Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

“Diabetes Mellitus pada Anak”


(Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak II)
Dosen Pengampu: Ns. Reisy Tane ,M.Kep Sp.Kep.An

Disusun Oleh:
KELOMPOK VIII
PSIK 3.2
Hanna Ulina Purba (18.11.053) Anum Safitri (18.11.009)

Dewi Sartika (18.11.0 20) Afra Renilda (18.11.004)

Meilyda Sari (18.11.080) Nikky Desriyani (18.11.095)

Rosmawati (18.11.137) Ratna Suryani (18.11.123)

Rahmayani (18.11.119) Rica Sartika (18.11.128)

Siti Hajar (18.11.152) Shella Fransiska (18.11.147)

Siska Damayanti (18.11.150) Weri (18.11.171)

Siti Maiyah (18.11.154)

INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA DELI TUA


FAKULTAS KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA
T.A 2019-2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan
rahmat dan berkat- Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah asuhan
keperawatan ini.

Tak lupa kami ucapkan terima kasih juga kepada dosen pembimbing Ns. Reisy Tane
,M.Kep, Sp.Kep.An atas bimbingan , dorongan dan ilmu yang rela diberikan kepada kami
sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Dan kami ucapkan
terimakasih kepada rekan-rekan dan semua pihak yang terkait dalam penyusunan makalah ini.

Kami telah menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya dan semaksimal mungkin.


Namun tentunya tidak luput dari kesalahan dan kekurangan . Kritik dan saran dari berbagai pihak
akan kami terima. Terimakasih.

Medan, 09 Februari 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................2
1.3 Tujuan............................................................................................................................2

BAB II TINJAUAN TEORI


2.1 Definisi..........................................................................................................................3
2.2 Etiologi..........................................................................................................................5
2.3 Patofisologi....................................................................................................................6
2.3 Penatalaksaan...............................................................................................................10

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN


3.1 Pengkajian...................................................................................................................14
3.2 Diagnosa Keperawatan. ..............................................................................................14
3.3 Intervensi Keperawatan...............................................................................................18
3.4 Intervensi Jurnal Penelitian.........................................................................................21

BAB IV PENUTUP
4.1 Simpulan......................................................................................................................25
4.2 Saran. ..........................................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................26

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Sebagai negara berkembang, Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup pesat,
terutama di beberapa daerah tertentu. Pertumbuhan ini juga diikuti dengan perubahan dalam
masyarakat, baik dalam bidang ilmu pengetahuan, gaya hidup, perilaku, dan sebagainya. Namun,
perubahan-perubahan ini juga tak luput dari efek negatif. Salah satu efek negatif yang timbul dari
perubahan gaya hidup masyakarat modern di Indonesia antara lain adalah semakin meningkatnya
angka kejadian Diabetes Mellitus (DM) yang lebih dikenal oleh masyarakat awam sebagai
kencing manis.
Peningkatan jumlah penderita Diabetes Mellitus yang cukup signifikan di Indonesia ini perlu
mendapatkan perhatian seiring dengan meningkatnya risiko anak terkena Diabetes Mellitus.
Deteksi dini pada Diabetes Mellitus merupakan hal p
enting yang harus dilakukan untuk menghindari kesalahan atau keterlambatan diagnosis yang
dapat mengakibatkan kematian. Diabetes Mellitus tipe 1 yang menyerang anak-anak sering tidak
terdiagnosis oleh dokter karena gejala awalnya yang tidak begitu jelas dan pada akhirnya sampai
pada gejala lanjut dan traumatis seperti mual, muntah, nyeri perut, sesak nafas, bahkan koma.
Dengan deteksi dini,pengobatan dapat dilakukan sesegera mungkin terhadap penyandang
Diabetes Mellitus sehingga dapat menurunkan risiko kecacatan dan kematian(Pulungan, 2010)

1.2.Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan diabetes melitus tipe 1 (DM juvenile)?

b. Apa etiologi diabetes melitus tipe 1 (DM juvenile)?

c.Bagaimana patofisiologi diabetes mellitus tipe 1 (DM juvenile)

d. Bagaimana penatalaksanaan diabetes mellitus tipe 1 (DM juvenile)

e. Bagaimana pengkajian pada anak dengan diabetes melitus tipe 1 (dm juvenile)?

1
1.3.Tujuan
1.Tujuan Umum

- Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan DM tipe 1 (DM juvenile)?

2.Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pengertian diabetes melitus tipe 1 (DM juvenile)

b. Untuk etiologi diabetes melitus tipe 1 (DM juvenile)

c. Untuk mengetahui patofisiologi tipe 1 (DM juvenile)

d. Untuk mengetahui penatalaksanaan diabetes mellitus tipe 1(DM juvenile)

e. Untuk mengetahui pengkajian pada anak dengan diabetes melitus tipe 1 (DM juvenile).

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1. DEFINISI 

Diabetes mellitus secara definisi adalah keadaan hiperglikemia  kronik. Hiperglikemia ini
dapat disebabkan oleh beberapa keadaan, di antaranya  adalah gangguan sekresi hormon insulin,
gangguan aksi/kerja dari hormon insulin  atau gangguan kedua-duanya (Weinzimer SA, Magge
S. 2005). 

Sebagai negara berkembang, Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup  pesat,


terutama di beberapa daerah tertentu. Pertumbuhan ini juga diikuti dengan  perubahan dalam
masyarakat, baik dalam bidang ilmu pengetahuan, gaya hidup,  perilaku, dan sebagainya.
Namun, perubahan-perubahan ini juga tak luput dari efek  negatif. Salah satu efek negatif yang
timbul dari perubahan gaya hidup masyakarat  modern di Indonesia antara lain adalah semakin
meningkatnya angka kejadian  Diabetes Mellitus (DM) yang lebih dikenal oleh masyarakat
awam sebagai kencing  manis. 

Diabetes Mellitus adalah penyakit metabolik yang bersifat kronik. Oleh karena itu,  onset
Diabetes Mellitus yang terjadi sejak dini memberikan peranan penting dalam  kehidupan
penderita. Setelah melakukan pendataan pasien di seluruh Indonesia  selama 2 tahun, Unit
Kelompok Kerja (UKK) Endokrinologi Anak Ikatan Dokter  Anak Indonesia (IDAI)
mendapatkan 674 data penyandang Diabetes Mellitus tipe 1 di  Indonesia. Data ini diperoleh
melalui kerjasama berbagai pihak di seluruh Indonesia  mulai dari para dokter anak,
endokrinolog anak, spesialis penyakit dalam, perawat  edukator Diabetes Mellitus, data Ikatan
Keluarga Penyandang Diabetes Mellitus Anak  dan Remaja (IKADAR), penelusuran dari catatan
medis pasien, dan juga kerjasama  dengan perawat edukator National University Hospital
Singapura untuk memperoleh  data penyandang Diabetes Mellitus anak Indonesia yang
menjalani pengobatannya di  Singapura.

Data lain dari sebuah penelitian unit kerja koordinasi endokrinologi anak di  seluruh
wilayah Indonesia pada awal Maret tahun 2012 menunjukkan jumlah penderita  Diabetes
Mellitus usia anak-anak juga usia remaja dibawah 20 tahun terdata sebanyak  731 anak. Ilmu
Kesehatan Anak FFKUI (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia)  melansir, jumlah anak

3
yang terkena Diabetes Mellitus cenderung naik dalam beberapa  tahun terakhir ini. Tahun 2011
tercatat 65 anak menderita Diabetes Mellitus, naik 40% dibandingkan tahun 2009. Tiga puluh
duaanak diantaranya terkena Diabetes  Mellitus tipe 2.(Pulungan, 2010) 

Peningkatan jumlah penderita Diabetes Mellitus yang cukup signifikan di  Indonesia ini
perlu mendapatkan perhatian seiring dengan meningkatnya risiko anak  terkena Diabetes
Mellitus. Deteksi dini pada Diabetes Mellitus merupakan hal penting  yang harus dilakukan
untuk menghindari kesalahan atau keterlambatan diagnosis  yang dapat mengakibatkan
kematian. Diabetes Mellitus tipe 1 yang menyerang anak anak sering tidak terdiagnosis oleh
dokter karena gejala awalnya yang tidak begitu  jelas dan pada akhirnya sampai pada gejala
lanjut dan traumatis seperti mual, muntah,  nyeri perut, sesak nafas, bahkan koma. Dengan
deteksi dini, pengobatan dapat  dilakukan sesegera mungkin terhadap penyandang Diabetes
Mellitus sehingga dapat  menurunkan risiko kecacatan dan kematian (Pulungan, 2010) 

International Society of Pediatric and Adolescence Diabetes dan WHO 


merekomendasikan klasifikasi DM berdasarkan etiologi. DM tipe 1 terjadi  disebabkan oleh
karena kerusakan sel β-pankreas. Kerusakan yang terjadi dapat  disebabkan oleh proses autoimun
maupun idiopatik. Pada DM tipe 1 sekresi insulin  berkurang atau terhenti.Sedangkan DM tipe 2
terjadi akibat resistensi insulin. Pada  DM tipe 2 produksi insulin dalam jumlah normal atau
bahkan meningkat. DM tipe 2  biasanya dikaitkan dengan sindrom resistensi insulin lainnya
seperti  obesitas,hiperlipidemia, kantosis nigrikans, hipertensi ataupun hiperandrogenisme 
ovarium (Rustama DS, dkk. 2010). 

Klasifikasi DM berdasarkan etiologi (ISPAD 2009). 

1. DM Tipe-1 (destruksi sel-β) 

a. Immune mediated  

b. Idiopatik 

2. DM tipe-2  

3. DM Tipe lain  

a. Defek genetik fungsi pankreas sel  

4
b. Defek genetik pada kerja insulin 

c. Kelainan eksokrin pankreas  

Pankreatitis; Trauma/pankreatomi; Neoplasia; Kistik fibrosis;  Haemokhromatosis;


Fibrokalkulus pankreatopati; dll. 

d. Gangguan endokrin 

Akromegali; Sindrom Cushing; Glukagonoma; Feokromositoma;  Hipertiroidisme;


Somatostatinoma; Aldosteronoma; dll. 

e. Terinduksi obat dan kimia  

Vakor; Pentamidin; Asam Nikotinik; Glukokortikoid; Hormon tiroid;  Diazoxid; Agonis


-adrenergik; Tiazid; Dilantin; -interferon; dll. 

4. Diabetes mellitus kehamilan  

Sumber: ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2009. 

2.2. ETIOLOGI

Dokter dan para ahli belum mengetahui secara pasti penyebab diabetes tipe 1. Namun yang pasti
penyebab utama diabetes tipe 1 adalah faktor genetik/keturunan.  Resiko perkembangan diabetes
tipe 1 akan diwariskan melalui faktor genetik.

1. Faktor Genetik 

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi  suatu predisposisi
atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I.  Kecenderungan genetik ini ditemukan
pada individu yang memiliki tipe antigen  HLA (human leucosite antigen). HLA merupakan
kumpulan gen yang  bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya. 

2. Faktor-faktor Imunologi 

Adanya respons autotoimun yang merupakan respons abnormal dimana  antibodi terarah pada
jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap  jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah-olah sebagai jaringan asing, yaitu  autoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan
insulin endogen. 

5
3. Faktor lingkungan 

Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan  destruksi sel beta. 

2.3. PATOFISIOLOGI

Perjalanan penyakit ini melalui beberapa periode menurut ISPAD Clinical Practice 
Consensus Guidelines tahun 2009, yaitu: 

⮚ Periode pra-diabetes 

⮚ Periode manifestasi klinis diabetes 

⮚ Periode honey-moon 

⮚ Periode ketergantungan insulin yang menetap. 

1. Periode pra-diabetes 

Pada periode ini gejala-gejala klinis diabetes belum nampak karena baru ada  proses
destruksi sel β-pankreas. Predisposisi genetik tertentu memungkinkan  terjadinya proses
destruksi ini. Sekresi insulin mulai berkurang ditandai dengan  mulai berkurangnya sel β-
pankreas yang berfungsi. Kadar C-peptide mulai  menurun.Pada periode ini autoantibodi mulai
ditemukan apabila dilakukan  pemeriksaan laboratorium. 

2. Periode manifestasi klinis

Pada periode ini, gejala klinis DM mulai muncul.Pada periode ini sudah terjadi  sekitar
90% kerusakan sel β-pankreas. Karena sekresi insulin sangat kurang, maka  kadar gula darah
akan tinggi/meningkat. Kadar gula darah yang melebihi 180  mg/dl akan menyebabkan diuresis
osmotik. Keadaan ini menyebabkan terjadinya  pengeluaran cairan dan elektrolit melalui urin
(poliuria, dehidrasi, polidipsi).  Karena gula darah tidak dapat di-uptake kedalam sel, penderita
akan merasa lapar  (polifagi), tetapi berat badan akan semakin kurus. Pada periode ini penderita 
memerlukan insulin dari luar agar gula darah di-uptakekedalam sel. 

3. Periode honey-moon 

Periode ini disebut juga fase remisi parsial atau sementara. Pada periode ini sisa sisa sel
β-pankreas akan bekerja optimal sehingga akan diproduksi insulin dari  dalam tubuh sendiri.

6
Pada saat ini kebutuhan insulin dari luar tubuh akan  berkurang hingga kurang dari 0,5 U/kg
berat badan/hari. Namun periode ini hanya  berlangsung sementara, bisa dalam hitungan hari
ataupun bulan, sehingga perlu  adanya edukasi ada orang tua bahwa periode ini bukanlah fase
remisi yang  menetap. 

4. Periode ketergantungan insulin yang menetap.

Periode ini merupakan periode  terakhir dari penderita DM. Pada periode ini penderita
akan membutuhkan insulin  kembali dari luar tubuh seumur hidupnya. 

Tanda dan gejala dalam diagnosis 

Diagnosis diabetes seringkali salah, disebabkan gejala-gejala awalnya tidak  terlalu khas
dan mirip dengan gejala penyakit lain. Beberapa gejala yang sering menjadi  tanda dan gejala
dalam diagnosis DM tipe 1 pada anak di antaranya adalah: 

1. Sering kencing: kemungkinan diagnosisnya adalah infeksi saluran kemih atau  terlalu banyak
minum (selain DM). Variasi dari keluhan ini adalah adanya  enuresis (mengompol) setelah
sebelumnya anak tidak pernah enuresis lagi. 

2. Berat badan turun atau tidak mau naik: kemungkinan diagnosis adalah asupan  nutrisi yang
kurang atau adanya penyebab organik lain. Hal ini disebabkan  karena masih tingginya kejadian
malnutrisi di negara kita. Sering pula dianggap  sebagai salah satu gejala tuberkulosis pada anak.

3. Sesak nafas: kemungkinan diagnosisya adalah bronkopnemonia. Apabila disertai  gejala


lemas, kadang juga didiagnosis sebagai malaria. Padahal gejala sesak  nafasnya apabila diamati
pola nafasnya adalah tipe Kusmaull (nafas cepat dan  dalam) yang sangat berbeda dengan tipe
nafas pada bronkopnemonia. Nafas  Kusmaull adalah tanda dari ketoasidosis. 

4. Nyeri perut: seringkali dikira sebagai peritonitis atau apendisitis. Pada penderita  DM tipe 1,
nyeri perut ditemui pada keadaan ketoasidosis. 

5. Tidak sadar: keadaan ketoasidosis dapat dipikirkan pada kemungkinan diagnosis  seperti
malaria serebral, meningitis, ensefalitis, ataupun cedera kepala (Brink SJ, dkk. 2010) .

7
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada DM tipe 1 dan 2 umumnya tidak  jauh
berbeda:

a) Glukosa darah : meningkat 200 - 100mg/dL 

b) Aseton plasma (keton) : + secara mencolok 

c) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat 

d) Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l

e) Elektrolit : 

· Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun 

· Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler), selanjutnya  akan menurun. 

· Fosfor : lebih sering menurun 

f) Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang  mencerminkan
control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir ( lama  hidup SDM) dan karenanaya sangat
bermanfaat untuk membedakan DKA  dengan control tidak adekuat versus DKA yang
berhubungan dengan insiden  ( mis, ISK baru) 

g) Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada  HCO3 ( asidosis
metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik. 

h) Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis :  hemokonsentrasi


;merupakan respon terhadap stress atau infeksi. 

i) Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/ penurunan  fungsi ginjal)

j) Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya  pancreatitis akut sebagai
penyebab dari DKA. 

k) Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada ( pada tipe 1)  atau normal
sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi  insulin/ gangguan dalam
penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten  insulin dapat berkembang sekunder terhadap
pembentukan antibody .(autoantibody) 

8
l) Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat  meningkatkan glukosa
darah dan kebutuhan akan insulin. 

m) Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin  meningkat. 

n) Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih,  infeksi pernafasan
dan infeksi pada luka. 

Diabetes melitus ditegakkan berdasarkan ada tidaknya gejala. Bila dengan  gejala
(polidipsi, poliuria, polifagia), maka pemeriksaan gula darah abnormal satu  kali sudah dapat
menegakkan diagnosis DM. Sedangkan bila tanpa gejala, maka  diperlukan paling tidak 2 kali
pemeriksaan gula darah abnormal pada waktu yang  berbeda (Rustama DS, dkk. 2010; ISPAD
Clinical Practice Consensus Guidelines  2009). 

Kriteria hasil pemeriksaan gula darah abnormal adalah:  

1. Kadar gula darah sewaktu >200 mg/dl atau 

2. Kadar gula darah puasa >126 mg/dl atau 

3. Kadar gula darah 2 jam postprandial >200 mg/dl.  

Untuk menegakkan diagnosis DM tipe 1, maka perlu dilakukan pemeriksaan  penunjang,


yaitu C-peptide <0,85 ng/ml. C-peptide ini merupakan salah satu  penanda banyaknya sel β-
pankreas yang masih berfungsi. Pemeriksaan lain  adalah adanya autoantibodi, yaitu Islet cell
autoantibodies (ICA), Glutamic acid  decarboxylase autoantibodies (65K GAD), IA2 (dikenal
sebagai ICA 512 atau  tyrosine posphatase) autoantibodiesdan Insulin autoantibodies (IAA).
Adanya  autoantibodi mengkonfirmasi DM tipe 1 karena proses autoimun. Sayangnya 
pemeriksaan autoantibodi ini relatif mahal (Rustama DS, dkk. 2010; ISPAD  Clinical Practice
Consensus Guidelines 2009). 

2.4. PENATALAKSANAAN

1. Berikan penjelasan kepada keluarga mengenai penyakitnya, apa yang  menyebabkan,


pengobatan, komplikasi dan pencegahannya. 

2. Berikan penjelasan mengenai penggunaan insulin yang tepat. 

3. Anjurkan klien untuk selalu menyediakan permen dan mengenali tanda-tanda  hipodlikemia. 
9
4. Berikan penjelasan mengenai tanda-tanda pertumbuuhan dan perkembangan  yang ditoleransi
klien. 

5. Anjurkan keluarga klien mencatat hasil pemeriksaan gula darah dan  berkonsultasi dengan
pelayan kesehatan untuk mengontrol gula darah secara  berkala 

Tatalaksana pasien dengan DM tipe 1 tidak hanya meliputi pengobatan berupa  pemberian
insulin. Ada hal-hal lain selain insulin yang perlu diperhatikan dalam  tatalaksana agar penderita
mendapatkan kualitas hidup yang optimal dalam jangka  pendek maupun jangka panjang
(Rustama DS, dkk. 2010; ISPAD Clinical Practice  Consensus Guidelines. 2009) 

Terdapat 5 pilar manajemen DM tipe 1, yaitu: 

1. Insulin 

2. Diet  

3. Aktivitas fisik/exercise 

4. Edukasi 

5. Monitoring kontrol glikemik 

1. Insulin  

Insulin merupakan terapi yang mutlak harus diberikan pada penderita DM Tipe 1.  Dalam
pemberian insulin perlu diperhatikan jenis insulin, dosis insulin, regimen  yang digunakan, cara
menyuntik serta penyesuaian dosis yang diperlukan.

a. Jenis insulin: kita mengenal beberapa jenis insulin, yaitu insulin kerja cepat,  kerja
pendek, kerja menengah, kerja panjang, maupun insulin campuran  (campuran kerja
cepat/pendek dengan kerja menengah). Penggunaan jenis  insulin ini tergantung regimen yang
digunakan. 

b. Dosis insulin: dosis total harian pada anak berkisar antara 0,5-1 unit/kg  berat badan
pada awal diagnosis ditegakkan. Dosis ini selanjutnya akan diatur  disesuaikan dengan faktor-
faktor yang ada, baik pada penyakitnya maupun  penderitanya. 

10
c. Regimen: kita mengenal dua macam regimen, yaitu regimen konvensional  serta
regimen intensif. Regimen konvensional/mix-split regimen dapat berupa  pemberian dua kali
suntik/hari atau tiga kali suntik/hari. Sedangkan regimen  intensif berupa pemberian regimen
basal bolus. Pada regimen basal bolus  dibedakan antara insulin yang diberikan untuk
memberikan dosis basal  maupun dosis bolus. 

d. Cara menyuntik: terdapat beberapa tempat penyuntikan yang baik dalam hal 
absorpsinya yaitu di daerah abdomen (paling baik absorpsinya), lengan atas,  lateral paha.
Daerah bokong tidak dianjurkan karena paling buruk  absorpsinya. 

e. Penyesuaian dosis: Kebutuhan insulin akan berubah tergantung dari beberapa  hal,
seperti hasil monitor gula darah, diet, olahraga, maupun usia pubertas  terkadang kebutuhan
meningkat hingga 2 unit/kg berat badan/hari), kondisi  stress maupun saat sakit. 

2. Diet  

Secara umum diet pada anak DM tipe 1 tetap mengacu pada upaya untuk 
mengoptimalkan proses pertumbuhan. Untuk itu pemberian diet terdiri dari 50- 55% karbohidrat,
15-20% protein dan 30% lemak. Pada anak DM tipe 1 asupan  kalori perhari harus dipantau ketat
karena terkait dengan dosis insulin yang  diberikan selain monitoring pertumbuhannya.
Kebutuhan kalori  perhari sebagaimana kebutuhan pada anak sehat/normal. Ada beberapa
anjuran  pengaturan persentase diet yaitu 20% makan pagi, 25% makan siang serta 25% makan
malam, diselingi dengan 3 kali snack masing-masing 10% total kebutuhan  kalori perhari.
Pemberian diet ini juga memperhatikan regimen yang digunakan.  Pada regimen basal bolus,
pasien harus mengetahui rasio insulin: karbohidrat  untuk menentukan dosis pemberian insulin. 

3. Aktivitas fisik/ Exercise 

Anak DM bukannya tidak boleh berolahraga. Justru dengan berolahraga  akan membantu
mempertahankan berat badan ideal, menurunkan berat  badan apabila menjadi obes serta
meningkatkan percaya diri. Olahraga akan  membantu menurunkan kadar gula darah serta
meningkatkan sensitivitas tubuh  terhadap insulin. Namun perlu diketahui pula bahwa olahraga
dapat  meningkatkan risiko hipoglikemia maupun hiperglikemia (bahkan  ketoasidosis).
Sehingga pada anak DM memiliki beberapa persyaratan yang harus  dipenuhi untuk menjalankan

11
olahraga, di antaranya adalah target gula darah yang  diperbolehkan untuk olahraga, penyesuaian
diet, insulin serta monitoring gula  darah yang aman. 

Apabila gula darah sebelum olahraga di atas 250 mg/dl serta didapatkan  adanya ketonemia maka
dilarang berolahraga. Apabila kadar gula darah di bawah  90 mg/dl, maka sebelum berolahraga
perlu menambahkan diet karbohidrat untuk  mencegah hipoglikemia. 

4. Edukasi 

Langkah yang tidak kalah penting adalah edukasi baik untuk penderita  maupun orang
tuanya. Keluarga perlu diedukasi tentang penyakitnya,  patofisiologi, apa yang boleh dan tidak
boleh pada penderita DM,  insulin (regimen, dosis, cara menyuntik, lokasi menyuntik serta efek
samping  penyuntikan), monitor gula darah dan juga target gula darah ataupun HbA1c  yang
diinginkan. 

5. Monitoring kontrol glikemik  

Monitoring ini menjadi evaluasi apakah tatalaksana yang diberikan sudah  baik atau
belum. Kontrol glikemik yang baik akan memperbaiki kualitas hidup  pasien, termasuk
mencegah komplikasi baik jangka pendek maupun jangka  panjang. Pasien harus melakukan
pemeriksaan gula darah berkala dalam  sehari.Setiap 3 bulan memeriksa HbA1c. Di samping itu,
efek samping  pemberian insulin, komplikasi yang terjadi, serta pertumbuhan dan  perkembangan
perlu dipantau.

Tabel Target kontrol metabolik pada anak dengan DM tipe 1

Target Baik  Baik  Sedang  Kurang

metabolik sekali

Preprandial <120  <140  <180  >180

mg/dL mg/dL

Postprandial <140  <200  <240  >240

Urin -  -  + -  >+

12
reduksi

HbA1c <7%  7-7.9%  8-9%  >10%

Sumber: Rustama DS, dkk. 2010. 

BAB III

13
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1.Pengkajian

Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes mellitus dilakukan
mulai  dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, keadaan umum pasien, tanda-tanda vital, 
riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan 
fisik, pola kegiatan sehari-hari. 

a. Identitas 

Merupakan identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, 
alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa  medis.
Identitas ini digunakan untuk membedakan klien satu dengan yang lain. Jenis  kelamin, umur dan
alamat dan lingkungan kotor dapat mempercepat atau memperberat  keadaan penyakit infeksi. 

b. Keluhan utama 

Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk RS. 

DS : 

– Klien mengeluh sering kesemutan. 

– Klien mengeluh sering buang air kecil saat malam hari 

– Klien mengeluh sering merasa haus 

– Klien mengeluh mengalami rasa lapar yang berlebihan (polifagia)

– Klien mengeluh merasa lemah 

– Klien mengeluh pandangannya kabur 

DO : 

– Klien tampak lemas. 

– Terjadi penurunan berat badan 

– Tonus otot menurun 

14
– Terjadi atropi otot 

– Kulit dan membrane mukosa tampak kering 

– Tampak adanya luka ganggren 

– Tampak adanya pernapasan yang cepat dan dalam 

c. Keadaan Umum 

Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran kualitatif atau  GCS dan
respon verbal klien.

d. Tanda-tanda Vital 

Meliputi pemeriksaan: 

 Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji tekanan nadi, dan 
kondisi patologis. Biasanya pada DM type 1, klien cenderung memiliki TD yang
meningkat/ tinggi/ hipertensi. 
 Pulse rate 
 Respiratory rate 
 Suhu 

e.Pemeriksaan Fisik 

Pemeriksaan fisik pada penyakit ini biasanya didapatkan : 

· Inspeksi : kulit dan membrane mukosa tampak kering, tampak adanya atropi otot,  adanya luka
ganggren, tampak pernapasan cepat dan dalam, tampak adanya  retinopati, kekaburan
pandangan. 

· Palpasi : kulit teraba kering, tonus otot menuru. 

· Auskultasi : adanya peningkatan tekanan darah. 

f. Pemeriksaan penunjang 

a) Glukosa darah : meningkat 200-100mg/dL 

b) Aseton plasma (keton) : (+) secara mencolok 

15
c) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat 

d) Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l

e) Elektrolit : 

· Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun 

· Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler),

· Fosfor : lebih sering menurun 

f) Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang  mencerminkan
control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir ( lama hidup SDM)  dan karenanaya sangat
bermanfaat untuk membedakan DKA dengan control tidak  adekuat versus DKA yang
berhubungan dengan insiden ( mis, ISK baru) 

g) Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3 (asidosis
metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik. 

h) Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis :  hemokonsentrasi


;merupakan respon terhadap stress atau infeksi.

i) Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/ penurunan fungsi  ginjal) 

j) Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pancreatitis akut  sebagai
penyebab dari DKA. 

k) Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada ( pada tipe 1) atau  normal
sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/  gangguan dalam
penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin dapat  berkembang sekunder terhadap
pembentukan antibody .( autoantibody) 

l) Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat meningkatkan  glukosa
darah dan kebutuhan akan insulin. 

m) Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat. n) Kultur
dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi  pernafasan dan
infeksi pada luka. 

16
g. Riwayat Kesehatan 

· Riwayat Kesehatan Keluarga ?

. Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ? 

· Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya 

Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin  jenis apa,
bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang  dilakukan klien untuk
menanggulangi penyakitnya. 

Hal – hal yang biasanya didapat dari pengkajian pada klien dengan diabetes mellitus :

1. Aktivitas/ Istirahat : Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.

2. Sirkulasi : Adakah riwayat hipertensi, AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas,
ulkus pada  kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah 

3. Integritas Ego : Stress, ansietas 

4. Eliminasi : Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare 

5. Makanan / Cairan : Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan,
haus, penggunaan  diuretik. 

6. Neurosensori: Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot,


parestesia,gangguan  penglihatan. 

7. Nyeri / Kenyamanan : Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat) 

8. Pernapasan : Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)

9. Keamanan : Kulit kering, gatal, ulkus kulit. 

3.2. DIAGNOSA KEPERAWATAN 

Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan DM type 1 meliputi:

17
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury (biologi,fisik,psikologis)
2. Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi, hipoventilasi, nyeri, disfungsi neuromuscular
3. Defisit volume cairan b.d kehilangan volume cairan secara aktif, kegagalan mekanisme
regulasi.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan untuk mengabsorpsi
nutrien
5. Kerusakan integritas kulit b.d perubahan status metabolic, perubahan sirkulasi dan
perubahan sensasi.
6. Gangguan pola tidur b.d ansietas, stimulasi yang berlebihan, pengobatan
7. Resiko infeksi b.d tindakan atau prosedur pembedahan, prosedur invasif

3.3. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury (biologi,fisik,psikologis)

Intervensi 

a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,


frekuensi, dan factor presipitasi.
b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
c. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
d. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
e. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
f. Evaluasi ketidakefektifan mengurangi nyeri
g. Tingkatkan istirahat

2. Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi, hipoventilasi, nyeri, disfungsi neuromuscular

Intervensi 

a. Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
b. Posisikan klien untuk memastikan ventilasi
c. Pasang mayo jika perlu
d. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
e. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

18
f. Berikan bronkodilator jika perlu
g. Monitor respirasi dan status O2

3. Defisit volume cairan b.d kehilangan volume cairan secara aktif, kegagalan mekanisme
regulasi

Intervensi

a. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat


b. Monitor status hidrasi (kelembapan membrane, nadi, TD, ortostatik)
c. Monitor vital sign
d. Monitor status gizi
e. Dorong masukan oral(sedikit tapi sering)
f. Dorong keluarga untuk memberi klien makan

4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan untuk


mengabsorpsi nutrien

Intervensi 

a. Kaji adanya alergi makanan


b. Berikan makanan yang terpilih (dari ahli gizi)
c. Monitor lingkungan selama makan
d. Monitor adanya penurunan BB
e. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva

5. Kerusakan integritas kulit b.d perubahan status metabolic, perubahan sirkulasi dan
perubahan sensasi.

Intervensi 

a. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar


b. Mobilisasi klien setiap 2 jam sekali (ubah posisi)
c. Monitor kulit adanya kemerahan
d. Oleskan lotion atau minyak pada daerah yang tertekan
e. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien

19
6. Gangguan pola tidur b.d ansietas, stimulasi yang berlebihan, pengobatan

Intervensi

a. Tentukan efek samping pengobatan pada pola tidur pasien

b. Pantau pola tidur klien dan catat hubungan factor fisik

c. Jelaskan pentingnya tidur atau istirahat yang adekuat saat sakit

d. Ajarkan klien dan orang lain tentang factor-faktor yang dapat berpengaruh pada
gangguan pola tidur

e. Hindari suara keras, berikan lingkungan yang tenang, damai dan minimalkan
gangguan.

7. Resiko infeksi b.d tindakan atau prosedur pembedahan, prosedur invasif

Intervensi

a. Bersihkan lingkungan setelah dipakai klien lain

b. Pertahankan teknik isolasi

c. Batasi pengunjung bila perlu

d. Gunakan sabun antimikroba untuk cuci tangan

e. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan asepsis

f. Gunakan baju, handscoon, sebagai APD

g. Pertahankan lingkungan aseptic selama perawatan luka

h. Kelola pemberian terapi farmakologi

3.4 Intervensi Keperawatan Berdasarkan Artikel Jurnal Penelitian

20
Judul: Analisis Intervensi Senam Diabetes Dalam Upaya Menurunkan Kadar Gula Darah

Oleh : Enni Hastuti

Akademi Keperawatan Pelni Jakarta

Email : hastutieni58@gmail.com

Tahun : Juni 2020

e-ISSN: 2684-8988

Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh senam diabetes terhadap
penurunan kadar glukosa darah pada penderita diabetes. Jenis penelitian quasy experiment
design rancangan non equivalent control group design sederhana dengan pendekatan studi kasus.
Hasil penelitian studi kasus yang telah dilakukan dalam 5 hari selama 30 menit, menunjukkan
bahwa senam diabetes efektif menurunkan kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus
sebesar 7,1%. Simpulan, Senam diabetes yang dilakukan selama 5 hari berturut-turut efektif
menurunkan kadar glukosa darah pada penderita diabetes.

Hasil Penelitian :

Program pemerintah dalam pengendalian penyakit diabetes mellitus di dalam Depkes,


yaitu dengan (1) melakukan pendekatan terhadap faktor risiko penyakit tidak menular
terintegrasi di fasilitas pelayanan primer, seperti peningkatan tata laksana faktor risiko utama
(konseling berhenti merokok, obesitas, dyslipidemia, hipertensi) di fasilitas pelayanan dasar
(puskesmas, dokter keluarga, praktik swasta). (2) posbindu PTM (Pos Pembinaan Terpadu
Penyakit Tidak Menular). Merupakan program pengendalian penyakit tidak menular berbasis
masyarakat yang bertujuan meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap faktor risiko, baik
terhadap dirinya, keluarga dan masyarakat lingkungan sekitarnya. (3) CERDIK dan PATUH di
posbindu PTM dan Balai Gaya Hidup Sehat. Program patuh yaitu

P : Periksa kesehatan secara rutin dan ikuti anjuran dokter,

A : atasi penyakit dengan pengobatan yang tepat dan teratur,

T : tetap diit sehat dengan gizi seimbang,

U : upayakan beraktifitas fisik dengan aman,


21
H : hindari rokok, alcohol dan zat karsinogenik lainnya (Kemenkes RI, 2014).

Program CERDIK merupakan pesan singkatan gaya hidup seha

t yang disampaikan di lingkungan sekolah, yaitu

C : cek kondisi kesehatan secara berkala,

E : enyahkan asap rokok,

R : rajin aktifitas fisik,

D : diit sehat dengan kalori seimbang,

I : istirahat yang cukup,

K : kendalikan stress.

Beban penyakit Diabetes Mellitus sangatlah besar apalagi bila terjadi komplikasi. Upaya
pengendalian diabetes menjadi tujuan yang sangat pending dalam mengendalikan dampak
komplikasi yang menyebabkan beban yang sangat berat baik bagi individu, keluarga maupun
pemerintah (Kemenkes RI, 2014).

Upaya penanganan pada pasien diabetes melitus sekaligus juga pencegahan terjadinya
komplikasi adalah melakukan upaya pengendalian DM yang salah satu teraturnya pasien DM
dalam melakukan aktifitas berolahraga. Dengan berolahraga diharapkan memperbaiki
sensitivitas insulin sehingga dapat memperbaiki kadar gula dalam darah. Aktifitas fisik yang juga
sering dianjurkan adalah senam diabetes melitus (Salindeho, 2016).

Aktivitas fisik merupakan salah satu pilar penatalaksanaan DM, berdasarkan keterangan
tersebut maka dapat dikatakan bahwa salah satu solusi untuk menurunkan kadar gula darah
adalah dengan melakukan olahraga seperti senam. Senam adalah menggerakkan badan dengan
gerakan tertentu seperti menggeliat, menggerakkan dan meregangkan anggota badan (KBBI,
2019). Salah satu manfaat senam adalah mencegah kegemukan dengan cara membakar kalori
tubuh sehingga glukosa darah bisa terpakai untuk energi (Damayanti, 2015).

22
Penelitian Sanjaya & Huda (2016) menunjukkan bahwa senam diabetes dapat
menurunkan kadar gula darah yang dilakukan secara rutin 3 kali dalam 1 minggu dengan durasi
15-40 menit. Setelah dilakukan senam diabetes dari 47 sampel selama 1 minggu, didapatkan 37
responden mengalami penurunan kadar gula darah, dan 10 responden mengalami kenaikan kadar
gula darah dikarenakan tidak mengontrol pola makan/diet. Penelitian yang dilakukan oleh Rahim
(2015) menunjukkan adanya pengaruh gerakan fisik terhadap penuruna kadar gula darah
sewaktu.

Dwi (2018) hasil uji statistik chi square menunjukkan senam diabetes efektif terhadap
pengendalian kadar gula darah pada penderita Diabetes Melitus dengan (p =0.018). Berdasarkan
penelitian ini disarankan bagi Puskesmas untuk dapat melakukan upaya pengendalian kadar gula
darah pada penderita diabetes melitus dengan teknik non farmakologis salah satunya dengan
senam diabetes.

Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Dahlan et al., (2018) mengenai
pengaruh prolanis terhadap pengendalian gula darah terkontrol pada penderita DM di Puskesmas
Sudiang kota Makassar di peroleh hasil terdapat korelasi kuat sebesar 0,913 atau 91,3%
pengaruh prolanis dalam pengendalian gula darah terkontrol di Puskesmas Sudiang. Berdasarkan
berbagai data penelitian diatas, perawat sejak awal berperan dalam mengarahkan pemanfaatan
terapi latihan fisik bagi penderita diabetes. Peran perawat komunitas juga dapat mengkaji dan
meneliti jenis kegiatan jasmani yang aman dan berdampak positif bagi pasien diabetes dalam
pengontrolan glukosa meliputi jenis gerakan yang aman intensitas yang optimal dan durasi yang
berpengaruh terhadap control glukosa darah penderita diabetes. Aktifitas latihan yang bisa
dilakukan adalah aktifitas yang tidak membahanyakan dan bebas dari risiko cidera.

Penelitian Lindawati (2019) menyatakan bahwa ada perbedaan yang signifikan rata-rata
gula darah sewaktu antara sebelum dan setelah intervensi. Manfaat olahraga pada diabetisi antara
lain meningkatkan penurunan kadar glukosa darah, mencegah kegemukan, ikut berperan dalam
mengatasi kemungkinan terjadinya komplikasi aterogenik, gangguan lipid darah, peningkatan
tekanan darah, hiperkoagulasi darah. Keadaan-keadaan ini mengurangi risiko penyakit jantung
coroner (PJK) dan meningkatkan kualitas hidup diabetes dengan meningkatnya kemampuan
kerja dan juga memberikan keuntungan secara psikologis. (Lindawati, 2019).

23
Senam diabetes dilakukan untuk menurunkan dan mengontrol kadar gula darah pada
penderita diabetes mellitus, setelah diberikan intervensi senam diabetes didapatkan hampir
seluruhnya penderita diabetes mengalami penurunan kadar gula darah, hal ini dikarenakan pada
saat melakukan senam terjadi peningkatan pemakaian glukosa oleh otot, senam juga untuk
membakar kalori tubuh sehingga glukosa darah bisa terpakai untuk energi. Dalam mengontrol
dan menurunkan kadar gula darah dipengaruhi oleh beberapa faktor lainya juga seperti berat
badan, pendidikan dan faktor umur, dengan mengontrol pola makan/diet, meningkatkan
pengetahuan tentang kesehatan, memberikan latihan fisik yaitu dengan senam diabetes yang
dapat mengontrol dan menurunkan kadar gula darah sebagai modal pengobatan kedua (Sanjaya
& Huda, 2016).

Melakukan olahraga yang baik dan teratur membuat peningkatan aliran ke otot dengan
cara pembukaan kapiler (pembuluh darah kecil di otot) dan hal tersebut akan menurunkan
tekanan pada otot yang pada gilirannya akan meningkatkan penyediaan dalam jaringan otot itu
sendiri. Senam diabetes merupakan jenis senam aerobic low impact yang ditekankan pada
gerakan ritmik otot, sendi, vaskuler dan saraf dalam benruk peregangan dan relaksasi. Upaya
berikut sangat tepat dalam menangani pasien diabetes melitus sekaligus juga mencegah
terjadinya komplikasi dengan mengendalikan diabetes melitus penderita (Salindeho et al.,
2016).

BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Diabetes mellitus secara definisi adalah keadaan hiperglikemia  kronik. Hiperglikemia ini
dapat disebabkan oleh beberapa keadaan, di antaranya  adalah gangguan sekresi hormon insulin,

24
gangguan aksi/kerja dari hormon insulin  atau gangguan kedua-duanya (Weinzimer SA, Magge S.
2005). 

Sebagai negara berkembang, Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup  pesat,


pertumbuhan ini juga diikuti dengan  perubahan dalam masyarakat, baik dalam bidang ilmu
pengetahuan, gaya hidup,  perilaku, dan sebagainya. Namun, perubahan-perubahan ini juga tak
luput dari efek  negatif. Salah satu efek negatif yang timbul dari perubahan gaya hidup
masyakarat  modern di Indonesia antara lain adalah semakin meningkatnya angka kejadian 
Diabetes Mellitus (DM) yang lebih dikenal oleh masyarakat awam sebagai kencing 
manis. Setelah melakukan pendataan pasien di seluruh Indonesia  selama 2 tahun, Unit
Kelompok Kerja (UKK) Endokrinologi Anak Ikatan Dokter  Anak Indonesia (IDAI)
mendapatkan 674 data penyandang Diabetes Mellitus tipe 1 di  Indonesia. Data ini diperoleh
melalui kerjasama berbagai pihak di seluruh Indonesia  mulai dari para dokter anak,
endokrinolog anak, spesialis penyakit dalam, perawat  edukator Diabetes Mellitus, data Ikatan
Keluarga Penyandang Diabetes Mellitus Anak  dan Remaja (IKADAR)

4.2. Saran

Sebagai salah satu tenaga kesehatan, khususnya perawat yang sering bersama dengan
pasien tentunya harus mampu untuk melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan DM.
Diagnosa keperawatan yang dapat ditemukan dari anak dengan DM yaitu: Nyeri akut, pola nafas
tidak efektif, defisit volume cairan, perubahan nutris N i kurang dari kebutuhan tubuh,
kerusakan integritas kulit, perubahan sirkulasi dan perubahan sensasi, resiko infeksi. Oleh karena
itu sebagai seorang perawat harus mampu memberikan asuhan keperawatan untuk
mengembalikan kondisi pasien ke keadaan yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Brink SJ, Lee WRW, Pillay K, Kleinebreil (2010).Diabetes in children and adolescents,
basic  training manual for healthcare professionals in developing countries, 1sted. Argentina: 
ISPAD, h 20-21.  

Weinzimer SA, Magge S (2005). Type 1 diabetes mellitus in children. Dalam: Moshang
T Jr.  Pediatric endocrinology. Philadelphia: Mosby Inc, h 3-18. 

25
Rustama DS, Subardja D, Oentario MC, Yati NP, Satriono, Harjantien N
(2010).Diabetes  Melitus. Dalam: Jose RL Batubara Bambang Tridjaja AAP Aman B. Pulungan,
editor.  Buku Ajar Endokrinologi Anak, Jakarta: Sagung Seto 2010, h 124-161. 

ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2009. Pediatric Diabetes 2009: 10.
http://repository.maranatha.edu/3415/3/0910085_Chapter1.pdf (Diakses pada tanggal 1  Maret
2015)

Dwi, C, R. (2018). Efektifitas Pemberian Latihan Fisik : Senam Diabetes terhadap


Pengendalian Kadar Gula Darah pada Penderita Diabetes Melitus. Jurnal Ilmu Kesehatan (JIK),
2(2)

Haskas, Y., & Nurbaya, S. (2019). Upaya Peningkatan Kulitas Hidup Penderita DM
dengan Memberikan Pelatihan Senam Diabetes. Indonesian Journal of Community Dedication
(IJCD), 1(1), 14-18

Gusti, R. R, Septi, F. (2015). Senam Kaki Diabetes Menurunkan Kadar Gula Darah
Pasien Diabetes Mellitus Tipe. Journal of Ners Community 6(2), 189 – 19

Padila, P. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika

26

Anda mungkin juga menyukai