Anda di halaman 1dari 2

BAB 1

1. Laporan Pendahuluan
Penyakit diare di Indonesia masih jadi permasalahan kesehatan yang sangat menarik
untuk dikaji serta dilihat pemicu dan menciptakan pemecahan untuk pengobatannya.
Notoatmojo pada tahun 2004 berkata kalau umur balita tercantum usia dengan keadaan rawan
gizi serta gampang tertular penyakit infeksi. Diare merupakan penyakit yang diisyarati
dengan berubahnya wujud tinja dengan keseriusan buang air besar secara berlebihan (lebih
dari 3 kali dalam kurun waktu satu hari). Penindakan kilat sangat diperlukan untuk
menanggulangi penyakit diare tersebut, sebab apabila terlambat dapat menimbulkan
kekurangan cairan yang bisa menimbulkan kematian. Pada negara berkembang, diare masih
menjadi penyakit kedua yang merupakan penyebab kematian pada balita. Suratmaja pada
tahun 2007 mengatakan kalau pada permasalahan penyakit diare kronis, mikroorganisme
hendak masuk kesaluran cerna, setelah itu mikroorganisme akan berkembang biak
dikarenakan sudah mampu melewati asam lambung. Mikroorganisme tersebut akan
membentuk toksin sehingga menimbulkan rangsang terhadap mukosa usus yang
menimbulkan munculnya hiperperistaltik. Sekresi cairan pada tubuh inilah yang
menyebabkan terjadinya penyakit diare. (Prawati & Haqi, 2019)
2. Defenisi Diare
Diare merupakan suatu keadaan dimana seseorang buang air besar dalam 3 (tiga) kali ataupun
lebih dalam satu hari serta tinja ataupun feses yang keluar bisa berbentuk cairan encer
ataupun sedikit berampas, kadangkala pula diiringi darah ataupun lendir bergantung pada
penyebabnya. (Nurhayati, 2020)
Diare ialah salah satu pemicu utama dari morbiditas serta mortalitas di negeri yang lagi
berkembang dengan keadaan sanitasi area yang kurang baik, Persediaan air yang tidak
adekuat, kemiskinan, serta pembelajaran yang terbatas. Setiap tahun di dunia ada 1 dari 5
anak meninggal akibat diare. Pada tahun 2012 di dunia sebanyak 2. 195 anak meninggal tiap
hari akibat diare. Bersumber pada pada Riskesdas tahun 2013 di Indonesia period prevalence
diare adalah sebanyak 3, 5% lebih kecil dibandingkan Riskesdas tahun 2007 sebanyak 9%.
Penyusutan prevalensi ini diasumsikan pada tahun 2007 pengumpulan informasi tidak dicoba
secara serentak, sedangkan tahun 2013 pengumpulan informasi dicoba secara serentak.
Prevalensi diare di Indonesia pada umur 15 tahun merupakan sebanyak 30, 1%, sebaliknya
prevalensi diare pada umur<15 tahun sebanyak 21, 9%. (Rahman et al., 2016)
3. Etiologi
Diare dapat disebabkan oleh masuknya mikroorganisme atau toksin melalui mulut. Kuman
tersebut kemudian dapat masuk melalui air, makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh
bakteri ataupun kotoran manusia atau hewan, kontaminasi tersebut dapat melalui jari/tangan
penderita yang tidak higienis. Penyebab diare juga dapat bermacam-macam selain karena
memakan makananan yang telah terkontaminasi ataupun infeksi, dapat disebabkan juga
melalui faktor malabsorbsi seperti malabsorbsi karbohidrat, disakarida (intoleransi laktosa,
maltose, dan sukrosa) monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa), makanan
yang sudah basi, makanan beracun, ataupun seorang penderita yang alergi terhadap jenis
makanan tertentu, dan diare karena faktor psikologis seperti rasa takut dan cemas).
(Adyanastri, 2012)
Faktor-faktor lain yang mengakibatkan terjadinya diare dipengaruhi oleh kurang memadainya
penyediaan air bersih, air yang tercemar oleh tinja, fasilitas kebersihan yang masih kurang
memadai, tempat pembuangan tinja yang tidak higienis, kebersihan lingkungan serta
perorangan yang kurang dan kebersihan makanan yang masih kurang diperhatikan. (Hijriani
et al., 2020)

Anda mungkin juga menyukai