1917 Nomor 129. Ketentuan tersebut berlaku untuk golongan Tionghoa saja,
guna melanjutkan keturunan pasangan suami-istri yang telah menikah dan tidak dikaruniai anak laki-laki.
Semula yang dapat diadopsi hanyalah anak laki-laki, dengan ketentuan usia anak yang diadopsi harus
mempunyai rentang usia cukup jauh. Selanjutnya dalam perkembangan, selain anak lelaki, anak
perempuan juga bisa diadopsi.
- Akta adopsi dibuat secara notariil. Anak yang diadopsi menjadi anak sah dari yang mengadopsi.

Contoh : sepasang suami-istri A dan B mempunyai seorang anak C. C diadopsi oleh pasangan suami-istri
X dan Y. Secara hukum C menjadi ahli waris dari X dan Y, dan hubungan hukum C dengan orang tua asal
(A dan B) menjadi putus. Selanjutnya C memakai nama marga dari orang tua yang mengadopsi.

- Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 6/1983 tanggal 30 September
1983, untuk melakukan adopsi sekarang harus melalui Penetapan Pengadilan Negeri, dan maksimal usia
anak yang diadopsi adalah 5 tahun. Ketentuan ini diatur karena Indonesia menandatangani konvensi
internasional mengenai anak adopsi 1983 di Den Haag untuk menghindari perdagangan manusia
(human trafficking), khususnya anak-anak yang dipelihara untuk dijual organ tubuhnya  .

- Dalam hukum Islam tidak mengenal adopsi, sesuai dengan surat Q.S. 33 ayat 4 dan 5.

Dalam hukum waris dikenal :

a. Mewaris secara langsung untuk diri sendiri (uit eigen hoofde)

b. Mewaris karena penggantian (plaatsvervulling)

ANAK LUAR KAWIN YANG DIAKUI SAH, TIDAK DAPAT MENGGANTIKAN AYAH ATAU IBUNYA SEBAGAI
AHLI WARIS

ANAK SAH DARI ANAK LUAR KAWIN YANG DIAKUI SAH, DAPAT MENGGANTIKAN KEDUDUKAN AYAH
ATAU IBUNYA SEBAGAI AHLI WARIS

LEGITIEME PORTIE (BAGIAN MUTLAK DARI AHLI WARIS)

- Legitieme Portie diatur dalam Pasal 914 KUHPerdata, yaitu bagian yang tidak boleh dihilangkan.

GOLONGAN AHLI WARIS

- Ada 4 (empat) golongan ahli waris, yakni :

1. Golongan I (Pasal 852-852a KUHPerdata) :

 Anak-anak atau sekalian keturunannya, serta kawan nikah yang masih hidup

2. Golongan II (Pasal 854-855 KUHPerdata) :

 Pasal 854 ayat 1 KUHPerdata : ayah dan ibu mewaris bersama satu orang saudara (laki-laki atau
perempuan) dari Pewaris, masing-masing mewaris sebesar 1/3
 Pasal 854 ayat 2 KUHPerdata : ayah dan ibu masing-masing mewaris sebesar 1/4, bila mewaris
bersama lebih dari satu orang saudara (laki-laki atau perempuan) dari Pewaris

 Pasal 855 KUHPerdata : 

 ayah atau ibu yang hidup terlama mewaris sebesar 1/2, bila mewaris bersama satu orang
saudara dari Pewaris.

 ayah atau ibu yang hidup terlama mewaris sebesar 1/3, bila mewaris bersama dua orang
saudara dari Pewaris.

 ayah atau ibu yang hidup terlama mewaris sebesar 1/4, bila mewaris bersama tiga orang
saudara atau lebih dari Pewaris. 

- Di dalam menentukan bagian warisan yang diterima ayah atau ibu yang mewaris bersama saudara
Pewaris, tidak dibedakan saudara kandung ataupun saudara tiri (mendapat bagian yang sama)

3. Golongan III (Pasal 853 KUHPerdata) :

Ahli waris golongan ketiga, yaitu keluarga sedarah garis lurus ke atas, baik garis ayah maupun garis ibu.
Di dalam pewarisan golongan ketiga otomatis terjadi pemisahan (kloving), yakni setengah bagian untuk
keluarga ayah dan setengah bagian untuk keluarga ibu.

4. Golongan IV (Pasal 858 KUHPerdata) :

Apabila tidak ada anak dan suami/istri (golongan I), orang tua dan saudara (golongan II), serta sanak
saudara dalam salah satu garis lurus ke atas (golongan III), maka 1/2 bagian warisan menjadi bagian para
keluarga saudara garis lurus ke atas yang masih hidup dan 1/2 bagian lainnya menjadi bagian para
keluarga  saudara dalam garis lainnya.

LEBIH DARI DERAJAT KE ENAM, TIDAK SALING MEWARIS

- Pasal 861 KUHPerdata mengatur bahwa keluarga sedarah, yang dengan si meninggal bertalian keluarga
dalam garis menyimpang lebih dari derajat ke enam, tidak mewaris.

Anda mungkin juga menyukai