Anda di halaman 1dari 28

Text Book Reading

AGONIS DAN ANTAGONIS


ADRENERGIK
Sumber: Clinical Anesthesiology, Morgan, G. Edward, Jr, MD, chapter 12, p.242 – 354

Pembimbing:
DR. Dr. Nazaruddin Umar SpAn, KNA

Oleh:
Dr. Wulan Fadinie
19850306 2010 2 002

MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK


PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum,
Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
kekuatan kepada saya dalam menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya.Tujuan
penyusunan makalah ini ialah sebagai salah satu tugas magister kedokteran pada
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif FK USU.

Dalam makalah ini mencoba menjelaskan tentang AGONIS DAN ANTAGONIS


ADRENERGIK. Penyusun mengucapkan terima kasih kepada DR. Dr. Nazaruddin
Umar SpAn, KNA yang telah meluangkan waktu dalam mengkoreksi makalah ini
selaku pembimbing pada TBR saya kali ini.

Penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu
saran dan masukan yang membangun sangat kami harapkan.Semoga makalah ini
bermanfaat bagi yang membacanya.

Medan, April
2011
Wassalam,

Penyusun

Universitas Sumatera Utara


ADRENERGIK AGONIS DAN ANTAGONIS

Tiga bab sebelumnya membahas farmakologi dari obat yang mempunyai afek
aktifitas kolinergik. Bab ini memperkenalkan sebuah kelompok analog dari obat yang
berinteraksi pada reseptor adrenergik-adrenoseptor. Efek klinis dari obat ini dapat
dipahami dari sebuah pengertian bahwa fisiologis adrenoseptor dan sebuah
pengetahuan dari mana reseptor pada setiap obat diaktifkan atau diblok.

gambar 12-1. sistem saraf simpatis. Inervasi organ, tipe reseptor, dan respon
stimulasi. Asal mulanya rantai simpatis adalah torakoabdominal (T1-L3) medula
spinalis, sama dengan distribusi kraniosakral dari sistem saraf parasimpatis.

Universitas Sumatera Utara


Perbedaan anatomis lainnya adalah jarak yang hebat dari ganglion simpatis ke
struktur viseral.

FISIOLOGI ADRENOSEPTOR

Terminologi adrenergik asalnya merujuk kepada efek dari epinefrin (adrenaline),


yang sama dengan efek kolinergik dari asetilkolin. Sekarang telah diketahui bahwa
norepinefrin (noradenalin) adalah neurotransmiter yang bertanggung jawab kepada
hampir seluruh aktifitas adrenergik dari sistem saraf simpatis. Dengan beberapa
pengecualian, yaitu pengeluaran kelenjar keringat dan beberapa pembuluh darah,
norepinefrin dilepaskan oleh serat simpatis postganglionik pada jaringan akhir organ.
Berbeda halnya, seperti dijelaskan pada bab 10, asetilkolin dilepaskan oleh serat
simpatis preganglionik dan seluruh serat parasimpatis.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 12-2. Sintetis dari norepinefrin. Hidroksilasi dari tirosin ke dopa adalah
langkah pembatasan. Dopamine mudah ditransport ketempat penyimpanan.
Norepinefrin dapat dirubah ke epinefrin pada medula adrenal.

Norepnefrin disintesis di sitoplasma dan dihantar melalui vesikel serat simpatis


postganglionik. Setelah dibebaskan melalui proses dari eksositosis, aksi dari
norepinefrin diterminasi dengan mengambil kembali ke ujung saraf dari
postganlionik (diinhibisi oleh anti depresan trisiklik), difusi dari tempat reseptor, atau
metabolisme oleh oksidasi monoamin (diinhibisi oleh inhibitor oksidasi monoamin)
dan katekol-0-metiltransferase. Aktivasi adrenergik yang berlama-lama berakibat
pada desensitasi dan kurangnya respon untuk stimulasi lebih lanjut.

Kerja obat adrenergik dapat dibagi dalam 7 jenis:

1. Perangsangan perifer terhadap otot polos pembuluh darah kulit dan mukosa,
dan terhadap kelenjar liur dan keringat.
2. Penghambatan perifer terhadap otot polos usus, bronkus, dan pembuluh darah
otot rangka.
3. Perangsangan jantung, dengan akibat peningkatan denyut jantung dan
kekuatan kontraksi.
4. Perangsangan SSP, misalnya perangsangan pernafasan, peningkatan
kewaspadaan, aktifitas psikomotor, pengurangan nafsu makan.
5. Efek metabolik, misalnya peningkatan glikogenolisis di hati dan otot, lipolisis
lemak dan pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak.
6. Efek endokrin, misalnya mempengaruhi sekresi insulin, renin dan hormon
hipofisis.
7. Efek prasinaptik, dengan akibat hambatan atau peningkatan pelepasan
neurotransmitter NE dan Ach 2

Obat adrenergik terbagi menjadi dua, kerja langsung dan kerja tidak langsung.
Obat adrenergik kerja langsung bekerja secara langsung pada reseptor adrenergik di
membran sel efektor. Jadi, efek suatu obat adrenergik dapat diduga bila duketahui
reseptor mana yang terutama dipengaruhi oleh obat tersebut. Obat adrenergik kerja
tidak langsung menimbulkan efek adrenergik melalui pelepasan NE yang tersimpan
dalam ujung saraf adrenergik.2

Universitas Sumatera Utara


Reseptor adrenergik dibagi pada dua kategori umum: α dan β. Yang masing-
masingnya telah dibagi lebih lanjut menjadi dua subtipe: α 1 dan α 2 , β 1 dan β 2 dan β 3 .
Reseptor α telah dibagi lebih lanjut menggunakan teknik kloning molekul menjadi
α 1A , α 1B , α 1D , α 2A , α 2B , α 2C . reseptor ini dihubungkan ke protein-G reseptor
heterotrimerik dengan sub unit α, β, dan γ. Adrenoseptor yang berbeda dihubungkan
melalui protein-G yang spesifik, masing-masing dengan efektor yang unik, tetapi
masing-masing menggunakan guanosine trifosfat (GTP) sebagai kofaktor. α 1
berhubungan dengan Gq, yang mengaktifkan fosfolipase, α 2 berhubungan dengan Gs,
yang mengaktivasi adenilat siklase.

Gambar 12-3. Metabolisme sequential dari norepinefrin dan epinefrin. Monoamin


oksidase (MAO) dan katekol-O-metiltransferase (COMT) memproduksi sebuah
produk akhir yang sama, asam vanililmandelik (VMA).

Universitas Sumatera Utara


Simpatomimetik, menghasilkan efek farmakologiknya dengan mengaktifkan baik
direk atau indirek α adrenergic, β adrenergic atau reseptor dopaminergik yang
merupakan bagian dari reseptor pasangan protein G.3

Semua obat yang mengandung struktur 3,4 dihidroksi benzene (katekolamin) secara
cepat ditidak aktifkan oleh enzim monoamine oksidase atau katekol-O-
methyltransferase (COMT). MAO adalah enzim yang terdapat pada hati, ginjal dan
saluran gastrointestinal yang mengkatalisa oksidasi deaminasi. COMT dapat
mengmetilasi sebuah grup hidroksi dari katekolamin. Hasilnya adalah metabolit yang
sudah termetilasi dan tidak aktif dihubungkan dengan asam glukorinik danditemukan
diginjal sebagai asam 3-metoksi-4-hidroksimendelik, metanefrin (turunan dari
epinefrin) dan normetanefrin (turunan dari norepinefrin).3

Reseptor α1

Reseptor α 1 adalah adrenoreseptor postsinaptik yang berlokasi di otot polos seluruh


tubuh, pada mata, paru-paru, pembuluh darah, uterus, usus, dan sistem genitourinaria.
Pengaktifan dari reseptor ini meningkatkan konsentrasi ion kalsium intraseluler yang
berakibat pada kontraksi otot. Sehingga, α 1 agonis sering dihubungkan dengan
midriasis (dilatasi pupil karena kontraksi dari otot radial mata), bronkokonstriksi,
vasokontriksi, kontraksi uterus, dan kontraksi dari spinter di gastrointestinal dan
traktus genitourinari. Stimulasi α 1 juga menginhibisi sekresi insulin dan lipolisis. Otot
jantung juga memiliki reseptor α 1 yang mempunyai sedikit efek inotropik dan tidak
ada efek kronotropik. Selama infark otot jantung, peningkatan reseptor α1 bersama
dengan agonis diobservasi. Bagaimanapun, efek kardiovaskular yang paling penting
dari stimulasi α 1 adalah vasokonstriksi, yang meningkatkan tahanan perifer vaskular,
afterload ventrikel kiri, dan tekanan darah arteri.

Reseptor α2

Berbeda dengan reseptor α 1 , reseptor α 2 awalnya berlokasi di serat terminal


presinaptik. Aktifasi dari adrenoreseptor menginhibisi aktifitas adenilat siklase. Ini
menurunkan pemasukan daripada ion kalsium kedalam terminal neuronal, yang
membatasi penambahan eksositosis dari penyimpanan vesikel yang mengandung

Universitas Sumatera Utara


norepinefrin. Sehingga, reseptor α 2 menciptakan loop negatif umpan balik yang
menginhibisi pelepasan norepinefrin lebih lanjut dari neuron. Sebagai tambahan, otot
polos vaskular mengandung postsinaptik α2 reseptor yang menciptakan
vasokonstriksi. Lebih penting lagi, stimulasi dari reseptor α 2 postsinaptik di sistem
saraf pusat menyebabkan sedasi dan menurunkan aliran keluar dari simpatis, yang
mengakibatkan vasodilatasi perifer dan menurunkan tekanan darah.

Gambar 12-4. Adrenoseptor adalah reseptor transmembranspanning yang terbuat


dari 7 subunit, yang tehubung ke sebuah protein G. Protein G adalah membran
endoplasma trimerik terbuat dari unit α, β, dan γ. Dengan pengaktifan, GTP pada sub
unit α digantikan dengan GDP, stimulasi dari perubahan konformasional, perubahan
pada unit α, β, dan γ. Baik subunit Gα maupun Gβγ dapat mengaktivasi (atau
menginhibisi) efektor enzim yang untuk adrenoseptor. M1 – M7, unit
membranspanning, unit α, β, dan γ dari G protein; GTP, guanisin trifosfat, Pi fosfat
inorganic – cepat diasimilasi; gdp,guanisin difosfat, efektor E, siklofosfat untuk Gq,
adenosiklat suklase untuk Gp dan Gs.

Reseptor β 1

Reseptor β 1 yang paling penting berlokasi di membran postsinaptik ada jantung.


Stimulasi dari reseptor ini mengaktivasi adenilat siklase, yang merubah adenosin
trifosfat menjadi adenosin siklik monofosfatase dan memulai kaskade kinase
fosforilasi. Mulainya kaskade ini mempunyai efek kronotopik positif (meningkatkan
denyut jantung), dromotopik (meningkatkan konduksi), dan inotropik (meningkatkan
kontraktilitas).

Reseptor β 2

Reseptor β 2 berasal dari adrenoreseptor postganglionik yang berlokasi pada otot polos
dan sel kelenjar. Reseptor ini mempunyai cara kerja yang sama dengan reseptor β 1 :

Universitas Sumatera Utara


aktivasi adenilat siklase. Selain persamaan ini, stimulasi β 2 merelaksasi otot polos,
mengakibatkan bronkodilator, vasodilasi, dan relaksasi daripada uterus (tokolisis),
kandung kemih dan usus. Glikogenolisis, lipolisis, glukoneogenesis, dan pelepasan
insulin distimulasi oleh aktivasi reseptor β 2 . Agonis β 2 juga mengaktifkan pompa
kalium-natrium, yang merubah kalium intraselular dan dapat membuat hipokalemi
dan disritmia.

Reseptor β 3

β 3 reseptor ditemukan di kandung kemih dan dijaringan lemak otak. Peranannya pada
fisiologis kandung kemih belum diketahui, tetapi ada yang berpendapat bahwa
reseptor β 3 ini berperan pada lipolisis dan termogenesis pada lemak coklat.

AGONIS ADRENERGIC

Agonis adrenergik berinteraksi dengan perubahan tertentu pada adrenoseptor α dan β.


Aktifitas yang tumpang tindih mempengaruhi perkiraan dari efek klinis. Sebagai
contohnya, epinefrin menstimulasi adrenoseptor α 1 -, α 2 -, β 1 -, β 2 -

Tabel 12-1. Selektifitas reseptor untuk agonis adrenergik

1
0, tidak ada efek;+,efek agonis (ringan, sedang, ditandai),?, efek tidak diketahui;
DA1dan DA2, reseptor dopaminergik.

Universitas Sumatera Utara


2
efek α 1 ,efek dari epinefrin, norepinefrin, dan dopamine menjadi lebih lama pada
dosis lebih tinggi.
3
mode efek pertama dari efedrin adalah stimulasi tidak langsung.

Efek akhir keseluruhannya pada tekanan darah arteri bergantung pada keseimbangan
pada vasokonstriksi α 1 -, dan vasodilatasi β 2 -, dan pengaruh inotropik β 1 -. Lebih
lanjut, keseimbangan ini berubah pada dosis yang berbeda.

Gambar 12-5. Adregernik Agonis yang mempunyai struktur 3,4 dihidroksibenzen


yang diketahui sebagai katekolamin. Perubahan pada R 1 , R 2 dan R 3 mempengaruhi
aktifitas dan selektifitas

Adrenergik agonis dapat dikategorikan dengan langsung atau tidak langsung. Agonis
langsung terikat dengan aktifitas neurotransmitter endogen. Mekanisme dari aksi
tidak langsung termasuk peningkatan pelepasan atau penurunan pengambilan kembali
daripada norepinefrin. Perbedaanantara mekanika aksi langsung atau tidak langsung
sebagian penting bagi pasien yang memiliki penyimpanan noreponefrin endogon yang
abnormal, yang sebagian dapat timbul pada beberapa pengobatan anti hipertensi atau
pada inhibitor monoamin oksidase. Hipotensi intraoperasi pada pasien ini harus
diterapi dengan agonis langsung, agar responnya terhadap agonis tidak langsung dapat
dirubah.

Hal lain yang dapat membedakan adrenergik agonis dari yang lainnya adalah struktur
kimiawinya. Adrenergik agonis memiliki struktur 3,4 dihidroksibenzen yang dikenal
sebagai katekolamin. Obat-obatan ini biasanya kerja pendek karena metabolismenya
oleh monoamin oksidase dan katekol-O-metiltransferase. Pasien yang mendapat
inhibitor monoamin oksidase atau antidepressan trisiklik dapat menunjukkan
sebelumya respon yang berlebihan terhadap katekolamin. Katekolamin yang timbul
secara alami adalah epinefrin, norepinefrin dan dopamine. Perubahan dari struktur

Universitas Sumatera Utara


rantai-samping (R 1 ,R 2 ,R 3 ) dari katekolamin yang timbul secara alami telah membawa
kepada perubahandari katekolamin sintetik (mis: isoprotetenol dan dobutamin), yang
lebih mengarah kepada reseptor yang lebih spesifik.

Adrenergik agonis biasanya digunakan pada anestesiologi dibahas secara tersendiri


dibawah. Perhatikan dosis yang direkomendasikan untuk infus berkesinambungan
ditunjukkan dengan µg/kg/min untuk beberapa agen dan µg.min untuk yang lainnya.
Pada kasus yang manapun, rekomendasi ini harus dipertimbangkan sebagai protokol,
yang mana respon individu dapat berbeda-beda.

PENILEFRIN

Pertimbangan klinis

Penilefrin adalah nonkatekolamin dengan predominan oleh aktifitas agonis α 1 (dosis


tinggi dapat menstimulasi reseptor α 2 dan β). Efek utama dari penilefrin adalah
vasokonstriksi dengan penaikan secara perlahan pada tahanan resisten perifer dan
tekanan darah arteri. Reflek takikardi dapat menurunkan kardiak output. Peningkatan
aliran darah koroner disebabkan oleh efek langsung dari vasokonstriksi penilefrin
pada arteri koroner yang dikendalikan oleh rangsangan vasodilatasi karena pelepasan
dari faktor – faktor metabolik.

Secarta klinis penilefrin mempunyai efek yang sama dengan norepinefrin tetapi
kurang potent dan lebih lama serat efek yang minimal pada SSP. Penyuntikan secara
intra vena dengan cepat pada pasien dengan penyakit arteri coroner mengakibatkan
peningkatan pada tekanan pembuluh darah sistemik yang diiringi dengan penurunan
curah jantung.3

Dosis dan kemasan

Bolus kecil intravena dari 50 – 100 µg (0,5 – 1 µg/kg) dari penilefrin secara cepat
membalik penurunan tekanan darah yang disebabkan oleh vasodilatasi perifer.
(misalanya: anestesi spinal). Infus berkesinambungan (100 µg/ml pada rata-rata 0,25
– 1 µg/kg/min) akan menjaga tekanan darah arteri tetapi pada pengeluaran aliran

Universitas Sumatera Utara


darah ginjal. Takifilaksis yang terjadi dengan infus penilefrin membutuhkan titrasi
yang meningkat dari infusnya. Penilefrin harus dilarutkan dari cairan 1% (10
mg/ampul 1 mL), biasanya sampai 100 µg/mL larutan.

Agonis α 2

Pertimbangan klinis

Metildopa, sebuah obat prototipikal, sebuah analog dari levodopa. Metildopa


memasuki jalur sintesis norepinefrin dan dirubah ke α-metilnorepinefrin dan α-
metilepinefrin. Transmitter yang salah ini mengaktifkan α-adrenoreseptor, terutama
reseptor pusat α 2 . Sebagai hasilnya, pelepasan norepinefrin dan tonus simpatik tidak
ada. Penurunan pada tahanan vaskular perifer bertanggung jawab terhadap penurunan
tekanan darah arteri (efek puncak kurang dari 4 jam). Aliran darah ginjal
dipertahankan atau meningkat. Karena metildopa bergantung kepada metabolit untuk
dapat efektif, maka telah digantikan dengan aktifitas α 2 , walaupun masih
direkomendasikan dalam mengatasi tekanan darah tinggi dalam kehamilan.

Klonidine adalah agonis α 2 yang sekarang secara umum digunakan untuk anti
hipertensi (menurunkan tahanan resisten sistemik) dan efek kronotropik negatif.
Belakangan ini, klonidine dan agonis α 2 ditemukan mempunyai efek sedatif.
Penelitian telah memeriksa efek anestesi pada pemberian klonidin (3-5 µg/kg),
intramuscular (2 µg/kg), intravena (1-3 µg/kg), transdermal (0,1-0,3 mg dilepaskan
perhari), intrataekal (75-150 µg), dan epidural (1-2 µg). secara umum, klonidin
tampaknya dapat menurunkan kebutuhan anestesi dan anlagesik (menurunkan MAC)
dan membuat sedasi dan ansiolisis. Selama anestesi umum, klonidin dilaporkan
meningkatkan kestabilan sirkulasi selama operasi dengan mengurangi level
katekolamin. Selama anestesi regional, termasuk blok saraf perifer, klonidin
memperlama durasi dari blok. Efek langsung pada medula spinalisdapat terjadi
melalui reseptor postsinaptik α 2 yang terdapat pada kornu dorsalis. Kemungkinan
keuntungan yang lain termasuk menurunkan menggigil peska operasi, inhibisi dari
opioid-menginduksi kekakuan otot, melemahkan symptom gejala putus obat opioid,
dan perawatan dari beberapa sindrom penyakit kronik. Efek samping termasuk
bradikardi, hipotensi, sedasi, depresi pernafasan, dan mulut kering.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 12-2. Efek dari agonis adrenergik pada sistem organ

0, tidak ada efek;↑, meningkat (ringan, sedang, ditandai);↓, penurunan (ringan,


sedang, ditandai);↓/ ↑, efek yang bervariasi; ↑/↑↑,peningkatan ringan hingga sedang.

Dexmedetomidine adalahsuatu turunan lipofilik α methylol dengan sifat afinitas yang


lebih kuat dari reseptor α 2 daripada klonidin. Ini mempunyai sedasi, analgesik, dan
efek simpatolitik yang menumpulkan banyak respon kardiovaskular yang tampak
selama periode perioperatif. Bila digunakan saat intraopereatif, dapat menurunkan
kebutuhan anestesi intravena dan anestesi inhalasi; bila digunakan saat posoperatif,
dapat menurunkan analgesik yang sebelumnya dan kebutuhan sedatif. Pasien tetap
tersedasi bila tidak diganggu dan dapat cepat terangasang dengan stimulasi. Sama
seperti metildopa dan klonidin, dexemedetomidine adalah simpatolitik karena
pengeluaran simpatetik dikurangi. Ini dapat menjadi agen yang bermanfaat untuk
mengurangi kebutuhan anestesi intraoperatif dan untuk mensedasi pasien yang
diventilator postoperative di ruang pemulihan dan di ruang rawat intensif karena efek
ansiolitik dan analgesik. Hal ini dapat terjadi tanpa depresi pernafsan yang signifikan.
Pemberian yang cepat dapat meningkatkan tekanan darah, tetapi hipotensi dan
bradikardi dapat terjadi selama terapi masih berlangsung.

Universitas Sumatera Utara


Walaupun agen ini adalah agonis adrenergik, mereka juga dapat
dipertimbangkan sebagai simpatolitik karena pengeluaran simpatolitik dikurangi.
Penggunaan jangka panjang daripada agen ini, terutama klonidin dan
dexmedetomidine, mengarah ke supersensitisasi dan up-regulationdari reseptor;
dengan kelanjutan yang tidak jelas dari obat yang manapun, symptom gejala putus
obat akut bermanifestasi oleh krisis hipertensi yang dapat terjadi. Karena dari
peningkatan afinitas dari dexmedetomidine dibandingkan klonidin untuk reseptor α 2 ,
sindrom ini dapat terjadi hanya setelah 48 jam dari pemberhentian penggunaan obat
dexmedetomidine.

Dosis dan Sediaan

Klonidin tersedia dalam bentuk oral, transdermal, atau sediaan parenteral (lihat bagian
Pertimbangan Klinis pada agonis α 2 untuk dosisnya). Sediaan parenteral disepakati
hanya untuk epidural atau intrataekal digunakan sebagai obat tambahan untuk
analgesi/anestesi regional. Bagaimanapun, ini digunakan secara luas di Eropa pada
bolus intravena dengan dosis 50 µg untuk mengatur tekanan darah atau nadi.
Mempunyai onset masa kerja yang lambat.

EPINEFRIN

Pertimbangan Klinis

Epinefrin adalah obat prototipe diantara simpatomimetik. Fungsi naturalnya pada


pelepasan dari medula adrenal termasuk regulasi dari kontraksi jantung, nadi, tonus
otot polos jantung dan bronkus, sekresi glandular dan proses metabolik seperti
glikogenolisis dan lipolisis.3

Manfaat epinefrin dalam klinik berdasarkan efeknya terhadap pembuluh darah,


jantung dan otot polos bronkus. Penggunaan paling sering adalah untuk
menghilangkan sesak nafas akibat bronkokonstriksi, untuk mengatasi reaksi
hipersensitifitas terhadap obat maupun alergen lainnya, dan untuk memparpanjang
masa kerja anestesi lokal.2

Universitas Sumatera Utara


Stimulasi langsung dari reseptor ß 1 oleh kenaikan curah jantung dan kebutuhan
oksigen otot jantung karena peningkatan kontraktilitas dan nadi (peningkatan nadi
spontan fase IV depolarisasi). Stimulasi α 1 menurunkan splanik dan aliran darah
ginjal tetapi meningkatakan koronari dan tekanan perfusi serebral. Tekanan sistolik
meningkat, walaupun ß 2 membuat vasodilatasi pada otot skeletal dapat menurunkan
tekanan diastolik. Stimulasi ß 2 juga melemaskan otot polos bronkial.

Pemberian epinefrin adalah pengobatan farmakologi yang penting untuk


anafilaksis dan dapat digunakan untuk menangani ventrikel fibrilasi (lihat bab 47 dan
48). Komplikasi termasuk perdarahan serebri, iskemik koroner, dan ventrikuler
disritmia. Anestesi inhalasi terutama halothan, berpotensiasi dengan efek disritmia
dari epinefrin.

Dosis dan Sediaan

Pada situasi emergensi (cth: syok dan reaksi alergi), epinefrin diberikan secara bolus
intravena 0,05-0,1 mg bergantung kepada kegawatan kompensasi kardiovaskular.
Untuk meningkatkan kontraktilitas otot jantung atau nadi, disiapkan pemberian degan
cara infus berkelanjutan (1 mg dalam 250 mL glukosa 5% di air [D5W; 4 µg/mL)dan
diberikan pada kecepatan 2-20 µg/min. beberapa cairan analgetik lokal mengandung
epinefrin pada konsentrasi 1: 2.000.000 (5µg/mL) ditandai dengan berkurangnya
absorpsi sistemik dan masa kerja yang lebih lama. Epinefrin tersedia dalam bentuk
vial dengan konsentrasi dari 1:10.000 (0,1 mg/mL [100 µg/mL]). Sebuah sediaan :
1.10.000 (10 µg/mL) tersedia untuk anak-anak.

EFEDRIN

Pertimbangan Klinis

Efedrin adalah alkaloid yang terdapat pada tumbuhan jenis efedra. Efeknya seperti
efek epinefrin, bedanya adalah bahwa efedrin efektif pada pemberian oral, masa
kerjanya jauh lebih panjang, efek sentralnya lebih kuat.2

Efedrin merupakan non katekolamin sintetik kerja indirek yang menstimulasi reseptor
α dan β adrenergik. Efek farmakologis dari obat ini secara tidak langsung

Universitas Sumatera Utara


menyebabkan lepasnya norepinefrin endogen (kerja indirek), tetapi obat ini juga
mempunyai efek langsung pada reseptor adrenergik (kerja direk).3

Efek kardiovaskular dari efedrin sama seperti epinefrin: meningkatkan tekanan darah,
laju nadi dan curah jantung. Seperti biasanya, efedrin juga digunakan sebagai
bronkodilator. Ada perbedaan penting, bagaimanapun juga: efedrin mempunyai masa
kerja yang lama karena efedrin adalah nonkatekolamin, tidak begitu kuat, mempunyai
efek langsung dan tidak langsung, dan menstimulasi sistem saraf pusat (meningkatkan
konsentrasi alveoli minimum). Efek tidak langsung agonis lainnya dari efedrin dapat
terjadi karena stimulasi pusat, pelepasan norepinefrin postsinaps perifer, atau inhibisi
dari pengambilan kembali norepinefrin.

Efedrin biasa digunakan sebagai vasopressor selama anestesi. Sebagai contoh,


pemberiannya harus dilihat sebagai ukuran sementara selama penyebab hipotensi
masih ditentukan dan ditangani. Tidak seperti efek langsung agonis α 1 , epinefrin
tidak menurunkan aliran darah uteri. Ini membuatnya sebagai vasopressor pilihan
pada banyak penggunaan obstetri. Efedrin juga dilaporkan memiliki efek antiemetik,
terutama yang berhubungan dengan hipotensi karena spinal anestesi. Premedikasi
dengan klonidin melawan efek dari efedrin.

Efedrin, tidak seperti epinefrin, tidak menyebabkan hiperglikemi. Midirasis terjadi


sejalan dengan pemberian efedrin, dan stimulasi SSP terjadi, walaupun kurang bila
dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh amfetamin.3

Dosis dan Sediaan

Pada dewasa, pemberian efedrin sebagai bolus 2,5 – 10 mg, pada anak-anak diberikan
bolus 0,1 mg/kg. dosis laluditingkatkan untuk menurunkanterjadinya takifilaksis,
yang mungkin terjadi karena deplesi dari penyimpanan norepinefrin. Efedrin tersedia
pada sedian 1 ampul mengandung 25 atau 50 mg obat.

NOREPINEFRIN

Pertimbangan Klinis

Universitas Sumatera Utara


Norepinefrin adalah neurotransmitter endogen yang dikeluarkan dari ujung saraf
simpatetik postganglionic. Diperkirakan sama kuatnya seperti epinefrin untuk
menstimulasi reseptor β 1 , tetapi tidak seperti epinefrin, norepinefrin mempunyai
sedikit afek agonis terhadap resptor β2. Norepinefrin adalah agonis α yang potent
yang menyebabkan vasokonstriksi arteri dan vena yang hebat pada semua pembuluh
darah dan kurang efek bronkodilasi pada otot polos pernafasan.3

Stimulasi langsung α 1 karena ketiadaan aktifitas ß 2 menginduksi vasokoknstriksi yang


intense dari pembuluh arteri dan vena. Peningkatan kontraktilitas otot jantung dari
efek ß 1 dapat memyebabkan peningkatan pada tekanan darah arteri, tetapi
peningkatan afterload dan reflek bradikardi mencegah peningkatan pada curah
jantung. Penurunan aliran darah ginjal dan peningkatan kebutuhan konsumsi oksigen
otot jantung membatasi penggunaan sepenuhnya dari norepinefrin untuk pengobatan
syok refraktori, yang membutuhkan vasokonstriktor kuat untuk mengatasi tekanan
perfusi jaringan. Norepinefrin telah digunakan dengan bloker α (cth: phentolamin)
dalam usaha untuk mengambil keuntungan dari aktifitas ß tanpa vasokonstriksi
tambahan dari stimulasi α. Ekstravasasi dari norepinefrin di lokasi pemberian
intravena dapat menyebabkan nekrosis jaringan.

NE bekerja terutama pada reseptor α, tetapi efeknya masih sedikit lebih lemah bila
dibandingkan dengan epinefrin. NE mempunyai efek β 1 pada jantung yang sebanding
dengan epinefrin, tetapi efek β 2 nya jauh lebih lemah daripada epinefrin.2

Dosis dan Sediaan

Norepinefrin diberikan sebagai bolus (0,1 µg/kg) atau sebagai infus berkelanjutan ( 4
mg dari obat dengan 500 mL D5W [8 µg/mL]) dengan kecepatan rata-rata 2-2-
µg/min. satu ampul terdiri dari 4 mg norepinefrin dalam 4 mL larutan.

DOPAMIN

Pertimbangan Klinis

Universitas Sumatera Utara


Dopamin adalah katekolamin endogen yang meregulasi fungsi dari jantung, pembuluh
darah dan endokrin dan sebagai neurotransmitter yang penting pada SSP dan susunan
saraf perifer.3

Efek klinis dari dopamine (DA), sebuah nonselektif agonis adrenergik langsung dan
tidak langsung, banyak ditandai dengan dosisnya. Dosis kecil (≤ 2 µg/kg/min) dari
dopamin mempunyai efek adrenergik yang minimal tapi mengaktivasi reseptor
dopaminergik. Stimulasi dari reseptor nonadrenergik (terutama, reseptor DA 1 )
memvasodilatasi vaskularisasi ginjal dan merangsang diuresis. Pada dosis sedang (2-
10 µg/kg/min), stimulasi ß 1 meningkatkan kontraktilitas otot jantung, laju nadi dan
curah jantung. Permintaan oksigen otot jantung biasanya meningkatkan lebih dari
kebutuhan. Efek α 1 menjadi menetap pada dosis yang lebih tinggi (10-20
µg/kg/min), menyebabkan peningkatan tahanan perifer vaskular dan penurunan aliran
pembuluh darah ginjal. Efek tidak langsung dari DA adalah untuk melepaskan
norepinefrin, yang menetap pada dosis 20 µg/kg/min.

DA biasanya digunakan pada pengobatan dari syok untuk meningkatkan curah


jantung, menaikkan tekanan darah, dan mempertahankan fungsi ginjal. Sering
digunakan untuk kombinasi dengan vasodilator (cth: nitrogliserin atau nitropusid)
yang mengurangi afterloaddan peningkatan lebih lanjut dari curah jantung (lihat bab
13). Efek dan kronotropik dan disritminogenik dari DA membatasi kegunaannya pada
beberapa pasien.

Dosis dan Sediaan

DA diberikan dengan infus berkelanjutan (400 mg dalam 100 mL D5W;400 µg/mL)


dengan kecepatan rata-rata1-20 µg/kg/min. umumnya tersedia dalam ampul 5 mL
mengandung 200 atau 400 mg dari DA.

ISOPROTERENOL

Isoproterenol adalah pangaktif simpatomimetik yang paling potent pada reseptor β 1


danβ 2 , dua atau tiga kali lebih potent daripada epinefrin dan 100 kali lebih aktif
daripada norepinefrin. Metabolism isoproterenol di hati oleh COMT adalah cepat,

Universitas Sumatera Utara


diperlukan infus berkelanjutan untuk mempertahankan konsentrasi plasma
terapeutik.3

Isoproterenol diminati karena merupakan agonis ß yang murni. Efek ß 1 meningkatkan


laju nadi, kontrkatilitas, dan curah jantung. Stimulasi ß 2 menurunkan tahanan perifer
vaskular dan tekanan darah diastolic. Peningkatan kebutuhan oksigen otot jantung
sementara suplai oksigen menurun, membuat isoproterenol atau agonis ß murni yang
lainnya bukan merupakan pilihan inotropik pada banyak keadaan. Ketersediaan
isoproterenol menurun di Amerika Serikat.

DOBUTAMIN

Pertimbangan Klinis

Dobutamin adalah katekolamin sintetik yang bekerja sebagai agonis adrenergic β 1 .3


Dobutamin sedikitnya berhubungan dengan selektif agonis ß 1 . Efek utama
kardiovaskularnya adalah meningkatkan curah jantung sebagai hasil dari
kontraktilitas otot jantung. Sedikit penurunan pada tahanan perifer vaskular
disebabkan oleh aktivasi ß 2 biasanya mencegah banyaknya peningkatan pada tekanan
darah arteri. Penurunan tekanan pengisian ventrikel kiri, dimana aliran darah koroner
meningkat. Peningkatan laju nadi kurang tampak dibanding agonis ß lainnya. Efek
yang dapat menolong pada keseimbangan oksigen otot jantung membuat dobutamin
sebagai pilihan yang baik untuk pasien dengan kombinasi dari gagal jantung
kongestif dan penyakit arteri koroner, terutama bila tahanan perifer vaskular dan laju
nadi telah meningkat.

Dobutamin menimbulkan efek inotropic yang lebih kuat daripada efek kronotopik
dibandingkan isoproterenol. Hal ini mungkin disebabkan karena resistensi perifer
yang relatif tidak berubah sehingga tidak menimbulkan efek takikardi.2

Dosis dan Sediaan

Dobutamin diberikan dengan infus (1 g dalam 250 mL [4mg/mL]) dengan kecepatan


rata-rata dari 2-20 µg/kg/min. tersedia dalam vial 20 mengandung 250 mg.

Universitas Sumatera Utara


DOPEXAMINE

Pertimbangan Klinis

Dopexamin adalah struktur analog dari DA yang mempunyai keuntungan potensial


melebihi dopamine karena kurang mempunyai efek adrenergik ß 1 (aritmonergik) dan
efek adrenergik α. Karena penurunan efek adrenergik ß dan efek khususnya pada
perfusi ginjal, mungkin dapat memberikan keuntungan lebih dibandingkan
dobutamin. Obat ini telah secara klinis tersedia sejak tahun 1990 tetapi tidak
mendapat penerimaan secara luas dalam praktiknya.

Dosis dan Sediaan

Dopexamine datang dalam sediaan konsentrasi 50 mg/mL dan harus dicairkan dalam
D5W. Pemberian secara intravena harus dimulai dengan kecepatan 0,5 µg/kg/min,
meningkat menjadi 1 µg/kg/min dengan interval 10 – 15 menit samapi kecepatan
infus rata-rata 6 µg/kg/min.

FENOLDOPAM

Pertimbangan Klinis

Fenoldopam adalah selektif reseptor DA1 yang mempunyai banyak keuntungan dari
DA tetapi dengan sedikit atau tidak ada adenoreseptor β atau α atau aktivasi agonis
reseptor DA 2 . Fenoldopam telah menunjukkan penurunan efek hipotensi yang
ditandai dengan penurunan pada tahanan perifer vaskular, sejalan dengan peningkatan
pada aliran darah ginjal, diuresis dan natriuresis. Ini diindikasikan untuk pasien yang
akan menjalani operasi jantung dan perbaiakn aneurisma aorta, karena efek

Universitas Sumatera Utara


tambahannya sebagai antihipertensi dan cadangan ginjal. Obat ini juga diindikasikan
pada pasien yang mengalami hipertensi yang parah, terutama mereka dengan kelainan
ginjal

Dosis dan Sediaan

Fenoldopam tersedia dalam ampul 1-, 2-, dan 5-mL, 10 mg/mL. dimulai sebagai infus
berkelanjutan dari 0,1 µg/kg/min, ditingkatkan dengan penambahan 0,1 µg/kg/min
pada interval 15 ke 20 menit samapi target tekanan darah dicapai. Dosis lebih rendah
telah dihubungkan dengan berkurangnya reflek takikardi.

ANTAGONIS ADRENERGIK

Penghambat adrenergik atau adrenolitik ialah golongan obat yang menghambat


perangasangan adrenergik. Berdasarkan tempat kerjanya, golongan obat ini dibagi
atas antagonis adrenoseptor dan penghambat saraf adrenergik.2

Antagonis adrenergik terikat tetapi tidak mengaktifkan adrenoreseptor. Mereka


beraksi dengan mencegah aktifitas agonis adrenergik. Seperti agonis, antagonis
dibedakan berdasarkan spektrum dari interaksi reseptor. (tabel 12-3)

α BLOKER

terbagi menjadi α bloker non selektif, α 1 bloker selektif dan α 2 bloker selektif. α
bloker non selektif terbagi lagi menjadi 3 kelompok: derivat haloalkalamin, derivat
imidazolin dan alkaloid ergot.2

FENTOLAMIN

Pertimbangan Klinis

Universitas Sumatera Utara


Fentolamin memproduksi sebuah kompetitif (reversibel) memblokade reseptor α.
Antagonismeα 1 dan relaksasi otot polos bertanggung jawab pada vasodilatasi perifer
dan penurunan pada tekanan darah arteri. Penurunan pada tekanan darah
memprovokasi reflek takikardi. Takikardi ini dirangsang oleh antagonisme dari
reseptor α 2 pada jantung karena blokade α 2 membuat pelepasan norepinefrin dengan
menghilangkan efek umpan balik. Efek kardiovaskular ini biasanya timbul dalam 2
menit dan bertahan samapai 15 menit. Seperti semua dari antagonis adrenergik,
perpanjangan dari respon kepada respon blokade bergantung kepada tingakatan dari
tonus simpatetik yang sudah ada. Reflek takikardi dan hipotensi postural membatasi
kegunaan dari fentolamin kepada pengobatan dari hipertensi yang disebabkan oleh
pengeluaran berlebihan stimulasi α (cth: pheokromositomam efek putus obat
klonidin).

Tabel 12-3. Selektifitas reseptor dari agonis adrenergik

0,tidak ada efek; -, efek antagonis (ringan, sedang, ditandao). Labetalol juga dapat
mempunyai beberapa aktifitas agonis β 2 .

Fentolamin diberikan secara intravena sebagai blus intermiten (1-5 mg pada dewasa)
atau sebagai infus berkelanjutan (10 mg dalam 100 D5W [100 µg/mL]). Untuk
mencegah nekrosis jaringan diikuti ekstravasasi dari cairan intravena mengandung
sebuah agonis α (cth: norepinefrine), 5 – 10 mg dari fentolamin dalam 10 mL dari
cairan fisiologis dapat diinfiltrasi secara lokal. Fentolamin tersedia dalam sediaan
bubuk lipofilik (5 mg).

Universitas Sumatera Utara


ANTAGONIS CAMPURAN – LABETALOL

Pertimbangan Klinis

Labetalol memblok reseptor α 1 -, β 1 - dan β 2 -. Perbandingan dari rasio blokade α


dengan blokade β telah diperkirakan untuk mendekati 1:7 mengikuti pemberian
intravena. Blokade campuran ini menurunkan tahan perifer vaskuler dan tekanan
darah arteri. Laju nadi dan curah jantung biasanya sedikit menurun atau tidak
berubah. Jadi, labetalol menurunkan tekanan darah tanpa reflek takikardi karena
kombinasinya dengan efek α- dan β-. Efek tertinggi biasanya terjadi dalam 5 menit
setelah dosis intravena. Gagal jantung kiri, paradoksikal hipertensi, dan
bronkospasme telah dilaporkan.

Dosis dan Sediaan

Dosis awal yang direkomendasikan dari labetalol adalah 0,1 – 0,25 mg/kg diberikan
secara intravena lebih dari 2 menit. Dua kali jumlah ini dapat diberikan dengan
interval 10 menit sampai tekanan darah yang diinginkan telah dicapai. Labetalol dapat
juga diberikan sebagai infus berkesinambungan yang lambat (200mg dalam 250 mL
D5W) dengan kecepatan rata-rata 2 mg/menit. Bagaimanapun, karena waktu paruh
yang panjang (>5 jam), infus yang berkepanjangan tidak disarankan. Labetalol (5
mg/mL) tersedia dalam 20 dan 40 mL. Kemasan dosis ganda dan di 4 dan 8 mL dosis
tunggal dalam jarum.

β BLOKER

dikloroisoproterenol adalah β bloker yang pertama ditemukan tetapi tidak digunakan


karena obat ini juga merupakan agonis parsial yang kuat. Propranolol, yang
ditemukan kemudian menjadi prototipe golongan obat ini.2

β bloker mempunyai bermacam tingkatan dari selektifitas untuk reseptor β 1 . Mereka


yang lebih ke reseptor β 1 mempunyai pengaruh yang lebih sedikitpada
bronkopulmonal dan reseptor vaskular β 2 (tabel 12-4). Secara teoritis, β 1 bloker yang
selektif akan mempunyai kemampuan efek inhibisi yang lebih sedikit terhadap

Universitas Sumatera Utara


reseptor β 2 . Sehingga obat ini lebih dipilih untuk pasien dengan penyakit paru
obstruksi kronik tau penyakit perifer vaskular. Pasien dengan penyakit perifer
vaskular dapat secara potensial menurunkan aliran darah jika reseptor β 2 , yang
mendilatasi arteriol, diblok.

β-bloker juga diklasifikasikan oleh jumlah dari aktifitas intrinsik simpatomimetik


(ISA) yang dimiliki. Banyak dari β-bloker mempunyai bebrapa peningkatan aktifitas
agonis; walaupun merekatidak akan memproduksi efek yang sama seperti agonis yang
sepenuhnya, seperti epinefrin. β-bloker dengan ISA tidak memiliki keuntungan
seperti β-bloker tanpa ISA dalam mengobat pasien yang mempunyai penyakit
kardiovaskular.

β-bloker dapat diklasifikasikan lebihlanjut seperti yang dieliminasi pada metabolisme


hepatis (seperti atenolol dan metopronol), yang dikeskresikan diginjal tidak
mengalami perubahan (seperti atenolol), atau mereka yang dihidrolisa pada pembuluh
darah (seperti esmolol).

Berdasarkan sifat-sifat ini, β-bloker dibagi menjadi 3 golongan:

1. β-bloker yang mudah larut dalam lemak (propranolol, alprenolol, oksprenolol,


labetalol, dan metoprolol) semuanya diabsorpsi secara baik disaluran cerna,
tetapi bioavaibilitasnya rendah karena mengalami metabolisme lintas pertama
yang ekstensif dihati.
2. β-bloker yang mudah larut dalam air (astenolol, nadolol dan atenolol) tidak
mengalami metabolism, sehingga hampir seluruhnya siekskresikan utuh
melalui ginjal dan mempunyai waktu paruh yang panjang (> 6 jam).
3. β-bloker yang kelarutannya terletak diantara keduanya (timolol, bisoprolol,
asetabutol dan pindolol) diabsorpsi dengan baik dari saluran cerna, tetapi
mengalami metabolisme lintas pertama yang berbeda derajatnya.2

ESMOLOL

Pertimbangan Klinis

Universitas Sumatera Utara


Esmolol adalah antagonis β 1 selektif dengan masa kerja pendek yang mengurangi laju
nadi dan, untuk mengurangi tekanan darah yang berlebih. Obat ini telah sukses
digunakan untuk mencegah takikardi dan hipotensi pada rangsangan peripoertif,
seperti intubasi, rangsangan pembedahan, dan EMERGENCE. Sebagai contohnya,
esmolo (1 mg/kg) menyebabkan peningkatan pada tekanan darah dan laju nadi yang
biasanya diikuti dengan terapi elektrokonvulsi, tanpa mempengaruhi lamanya kejang.
Esmolol sama efektifnya seperti propanolol dalam mengkontrol nadi ventrikuler dari
pasien dengan atrial fibrilasi atau flutter. Walaupun esmolol dipertimbangkan menjadi
kardioselektif, pada dosis tinggi dia menginhibisi reseptor β 2 pada bronkus dan otot
polos vaskular.

Masa kerja yang pendek dari esmolol adalah karena redistribusi yang cepat
(waktu paruh distribusi adalah 2 menit) dan hidrolisis oleh sel darah merah esterase
(waktu paruh eliminasi adalah 9 menit). Efek samping dapat dibalik dalam semenit
dengan menghentikan infus. Sama seperti semua antagonis β 1 , esmolol sebaiknya
menghindari pasien dengan sinus bradikardi, blok jantung lebih besar dari derajat 1,
syok kardiogenik, atau bahkan gagal jantung.

Tabel 12-4. Farmakologi dari β-bloker

ISA,Intrinsic sympathomimetic activity;+,efek ringan;0,tidak ada efek.

Dosis dan Sediaan

Esmolol diberikan sebagai bolus (0,2-0,5 mg/kg) untuk terapi jangka pendek, seperti
merangsang respon kardiovaskular untuk laringoskopi dan intubasi. Pengobatan
jangka panjang biasanya dimulai dengan dosis awal 0,5 mg/kg dimasukkan lebih dari
1 menit, diikuti dengan infus berkelanjutan 50 µg/kg/menit untuk mempertahankan
efek terapeutik. Bila ini gagal untuk menghasilkan respon yang diinginkan dalam 5

Universitas Sumatera Utara


menit, dosis awalnya dapat diulang dan infusnya ditingkatkan dengan perhitungan 50
µg/kg/menit setiap 5 menit sampai maksimum dari 200 µg/kg/menit.

Esmolol tersedia dalam vial dengan dosisi ganda untuk bolus. Pemberian
mengandung 10 ml obat (10 mg/mL). ampul untuk infus berkelanjutan (2,5 g dalam
10 mL) juga tersedia tetapi harus diencerkan untuk pemberian dengan konsentrasi 10
mg/mL.

PROPANOLOL

Pertimbangan Klinis

Propanolol secara nonselektif memblok reseptor β 1 dan β 2 . Tekanan pembuluh darah


arteri diturunkan dengan beberapa mekanisme, termasuk menurunkan kontraktilitas
otot jantung, menurunkan laju nadi, dan menghilangkan pelepasan rennin, curah
jantung dan kebutuhan oksigen oto jantung juga dikurangi. Iskemik berhubungan
dengan peningkatan tekanan darah dan laju nadi. IMPEDANCE dari ejeksi
ventrikuler adalah menguntungkan pada pasien dengan obstruksi kardiomiopati dan
aneurisma aorta. Propanolol memperlambat konduksi atrioventrikuler dan
menstabilisasi membran miokard, walaupun efek yang terjadi tidak begitu signifikan
pada dosis klinis. Propanolol biasanya efektif terutama dlaam memperlambat respon
ventrikuler kepada supraventrikuler takikardi, dan biasanya mengontrol takikardi
ventrikuler yang berulanhg atau fibrilasi yang disebabkan oleh iskemik miokard.
Propanolol memblok efek adrenergik β dari tirotoksikosis dan pheokromasitoma.

Efek samping dari propanolol termasuk bronkospasme (antangonisme β 2 ), gagal


jantung kongestif, bardikardi, dan blok jantung atrioventrikuler (antagonisme β 1 ).
Propanolol mungkin memburuk depresi miokard dari anestesi inhalasi (cth: halotan)
atau tidak menutupi karakteristik negatif inotropik dari rangsangan jantung tidak
langsung (cth: isoflurane). Pemberian terus-menerus dari propanolol dan verapamil
(sebuah bloker kalsium chanel) dapat secara sinergi menekan laju nadi, kontraktilitas,
dan induksi nodus atrioventrikuler.

Universitas Sumatera Utara


Memberhentikan terapi β-bloker untuk 24-48 jam dapat memacu gejala putus
obat yang ditandai dengan hipertensi (hipertensi yang berulang), takikardi, dan angina
pektoris. Efek ini timbul sebagai sebab dari peningkatan jumlah reseptor adrenergik β
(up-regulasi). Propanolol mengikat protein secara ekstensif dan dibuang dari
metabolisme hati. Waktu paruh eliminasinya dari 100 menit cukup lama dibandingkan
esmolol.

Dosis dan Sediaan

Dosis individu membutuhkan propanolol yan bergantung kepada tonus dasar


simpatetik. Secara umum, propanolol dititrasi sesuai efek yang diinginkan, dimulai
dengan 0,5 mg dan meningkat dengan penambahan 0,5 mg setiap 3-5 menit. Dosis
total jarang melebihi 0,15 mg/kg. Propanolol tersedia dalam ampul 1 mL berisi 1 mg.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

1. Morgan G. Edward,Jr, MD; Clinical Anesthesiolgy; 4th ed. New york: The Mc Graw-

Hill, 2006: chapter 12.

2. Bagian Farmakologi Universitas Indonesia.: Farmakologi dan terapi, 4th ed. Jakarta:

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,1995:Bab V,VI.

3. Stoelting K. Robert, MD; Pharmacology & Physiology in Anesthetic Practice, 4th ed.

Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2006: chapter 12.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai