pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
Dokumen yang dimkasud dalam ruang lingkup rekam medis adalah catatan dokter, dokter gigi,
dan/atau tenaga kesehatan tertentu, laporan hasil pemeriksaan penunjang, catatan observasi
dan pengobatan harian dan semua rekaman, baik berupa foto radiologi, gambar pencitraan
(imaging), dan rekaman elektro diagnostik.
Dalam penjelasan Pasal 46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran, yang dimaksud dengan rekam
medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien,
pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
Isi rekam medis beragam sesuai dengan jenisnya; yaitu Rekam Medis Pasien Rawat Jalan,
Rekam Medis Pasien Rawat Inap, Rekam Medis Pasien Gawat Darurat, Rekam Medis Pasien
dalam keadaan Bencana.
Fungsi
Fungsi rekam medis memegang peranan penting dalam hal layanan kesehatan; yaitu :
Disiplin Kedokteran dan Kedokteran Gigi dan Penegakkan Etika Kedokteran dan
Kedokteran Gigi,
Kerahasiahan
Rekam medis adalah berkas dan dokumen yang bersifat rahasia; berkas berkas rekam medis
adalah milik sarana pelayanan kesehatan (mis. rumah sakit) dan isinya yang berupa ringkasan
rekam medis merupakan milik pasien. Ringkasan tersebut (bukan berkas rekam medis) dapat
diberikan, dicatat atau dicopy oleh pasien atau orang yang diberi kuasa atau atas persetujuan
tertulis pasien atau keluarganya yang berhak untuk itu.
Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib menyimpan
kerahasiaan yang menyangkut riwayat penyakit pasien yang tertuang dalam rekam medis.
Rahasia kedokteran tersebut dapat dibuka hanya untuk kepentingan pasien untuk
memenuhi permintaan aparat penegak hukum (hakim majelis), permintaan pasien sendiri
atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana, rahasia kedokteran (isi rekam medis) baru dapat dibuka bila
diminta oleh hakim majelis di hadapan sidang majelis. Dokter dan dokter gigi bertanggung
jawab atas kerahasiaan rekam medis sedangkan kepala sarana pelayanan kesehatan
bertanggung jawab menyimpan rekam medis.
Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat
pengobatan pasien harus dijaga kerahasiaannya oleh dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan
tertentu, petugas pengelola dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan. Fsilitas kesehatan
seperti rumah sakit dituntut oleh regulasi untuk menjaga kerahasiahan rekam medis; namun
disisi lain harus memaparkannya untuk kebutuhan proses Klaim ke BPJS Kesehatan. Sebenarnya
pihak penjamin seperti halnya BPJS Kesehatan hanya membutuhkan informasi tentang
kebenaran besarnya biaya pada satu periode penyakit tertentu.
Informasi ini bisa didapatkan dari resume rekam medis dan bukti-bukti pelayanan; namun
kadang kadang Verifikator BPJS Kesehatan meminta copy laporan operasi, laporan anestesi,
laporan pemeriksaan penunjang; dll. Pada kondisi ini pihak PERSI sedang berupaya mengajukan
draft Perjanjian Kerjasama antara Rumah Sakit dengan pihak BPJS Kesehatan, yang dintaranya
adalah mengatur tentang hak akses penjamin biaya pelayanan kesehatan kepada pasien adalah
ke ringkasan medis, bukan ke dokumen rekam medis.
Rekam medis disimpan menurut nomor registrasi pasien atau nomor rekam medis yang
diurutkan berdasarkan nomor akhir (terminal digit), nomor tengah (middle digit) atau nomor
langsung (straight numerical). Menurut Depkes RI (2006), berdasarkan lokasi penyimpanan
berkas rekam medis, penyimpanan rekam medis dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
Penyimpanan
Rekam medis pasien rawat inap di rumah sakit wajib disimpan sekurang-kurangnya untuk jangka
waktu 5 (lima) tahun terhitung dari tanggal terakhir pasien berobat atau dipulangkan.
Sistem penyimpanan dokumen rekam medis dapat dilakukan dengan terpusat pada suatu
tempat tertentu, menyatukan berkas rekam medis pasien rawat jalan, rawat inap, dan rawat
darurat di satu tempat penyimpanan. Dalam kondisi seperti ini dibutuhkan suatu sistem
transportasi berkas rekam medis antara tempat penyimpanan dengan lokasi layanan.
Sistem penyimpanan dokumen rekam medis juga dapat dilakukan secara terpisah, memisahkan
berkas rekam pasien rawat jalan, rawat darurat, dan rawat inap pada tempat tersendiri; yang
umumnya lokasinya berdekatan dengan masing masing tempat layanan.
Dalam Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 16/KKI/PER/VIII/2006 tentang Tata Cara
Penanganan Kasus Dugaan Pelanggaran Disiplin MKDKI dan MKDKIP, ada tiga alternatif
sanksi disiplin yaitu :
a. Pemberian peringatan tertulis.
b. Rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik.
c. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran
atau kedokteran gigi.
Selain sanksi disiplin, dokter dan dokter gigi yang tidak membuat rekam medis dapat
dikenakan sanksi etik oleh organisasi profesi yaitu Majelis Kehormatan Etik Kedokteran
(MKEK) dan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Gigi (MKEKG).