Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH KEPERAWATAN

MEDIKAL BEDAH II
ASKEP OSTEOMALACIA

Dosen pembimbing : Ns. Novita Amri,M.Kep

Kelompok 13

 Jeki Ulya Putra

 Olan Lifra
 Revo Reynaldi

AKADEMI KEPERAWATAN BINA


INSANI SAKTI SUNGAI PENUH
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kepada Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya
kami dapat menyelesaikan tugas makalah tentang Osteomalcia ini. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah  membantu kami,
sehingga kami merasa lebih ringan dan lebih mudah menulis makalah ini. Atas
bimbingan yang telah berikan, kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-
pihak yang juga membantu kami dalam penyelesaian makalah ini.

Kami menyadari bahwa teknik penyusunan dan materi yang kami sajikan masih
kurang sempurna.Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang mendukung
dengan tujuan untuk menyempurnakan makalah ini. Dan kami berharap, semoga
makalah ini dapat di manfaatkan sebaik mungkin, baik itu bagi diri sendiri maupun
yang membaca makalah ini.

Sungai Penuh, Maret 2020

Kelompok 13
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagaimana diketahui salah satu mineral utama penyusun tulang adalah
kalsium. Kurangnya konsumsi kalsium akan mengakibatkan berkurangnya
kalsium yang terdapat pada tulang, sehingga lama kelamaan akan terjadi
perubahan pada mikroarstektur tulang dan tulang menjadi lunak. Akibatnya tulang
menjadi kehilangan kepadatan dan kekuatannya, sehingga mudah retak/patah.
Osteomalasia ialah perubahan patologik berupa hilangnya mineralisasi tulang
yang disebabkan berkurangnya kadar kalsium fosfat sampai tingkat di bawah
kadar yang diperlukan untuk mineralisasi matriks tulang normal, hasil akhirnya
ialah rasio antara mineral tulang dengan matriks tulang berkurang. Pada orang
dewasa kondisi ini adalah kronis dan deformitas skeletal tidak separah yang
terjadi pada anak-anak karena pertumbuhan skeletal telah terhenti. Pada pasien
ini, sejumlah osteoid atau remodelling tulang baru tidak mengalami klasifikasi.

B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas , maka rumusan masalah dalam makalah
ini bagaimana konsep dari osteomalacia dan asuhan keperawatan pada
osteomalacia

C. Tujuan Penulisan

a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pembahasan lengkap tentang penyakit pada system
musculoskeletal Osteomalacia.

b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengertian dari Osteomalacia
2. Untuk mengetahui etiologi atau penyebab dari Osteomalacia

3. Untuk mengetahui patofisiologi dari Osteomalacia

4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Osteomalacia

5. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari Osteomalacia

6. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Osteomalacia

7. Untuk mengetahui komplikasi dari Osteomalacia

D. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini disesuaikan dengan tujuan yang telah
dibuat diantaranya :

1. Memberitahukan kepada pembaca apa dan bagaimana penyakit


Osteomalacia itu.

2. Memberitahukan kepada pembaca bagaimana tindakan keperawatan


untuk pasien dengan Osteomalacia.

3. Sebagai bahan masukan untuk penulisan laporan lebih lanjut mengenai


Osteomalacia.
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

Konsep Osteomalacia

A. Definisi Osteomalacia
Osteomalasia adalah penyakit metabolisme tulang yang dikarakteristik
oleh kurangnya mineral dari tulang (menyerupai penyakit yang menyerang anak-
anak yang disebut rickets) pada orang dewasa, osteomalasia berlangsung kronis
dan terjadi deformitas skeletal, terjadi tidak separah dengan yang menyerang
anak-anak karena pada orang dewasa pertumbuhan tulang sudah lengkap
(komplit). (Smeltzer. 2001: 2339)

Osteomalasia adalah manifestasi defisiensi vitamin D. Perubahan


mendasar pada penyakti ini adalah gangguan mineralisasi tulang, disertai
meningkatnya osteoid yang tidak mengalami mineralisasi. (Robins, 2007)

Osteomalasia adalah penyakit pada orang dewasa yang ditandai oleh


gagalnya pendepositan kalsium kedalam tulang yang baru tumbuh. Istilah lain dari
osteomalasia adalah ”soft bone” atau tulang lunak. Penyakit ini mirip dengan
rakitis, hanya saja pada penyakit ini tidak ditemukan kelainan pada lempeng
epifisis (tempat pertumbuhan tulang pada anak) karena pada orang dewasa sudah
tidak lagi dijumpai lempeng epifisis.

B. Etiologi Osteomalacia
Umumnya penyebab utama adalah tidak cukupnya mineralisasi tulang
terutama kekurangan vitamin D. Ada berbagai kasus osteomalacia yang terjadi
akibat gangguan umum metabolisme mineral, antara lain :

1. Adanya malnutrisi

Kekurangan vitamin D yang berhubungan dengan asupan kalsium yang


jelek, terutama akibat kemiskinan, makanan kurang matang dan kurangnya
pengetahuan mengenai nutrisi juga merupakan salah satu faktor. Paling sering
terjadi dimana vitamin D tidak ditambahkan dalam makanan juga kekurangan
dalam diet dan jauh dari sinar matahari.

2. Faktor resiko berkaitan dengan penyakit patologis.

Penyakit-penyakit patologik yang dapat memicu terjadinya


osteomalacia meliputi gagal ginjal kronik sehingga proses
ekskresi/pembuangan kalsium akan meningkat. Dengan begitu proses
mineralisasi akan terhambat. Penyakit hati karena organ hatinya tak mampu
memroses vitamin D sehingga fase mineralisasi tidak terjadi. terapi
antikonvulsan berkepanjangan (fenitoin fenobarbital), dan gastrektomi.
Osteomalacia dalam hal ini terjadi sebagai akibat kegagalan absorpsi kalsium
ataupun kehilangan kalsium yang berlebihan dari tubuh.

C. Patofisiologi Osteomalacia
Ada berbagai macam penyebab dari Osteomalasia yang umumnya
menyebabkan gangguan metabolisme mineral. Faktor yang berbahaya untuk
osteomalasia adalah kesalahan diet, malabsobrsi, gastrectomi, GGK, terapi
anticonvilsan jangka lama (phenyton, phenorbar bital) dan insufisiensi vitamin D
(diet sinar matahari). Tipe malnutrisi (defisiensi vitamin D sering di golongkan
dalam hal kekurangan kalsium) terutama terjadi gangguan fungsi tetapi faktor dan
kurangnya pengetahuan tentang nutrisi juga dapat menjadi faktor pencetus hal itu
terjadi dengan frekuensi tersering dimana kandungan vitamin D dalam makanan
kurang dan adanya kesalahan diet serta kekurangan sinar matahari.

Defisiensi vitamin D menyebabkan penurunan kalsium serum, yang


merangsang pelepasan hormon paratiroid. Peningkatan hormon paratiroid
meningkatkan penguraian tulang dan ekskresi fosfat oleh ginjal. Tanpa
mineralisasi tulang yang adekuat, maka tulang menjadi tipis. Terjadi penimbunan
osteoid yang tidak terkristalisasi dalam jumlah abnormal yang membungkus
saluran-saluran tulang bagian dalam, hal ini menimbulkan deformitas tulang.
Diperkirakan defek primernya adalah kekurangan vitamin D aktif yang memacu
absorbsi kalsium dari traktus gastrointestinal dan memfasilitasi mineralisasi
tulang. Pasokan kalsium dan fosfat dalam cairan ekstrasel rendah. Tanpa vitamin
D yang mencukupi, kalsium dan fosfat tidak dapat dimasukkan ke tempat
kalsifikasi tulang, sehingga mengakibatkan kegagalan mineralisasi, terjadi
perlunakan dan perlemahan kerangka tubuh.

D. Manifestasi Klinis Osteomalacia


Secara umum terdapat sepuluh tanda klinis utama dari osteomalsia yaitu
sebagai berikut:

1. Lemahnya tulang.

2. Nyeri tulang.

3. Nyeri tulang pelvis.

4. Nyeri tulang panjang.

5. Nyeri tulang belakang.

6. Kelemahan otot.

7. Hipokalsemia.

8. Tulang vertebra mengalami tekanan.

9. Pendataran pelvis.

10. Fraktur, baik secara jumlah dan mudahnya patah tulang

Umumnya gejala yang memperberat dari osteomalasia adalah :

1. Nyeri tulang dan kelemahan. Sebagai akibat dari defisiensi kalsium,


biasanya terdapat kelemahan otot, pasien kemudian nampak terhuyung-
huyung atau cara berjalan loyo/lemah. Nyeri tulang yang dirasakan
menyebar, terutama pada daerah pinggang dan paha.
2. Kemajuan penyakit, kaki terjadi bengkok (karena tinggi badan dan
kerapuhan tulang), vertebra menjadi tertekan, pemendekan batang tubuh
pasien dan kelainan bentuk thoraks (kifosis).

3. Penurunan berat badan.

4. Nyeri tulang dan nyeri tekan tulang.

5. Kelemahan otot.

6. Cara berjalan seperti bebek atau pincang.

7. Pada penyakit yang lebih lanjut, tungkai melengkung (karena berat tubuh
dan tarikan otot).

8. Vertebra yang melunak mengalami kompresi, sehingga mengalami


pemendekan tinggi badan dan merusak bentuk toraks (kifosis).

9. Sakrum terdorong ke bawah dan depan, pelvis tertekan ke lateral


E. Pathway Osteomalacia

Gangguan gastrointestinal Gagal ginjal kronis

Absorbsi lemak terganggu Asidosis

Pembentukan vitamin D
terganggu Kalsium yang terdapat
dalam tubuh
Kekurangan vitamin D
digunakan untuk
Penyerapan kalsium usus dan kalsium dalam diet
menetralkan asidosis
menurun

Kalsium ekstra sel berkurang

Transport kalsium ke tulang


terganggu

Demineralisasi tulang
osteomalasia

Perlunakan kerangka tubuh


Harga diri rendah

Berat badan dan tarikan Kompresi pada vertebra


tubuh
Pemendekan tinggi
Penekanan saraf
badan
Tulang melengkung vertebra

Deformitas
Resiko fraktur meningkat Nyeri punggung

Cara berjalan pincang


Gangguan mobilitas fisik Nyeri
Resiko cedera

Gangguan mobilitas fisik Nyeri


Resiko cedera
F. Pemeriksaan Penunjang Osteomalacia
1. Pemeriksaan Diagnostik

Foto Rontgen, pada sinar-x jelas terlihat demineralisasi tulang secara


umum. Pemeriksaan vertebra memperlihatkan adanya patah tulang kompresi
tanpa batas vertebra yang jelas. Pada radiogram, osteomalasia tampak sebagai
pengurangan densitas tulang, terutama pada tangan, tengkorak, tulang iga dan
tulang belakang.

2. Pemeriksaan Laboratorium

Hasil lab memperlihatkan kadar kalsium serum dan fosfor yang rendah
dan peningkatan moderat kadar alkali fosfatase. Ekskresi kreatinin dan kalsium
urine rendah serta biopsi tulang yang menunjukkan peningkatan jumlah
osteoid.

G. Penatalaksanaan Osteomalacia
1. Penatalaksanaan Medik

a. Jika penyebabnya kekurangan vitamin D, maka dapat disuntikkan


vitamin D 200.000 IU per minggu selama 4-6 minggu, yang kemudian
dilanjutkan dengan 1.600 IU setiap hari atau 200.000 IU setiap 4-6
bulan.

b. Jika terjadi kekurangan fosfat (hipofosfatemia), maka dapat diobati


dengan mengonsumsi 1,25-dihydroxy vitamin D.

2. Penatalaksanan non medik

a. Jika kekurangan kalsium maka yang harus dilakukan adalah


memperbanyak konsumsi unsur kalsium. Agar sel osteoblas (pembentuk
tulang) bisa bekerja lebih keras lagi. Selain mengkonsumsi sayur-
sayuran, buah, tahu, tempe, ikan teri, daging, yogurt. Konsumsi
suplemen kalsium sangatlah disarankan.
b. Jika kekurangan vitamin D, sangat dianjurkan untuk memperbanyak
konsumsi makanan seperti ikan salmon, kuning telur, minyak ikan, dan
susu. Untuk membantu pembentukan vitamin D dalam tubuh cobalah
sering berjemur di bawah sinar matahari pagi antara pukul 7 - 9 pagi dan
sore pada pukul 16 - 17.

H. Komplikasi Osteomalacia
Pada anak-anak jika penyakit ini tidak segera diobati maka
pertumbuhannya akan terhalang, anak jadi lambat untuk duduk, merangkak dan
berjalan. Berat tubuhnya mungkin akan membengkokan lutut, tulang serta
persendian lainya sehingga menyebabkan kaki O (genu varum), dada busung
(pigeon chest) dan lutut bengkok ke dalam (genu valgum). Pada orang dewasa
kelemahan tulang menimbulkan resiko fraktur. Os vertebrata yang melunak akan
tertekan menjadi pendek sehingga orang itu akan berkurang tingginya atau cebol.
Trunkus yang memendek, sehingga mengubah bentuk toraks disebut kifosis
dimana terlihat bungkuk dan skoliosis.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Riwayat kesehatan meliputi infomasi tentang aktivitas hidup sehari-hari,pola
ambulasi, alat bantu yang digunakan (misalnya kursi roda,tongkat, walker), dan
nyeri (jika ada nyei tetapkan lokasi,derajat nyeri,lama, faktor yang memperberat
dan fakto pencetus) kram atau kelemahan.

Pengkajian perlu dilakukan secara sistematis,teliti dan terarah. Data yang


dikumpulkan meliputi data subjektif dan objektif dengan cara melakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diasnotik.

a. Anamnesis

1. Data demografi : data ini meliputi nama,usia, jenis kelamin, tempat tinggal
orang yang dekat dengan klien.
2. Riwayat perkembangan : data ini untuk mengetahui tingkat perkembangan
pada neonatus,bayi,prasekolah,remaja,dewasa,tua.
3. Riwayat sosial : data ini meliputi pendidikan dan pekerjaan. Sseorang yang
terpapar terus-menerus dengan agens tertentu dalam pekerjaan status
kesehatan dapat dipengaruhi.
4. Riwayat penyakit keturunan : riwayat penyakit keluarga perlu diketahui
untuk menentukan hubungan genetik yang perlu diidentifikasi misalnya
(penyakit diabetes melitus yang merupakan predisposisi penyakit sendi
degeneratif,TBC,artritis,riketsia,osteomielitis dll).
5. Riwayat diet : identifikasi adanya kelebihan berat badan karena kondisi ini
dapat mengakibatkan stes pada sendi penyangga tubuh dan predisposisi
terjadi instabilitas ligamen,khsu pada punggung bagian bawah, kurangnya
asupan kalsium dapat menimbulkan fraktur karena adanya delkasifikasi.
Bagaimana menu makanan sehari-hari dan konsumsi vitamin A,D, kalsium,
serta protein yang merupakan zat untuk menjaga kondisi muskuloskeletal.
6. Aktivitas kegiatan sehari-hari : identifikasi pkerjaan pasien dan aktivitas
sehari-hari. Kebiasaan membawah benda-benda berat yang dapat
menimbulkan regangan otot dan trauma lainya. Kurangnya melakukan
aktivitas mengakibatkan tonus otot menurun. Fraktur atau trauma dapt
timbul pada olahraga sepak bola dan hoki, sedangkan nyeri sendi tengan
dapat timbul akibat olahraga tenis. Pemakaian hak sepatu yang terlalu
tinggi dapat menimbulkan kontraksi pada tendon achiles dan dapat terjadi
dislokasi. Perlu di kaji pula aktivitas hidup sehari-hari, saat ambulasi
apakah ada nyeri pada sendi, apakah menggunakan alat bantu (kursi
roda,tongkat ataupun walker).
7. Riwayat ksehatan masa lalu : data ini meliputi kondisi kesehatan individu.
Data tentang adanya efek langsung atau tidak langsung terhadap
muskulokeletal, misalnya riwayat trauma atau kerusakan tulang rawan,
riwaya artritis osteomielitis.
8. Riwayat kesehatan sekarang : sejak kapan timbul keluhan, apakah ada
riwayat trauma. Hal-hal yang menimbulkan gejala. Timbulnya gejala
mendadak atau berlahan. Timbulnya untuk pertamakalinya atau berulang.
Perlu ditanyakan pula tentang ada tidak gangguan pada sistem lainnya kaji
klien untuk mengungkapkan alasan klien emeriksa diri atau mengunjungi
fasilitas kesehatan, keluhan utama pasien dan ganngguan muskuloskeletal
meliputi :
a) Nyeri : identifikasi lokasi nyeri. Nyeri biasanya berkaitan dengan
pembuluh darah,sendi,fasia atau periosteum. Nyeri berdenyut biasanya
berkaitan dengan tulang dan sakit berkaitan dengan otot, sedangkan
nyeri yang menusuk berkaitan dengan fraktur atau infeksi tulang.
Identifikasi apakah nyeri timbul setelah diberi aktivitas atau gerakan.
Nyeri saat bergerak merupakan satu tanda masalah persendian.
Degenerasi panggul menimbulkan nyeri selama badan bertumpu pada
sendi tersebut. Degenerasi pada lutut menimbulkan nyeri selama dan
setelah berjalan. Nyeri pada osteoartritis makin meningkat pada suhu
dingin. Tanyakan kapan nyeri makin meningkat pada pagi atau malam
hari. Inflamasi pada bursa dan tendon makin meningkat pada malam
hari. Tanyakan apakah nyeri hilang saat istirahat. Apakah nyeri bisa
diatasi dengan obat tersebut.
b) Kekuatan sendi : tanyakan sendi mana yang mengalami kekakuan,
lamanya kekakuan tersebut dan apakah selalu terjadi kekakuan.
Beberapa kondisi seperti spondilitis ankilosis terjadi remisi kekakuan
beberapa kali sehari. Pada penyakit degenerasi sendi sering terjadi
kekakuan yang meningkat pada pagi setelah bangun tidur (inaktivitas).
Bagaimana dengan perubahan suhu dan aktivitas. Suhu dingin dan
kurang aktivitas biasanya meningkatkan kekakuan sendi. Suhu panas
biasanya menurunkan spasmen otot.
c) Bengkak : tanyakan berapa lama terjadi pembengkakan, apakah juga
disertai dengan nyeri, karena bengkak dan nyeri sering menyertai cedera
pada otot. Penyakit degenerasi sendi sering kali tidak timbul bengkak
pada awal serangan, tetepi muncul setelah beberapa minggu terjadi
nyeri. Dengan istirahat dan meninggikan bagian tubuh,ada yang
dipasang gips. Identifikasi apakah ada padas atau kemerahan karen
tanda tersebut menunjukan adanya inflamasi,infeksi atau cedera.
d) Derformitas dan imobilitas : tanyakan kapan terjadinya, apakah tiba-tiba
atau bertahap, apakah menimbulkan keterbatasan gerak. Apakah
semakin memburuk dengan aktivitas, apakah dengan posisi tertentu
makin memburuk. Apakah klien menggunakan alat bantu (kruk,tongkat
dll).
e) Perubahan sensori : tanyakan apakah ada penurunan rasa pada bagian
tubuh tertentu. Apakah menurutnya rasa atau sensasi tersebut berkaitan
dengan nyeri. Penekanan pada syaraf dan pembuluh darah akibat
bengkak,tumor atau fraktur dapat menyebabkan menurunnya sensasi.

b. Pemeriksaan fisik

1. Pengkajian skeletal tubuh

Hal-hal yang perlu dikaji pada skelet tubuh,yaitu :

a) Adanya derformitas dan ketidak sejajaran yang dapat disebabkan oleh


penyakit sendi
b) Pertumbuhan tulang abnormal. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya
tumor tulang
c) Pendekatan eksteremitas, aputasi dan bagian tubuh yang tidak sejajar
dengan anatomis
d) Angulasi abnormal pada tulang panjang. Gerakan pada titik buka sendi
teraba krepitus pada titik gerakan abnormal. Manunjukan adanya patah
tulang

2. Pengkajian tulang belakang

Deformitas tulang belakang yang sering terjadi perlu diperhatikan yaitu :

a) Skoliosis (deviasi kurvantura lateral tulang belakang)


1) Bahu tidak sama tinggi
2) Garis pinggang yang tidak simetris
3) Skapula yang menonjol
Skoliosis tidak diketahui penyebabnya (idiopatik),kelainan
kongenital, atau akibat kerusakan otat para-spinal,seperti poliomielitis
b) Kifosis (kenaikan kurvantura tulang belakang bagian dada). Sering
terjadi pada lansia dengan osteoporosis atau penyakit neuromuskular.
c) Lordosis (membbek, kurvantura tulang bagian pinggang yang
berlebihan lordosis biasa di temukan pada wanita hamil

Pada saat inspeksi tulang belakang sebaiknya baju pasien dilepaskan untuk
melihat seluruh punggung,bkng dan tungkai. Pemeriksaan kurvantura tulang
belakang dan kesimetrisan batang tubuh dilakukan dari pandangan
anterior,posterior,dan lateral. Dengan berdiri dibelakang pasien,perhatikan setiab
perbedaan tinggi bahu dan krista iliaka. Lipatan bokong normalnya simetris.
Kesimetrisan bahu,pinggul dan kelurusan tulang belakang diperiksa pada posisi
pasien berdiri tegak dan membungkuk ke depan.

c. Pengkajian sistem persendian

Pengkajian sistem persendian dengan pemeriksaan luas gerak sendi baik


aktif maupun pasif,deformitas ,stabilitas dan adanya benjolan. Pemeriksaan sendi
menggunakan alat goniometer. Yaitu busur derajat yang yang dirancang khusus
untuk evakuasi gerak sendi.
1. Jika sendi diekstensikan maksimal namun masih ada sisa fleksi, luas
grakan ini dianggap terbatas. Keterbatasan ini dapat disebabkan oleh
deformitas skeletal, patologi sendi, kontraktur otot dan tendon sekitar.
2. Jika gerakan sendi mengalami gangguan atau nyeri, harus dipaksa adanya
kelebihan cairan dalam kapsulnya (efusi) pembengkakan dan inflamasi.
Tempat yang sering terjadi efusi adalah pada lutut.

Palpasi sendi sambil sendi digerakkan secara pasif akan memberi informasi
mengenai inegritas sendi. Suara “gemeletuk” dapat menunjukan adanya ligamen
yang tergelncir di antara tonjolan tulang. Adanya krepitus karena permukaan sendi
yang tidak rata di temukan pada pasien artritis. Jaringan sekitar sendi terdapat
benjolan yang khas di temukan pada pasien :

1. Artritis reumatoid,benjolan lunak di dalam dan sepanjang tendon


2. Gout, benjolan keras di dalam dan di sebelah sendi
3. Osteoatritis,benjolan keras dan tidak nyeri merupakan pertumbuhantulang
akibat destruksi permukaan kartilago pada tulang kapsul sendi, biasanya
ditemukan pada lansia.

Kadang-kadang ukuran sendi menonjol akibat artrofi otot di proksimal dan distal
sendi sering terlihat pada artritis reumatoid sendi lutut.

d. Pengkajian sistem otot

Pengkajian sistem otot meliputi kemampuan mengubah pasisi, kekuatan


dan koordianasi otot,serta ukuran masing-masing otot. Kelemahan sekelompok
otot menunjukkan berbagai kondisi seperti polineuropati,gangguan
elektrolit,miastenia grafis,poliomielitis dan distrofi otot.

Palpasi otot dilakukan ketika ekstremitasi rileks dan di gerakkan secara


pasif. Perawat akan merasakan tonus otot. Kekuatan otot dapat dapat diukur
dengan minta pasien menggerakkan ekstremitasdengan atau tanpa tahanan.
Musalnya, otot bisep yang diuji dengan meminta klien mluruskan dengan
sepenuhnya kemudian fleksikan lengan melawan tahanan yang diberikan oleh
perawat. Tonis otot (konteksi ritmk otot)dapat dibangkitkan pada pergelangan
kaki dengan dorso-fleksi kaki mendadak dan kuat,dan tangan dengan ekstensi
pergelangan tangan.

Lingkaran ekstremitas harus diukur untuk membantu pertambhan ukuran


akibat edema atau perdarahan, penurunan akibat atrofi dan dibandingkan
ekstremitas yang sehat. Pengukuran otot dilakukan di lingkaran terbesar
ektremitas pada lokasi yang sama, pada posisi yang sama dan otot dalam keadaan
istirahat.

Gradasi Ukuran Kekuatan Otot

0 (zero) Tidak ada kontraksi saat palpasi


1 (trace) Terasas adanya kontraksi otot, tetapi tidak ada gerakan
Dengan bantuan atau menyangga sendi dapat melakukan gerakan
2 (poor)
sendi (range of motion, ROM) secara penuh
Dapat melakukan gerakan sendi (ROM) secara penuh dengan
3 (fair)
melawan gravitasi, tetapi tidak dapat melawan tahanan
Dapat melakukan ROM secara penuh dan dapat melawan tahanan
4 (good)
tingkat sedang
5 Dapat melakukan gerakan sendi (ROM) secara penuh dan dapat
(normal) melawan gravitasi dan tahanan
e. Pengkajian Cara Berjalan

Pada pengkajian ini, pasien diminta berjalan. Perhatikan hal berikut :

1. Kehalusan dan irama berjalan, gerakan teratur atau tidak


2. Pincang dapat disebabkan oleh nyeri atau salah satu ekstrimitas pendek
3. Keterbatassan gerak sendi dapat memengaruhi cara berjalan

Abnormalitas neourologis yang berhubungan dengan cara berjalan. Misalnya,


pasien hemiparesis – stroke menunjukkan cara berjalan spesifik, pasien dengan
penyakit parkinson nmenunjukkan cara berjalan bergetar.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan kompresi saraf spinal
2. Resiko cedera berhubungan dengan kehilangan integritas tulang
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidaknyamanan
4. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan penampilan peran
C. Intervensi
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN (NURSING CARE PLAN)

Diagno Tujuan dan


No Intervensi Rasional
sa Kriteria Hasil
1 Nyeri Tujuan : 1. Pantau tingkat dan 1. Tingkat dan
b/d Setelah intensitas nyeri intensitas nyeri
proses dilakukan 2. Lakukan merupakan data
pelunak perawatan klien imobilisasi besar yang
an melaporkan 3. Ajarkan teknik dibutuhkan perawat
tulang nyeri berkurang relaksasi (nafas sebagai pedoman
atau hilang dalam) pengambilan
Kriteria hasil : 4. Kolaborasi intervensi, sehingga
 Skala nyeri pemberian setiap perubahan
0–4 analgesik sesuai hqarus terus
 Tidak program terapi dipantau.
adanya 2. Imobilisasi dapat
Grimace membantu
 Tidak meringankan tugas
adanya tulang dalam
Gerakan mempertahankan
melokalisir postur tubuh
nyeri sehingga tidak
terjadi kekakuan
daerah sekitar yang
menyebabkan nyeri.
3. Teknik relaksasi
(nafas dalam) dapat
membantu
menurunkan tingkat
ketegangan
sehingga
diharapkan tekanan
otot – otot sekitar
daerah cedera
menurun
4. Analgesik berfungsi
untuk melakukan
hambatan pada
sensor nyeri
sehingga sensasi
nyeri pada klien
berkurang.
2 Hambat Tujuan : 1. Lakukan 1. Imobilisasi dapat
an Setelah imobilisasi mengurangi
mobilit dilakukan 2. Ajarkan pergerakan daerah
as fisik perawatan, klien penggunaan alat cedera sehingga
b/d dapat bantu berpindah tidak terjadi
ganggu melakukan 3. Jelaskan pada kerusakan yang
an cara mobilisasi pasien tentang berlanjut, hal ini
berjalan dengan atau pentingnya juga dapat
tanpa bantuan pembatasan membantu
perawat aktivitas menopang berat
Kriteria hasil : 4. Latihan ROM tubuh.
 Klien dapat aktif dan 2. Klien mungkin baru
melakukan perpindahan mengenal dan tidak
ROM aktif maksimal 2 kali dapat menggunakan
 Klien dapat dalam sehari alat bantu mobilitas
berpindah 5. Anjurkan seperti kruk atau
dengan partisipasi aktif walker sehingga
bantuan alat sesuai kemampuan peran perawat
dalam kegiatan adalah memberikan
sehari - hari pendidikan tentang
cara
penggunaannya.
3. Klien mungkin
tidak mengerti
mengenai tujuan
pembatasan gerak,
sehingga perawat
harus memberikan
penyuluhan tentang
pentingnya
pembatasan
aktivitas pada
pasien cedera.
Pemahaman klien
memungkinkan
peningkatan daya
kooperatif.
4. Latihan ROM dapat
mencegah
penurunan masa
otot, kontraktur dan
peningkatan
vaskularisasi.
Sehingga tidak
timbul komplikasi
yang tidak
diharapkan.
5. Partisipasi aktif
dapat membantu
pemulihan
kesehatan dan
melatih kekuatan
otot, sehingga
diharapkan klien
dapat
mempertahankan
kekuatannya.

3 Resiko Tujuan : 1. Ajarkan klien 1. Klien


cedera Setelah untuk dimungkinkan tidak
berhub dilakukan mempergunakan mengerti cara
ungan perawatan, alat bantu penggunaan alat
dengan diagnosa mobilisasi. bantu mobilisasi,
kehilan keperawatan 2. Sarankan untuk sehingga perawat
gan tidak menjadi melakukan dapat mengajarkan
integrit aktual aktivitas sesuai klien agar kllien
as Kriteria hasil : kemampuan dan dapat
tulang -Klien tidak batasi aktivitas mengkompensasi
mengalami yang berlebihan ketidakmampuanny
cedera a.
-Stabilisasi 2. Pembatasan
tubuh dapat aktivitas diperlukan
dipertahankan agar tulang tidak
bekerja terlalu
berat. Kerja berat
dapat meningkatkan
kontraksi otot
sehingga
dimungkinkan
memperparah
deformitas.

4 Harga Tujuan : 1. Dorong ekspresi 1. Ekspresi emosi


diri Kriteria hasil : ketakutan, membantu klien
rendah  Klien perasaan negatif mulai menerima
berhub menunjukka dan kehilangan kenyataan dan
ungan n perilaku bagian tubuh. realita, dalam hal ini
dengan adaptasi 2. Berikan perawat membantu
perubah  Klien lingkungan yang mempercepat proses
an menyatakan terbuka pada berduka.
penamp penerimaan pasien untuk 2. Penerimaan terbuka
ilan pada situasi mendiskusikan perawat dapat
peran. ini. masalah yang memberikan
dialami. lingkungan
3. Dorong partisipasi psikologis yang
dalam aktivitas nyaman bagi pasien
sehari – hari. sehingga
4. Kaji dan kepercayaan pasien
tingkatkan derajat pada perawat
dan dukungan meningkat dan
yang ada untuk berdampak pada
pasien. tingkat kooperatif
klien.
3. Meningkatkan
kemandirian dan
meningkatkan
perasaan harga diri.
Diharapkan klien
memiliki presepsi
positif terhadap
dirinya dengan
kemandirian yang
klien lakukan.
4. Dukungan keluarga,
kerabat ataupun
sahabat terhadap
klien sangat
diperlukan sehingga
perawat harus dapat
mengkaji dan
melakukan
intervensi agar
dukungan terhadap
klien dapat
meningkat.

D. Implementasi
Implementasi Keperawatan merupakan tahap keempat dalam
proses keperawatan dengan melaksanakan berbagai tindakan keperawatan
yang telah direncanakan (Hidayat Alimul, 2012).

E. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah


tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk mengatasi
suatu masalah. (Meirisa, 2013). Pada tahap evaluasi, perawat dapat mengetahui
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan telah
tercapai

BAB 4

PENUTUP

A. Kesimpulan
Osteomalasia adalah penyakit yang ditandai oleh gagalnya pendepositan
kalsium kedalam tulang yang baru tumbuh. Penyebab utamanya adalah tidak
cukupnya mineralisasi tulang terutama kekurangan vitamin D. Tanda dan gejala
dari osteomalasia antara lain lemahnya tulang, nyeri tulang, nyeri tulang pelvis,
nyeri tulang panjang, nyeri tulang belakang.
Pada anak-anak jika penyakit ini tidak segera diobati maka
pertumbuhannya akan terhalang, anak jadi lambat untuk duduk, merangkak dan
berjalan. Berat tubuhnya mungkin akan membengkokan lutut, tulang serta
persendian lainya sehingga menyebabkan kaki O (genu varum), dada busung
(pigeon chest) dan lutut bengkok ke dalam (genu valgum). Pada orang dewasa
kelemahan tulang menimbulkan resiko fraktur. Os vertebrata yang melunak akan
tertekan menjadi pendek sehingga orang itu akan berkurang tingginya atau cebol.
Trunkus yang memendek, sehingga mengubah bentuk toraks disebut kifosis
dimana terlihat bungkuk dan skoliosis.

B. Saran
Kami berharap para pembaca dapat memahami pembahasan makalah kami
tentang Osteomalacia, saran kami adalah agar setiap calon perawat dapat
memaksimalkan pengetahuanya dan tidak pernah berhenti untuk terus belajar dan
bekerja dengan kemampuan yang maksimal dan intergritas kerja yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

Asmin Yasih.2000.Keperawatan Medikal Bedah : Buku Saku Dari Brunner &


Suddarth.Jakarta : EGC

Doenges, E, Marilyn. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk


perencanaan keperawatan pasien. Edisi 3 . Jakarta : EGC, 1999

Price, Sylvia & Loiraine M. Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit.
Edisi 4. Jakarta : EGC, 1998

Priscilla LeMone,dkk.2016.Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah.Jakarta :EGC


Risnanto & Uswatun.2014.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah :
Sistem Muskulokeletal.Yogyakarta :Deepublish

Robbins, Kumar. Buku Ajar Patofisiologi II. Edisi 4. Jakarta: EGC, 1995

Suratun,dkk.2008. Klien Gangguan Muskulokeletal : Seri Asuhan


Keperawatan.Jakarta : EGC

Smeltzer & Brenda G. bare. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Vol III. Edisi
8. Jakarta : EGC, 2002

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
1
Belakang…………………………………………………………...
1
B. Rumusan
1
Masalah……………………………………………………….
2
C.
Tujuan……………………………………………………………………
3
D. Manfaat
3
Penulisan……………………………………………………….
4
BAB II TINJAUAN TEORITIS
5
A.
7
Definisi…………………………………………………………………..
8
B.
8
Etiologi…………………………………………………………………..
9
C.
Patofisiologi………………………………………………………………
D. Manifestasi 10
Klinis……………………………………………………….. 16
E. 17
Pathway………………………………………………………………….. 22
F. Pemeriksaan 22
Penunjang…………………………………………………..
G. 23
Penatalaksanaan…………………………………………………………. 23
H.
Komplikasi……………………………………………………………….
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
Pengkajian………………………………………………………………..
B.
Diagnosa…………………………………………………………………
C.
Intervensi…………………………………………………………………
D.
Implementasi……………………………………………………………..
E.
Evaluasi…………………………………………………………………..
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan………………………………………………………………
B.
Saran……………………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai