Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN KASUS ASMA DI RUANG JAMRUD


RSUD DR H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN

DISUSUN OLEH :

NAMA : AKHSIN MUZADI


NIM : 11409719006
TINGKAT : II (DUA)
SEMESTER : III (TIGA)

YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA


AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM VI/TANJUNGPURA
TAHUN AJARAN 2020
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Akhsin Muzadi


NIM : 11409719006
Ruangan : Ruang Jamrud

Saya yang bertanda tangan dibawah ini telah menyelesaikan laporan


pendahuluan dengan kasus Asma di Ruang Jamrud RSUD dr. H.Moch Ansari
Saleh Banjarmasin

Banjarmasin, Januari 2021

Akhsin Muzadi
NIM : 11409719006

Menyetujui

Pembimbing Lahan
LAPORAN PENDAHULUAN
ASMA

I. Konsep Teori
A. Pengertian
Asma merupakan
gangguan radang kronik
saluran napas. Saluran napas yang mengalami radang kronik bersifat
hiperresponsif sehingga apabila terangsang oleh factor risiko tertentu,
jalan napas menjadi tersumbat dan aliran udara terhambat karena
konstriksi bronkus, sumbatan bronkus, sumbatan mukus, dan
meningkatnya proses radang (Almazini, mukus, dan meningkatnya
proses radang (Almazini, 2012).
Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami
penyempitan  penyempitan karena hiperaktivitas hiperaktivitas terhadap
terhadap rangsangan rangsangan tertentu, tertentu, yang menyebabkan
peradangan, penyempitan ini bersifat sementara. Asma dapat terjadi
pada siapa saja dan dapat timbul disegala usia, tetapi umumnya asma
lebih sering terjadi pada anak-anak usia di bawah 5 tahun dan orang
dewasa pada usia sekitar 30 tahunan (Saheb, 2011).

B. Klasifikasi
1. Berdasarkan kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi:
a. Asma bronkhiale
Asma bronkhiale Asma Bronkiale merupakan suatu penyakit
yang ditandai dengan adanya respon yang berlebihan dari
trakea dan bronkus terhadap  berbagai macam rangsangan,
yang mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang tersebar
luas diseluruh paru dan derajatnya dapat  berubah secara
sepontan atau setelah mendapat pengobatan.
b. Status asmatikus
Yakni suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan yang
konvensional status asmatikus merupakan keadaan emergensi
dan tidak langsung memberikan respon terhadap dosis umum
bronkodilator (Depkes RI, 2007). Status Asmatikus yang dialami
penderita asma dapat berupa  pernapasan wheezing, ronchi
ketika bernapas (adanya suara bising ketika bernapas),
kemudian bisa berlanjut menjadi pernapasan labored
(perpanjangan ekshalasi), pembesaran vena leher, hipoksemia,
respirasi alkalosis, respirasi sianosis, dyspnea dan kemudian
berakhir dengan tachypnea. Namun makin besarnya obstruksi di
bronkus maka suara wheezing dapat hilang dan biasanya
menjadi pertanda bahaya gagal pernapasan.
c. Asthmatic Emergency
Yakni asma yang dapat menyebabkan kematian
2. Klasifikasi asma yaitu (Purnomo 2008)
a. Asma ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang
disebabkan karena reaksi alergi penderita terhadap allergen dan
tidak membawa  pengaruh apa-apa terhadap orang yang sehat.
b. Asma intrinsik
Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap
pemicu yang berasal dari allergen. Asma ini disebabkan oleh
stres, infeksi dan kodisi lingkungan yang buruk seperti
klembaban, suhu, polusi udara dan aktivitas olahraga yang
berlebihan.
3. Selain berdasarkan gejala klinis di atas, asma dapat diklasifikasikan
berdasarkan derajat serangan asma yaitu: (GINA, 2006)
a. Serangan asma ringan dengan aktivitas masih dapat berjalan,
bicara satu kalimat, bisa berbaring, tidak ada sianosis dan
mengi kadang hanya pada akhir ekspirasi.
b. Serangan asma sedang dengan pengurangan aktivitas, bicara
memenggal kalimat, lebih suka duduk, tidak ada sianosis, mengi
nyaring sepanjang ekspirasi dan kadang-kadang terdengar pada
saat inspirasi.
c. Serangan asma berat dengan aktivitas hanya istirahat dengan
posisi duduk bertopang lengan, bicara kata demi kata, mulai ada
sianosis dan mengi sangat nyaring terdengar tanpa stetoskop.
d. Serangan asma dengan ancaman henti nafas, tampak
kebingunan, sudah tidak terdengar mengi dan timbul bradikardi.
C. Anatomi dan Fisilogi
1. Anatomi
a. Hidung
Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang
pertama, mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh
sekat hidung (septum nasi). Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang
berguna untuk menyaring udara, debu, dan kotoran yang masuk
ke dalam lubang hidung.
b. Faring
Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan
pernapasan dan jalan makanan, terdapat di bawah dasar
tengkorak, di belakang rongga hidung, dan mulut sebelah depan
ruas tulang leher.
c. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan
bertindak sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian
faring sampai ketinggian vertebra servikal dan masuk ke dalam
trakhea di bawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh
sebuah empang tenggorokan yang biasanya disebut epiglotis,
yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berfungsi pada waktu
kita menelan makanan menutupi laring.
d. Trakhea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring
yang dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-
tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C) sebelah
dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut
sel bersilia, hanya bergerak ke arah
e. Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea,
ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV
dan V, mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh
jenis set yang sama. Bronkus berjalan ke bawah dan ke samping
ke arah tampuk paru-paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih
besar dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3
cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang
kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang. Bronkus
bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus
(bronkioli).
f. Paru-paru
Paru-paru ada dua, merupakan alat pernfasan utama. Paru-paru
mengisi rongga dada. Terletak disebelah kanan dan kiri dan
ditengah dipisahkan oleh jantung beserta pembuluh darah
besarnya dan struktur lainnya yang terletak didalam media stinum.
Paru-paru adalah organ yang berbentuk kerucut dengan apeks
(puncak) diatas dan sedikit muncul lebih tinggi daripada clavikula
didalam dasar leher. Pangkal paru-paru duduk diatas landau
rongga thoraks, diatas diafraghma. Paru-paru mempunyai
permukaan luar yang menyentuh iga-iga, permukaan dalam yang
memutar tampuk paruparu, sisi belakang yang menyentuh tulang
belakang, dan sisi depan yang menutup sebagian sisi depan
jantung. Paru-paru dibagi menjadi beberapa belahan atau lobus
oleh fisura. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus dan paru-paru
kiri dua lobus. Setiap lobus tersusun atas lobula. Jaringan paru-
paru elastis, berpori, dan seperti spons.
Pembagian paru-paru; paru-paru dibagi 2 (dua) :
1) Paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belah paru), lobus pulmo
superior, lobus media, dan lobus inferior.
2) Paru-paru kiri, terdiri dari, pulmo sinister lobus superior dan
lobus inferior.
2. Fisiologi
Fungsi paru-paru ialah pertukaran gas oksigen dan
karbondoksida. Pada pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan
eksterna, oksigen dipungut melalui hidung dan mulut pada waktu
bernafas; oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronkial ke alveoli,
dan dapat behubungan erat dengan darah didalam kapiler pulmonaris.
Hanya satu lapisan membran, yaitu membran alveoli kapiler, yang
memisahkan oksigen dari darah. Oksigen menembus membran ini dan
dipungut oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung.
Dari sini dipompa didalam arteri kesemua bagian tubuh.

D. Etiologi
Menurut Lewis et al. (2000) secara umum pemicu asma adalah:
1. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi bisa berupa faktor genetik. Faktor yang
diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara  penurunannya yang jelas. Penderita dengan
penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita
penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat
mudah terkena  penyakit  Asma Bronkhial  jika terpapar dengan
faktor pencetus. Selain itu hipersensitivitas saluran pernapasannya
juga bisa diturunkan.  
2. Faktor presipitasi
a. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan, seperti:
debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri
dan polusi.
2) Ingestan, yang masuk melalui mulut, seperti : makanan
dan obat-obatan.
3) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit, seperti
: perhiasan, logam dan jam tangan.
b. Perubahan cuaca.
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin
merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-
kadang serangan berhubunga dengan musim, seperti: musim
hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan
dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
c. Stress
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan
asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang
sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera
diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan
emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah
pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi maka gejala
asmanya belum bisa diobati.
d. Lingkungan kerja.
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya
serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja.
Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri
tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada
waktu libur atau cuti.
e. Olah raga/aktifitas jasmani yang berat.
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktifitas jasmani atau olah raga yang berat. Lari
cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan
asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai
aktifitas tersebut.

E. Patofisiologi dan Pathway


Faktor-faktor penyebab seperti virus, bakteri, jamur, parasit, alergi,
iritan, cuaca, kegiatan jasmani dan psikis akan merangsang reaksi
hiperreaktivitas bronkus dalam saluran pernafasan sehingga merangsang
sel plasma menghasilkan imonoglubulin E (IgE). IgE selanjutnya akan
menempel pada reseptor dinding sel mast yang disebut sel mast
tersensitisasi. Sel mast tersensitisasi akan mengalami degranulasi, sel
mast yang mengalami degranulasi akan mengeluarkan sejumlah mediator
seperti histamin dan bradikinin. Mediator ini menyebabkan peningkatan
permeabilitas kapiler sehingga timbul edema mukosa, peningkatan
produksi mukus dan kontraksi otot polos bronkiolus. Hal ini akan
menyebabkan proliferasi akibatnya terjadi sumbatan dan daya konsulidasi
pada jalan nafas sehingga proses pertukaran O2 dan CO2 terhambat
akibatnya terjadi gangguan ventilasi. Rendahnya masukan O2 ke paru-paru
terutama pada alveolus menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan CO2
dalam alveolus atau yang disebut dengan hiperventilasi, yang akan
menyebabkan terjadi alkalosis respiratorik dan penurunan CO2 dalam
kapiler (hipoventilasi) yang akan menyebabkan terjadi asidosis respiratorik.
Hal ini dapat menyebabkan paru-paru tidak dapat memenuhi fungsi
primernya dalam pertukaran gas yaitu membuang karbondioksida sehingga
menyebabkan konsentrasi O2 dalam alveolus menurun dan terjadilah
gangguan difusi, dan akan berlanjut menjadi gangguan perfusi dimana
oksigenisasi ke jaringan tidak memadai sehingga akan terjadi hipoksemia
dan hipoksia yang akan menimbulkan berbagai manifestasi klinis.
F. Tanda Dan Gejala
1. Gejala awal berupa:
a. Batuk terutama pada malam atau dini hari
b. Sesak napas
c. Napas berbunyi (mengi) yang terdengar jika pasien
menghembuskan napasnya
d. Rasa berat di dada
e. Dahak sulit keluar.
f. Belum ada kelainan bentuk thorak
g. Ada peningkatan eosinofil darah dan IG E
h. BGA belum patologis
2. Gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam
jiwa atau disebut juga stadium kronik. Yang termasuk gejala yang
berat adalah:
a. Serangan batuk yang hebat
b. Sesak napas yang berat dan tersengal-sengal
c. Sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut)
d. Sulit tidur dan posisi tidur yang nyaman adalah dalam keadaan
duduk
e. Kesadaran menurun
f. Thorak seperti barel chest
g. Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
h. BGA Pa O2 kurang dari 80%
i. Suara nafas melemah bahkan tak terdengar (silent Chest)

Adapun manifestasi klinis yang ditimbulkan antara lain


mengi/wheezing, sesak nafas, dada terasa tertekan atau sesak, batuk,
pilek, nyeri dada, nadi meningkat, retraksi otot dada, nafas cuping hidung,
takipnea, kelelahan, lemah, anoreksia, sianosis dan gelisah.
(Medicafarma,2008)

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan sputum
2. Pemeriksaan darah
a. Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula
terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
b. Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
c. Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas
15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
d. Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E
pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari
serangan.
3. Pemeriksaan Radiologi

Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada


waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru
serta diafragma yang menurun.
4. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen
yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma. Pemeriksaan
menggunakan tes tempel.
5. Pemeriksaan faal paru
Bila FEV1 lebih kecil dari 40%, 2/3 penderita menujukkan
penurunan tekanan sistolenya dan bila lebih rendah dari 20%, seluruh
pasien menunjukkan penurunan tekanan sistolik.
Terjadi penambahan volume paru yang meliputi RV hampir terjadi
pada seluruh asma, FRC selalu menurun, sedangan penurunan TRC
sering terjadi pada asma yang berat.
6. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan yaitu
terdapat tanda-tanda hipertropi otot jantung, tanda-tanda hopoksemia,
yakni terdapatnya sinus tachycardia.
H. Prognosis
Bila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama,
maka akan terjadi emfisema dan mengakibatkan perubahan bentuk
toraks, yaitu toraks menbungkuk ke depan dan memanjang. Pada foto
rontgen toraks terlihat diafragma letaknya rendah, gambaran jantung
menyempit, corakan hilus kiri dan kanan bertambah. Pada asma kronik
dan berat dapat terjadi bentuk dada burung dara dan tampak sulkus
Harrison.
Bila sekret banyak dan kental, salah satu bronkus dapat tersumbat
sehingga dapat terjadi atelektasis pada lobus segmen yang sesuai.
Mediastinum tertarik ke arah atelektasis. Bila atelektasis berlangsung
lama dapat berubah menjadi bronkietasis, dan bila ada infeksi akan
terjadi bronkopneumonia. Serangan asma yang terus menerus dan
berlangsung beberapa hari serta berat dan tidak dapat diatasi dengan
obat-obat yang biasa disebut status asmatikus. Bila tidak ditolong
dengan semestinya dapat menyebabkan kematian, kegagalan
pernafasan dan kegagalan jantung.

I. Penatalaksanaan
1. Penobatan non farmakologik
a. Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien
tentang penyakit asthma sehinggan klien secara sadar
menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat
secara benar dan berkonsultasi pada tim kesehatan. 
b. Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma
yangada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari
danmengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan
yang cukup bagi klien.
c. Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran
mukus.Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi
dan fibrasi dada
2. Pengobatan farmakologik
a. Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot
dan jarak antara semprotan pertama dan kedua adalan 10
menit. Yang termasuk obat ini adalah metaproterenol ( Alupent,
metrapel ). 
b. Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat
inidiberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil
yangmemuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg
empatkalisehari.
c. Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang
baik,harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk
aerosol ( beclometason dipropinate ) dengan disis 800 empat
kali semprot tiaphari. Karena pemberian steroid yang lama
mempunyai efek sampingmaka yang mendapat steroid jangka
lama harus diawasi dengan ketat.
d. Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-
anak .Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
e. Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg
perhari.Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
f. Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol
dan bersifat bronkodilator.
II. Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas klien.
Pengkajian mengenai nama, umur dan jenis kelamin perlu di
kaji pada penyakit status asthmatikus. Alamat menggambarkan
kondisi lingkungan tempat klien berada, dapat mengetahui
kemungkinan faktor pencetus serangan asthma. Status perkawinan,
gangguan emosional yang timbul dalam keluarga atau lingkungan
merupakan faktor pencetus serangan asthma, pekerjaan, serta
bangsa perlu juga digaji untuk mengetahui adanya pemaparan bahan
elergen. Hal lain yang perlu dikaji tentang : Tanggal MRS, Nomor
Rekam Medik, dan Diagnosa medis.
2. Riwayat penyakit sekarang.
Klien dengan serangan asthma datang mencari pertolongan
dengan keluhan, terutama sesak napas yang hebat dan mendadak
kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain yaitu : Wheeezing,
Penggunaan otot bantu pernapasan, kelelahan gangguan kesadaran,
sianosis serta perubahan tekanan darah. Perlu juga dikaji kondisi
awal terjadinya serangan.
3. Riwayat penyakit dahulu.
Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti
infeksi saluran napas atas, sakit tenggorokan,tonsillitis, sinusitis, polip
hidung. Riwayat serangan asthma frekuensi, waktu, alergen-alergen
yang dicurigai sebagai pencetus serangan serta riwayat pengobatan
yang dilakukan untuk meringankan gejala asthma.
4. Riwayat kesehatan keluarga.
Pada klien dengan serangan status asthmatikus perlu dikaji
tentang riwayat penyakit asthma atau penyakit alergi yang lain pada
anggota keluarganya karena hipersensitifitas pada penyakit asthma
ini lebih ditentukan oleh faktor genetik.
5. Riwayat spikososial
Gangguan emosional sering dipandang sebagai salah satu
pencetus bagi serangan asthma baik gangguan itu berasal dari
rumah tangga, lingkungan sekitar sampai lingkungan kerja.
6. Pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Gejala asthma dapat membatasi manusia untuk berprilaku
hidup normal sehingga klien dengan asthma harus merubah
gaya hidupnya sesuai kondisi yang memungkinkan tidak terjadi
serangan asthma
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Perlu dikaji tentang status nutrisi klien meliputi, jumlah,
frekuensi, dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi
kebutuhannya. (Hudak dan Gallo;1997)
c) Pola eliminasi
Perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup
warna bentuk, konsentrasi, frekuensi, jumlah serta kesulitan
dalam melaksanakannya.
d) Pola tidur dan istirahat
Perlu dikaji tentang bagaimana tidur dan istirahat klien
meliputi berapa lama klien tidur dan istirahat. Serta berapa besar
akibat kelelahan yang dialami klien. Adanya wheezing, sesak
dan ortopnea dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat klien
e) Pola aktifitas dan latihan
Perlu dikaji tentang aktifitas keseharian klien seperti olah
raga, bekerja dan aktifitas lainnya. Aktifitas fisik dapat menjadi
faktor pencetus terjadinya asthma yang disebut dengan Exercise
Induced Asthma.
f) Pola hubungan dan peran
Gejala asthma sangat membatasi gejala klien untuk
menjalani kehidupan secara normal. Klien perlu menyesuaikan
kondisinya dengan hubungan dan peran klien baik dilingkungan
rumah tangga, masyarakat ataupun lingkungan kerja.
g) Pola persepsi dan konsep diri
Perlu dikaji tentang persepsi klien terhadap penyakitnya.
Persepsi yang salah dapat menghambat respon kooperatif pada
diri klien. Cara memandang diri yang salah juga akan menjadi
stresor dalam kehidupan klien. Semakin banyak stresor yang ada
pada kehidupan klien dengan asthma meningkatkan
kemungkinan serangan asthma yang berulang.
h) Pola sensori dan kognitif
Kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan
mempengaruhi konsep diri klien dan akhirnya mempengaruhi
jumlah stressor yang dialami klien sehingga kemungkinan terjadi
serangan asthma yang berulang akan semakin tinggi.
i) Pola reproduksi seksual
Reproduksi seksual merupakan kebutuhan dasar manusia,
bila kebutuhan ini tidak terpenuhi akan terjadi masalah dalam
kehidupan klien. Masalah ini akan menjadi stressor yang akan
meningkatkan kemungkinan terjadinya serangan asthma.
j) Pola penangulangan stress
Stress dan ketegangan emosional merupakan faktor
instrinsik pencetus serangan asthma maka perlu dikaji penyebab
terjadinya stres. Frekuensi dan pengaruh terhadap kehidupan
klien serta cara penanggulangan terhadap stresor.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Kedekatan klien pada sesuatu yang ia yakini dunia percayai
dapat meningkatkan kekuatan jiwa klien. Keyakinan klien
terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta pendekatan diri pada Nya
merupakan metode penanggulangan stres yang konstruktif dan
adaptif.
7. Pemeriksaan fisik
a) Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah,
kelemahan suara bicara, tekanan darah nadi, frekuensi
pernapasan yang meningkatan, penggunaan otot-otot pembantu
pernapasan, sianosis, batuk dengan lendir lengket dan posisi
istirahat klien
b) Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan
pigmentasi, turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik,
perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya bekas atau tanda
urtikaria atau dermatitis pada rambut di kaji warna rambut,
kelembaban dan kusam.
c) Kepala.
Dikaji tentang bentuk kepala, simetris adanya penonjolan,
riwayat trauma, adanya keluhan sakit kepala atau pusing, vertigo
kejang ataupun hilang kesadaran.
d) Mata.
Adanya penurunan ketajaman penglihatan akan menambah
stres yang di rasakan klien.
e) Hidung
Adanya pernafasan menggunakan cuping hidung, rinitis,
alergi dan fungsi olfaktori.
f) Mulut dan laring
Dikaji adanya perdarahan pada gusi. Gangguan rasa
menelan dan mengunyah, dan sakit pada tenggorok serta sesak
atau perubahan suara.
g) Leher
Dikaji adanya nyeri leher, kaku pada pergerakaan,
pembesaran tiroid serta penggunaan otot-otot pernafasan.
h) Thorak
 Inspeksi
Dada diinspeksi terutama postur bentuk dan kesimetrisan,
adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-
otot interkostalis, frekuensi, irama dan kedalaman
pernafasan.
 Palpasi.
Pada palpasi di kaji tentang kesimetrisan, ekspansi dan taktil
fremitus.
 Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor.
 Auskultasi.
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan
expirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan
bunyi pernafasan Wheezing.
i) Kardiovaskuler.
Jantung di kaji ada atau tidaknya pembesaran jantung dan
suara jantung melemah. Tekanan darah dan nadi yang
meningkat serta adanya pulsus paradoksus.
j) Abdomen.
Perlu di kaji tentang bentuk, nyeri, serta tanda-tanda
infeksi (Hudak dan Gallo;1997)
k) Ekstrimitas.
Di kaji adanya edema extremitas, tremor dan tanda-tanda infeksi
pada extremitas.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan bronkospasme
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran kapiler – alveola
4. Defisit nutrisi berhubungan dengan Ketidakmampuan menelan
makanan
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak napas
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
7. Ansietas berhubungan dengan kurangnya tingkat pengetahuan
C. Intervensi

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan Airway Management


napas tidak efektif keperawatan selama 1 x 24 1. Buka jalan nafas,
berhubungan jam,  pasien mampu : 2. Posisikan pasien untuk
dengan  Respiratory status : memaksimalkan ventilasi
peningkatan Ventilation 3. Identifikasi pasien perlunya
produksi sekret  Respiratory status : pemasangan  pemasangan
Airway  patency alat jalan nafas  buatan
 Aspiration Control, 4. Lakukan fisioterapi dada
Dengan kriteria hasil : jika  perlu

1. Mendemonstrasikan batuk 5. Keluarkan sekret dengan


efektif dan suara nafas batuk atau suction

yang  bersih,  bersih, tidak 6. Auskultasi suara nafas,


ada tidak ada sianosis catat adanya suara

sianosis dan dyspneu tambahan


(mampu mengeluarkan 7. Berikan bronkodilator bila

sputum, mampu bernafas perlu


dengan mudah, tidak ada 8. Berikan pelembab udara

pursed lips) Kassa  basah NaCl Lembab


2. Menunjukkan jalan nafas 9. Atur intake untuk cairan

yang paten (klien tidak mengoptimalkan


merasa tercekik, irama keseimbangan.

nafas, frekuensi 10. Monitor respirasi dan status


pernafasan dalam rentang O2

normal, tidak ada suara


nafas abnormal)
3. Mampu
mengidentifikasikan dan
mencegah factor yang
dapat menghambat jalan
nafas
Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Airway Management
pola napas keperawatan selama 1 x 24 1. Buka jalan nafas,
berhubungan jammenit,  pasien mampu : guanakan teknik chin lift
dengan  Respiratory status : atau jaw thrust bila perlu
bronkospasme Ventilation 2. Posisikan pasien untuk
 Respiratory status : Airway memaksimalkan ventilasi
patency 3. Identifikasi pasien perlunya
 Vital sign Status pemasangan alat jalan
Dengan Kriteria Hasil : nafas buatan
1. Mendemonstrasikan batuk 4. Pasang mayo bila perlu
efektif dan suara nafas 5. Lakukan fisioterapi dada
yang  bersih,  bersih, tidak jika perlu
ada sianosis sianosis dan 6. Keluarkan sekret dengan
dyspneu (mampu batuk atau suction
mengeluarkan sputum, 7. Auskultasi suara nafas,
mampu bernafas dengan catat adanya suara
mudah, tidak ada pursed tambahan
lips) 8. Lakukan suction pada
2. Menunjukkan jalan nafas mayo
yang paten (klien tidak 9. Berikan bronkodilator bila
merasa tercekik, irama perlu
nafas, frekuensi pernafasan 10. Berikan pelembab udara
dalam rentang normal, Kassa basah NaCl Lembab
tidak ada suara nafas 11. Atur intake untuk cairan
abnormal) mengoptimalkan
3. Tanda Tanda vital dalam keseimbangan.
rentang normal (tekanan 12. Monitor respirasi dan status
darah, nadi, pernafasan) O2

Terapi Oksigen
1. Bersihkan mulut, hidung
dan secret trakea
2. Pertahankan jalan nafas
yang  paten
3. Atur peralatan oksigenasi
4. Monitor aliran oksigen
5. Pertahankan posisi pasien
6. Observasi adanya tanda
tanda hipoventilasi
7. Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi

Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Buka jalan nafas, gunakan


pertukaran gas keperawatan selama 1 x 24 teknik chin lift atau jaw
berhubungan jam,  pasien mampu : thrust bila perlu
dengan perubahan  Respiratory Status : Gas 2. Posisikan pasien untuk
membran kapiler – exchange memaksimalkan ventilasi
alveola  Respiratory Status : 3. Identifikasi pasien perlunya
ventilation pemasangan  pemasangan
Dengan kriteria hasil : alat jalan nafas  buatan
1. Mendemonstrasikan 4. Pasang mayo bila perlu
peningkatan  peningkatan 5. Lakukan fisioterapi dada
ventilasi ventilasi dan jika  perlu
oksigenasi yang adekuat 6. Keluarkan sekret dengan
2. Memelihara kebersihan batuk atau suction
paru  paru dan bebas dari 7. Auskultasi suara nafas,
tanda tanda distress catat adanya suara
pernafasan tambahan
3. Mendemonstrasikan batuk 8. Lakukan suction pada mayo
efektif dan suara nafas 9. Berikan bronkodilator bila
yang  bersih,  bersih, tidak perlu
ada tidak ada sianosis 10. Berikan pelembab udara
sianosis dan dyspneu 11. Atur intake untuk cairan
(mampu mengeluarkan mengoptimalkan
sputum, mampu bernafas keseimbangan.
dengan mudah, tidak ada 12. Monitor respirasi dan status
pursed lips) O2
4. Tanda tanda vital dalam
rentang normal
Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan NIC
berhubungan keperawatan selama 1 x 24 jam, Nutrition Management
dengan kebutuhan nutrisi klien dapat 1. Kaji adanya alergi makanan
Ketidakmampuan terpenuhi dengan 2. Kolaborasi dengan ahli gizi
menelan makanan kriteria hasil: untuk menentukan jumlah
1. Mampu mengidentifikasi kalori dan nutrisi yang
kebutuhan nutrisi dibutuhkan pasien
2. Tidak ada tanda-tanda 3. Anjurkan pasien untuk
malnutrisi meningkatkan Intake Fe
3. Menunjukkan peningkatan 4. Anjurkan pasien untuk
fungsi pengecapan dan meningkatkan protein dan
menelan vitamin C
4. Tidak terjadi penurunan 5. Berikan substansi gula
berat badan yang berarti 6. Yakiknkan diet yang
dimakan mengandung
tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
7. Berikan makanan yang
terpilih (sudah
dikonsultasikan dengan ahli
gizi
8. Ajarkan pasien bagaimana
cara membuat catatan
makanan harian
9. Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
10. Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
11. Kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan nutrisi
yang dibutuhan
Gangguan pola Setelah dilakukan tindakan Sleep Enhancement
tidur berhubungan keperawatan selama 1 x 24 1. Determinasi efek-efek
dengan sesak jam,  pasien tidak imengalami medikasi terhadap pola tidur
napas gangguan tidur dengan 2. Jelaskan pentingnya tidur
kriteria hasil: yang adekuat
1. Pola tidur 6-7 jam per hari 3. Fasilitas untuk
2. Tidur tidak terganggu karena mempertahankan aktivitas
sesak napas sebelum tidur (membaca)
4. Ciptakan lingkungan yang
nyaman
5. Kolaborasikan pemberian
obat tidur
6. Diskusikan dengan pasien
dan keluarga tentang teknik
tidur pasien
7. Instruksikan untuk
memonitor tidur pasien
8. Monitor waktu makan dan
minum dengan waktu tidur
9.  Monitor/catat kebutuhan
tidur pasien setiap hari dan
jam
Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan Activity Therapy
berhubungan keperawatan selama 1 x 24 1. Kolaborasikan dengan
dengan kelemahan jam, pasien tidak mengalami tenaga rehabilitasi medik
fisik intoleransi aktivitas dengan dalam merencanakan
kriteria hasil: program terapi yang tepat
1. Pasien dapat berpartisipasi 2. Bantu klien untuk
dalam aktivitas mengidentifikasi aktivitas
2. Pasien dapat memenuhi yang mampu dilakukan
kebutuhan pasien secara 3. Bantu untuk memilih aktivitas
mandiri konsisten yang sesuai
3. Mampu berpindah: dengan dengan kemampuan fisik,
atau tanpa bantuan alat psikologi dan social
4. Status kardiopulmunari 4. Bantu untuk mengidentifikasi
adekuat dan mendapatkan sumber
5. Sirkulasi status baik yang diperlukan untuk
6. Status respirasi : aktivitas yang diinginkan
pertukaran gas dan 5. Bantu untuk mendapatkan
ventilasi adekuat alat bantuan aktivitas seperti
kursi roda, krek
6. Bantu untuk mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
7. Bantu klien untuk membuat
jadwal latihan diwaktu luang
8. Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas
9. Sediakan penguatan positif
bagi yang aktif beraktivitas
10. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi
diri dan penguatan
11. Monitor respon fisik, emosi,
social dan spiritual

Ansietas Setelah dilakukan tindakan Anxiety Reduction (penurunan


berhubungan keperawatan selama 1 x 24 kecemasan)
dengan kurangnya
jam,  pasien tidak menunjukan 1. Gunakan pendekatan yang
tingkat
pengetahuan tanda tanda kecemasan, menenangkan
kecemasan berkurang 2. Nyatakan dengan jelas
kriteria hasil: harapan terhadap pelaku
1. klien mampu pasien
mengidentifikasi dan 3. Jelaskan semua prosedur
mengungkapkan gejala dan apa yang dirasakan
cemas. selama prosedur
2. Mengidentifikasi, 4. Pahami prespektif pasien
mengungkapkan dan terhadap situasi stres
menunjukkan tehnik untuk 5. Temani pasien untuk
mengontol cemas. memberikan keamanan dan
3. Vital sign dalam batas mengurangi takut
normal. 6. Dorong keluarga untuk
4. Postur tubuh, ekspresi menemani anak
wajah, bahasa tubuh dan 7. Lakukan back / neck rub
tingkat aktivfitas 8. Dengarkan dengan penuh
menunjukkan berkurangnya perhatian
kecemasan. 9. Identifikasi tingkat
kecemasan
10. Bantu pasien mengenal
situasi yang menimbulkan
kecemasan
11. Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
12. Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
13. Berikan obat untuk
mengurangi kecemasan

DAFTAR PUSTAKA

Gloria M. Bulchek, Howard K. Butcher, Joanne M. Dochterman, Cheryl M.


Wagner. (2018). Nursing Intervension Classification(NIC) Edisi Bahasaa
Indonesia edisi keenam. Jakarta: ELSEVIER.

Novantika, A. (2015). Laporan Pendahuluan Asma. Dipetik Januari 18, 2021, dari
Scribd: https://www.scribd.com/doc/295886036/Laporan-Pendahuluan-
Asma
Noviantari, K. (2016). Laporan Pendahuluan Asma. Dipetik Januuari 18, 2021,
dari Scribd: https://www.scribd.com/doc/299867120/Lp-Asma

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:
MediAction.

T. Heather Herdman, PhD, RN, FNI, dan Shigemi Kamitsuru. (2018). NANDA-I
Diagnosis Keperawatan Devinis dan Klasifikasi 2018-2020 jilid 11.
Jakarta: ECG.

Wahyudi, H. (2017). APORAN PENDAHULUANASUHAN KEPERAWATAN


GAWAT DARURAT PADA KLIEN DENGANASMA DI RUANG IGD.
Dipetik Januari 18, 2021, dari Scribd:
https://www.scribd.com/document/369104553/LP-ASMA

Anda mungkin juga menyukai