Disusun Oleh:
KELOMPOK VIII
PSIK 3.2
Hanna Ulina Purba (18.11.053) Anum Safitri (18.11.009)
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan
rahmat dan berkat- Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah asuhan
keperawatan ini.
Tak lupa kami ucapkan terima kasih juga kepada dosen pembimbing Ns. Reisy Tane
,M.Kep, Sp.Kep.An atas bimbingan , dorongan dan ilmu yang rela diberikan kepada kami
sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Dan kami ucapkan
terimakasih kepada rekan-rekan dan semua pihak yang terkait dalam penyusunan makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................2
1.3 Tujuan............................................................................................................................2
BAB IV PENUTUP
4.1 Simpulan......................................................................................................................25
4.2 Saran. ..........................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................26
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Sebagai negara berkembang, Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup pesat,
terutama di beberapa daerah tertentu. Pertumbuhan ini juga diikuti dengan perubahan dalam
masyarakat, baik dalam bidang ilmu pengetahuan, gaya hidup, perilaku, dan sebagainya. Namun,
perubahan-perubahan ini juga tak luput dari efek negatif. Salah satu efek negatif yang timbul dari
perubahan gaya hidup masyakarat modern di Indonesia antara lain adalah semakin meningkatnya
angka kejadian Diabetes Mellitus (DM) yang lebih dikenal oleh masyarakat awam sebagai
kencing manis.
Peningkatan jumlah penderita Diabetes Mellitus yang cukup signifikan di Indonesia ini perlu
mendapatkan perhatian seiring dengan meningkatnya risiko anak terkena Diabetes Mellitus.
Deteksi dini pada Diabetes Mellitus merupakan hal p
enting yang harus dilakukan untuk menghindari kesalahan atau keterlambatan diagnosis yang
dapat mengakibatkan kematian. Diabetes Mellitus tipe 1 yang menyerang anak-anak sering tidak
terdiagnosis oleh dokter karena gejala awalnya yang tidak begitu jelas dan pada akhirnya sampai
pada gejala lanjut dan traumatis seperti mual, muntah, nyeri perut, sesak nafas, bahkan koma.
Dengan deteksi dini,pengobatan dapat dilakukan sesegera mungkin terhadap penyandang
Diabetes Mellitus sehingga dapat menurunkan risiko kecacatan dan kematian(Pulungan, 2010)
1.2.Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan diabetes melitus tipe 1 (DM juvenile)?
e. Bagaimana pengkajian pada anak dengan diabetes melitus tipe 1 (dm juvenile)?
1
1.3.Tujuan
1.Tujuan Umum
- Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan DM tipe 1 (DM juvenile)?
2.Tujuan Khusus
e. Untuk mengetahui pengkajian pada anak dengan diabetes melitus tipe 1 (DM juvenile).
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1. DEFINISI
Diabetes mellitus secara definisi adalah keadaan hiperglikemia kronik. Hiperglikemia ini
dapat disebabkan oleh beberapa keadaan, di antaranya adalah gangguan sekresi hormon insulin,
gangguan aksi/kerja dari hormon insulin atau gangguan kedua-duanya (Weinzimer SA, Magge
S. 2005).
Diabetes Mellitus adalah penyakit metabolik yang bersifat kronik. Oleh karena itu, onset
Diabetes Mellitus yang terjadi sejak dini memberikan peranan penting dalam kehidupan
penderita. Setelah melakukan pendataan pasien di seluruh Indonesia selama 2 tahun, Unit
Kelompok Kerja (UKK) Endokrinologi Anak Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
mendapatkan 674 data penyandang Diabetes Mellitus tipe 1 di Indonesia. Data ini diperoleh
melalui kerjasama berbagai pihak di seluruh Indonesia mulai dari para dokter anak,
endokrinolog anak, spesialis penyakit dalam, perawat edukator Diabetes Mellitus, data Ikatan
Keluarga Penyandang Diabetes Mellitus Anak dan Remaja (IKADAR), penelusuran dari catatan
medis pasien, dan juga kerjasama dengan perawat edukator National University Hospital
Singapura untuk memperoleh data penyandang Diabetes Mellitus anak Indonesia yang
menjalani pengobatannya di Singapura.
Data lain dari sebuah penelitian unit kerja koordinasi endokrinologi anak di seluruh
wilayah Indonesia pada awal Maret tahun 2012 menunjukkan jumlah penderita Diabetes
Mellitus usia anak-anak juga usia remaja dibawah 20 tahun terdata sebanyak 731 anak. Ilmu
Kesehatan Anak FFKUI (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia) melansir, jumlah anak
3
yang terkena Diabetes Mellitus cenderung naik dalam beberapa tahun terakhir ini. Tahun 2011
tercatat 65 anak menderita Diabetes Mellitus, naik 40% dibandingkan tahun 2009. Tiga puluh
duaanak diantaranya terkena Diabetes Mellitus tipe 2.(Pulungan, 2010)
Peningkatan jumlah penderita Diabetes Mellitus yang cukup signifikan di Indonesia ini
perlu mendapatkan perhatian seiring dengan meningkatnya risiko anak terkena Diabetes
Mellitus. Deteksi dini pada Diabetes Mellitus merupakan hal penting yang harus dilakukan
untuk menghindari kesalahan atau keterlambatan diagnosis yang dapat mengakibatkan
kematian. Diabetes Mellitus tipe 1 yang menyerang anak anak sering tidak terdiagnosis oleh
dokter karena gejala awalnya yang tidak begitu jelas dan pada akhirnya sampai pada gejala
lanjut dan traumatis seperti mual, muntah, nyeri perut, sesak nafas, bahkan koma. Dengan
deteksi dini, pengobatan dapat dilakukan sesegera mungkin terhadap penyandang Diabetes
Mellitus sehingga dapat menurunkan risiko kecacatan dan kematian (Pulungan, 2010)
a. Immune mediated
b. Idiopatik
2. DM tipe-2
3. DM Tipe lain
4
b. Defek genetik pada kerja insulin
d. Gangguan endokrin
2.2. ETIOLOGI
Dokter dan para ahli belum mengetahui secara pasti penyebab diabetes tipe 1. Namun yang pasti
penyebab utama diabetes tipe 1 adalah faktor genetik/keturunan. Resiko perkembangan diabetes
tipe 1 akan diwariskan melalui faktor genetik.
1. Faktor Genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi
atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan
pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (human leucosite antigen). HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya.
2. Faktor-faktor Imunologi
Adanya respons autotoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada
jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah-olah sebagai jaringan asing, yaitu autoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan
insulin endogen.
5
3. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.
2.3. PATOFISIOLOGI
Perjalanan penyakit ini melalui beberapa periode menurut ISPAD Clinical Practice
Consensus Guidelines tahun 2009, yaitu:
⮚ Periode pra-diabetes
⮚ Periode honey-moon
1. Periode pra-diabetes
Pada periode ini gejala-gejala klinis diabetes belum nampak karena baru ada proses
destruksi sel β-pankreas. Predisposisi genetik tertentu memungkinkan terjadinya proses
destruksi ini. Sekresi insulin mulai berkurang ditandai dengan mulai berkurangnya sel β-
pankreas yang berfungsi. Kadar C-peptide mulai menurun.Pada periode ini autoantibodi mulai
ditemukan apabila dilakukan pemeriksaan laboratorium.
Pada periode ini, gejala klinis DM mulai muncul.Pada periode ini sudah terjadi sekitar
90% kerusakan sel β-pankreas. Karena sekresi insulin sangat kurang, maka kadar gula darah
akan tinggi/meningkat. Kadar gula darah yang melebihi 180 mg/dl akan menyebabkan diuresis
osmotik. Keadaan ini menyebabkan terjadinya pengeluaran cairan dan elektrolit melalui urin
(poliuria, dehidrasi, polidipsi). Karena gula darah tidak dapat di-uptake kedalam sel, penderita
akan merasa lapar (polifagi), tetapi berat badan akan semakin kurus. Pada periode ini penderita
memerlukan insulin dari luar agar gula darah di-uptakekedalam sel.
3. Periode honey-moon
Periode ini disebut juga fase remisi parsial atau sementara. Pada periode ini sisa sisa sel
β-pankreas akan bekerja optimal sehingga akan diproduksi insulin dari dalam tubuh sendiri.
6
Pada saat ini kebutuhan insulin dari luar tubuh akan berkurang hingga kurang dari 0,5 U/kg
berat badan/hari. Namun periode ini hanya berlangsung sementara, bisa dalam hitungan hari
ataupun bulan, sehingga perlu adanya edukasi ada orang tua bahwa periode ini bukanlah fase
remisi yang menetap.
Periode ini merupakan periode terakhir dari penderita DM. Pada periode ini penderita
akan membutuhkan insulin kembali dari luar tubuh seumur hidupnya.
Diagnosis diabetes seringkali salah, disebabkan gejala-gejala awalnya tidak terlalu khas
dan mirip dengan gejala penyakit lain. Beberapa gejala yang sering menjadi tanda dan gejala
dalam diagnosis DM tipe 1 pada anak di antaranya adalah:
1. Sering kencing: kemungkinan diagnosisnya adalah infeksi saluran kemih atau terlalu banyak
minum (selain DM). Variasi dari keluhan ini adalah adanya enuresis (mengompol) setelah
sebelumnya anak tidak pernah enuresis lagi.
2. Berat badan turun atau tidak mau naik: kemungkinan diagnosis adalah asupan nutrisi yang
kurang atau adanya penyebab organik lain. Hal ini disebabkan karena masih tingginya kejadian
malnutrisi di negara kita. Sering pula dianggap sebagai salah satu gejala tuberkulosis pada anak.
4. Nyeri perut: seringkali dikira sebagai peritonitis atau apendisitis. Pada penderita DM tipe 1,
nyeri perut ditemui pada keadaan ketoasidosis.
5. Tidak sadar: keadaan ketoasidosis dapat dipikirkan pada kemungkinan diagnosis seperti
malaria serebral, meningitis, ensefalitis, ataupun cedera kepala (Brink SJ, dkk. 2010) .
7
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada DM tipe 1 dan 2 umumnya tidak jauh
berbeda:
e) Elektrolit :
· Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler), selanjutnya akan menurun.
f) Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang mencerminkan
control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir ( lama hidup SDM) dan karenanaya sangat
bermanfaat untuk membedakan DKA dengan control tidak adekuat versus DKA yang
berhubungan dengan insiden ( mis, ISK baru)
g) Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3 ( asidosis
metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
i) Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/ penurunan fungsi ginjal)
j) Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pancreatitis akut sebagai
penyebab dari DKA.
k) Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada ( pada tipe 1) atau normal
sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/ gangguan dalam
penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin dapat berkembang sekunder terhadap
pembentukan antibody .(autoantibody)
8
l) Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat meningkatkan glukosa
darah dan kebutuhan akan insulin.
m) Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.
n) Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pernafasan
dan infeksi pada luka.
Diabetes melitus ditegakkan berdasarkan ada tidaknya gejala. Bila dengan gejala
(polidipsi, poliuria, polifagia), maka pemeriksaan gula darah abnormal satu kali sudah dapat
menegakkan diagnosis DM. Sedangkan bila tanpa gejala, maka diperlukan paling tidak 2 kali
pemeriksaan gula darah abnormal pada waktu yang berbeda (Rustama DS, dkk. 2010; ISPAD
Clinical Practice Consensus Guidelines 2009).
2.4. PENATALAKSANAAN
3. Anjurkan klien untuk selalu menyediakan permen dan mengenali tanda-tanda hipodlikemia.
9
4. Berikan penjelasan mengenai tanda-tanda pertumbuuhan dan perkembangan yang ditoleransi
klien.
5. Anjurkan keluarga klien mencatat hasil pemeriksaan gula darah dan berkonsultasi dengan
pelayan kesehatan untuk mengontrol gula darah secara berkala
Tatalaksana pasien dengan DM tipe 1 tidak hanya meliputi pengobatan berupa pemberian
insulin. Ada hal-hal lain selain insulin yang perlu diperhatikan dalam tatalaksana agar penderita
mendapatkan kualitas hidup yang optimal dalam jangka pendek maupun jangka panjang
(Rustama DS, dkk. 2010; ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines. 2009)
1. Insulin
2. Diet
3. Aktivitas fisik/exercise
4. Edukasi
1. Insulin
Insulin merupakan terapi yang mutlak harus diberikan pada penderita DM Tipe 1. Dalam
pemberian insulin perlu diperhatikan jenis insulin, dosis insulin, regimen yang digunakan, cara
menyuntik serta penyesuaian dosis yang diperlukan.
a. Jenis insulin: kita mengenal beberapa jenis insulin, yaitu insulin kerja cepat, kerja
pendek, kerja menengah, kerja panjang, maupun insulin campuran (campuran kerja
cepat/pendek dengan kerja menengah). Penggunaan jenis insulin ini tergantung regimen yang
digunakan.
b. Dosis insulin: dosis total harian pada anak berkisar antara 0,5-1 unit/kg berat badan
pada awal diagnosis ditegakkan. Dosis ini selanjutnya akan diatur disesuaikan dengan faktor-
faktor yang ada, baik pada penyakitnya maupun penderitanya.
10
c. Regimen: kita mengenal dua macam regimen, yaitu regimen konvensional serta
regimen intensif. Regimen konvensional/mix-split regimen dapat berupa pemberian dua kali
suntik/hari atau tiga kali suntik/hari. Sedangkan regimen intensif berupa pemberian regimen
basal bolus. Pada regimen basal bolus dibedakan antara insulin yang diberikan untuk
memberikan dosis basal maupun dosis bolus.
d. Cara menyuntik: terdapat beberapa tempat penyuntikan yang baik dalam hal
absorpsinya yaitu di daerah abdomen (paling baik absorpsinya), lengan atas, lateral paha.
Daerah bokong tidak dianjurkan karena paling buruk absorpsinya.
e. Penyesuaian dosis: Kebutuhan insulin akan berubah tergantung dari beberapa hal,
seperti hasil monitor gula darah, diet, olahraga, maupun usia pubertas terkadang kebutuhan
meningkat hingga 2 unit/kg berat badan/hari), kondisi stress maupun saat sakit.
2. Diet
Secara umum diet pada anak DM tipe 1 tetap mengacu pada upaya untuk
mengoptimalkan proses pertumbuhan. Untuk itu pemberian diet terdiri dari 50- 55% karbohidrat,
15-20% protein dan 30% lemak. Pada anak DM tipe 1 asupan kalori perhari harus dipantau ketat
karena terkait dengan dosis insulin yang diberikan selain monitoring pertumbuhannya.
Kebutuhan kalori perhari sebagaimana kebutuhan pada anak sehat/normal. Ada beberapa
anjuran pengaturan persentase diet yaitu 20% makan pagi, 25% makan siang serta 25% makan
malam, diselingi dengan 3 kali snack masing-masing 10% total kebutuhan kalori perhari.
Pemberian diet ini juga memperhatikan regimen yang digunakan. Pada regimen basal bolus,
pasien harus mengetahui rasio insulin: karbohidrat untuk menentukan dosis pemberian insulin.
Anak DM bukannya tidak boleh berolahraga. Justru dengan berolahraga akan membantu
mempertahankan berat badan ideal, menurunkan berat badan apabila menjadi obes serta
meningkatkan percaya diri. Olahraga akan membantu menurunkan kadar gula darah serta
meningkatkan sensitivitas tubuh terhadap insulin. Namun perlu diketahui pula bahwa olahraga
dapat meningkatkan risiko hipoglikemia maupun hiperglikemia (bahkan ketoasidosis).
Sehingga pada anak DM memiliki beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjalankan
11
olahraga, di antaranya adalah target gula darah yang diperbolehkan untuk olahraga, penyesuaian
diet, insulin serta monitoring gula darah yang aman.
Apabila gula darah sebelum olahraga di atas 250 mg/dl serta didapatkan adanya ketonemia maka
dilarang berolahraga. Apabila kadar gula darah di bawah 90 mg/dl, maka sebelum berolahraga
perlu menambahkan diet karbohidrat untuk mencegah hipoglikemia.
4. Edukasi
Langkah yang tidak kalah penting adalah edukasi baik untuk penderita maupun orang
tuanya. Keluarga perlu diedukasi tentang penyakitnya, patofisiologi, apa yang boleh dan tidak
boleh pada penderita DM, insulin (regimen, dosis, cara menyuntik, lokasi menyuntik serta efek
samping penyuntikan), monitor gula darah dan juga target gula darah ataupun HbA1c yang
diinginkan.
Monitoring ini menjadi evaluasi apakah tatalaksana yang diberikan sudah baik atau
belum. Kontrol glikemik yang baik akan memperbaiki kualitas hidup pasien, termasuk
mencegah komplikasi baik jangka pendek maupun jangka panjang. Pasien harus melakukan
pemeriksaan gula darah berkala dalam sehari.Setiap 3 bulan memeriksa HbA1c. Di samping itu,
efek samping pemberian insulin, komplikasi yang terjadi, serta pertumbuhan dan perkembangan
perlu dipantau.
metabolik sekali
mg/dL mg/dL
Urin - - + - >+
12
reduksi
BAB III
13
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1.Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes mellitus dilakukan
mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, keadaan umum pasien, tanda-tanda vital,
riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan
fisik, pola kegiatan sehari-hari.
a. Identitas
Merupakan identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,
alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis.
Identitas ini digunakan untuk membedakan klien satu dengan yang lain. Jenis kelamin, umur dan
alamat dan lingkungan kotor dapat mempercepat atau memperberat keadaan penyakit infeksi.
b. Keluhan utama
DS :
DO :
14
– Terjadi atropi otot
c. Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran kualitatif atau GCS dan
respon verbal klien.
d. Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:
Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji tekanan nadi, dan
kondisi patologis. Biasanya pada DM type 1, klien cenderung memiliki TD yang
meningkat/ tinggi/ hipertensi.
Pulse rate
Respiratory rate
Suhu
e.Pemeriksaan Fisik
· Inspeksi : kulit dan membrane mukosa tampak kering, tampak adanya atropi otot, adanya luka
ganggren, tampak pernapasan cepat dan dalam, tampak adanya retinopati, kekaburan
pandangan.
f. Pemeriksaan penunjang
15
c) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
e) Elektrolit :
f) Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang mencerminkan
control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir ( lama hidup SDM) dan karenanaya sangat
bermanfaat untuk membedakan DKA dengan control tidak adekuat versus DKA yang
berhubungan dengan insiden ( mis, ISK baru)
g) Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3 (asidosis
metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
i) Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/ penurunan fungsi ginjal)
j) Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pancreatitis akut sebagai
penyebab dari DKA.
k) Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada ( pada tipe 1) atau normal
sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/ gangguan dalam
penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin dapat berkembang sekunder terhadap
pembentukan antibody .( autoantibody)
l) Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat meningkatkan glukosa
darah dan kebutuhan akan insulin.
m) Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat. n) Kultur
dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pernafasan dan
infeksi pada luka.
16
g. Riwayat Kesehatan
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa,
bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk
menanggulangi penyakitnya.
Hal – hal yang biasanya didapat dari pengkajian pada klien dengan diabetes mellitus :
1. Aktivitas/ Istirahat : Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
2. Sirkulasi : Adakah riwayat hipertensi, AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas,
ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
5. Makanan / Cairan : Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan,
haus, penggunaan diuretik.
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan DM type 1 meliputi:
17
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury (biologi,fisik,psikologis)
2. Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi, hipoventilasi, nyeri, disfungsi neuromuscular
3. Defisit volume cairan b.d kehilangan volume cairan secara aktif, kegagalan mekanisme
regulasi.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan untuk mengabsorpsi
nutrien
5. Kerusakan integritas kulit b.d perubahan status metabolic, perubahan sirkulasi dan
perubahan sensasi.
6. Gangguan pola tidur b.d ansietas, stimulasi yang berlebihan, pengobatan
7. Resiko infeksi b.d tindakan atau prosedur pembedahan, prosedur invasif
3.3. INTERVENSI KEPERAWATAN
Intervensi
2. Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi, hipoventilasi, nyeri, disfungsi neuromuscular
Intervensi
a. Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
b. Posisikan klien untuk memastikan ventilasi
c. Pasang mayo jika perlu
d. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
e. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
18
f. Berikan bronkodilator jika perlu
g. Monitor respirasi dan status O2
3. Defisit volume cairan b.d kehilangan volume cairan secara aktif, kegagalan mekanisme
regulasi
Intervensi
Intervensi
5. Kerusakan integritas kulit b.d perubahan status metabolic, perubahan sirkulasi dan
perubahan sensasi.
Intervensi
19
6. Gangguan pola tidur b.d ansietas, stimulasi yang berlebihan, pengobatan
Intervensi
d. Ajarkan klien dan orang lain tentang factor-faktor yang dapat berpengaruh pada
gangguan pola tidur
e. Hindari suara keras, berikan lingkungan yang tenang, damai dan minimalkan
gangguan.
Intervensi
20
Judul: Analisis Intervensi Senam Diabetes Dalam Upaya Menurunkan Kadar Gula Darah
Email : hastutieni58@gmail.com
e-ISSN: 2684-8988
Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh senam diabetes terhadap
penurunan kadar glukosa darah pada penderita diabetes. Jenis penelitian quasy experiment
design rancangan non equivalent control group design sederhana dengan pendekatan studi kasus.
Hasil penelitian studi kasus yang telah dilakukan dalam 5 hari selama 30 menit, menunjukkan
bahwa senam diabetes efektif menurunkan kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus
sebesar 7,1%. Simpulan, Senam diabetes yang dilakukan selama 5 hari berturut-turut efektif
menurunkan kadar glukosa darah pada penderita diabetes.
Hasil Penelitian :
K : kendalikan stress.
Beban penyakit Diabetes Mellitus sangatlah besar apalagi bila terjadi komplikasi. Upaya
pengendalian diabetes menjadi tujuan yang sangat pending dalam mengendalikan dampak
komplikasi yang menyebabkan beban yang sangat berat baik bagi individu, keluarga maupun
pemerintah (Kemenkes RI, 2014).
Upaya penanganan pada pasien diabetes melitus sekaligus juga pencegahan terjadinya
komplikasi adalah melakukan upaya pengendalian DM yang salah satu teraturnya pasien DM
dalam melakukan aktifitas berolahraga. Dengan berolahraga diharapkan memperbaiki
sensitivitas insulin sehingga dapat memperbaiki kadar gula dalam darah. Aktifitas fisik yang juga
sering dianjurkan adalah senam diabetes melitus (Salindeho, 2016).
Aktivitas fisik merupakan salah satu pilar penatalaksanaan DM, berdasarkan keterangan
tersebut maka dapat dikatakan bahwa salah satu solusi untuk menurunkan kadar gula darah
adalah dengan melakukan olahraga seperti senam. Senam adalah menggerakkan badan dengan
gerakan tertentu seperti menggeliat, menggerakkan dan meregangkan anggota badan (KBBI,
2019). Salah satu manfaat senam adalah mencegah kegemukan dengan cara membakar kalori
tubuh sehingga glukosa darah bisa terpakai untuk energi (Damayanti, 2015).
22
Penelitian Sanjaya & Huda (2016) menunjukkan bahwa senam diabetes dapat
menurunkan kadar gula darah yang dilakukan secara rutin 3 kali dalam 1 minggu dengan durasi
15-40 menit. Setelah dilakukan senam diabetes dari 47 sampel selama 1 minggu, didapatkan 37
responden mengalami penurunan kadar gula darah, dan 10 responden mengalami kenaikan kadar
gula darah dikarenakan tidak mengontrol pola makan/diet. Penelitian yang dilakukan oleh Rahim
(2015) menunjukkan adanya pengaruh gerakan fisik terhadap penuruna kadar gula darah
sewaktu.
Dwi (2018) hasil uji statistik chi square menunjukkan senam diabetes efektif terhadap
pengendalian kadar gula darah pada penderita Diabetes Melitus dengan (p =0.018). Berdasarkan
penelitian ini disarankan bagi Puskesmas untuk dapat melakukan upaya pengendalian kadar gula
darah pada penderita diabetes melitus dengan teknik non farmakologis salah satunya dengan
senam diabetes.
Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Dahlan et al., (2018) mengenai
pengaruh prolanis terhadap pengendalian gula darah terkontrol pada penderita DM di Puskesmas
Sudiang kota Makassar di peroleh hasil terdapat korelasi kuat sebesar 0,913 atau 91,3%
pengaruh prolanis dalam pengendalian gula darah terkontrol di Puskesmas Sudiang. Berdasarkan
berbagai data penelitian diatas, perawat sejak awal berperan dalam mengarahkan pemanfaatan
terapi latihan fisik bagi penderita diabetes. Peran perawat komunitas juga dapat mengkaji dan
meneliti jenis kegiatan jasmani yang aman dan berdampak positif bagi pasien diabetes dalam
pengontrolan glukosa meliputi jenis gerakan yang aman intensitas yang optimal dan durasi yang
berpengaruh terhadap control glukosa darah penderita diabetes. Aktifitas latihan yang bisa
dilakukan adalah aktifitas yang tidak membahanyakan dan bebas dari risiko cidera.
Penelitian Lindawati (2019) menyatakan bahwa ada perbedaan yang signifikan rata-rata
gula darah sewaktu antara sebelum dan setelah intervensi. Manfaat olahraga pada diabetisi antara
lain meningkatkan penurunan kadar glukosa darah, mencegah kegemukan, ikut berperan dalam
mengatasi kemungkinan terjadinya komplikasi aterogenik, gangguan lipid darah, peningkatan
tekanan darah, hiperkoagulasi darah. Keadaan-keadaan ini mengurangi risiko penyakit jantung
coroner (PJK) dan meningkatkan kualitas hidup diabetes dengan meningkatnya kemampuan
kerja dan juga memberikan keuntungan secara psikologis. (Lindawati, 2019).
23
Senam diabetes dilakukan untuk menurunkan dan mengontrol kadar gula darah pada
penderita diabetes mellitus, setelah diberikan intervensi senam diabetes didapatkan hampir
seluruhnya penderita diabetes mengalami penurunan kadar gula darah, hal ini dikarenakan pada
saat melakukan senam terjadi peningkatan pemakaian glukosa oleh otot, senam juga untuk
membakar kalori tubuh sehingga glukosa darah bisa terpakai untuk energi. Dalam mengontrol
dan menurunkan kadar gula darah dipengaruhi oleh beberapa faktor lainya juga seperti berat
badan, pendidikan dan faktor umur, dengan mengontrol pola makan/diet, meningkatkan
pengetahuan tentang kesehatan, memberikan latihan fisik yaitu dengan senam diabetes yang
dapat mengontrol dan menurunkan kadar gula darah sebagai modal pengobatan kedua (Sanjaya
& Huda, 2016).
Melakukan olahraga yang baik dan teratur membuat peningkatan aliran ke otot dengan
cara pembukaan kapiler (pembuluh darah kecil di otot) dan hal tersebut akan menurunkan
tekanan pada otot yang pada gilirannya akan meningkatkan penyediaan dalam jaringan otot itu
sendiri. Senam diabetes merupakan jenis senam aerobic low impact yang ditekankan pada
gerakan ritmik otot, sendi, vaskuler dan saraf dalam benruk peregangan dan relaksasi. Upaya
berikut sangat tepat dalam menangani pasien diabetes melitus sekaligus juga mencegah
terjadinya komplikasi dengan mengendalikan diabetes melitus penderita (Salindeho et al.,
2016).
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Diabetes mellitus secara definisi adalah keadaan hiperglikemia kronik. Hiperglikemia ini
dapat disebabkan oleh beberapa keadaan, di antaranya adalah gangguan sekresi hormon insulin,
24
gangguan aksi/kerja dari hormon insulin atau gangguan kedua-duanya (Weinzimer SA, Magge S.
2005).
4.2. Saran
Sebagai salah satu tenaga kesehatan, khususnya perawat yang sering bersama dengan
pasien tentunya harus mampu untuk melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan DM.
Diagnosa keperawatan yang dapat ditemukan dari anak dengan DM yaitu: Nyeri akut, pola nafas
tidak efektif, defisit volume cairan, perubahan nutris N i kurang dari kebutuhan tubuh,
kerusakan integritas kulit, perubahan sirkulasi dan perubahan sensasi, resiko infeksi. Oleh karena
itu sebagai seorang perawat harus mampu memberikan asuhan keperawatan untuk
mengembalikan kondisi pasien ke keadaan yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Brink SJ, Lee WRW, Pillay K, Kleinebreil (2010).Diabetes in children and adolescents,
basic training manual for healthcare professionals in developing countries, 1sted. Argentina:
ISPAD, h 20-21.
Weinzimer SA, Magge S (2005). Type 1 diabetes mellitus in children. Dalam: Moshang
T Jr. Pediatric endocrinology. Philadelphia: Mosby Inc, h 3-18.
25
Rustama DS, Subardja D, Oentario MC, Yati NP, Satriono, Harjantien N
(2010).Diabetes Melitus. Dalam: Jose RL Batubara Bambang Tridjaja AAP Aman B. Pulungan,
editor. Buku Ajar Endokrinologi Anak, Jakarta: Sagung Seto 2010, h 124-161.
ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2009. Pediatric Diabetes 2009: 10.
http://repository.maranatha.edu/3415/3/0910085_Chapter1.pdf (Diakses pada tanggal 1 Maret
2015)
Haskas, Y., & Nurbaya, S. (2019). Upaya Peningkatan Kulitas Hidup Penderita DM
dengan Memberikan Pelatihan Senam Diabetes. Indonesian Journal of Community Dedication
(IJCD), 1(1), 14-18
Gusti, R. R, Septi, F. (2015). Senam Kaki Diabetes Menurunkan Kadar Gula Darah
Pasien Diabetes Mellitus Tipe. Journal of Ners Community 6(2), 189 – 19
Padila, P. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika
26