Anda di halaman 1dari 9

Definisi Aqidah

Firman Allah Surat Ibrahim : 24-27


‫ت َو َفرْ ُع َها‬ ٌ ‫ب هّللا ُ َم َثالً َكلِ َم ًة َط ِّي َب ًة َك َش َجر ٍة َط ِّي َب ٍة أَصْ لُ َها َث ِاب‬ َ ‫ض َر‬َ ‫ْف‬ َ ‫أَ َل ْم َت َر َكي‬
َ ُ
ِ ‫ِين ِبإِ ْذ ِن َر ِّب َها َو َيضْ ِربُ هّللا ُ األمْ َثا َل لِل َّن‬
‫اس‬ ٍ ‫فِي ال َّس َماء ُت ْؤتِي أ ُك َل َها ُك َّل ح‬
‫ض‬ ِ ْ‫ت مِن َف ْو ِق األَر‬ ْ ‫ُون َو َمث ُل َكلِ َم ٍة َخ ِبي َث ٍة َك َش َج َر ٍة َخ ِبي َث ٍة اجْ ُت َّث‬ َ ‫َل َعلَّ ُه ْم َي َت َذ َّكر‬
‫ت فِي ْال َح َيا ِة ال ُّد ْن َيا َوفِي‬ َّ ‫ِين آ َم ُنو ْا ِب ْال َق ْو ِل‬
ِ ‫الث ِاب‬ َ ‫ِّت هّللا ُ الَّذ‬
ُ ‫ار ُي َثب‬
ٍ ‫َما َل َها مِن َق َر‬
‫ِين َو َي ْف َع ُل هّللا ُ َما َي َشا ُء‬َ ‫الظالِم‬َّ ُ ‫ اآلخ َِر ِة َويُضِ ُّل هّللا‬  
Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang
baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon
itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat
perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. Dan
perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan
akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun. llah meneguhkan
(iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia
dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang
Dia kehendaki.

‘Aqidah (ُ‫ )اَ ْل َع ِقيْدَ ة‬menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu (‫)ال َع ْق ُد‬ ْ
yang berarti ikatan, at-tautsiiqu(‫ْق‬ ُ ‫ )ال َّت ْو ِثي‬yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang
kuat, al-ihkaamu (‫م‬ ِ ‫ ) ْا‬yang artinya mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu
ُ ‫إلحْ َكا‬
biquw-wah (ٍ‫ْط ِبقُ َّوة‬ ُ ‫ )الرَّ ب‬yang berarti mengikat dengan kuat.
َ ‫اإلسْ الَ ِم أَيْ َيجْ ِزم‬ َ ُ َ ‫اَ ْل َقعِيدَ ة اإلسْ الَ ِم َّي ُة ه‬
‫ُون ِبصِ حَّ ِت َها‬ ِ ‫ِي األمُو ُر الَّتِى َيعْ َت ِق ُد َها أهْ ِل‬ ِ
Aqidah Islam ialah segala perkara yang diyakini oleh umat Islam yang diyakini dengan pasti
tentang kebenarannya.

‫قال رس ول هللا ص لى هللا علي ه وس لم إن من الش جر ش جرة ال‬


‫يسقط ورقها وإنها مث ل المس لم فح دثوني م ا هي؟ فوق ع الن اس في‬
‫ قال عبد هللا ووقع في نفسي أنه ا النخل ة فاس تحييت‬,‫شجر البوادي‬
‫ثم قالوا حدثنا ما هي يا رسول هللا قال فقال هي النخلة ق ال ف ذكرت‬
‫ذلك لعمر ق ال ألن تك ون قلت هي النخل ة أحب إلي من ك ذا وك ذا‬
Maksudnya : Hadis riwayat ‘Abdullah bin ‘Umar r.a., dia berkata: Rasulullah saw.
bersabda: Sesungguhnya di antara jenis pohon terdapat satu pohon yang tidak mudah gugur
daunnya yang diumpamakan seperti seorang muslim. Sebutkanlah pohon apakah itu? Lalu
orang-orang banyak yang mengira pohon padang pasir dan aku sendiri mengira bahwa itu
adalah pohon kurma tetapi aku malu mengatakannya. Kemudian mereka berseru: Wahai
Rasulullah, sebutkanlah kepada kami pohon apakah itu? Rasulullah saw. menjawab: Ia
adalah pohon kurma. ‘Abdullah bin ‘Umar berkata: Lalu menceritakan hal itu kepada
‘Umar. Dia berkata: Seandainya kamu telah mengatakannya langsung itu pohon kurma
adalah lebih aku sukai daripada kamu berkata begini, begini
Definisi Tauhid
Kata “tauhid” adalah bentuk mashdar dari kata wahhada – yuwahhidu – tauhiid. Artinya:
menjadikan sesuatu menjadi satu. Jadi “tauhid” menurut bahasa adalah memutuskan
bahwa sesuatu itu satu. Menurut istilah, “tauhid” berarti meng-Esa-kan Allah dan
menunggalkan-Nya sebagai satu-satunya Dzat pemilik rububiyah, uluhiyah, asma’, dan
sifat.Ilmu Aqidah disebut Tauhid karena tauhid adalah pembahasan utamanya, sebagai
bentuk generalisasi.
Tauhidullah
Secara garis besar, tauhid dibagi menjadi tiga bagian; pertama Tauhid Rububiyah. Kedua;
Tauhid Mulkiyah, dan Ketiga; Tauhid Uluhiyah.

Tauhid Rububiyah.
Dari segi bahasa, Rububiyah berasal dari kata rabba yarubbu( ّ‫ يرب‬- ّ‫ )رب‬yang memiliki
beberapa arti, yaitu : ( ‫ المربي‬/al-Murabbi) Pemelihara, ( ‫النصير‬/al-Nashir) Penolong,

( ‫ الملك‬/al-Malik) Pemilik, ( ‫ المصلح‬/ al-Muslih) Yang Memperbaiki, ( ‫ السيد‬/al-Sayid)


Tuan dan ( ‫ الولي‬/ al-Wali) Wali.
Sifat rububiyah bagi Allah merupakan sifat Allah sebagai Maha Pencipta, Maha Pemilik, dan
Maha Pengatur seluruh alam. Dalam tauhid ini, kita diminta untuk mengesakan Allah
sebagai Pencipta yang telan mencipta segala sesuatu dari yang paling kecil hingga yang
paling besar. Hanya Allah-lah yang memberikan rizki dan hanya Allah lah sebagai Penguasa
yang menguasai seluruh alam ini.
Menurut fungsinya, tauhid rububiyah pada Dzat Allah terbagi menjadi tiga:
Allah sebagai Pencipta (‫)خالقا‬
Allah SWT berfirman (QS. 2 : 21-22):
‫ون * الَّ ِذي‬ َ ‫يَاأَيُّهَا النَّاسُ ا ْعبُ ُدوا َربَّ ُك ُم الَّ ِذي َخلَقَ ُك ْم َوالَّ ِذ‬
َ ُ‫ين ِم ْن قَ ْبلِ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّق‬
‫ض فِ َرا ًشا َوال َّس َما َء بِنَا ًء َوأَ ْن َز َل ِم َن ال َّس َما ِء َما ًء فَأ َ ْخ َر َج بِ ِه ِم َن‬ َ ْ‫َج َع َل لَ ُك ُم األَر‬
*‫ون‬ َ ‫ت ِر ْزقًا لَ ُك ْم فَالَ تَجْ َعلُوا هَّلِل ِ أَ ْن َدا ًدا َوأَ ْنتُ ْم تَ ْعلَ ُم‬
ِ ‫الثَّ َم َرا‬
“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang
sebelummu, agar kamu bertakwa. Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu
dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan
dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu
mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.”
Allah sebagai Pemberi rizki (‫)رازقا‬
Allah berfirman (QS. 51 : 57-58):
ُ ِ‫ق ُذو ْالقُ َّو ِة ْال َمت‬
*‫ين‬ ُ ‫ون* إِ َّن هَّللا َ هُ َو ال َّر َّزا‬ ْ ‫ق َو َما أُ ِري ُد أَ ْن ي‬
ِ ‫ُط ِع ُم‬ ٍ ‫َما أُ ِري ُد ِم ْنهُ ْم ِم ْن ِر ْز‬
“Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya
mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezki Yang
Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.”
Allah sebagai Pemilik (‫)مالكا‬
Allah berfirman (QS. 284) :
ُ ‫ض َوإِ ْن تُ ْب ُدوا َما فِي أَ ْنفُ ِس ُك ْم أَ ْو تُ ْخفُوهُ ي َُحا ِس ْب ُك ْم بِ ِه هَّللا‬
ِ ْ‫ت َو َما فِي األَر‬ ِ ‫هَّلِل ِ َما فِي ال َّس َم َوا‬
‫فَيَ ْغفِ ُر لِ َم ْن يَ َشا ُء َويُ َع ِّذبُ َم ْن يَ َشا ُء َوهَّللا ُ َعلَى ُكلِّ َش ْي ٍء قَ ِدي ٌر‬
“Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika
kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya
Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah
mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Tauhid Mulkiyah.
Dari segi bahasa, mulkiyah berasal dari kata malika yamliku ), yang artinya (‫ يملك‬- ‫ملك‬
memiliki dan berkuasa penuh atas yang dimiliki. Sedangkan dari segi istilahnya adalah
mengesakan Allah SWT sebagai satu-satunya penguasa, pemimpin, satu-satunya pembuat
hukum (aturan) dan pemerintah. Tauhid mulkiyah pada Allah meliputi
Allah sebagai pemimpin (‫)وليا‬
Allah berfirman (QS. 7 : 196):
َ َ‫إِ َّن َولِي َِّي هَّللا ُ الَّ ِذي نَ َّز َل ْال ِكت‬
َ ‫اب َوهُ َو يَتَ َولَّى الصَّالِ ِح‬
‫ين‬
“Sesungguhnya pelindungku ialah Allah yang telah menurunkan Al Kitab (Al Qur'an) dan Dia
melindungi orang-orang yang saleh.”
Allah sebagai pembuat hukum/ undang-undang (‫)حاكما‬
Allah berfirman (QS. 6 : 57):
ِ ‫إِ ِن ْال ُح ْك ُم إِالَّ هَّلِل‬
“Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. “
Allah sebagai pemerintah/ yang berhak memerintah (‫)آمرا‬
Allah berfirman (QS. 7 : 54)
َ ‫ك هَّللا ُ َربُّ ْال َعالَ ِم‬
‫ين‬ َ َ‫ق َواألَ ْم ُر تَب‬
َ ‫ار‬ ُ ‫بِأ َ ْم ِر ِه أَالَ لَهُ ْال َخ ْل‬
“Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan
semesta alam.”
Tauhid Uluhiyah.
Uluhiyah berasal dari kata Aliha ya’lihu , (‫ يأله‬- ‫)أله‬
artinya menyembah. Sedangkan dari
segi istilah adalah mengesakan Allah SWT dalam penyembahan/ peribadahan. Tauhid
uluhiyah pada Allah ini mencakup tiga hal:
Allah sebagai tujuan (‫)غاية‬
Allah berfirman (QS. 6 : 162):
َ ‫اي َو َم َماتِي هَّلِل ِ َربِّ ْال َعالَ ِم‬
‫ين‬ َ ‫قُلْ إِ َّن‬
َ َ‫صالَتِي َونُ ُس ِكي َو َمحْ ي‬
“Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah,
Tuhan semesta alam.”
Allah sebagai Dzat yang kita mengabdikan diri pada-Nya (‫)معبودا‬
Allah berfirman (QS. 109: 1-6)
‫ون َما أَ ْعبُ ُد * َوالَ أَنَا َعابِ ٌد‬
َ ‫ون* َوالَ أَ ْنتُ ْم َعابِ ُد‬ َ ‫ُون* الَ أَ ْعبُ ُد َما تَ ْعبُ ُد‬ َ ‫قُلْ يَاأَيُّهَا ْال َكافِر‬
ِ ‫ون َما أَ ْعبُ ُد* لَ ُك ْم ِدينُ ُك ْم َولِ َي ِد‬
*‫ين‬ َ ‫َما َعبَ ْدتُ ْم* َوالَ أَ ْنتُ ْم َعابِ ُد‬
“Katakanlah: "Hai orang-orang yang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu
sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah
menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi
penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu, dan untukkulah, agamaku".
Dengan mentauhidkan Allah melalui tiga bentuknya ini, insya Allah akan membawa kita
untuk menjadikan Allah sebagai:
(‫)ربا مقصودا‬
Rab yang menjadi tujuan segala amalan dan aktivitas kita, baik yang bersifat ibadah ataupun
muamalah, bersifat individu maupun secara bersama-sama. Karena tiada tujuan lain dalam
hidup kita selain hanya Allah dan Allah.
(‫)ملكا مطاعا‬
Penguasa yang senantiasa kita taati segala undang-undang dan aturan hukum yang Allah
berikan kepada kita, baik yang terdapat dalam Al-Qur’an maupun yang terdapat dalam
sunnah Rasulullah SAW.
(‫)إلها معبودا‬
Tuhan yang senantiasa kita sembah, di mana tiada sesembahan lain dalam hati kita, dalam
fikiran kita dan dalam jasad kita selain hanya untuk pengabdian kepada Allah SWT.
Definisi Iman
Iman secara bahasa berarti at-tashdiiq (pembenaran), sebagaimana firman Allah ta’ala :
‫ِن َل َنا‬ َ ‫َو َما أَ ْن‬
ٍ ‫ت ِبم ُْؤم‬
“Dan kamu sekali-kali tidak akan percaya/membenarkan kepada kami” [QS. Yuusuf : 17].
Dikarenakan ia merupakan lafadh syar’iy, maka tidak cukup hanya diartikan dari segi bahasa
saja, akan tetapi harus dikembalikan pada pengertian nash-nash syar’iy. Maka, kita dapati
Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menyebutkan beberapa penjelasan penting
tentang perbedaan antara tashdiiq dan iman. Beliau rahimahullah berkata :
‫ فإن كل مخبر عن مشاهدة أو غيب يقال‬،‫أنه ليس مرادفا ً للفظ التصديق في المعنى‬
‫ كما‬،‫ صدق‬:‫ قيل له‬،‫ السماء فوقنا‬:‫ فمن قال‬.‫ كذبت‬:‫ كما يقال‬،‫ صدقت‬:‫له في اللغة‬
‫ لم يوجد في‬،‫ وأما لفظ اإليمان فال يستعمل إال في الخبر عن غائب‬،‫ كذب‬:‫يقال‬
.‫ آمناه‬:‫ أنه يقال‬،‫ وغربت‬،‫ طلعت الشمس‬:‫ كقوله‬،‫الكالم أن من أخبر عن مشاهدة‬
‫ فإنما يستعمل في خبر‬.‫ فإن اإليمان مشتق من األمن‬........... ‫ صدقناه؛‬:‫كما يقال‬
‫يؤتمن عليه المخبر؛ كاألمر الغائب الذي يؤتمن عليه المخبر؛ ولهذا لم يوجد قط في‬
‫ إال في هذا النوع؛‬،]‫القرآن وغيره لفظ [آمن له‬
“Bahwasannya iman itu tidak bersinonim dengan at-tashdiiq dalam makna. Karena setiap
orang menyampaikan khabar penglihatan langsung ataupun tidak langsung (ghaib), dapat
dikatakan kepadanya secara bahasa : ‘shadaqta’ (engkau benar), sebagaimana dapat juga
dikatakan : ‘kadzabta (engkau dusta). Barangsiapa yang mengatakan : ‘langit itu di atas
kami’, maka dapat dikatakan kepadanya : ‘shadaqa’ (ia benar), sebagaimana juga dapat
dikatakan : ‘kadzaba’ (ia dusta/tidak benar). Adapun lafadh iman tidaklah digunakan
kecuali dalam penerimaan khabar dari yang ghaib (tidak terlihat secara tidak langsung).
Tidak didapatkan dalam pembicaraan ada orang yang menyampaikan khabar dengan
penglihatannya langsung : ‘matahari telah terbit dan tenggelam’; kemudian dikatakan :
‘aamannaahu’ sebagaimana dapat dikatakan : shadaqnaahu’….. Sesungguhnya kata iman
berasal dari kata al-amnu. Kata tersebut dipergunakan dalam khabar yang dipercayai oleh
orang yang meyampaikan khabar, seperti permasalahan ghaib. Oleh karenanya, tidak
didapatkan dalam Al-Qur’an dan yang lainnya lafadh aamana lahu (aku mempercayainya),
kecuali dalam pengertian ini” [Al-Iimaan oleh Ibnu Taimiyyah, hal. 276-277. Lihat juga
Majmuu’ Al-Fataawaa, 7/126 dan halaman selanjutnya]. Beliau rahimahullah juga berkata :
‫ فإنه من المعلوم في اللغة‬،‫أن لفظ اإليمان في اللغة لم يقابل بالتكذيب كلفظ التصديق‬
‫ وال يقال لكل‬،‫ صدقناه أو كذبناه‬:‫ ويقال‬،‫ صدقت أو كذبت‬:‫أن كل مخبر يقال له‬
‫ بل المعروف في‬،‫ أنت مؤمن له أو مكذب له‬:‫ وال يقال‬،‫ آمنا له أو كذبناه‬:‫مخبر‬
.‫ هو مؤمن أو كافر‬:‫ يقال‬.‫مقابلة اإليمان لفظ الكفر‬
“Bahwasannya lafadh al-iman secara bahasa tidaklah dipertentangkan dengan lafadh at-
takdziib, sebagaimana lafadh at-tashdiiq. Telah diketahui dalam bahasa setiap orang
menyampaikan khabar dapat dikatakan kepadanya : shadaqta (engkau benar) ataupun
kadzabta (engkau dusta). Oleh karenannya, dapat pula dikatakan : shadaqnaahu (kami
mempercayainya) atau kadzabnaahu (kami mendustakannya). Namun tidak dikatakan
kepada setiap orang yang menyampaikan khabar : aamannaa lahu (kami beriman
kepadanya) atau kadzabnaahu (kami mendustakannya). Tidak pula dikatakan : anta
mu’minun lahu (engkau mengimaninya) atau anta mukadzdzibun lahu (engkau
mendustakannya). Namun yang diketahui sebagai kebalikan al-imaan adalah lafadh al-kufr
(kafir), sehingga (yang seharusnya) dikatakan : huwa mu’minun au kufrun (ia orang yang
beriman atau kafir)”
Definisi Iman Secara Istilah Syar’iy
1.      Al-Imaam Ismaa’iil bin Muhammad At-Taimiy rahimahullah berkata :
‫اإليمان في الشرع عبارة عن جميع الطاعات الباطنة والظاهرة‬
“Iman dalam pengertian syar’iy adalah satu perkataan yang mencakup makna semua
ketaatan lahir dan batin” [Al-Hujjah fii Bayaanil-Mahajjah, 1/403].
An-Nawawiy menukil perkataannya :
‫ بالقلب والعمل باألركان‬Q‫اإليمان في لسان الشرع هو التصديق‬
“Iman dalam istilah syar’iy adalah pembenaran dengan hati dan perbuatan dengan anggota
tubuh” [Syarh Shahih Muslim, 1/146].
2.      Imaam Ibnu ‘Abdil-Barr rahimahullah berkata :
‫ وال عمل إال بنية‬،‫أجمع أهل الفقه والحديث على أن اإليمان قول وعمل‬
“Para ahli fiqh dan hadits telah sepakat bahwasannya iman itu perkataan dan perbuatan.
Dan tidaklah ada perbuatan kecuali dengan niat” [At-Tamhiid, 9/238].
3.      Al-Imaam Ibnul-Qayyim rahimahullah berkata :
‫ وهو‬،‫ قول القلب‬: ‫ قسمان‬Q‫ والقول‬.‫حقيقة اإليمان مركبة من قول وعمل‬
‫ عمل‬: ‫ والعمل قسمان‬.‫ وهو التكلّم بكلمة اإلسالم‬Q،‫ وقول اللسان‬،‫االعتقاد‬
‫ زال‬،‫ فإذا زالت هذه األربعة‬.‫ وعمل الجوارح‬،‫ وهو نيته وإخالصه‬،‫القلب‬
‫ لم تنفع بقية األجزاء‬،‫ وإذا زال تصديق القلب‬،‫اإليمان بكماله‬
“Hakekat iman terdiri dari perkataan dan perbuatan. Perkataan ada dua : perkataan hati,
yaitu i’tiqaad; dan perkataan lisan, yaitu perkataan tentang kalimat Islam (mengikrarkan
syahadat – Abul-Jauzaa’). Perbuatan juga ada dua : perbuatan hati, yaitu niat dan keikhlasannya;
dan perbuatan anggota badan. Apabila hilang keempat hal tersebut, akan hilang iman
dengan kesempurnaannya. Dan apabila hilang pembenaran (tashdiiq) dalam hati, tidak
akan bermanfaat tiga hal yang lainnya” [Ash-Shalaah wa Hukmu Taarikihaa, hal. 35].
4. Al-Imaam Abu ‘Ubaid Al-Qaasim bin Sallaam dalam kitab Al-Iimaan berkata :
:‫ فقالت إحداهما‬:‫أن أهل العلم والعناية بالدين افترقوا في هذا األمر فرقتين‬
‫ وقالت‬:‫ األلسنة وعمل الجوارح‬Q‫اإليمان باإلخالص هلل بالقلوب وشهادة‬
‫ فأما األعمال فإنما هي تقوى‬،‫الفرقة األخرى بل اإليمان بالقلوب واأللسنة‬
‫ فوجدنا الكتاب‬،‫ نظرنا في اختالف الطائفتين‬Q‫وإذا‬  .‫ وليس من اإليمان‬،‫وبر‬
‫والسنة يصدقان الطائفة التي جعلت اإليمان بالنية والقول والعمل جميعا‬
‫وينفيان ما قالت األخرى‬.
“Bahwasannya para ulama dan orang-orang yang mempunyai perhatian terhadap agama
dalam permasalahan ini terbagi menjadi dua kelompok. Satu kelompok di antara mereka
berkata : Iman itu adalah ikhlash kepada Allah dengan hati, syahadat yang diucapkan oleh
lisan, dan perbuatan dengan anggota badan. Kelompok kedua berkata : Iman itu adalah
dengan hati dan lisan saja. Adapun perbuatan hanyalah ketaqwaan dan kebaikan, bukan
termasuk bagian dari iman.
Di antara dalil dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah yang memasukkan perbuatan dalam katagori
iman adalah firman-Nya ta’ala :
‫ت َع َلي ِْه ْم آَ َيا ُت ُه َزادَ ْت ُه ْم إِي َما ًنا‬
ْ ‫ت قُلُو ُب ُه ْم َوإِ َذا ُتلِ َي‬ْ ‫ِين إِ َذا ُذك َِر هَّللا ُ َو ِج َل‬
َ ‫ون الَّذ‬ َ ‫إِ َّن َما ْالم ُْؤ ِم ُن‬
َ ُ‫صاَل َة َو ِممَّا َر َز ْق َنا ُه ْم ُي ْن ِفق‬
‫ون‬ َّ ‫ُون ال‬ َ ‫ِين ُيقِيم‬ َ ‫ون الَّذ‬ َ ُ‫َو َع َلى َرب ِِّه ْم َي َت َو َّكل‬
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama
Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya
bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Rabb-lah mereka bertawakal, (yaitu)
orang-orang yang mendirikan salat dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami
berikan kepada mereka” [QS. Al-Anfaal : 2-3].
َ َ ‫ِين آَ َم ُنوا ِباهَّلل ِ َو َرسُولِ ِه ُث َّم َل ْم َيرْ َتابُوا َو َجا َه ُدوا ِبأ‬
‫مْوال ِِه ْم‬ Qَ ‫ون الَّذ‬Qَ ‫إِ َّن َما ْالم ُْؤ ِم ُن‬
‫ون‬ Qَ ُ‫ِك ُه ُم الصَّا ِدق‬ Qَ ‫يل هَّللا ِ أُو َلئ‬
ِ ‫َوأَ ْنفُسِ ِه ْم فِي َس ِب‬
“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara
kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat” [QS. Al-
Hujuraat : 15].
‫ َكا ُنوا َم َع ُه َع َلى أَمْ ٍر َجام ٍِع َل ْم‬Q‫ِين آَ َم ُنوا ِباهَّلل ِ َو َرسُولِ ِه َوإِ َذا‬
Qَ ‫ون الَّذ‬ Qَ ‫إِ َّن َما ْالم ُْؤ ِم ُن‬
ُ‫َي ْذ َهبُوا َح َّتى َيسْ َتأْ ِذ ُنوه‬
“Sesungguhnya yang sebenar-benar orang mukmin ialah orang-orang yang beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya dan apabila mereka berada bersama-sama Rasulullah dalam sesuatu
urusan yang memerlukan pertemuan, mereka tidak meninggalkan (Rasulullah) sebelum
meminta izin kepadanya” [QS. An-Nuur : 62].
Definisi TAQWA
Penulis hafidzahallah menerangkan definisi taqwa sebagai sebuah kata yang komprehensif,
yaitu :
َ ‫هللا َو َط‬
 ِ‫اع ِة َرس ُْولِه‬ َ ‫ارةٌ َعنْ َط‬
ِ ‫اع ِة‬ َ ‫عِ َب‬
“Suatu ungkapan tentang semua jenis bentuk ketaatan kepada Allah dan semua jenis
ketaatan kepada Rasul-Nya."
ُ ْ‫) ِفعْ ُل اأْل َ َوام ِِر َو َتر‬
(‫ك ال َّن َواهِي‬
Oleh karena itu, sebagian ulama mengatakan bahwasanya taqwa adalah melaksanakan
semua perintah Allah dan menjauhi semua larangan Allah
َّ ‫ك ااْل ِسْ ِتمْ َرار ِب‬
ُ ْ‫ار َع َلى ْال َمعْ صِ َّي ِة َو َتر‬
# ‫اع ِة‬
َ ‫الط‬ ِ ِ ‫ك ااْل ِسْ َر‬
ُ ْ‫َتر‬
Meninggalkan sikap terus-menerus dalam maksiat dan meninggalkan sikap tertipu ketika
melaksanakan ketaatan.
َّ ِ ِ ‫اعب ُدوْا رَّب ُكم الَِّذي َخلَقَ ُكم والَِّذ‬
َ ُ‫ين من قَْبل ُك ْم لَ َعل ُك ْم تَتَّق‬
‫ون‬ َ َ ْ ُ َ ُ ْ ‫اس‬ َّ ‫َيا أَُّيهَا‬
ُ ‫الن‬
Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang
sebelummu, agar kamu bertakwa, (Al-Baqarah : 21)

ً‫آمُنوا بِ َر ُسوِل ِه ُي ْؤتِ ُك ْم ِك ْفلَ ْي ِن ِمن َّر ْح َمتِ ِه َوَي ْج َعل لَّ ُك ْم ُنورا‬
ِ ‫يا أَُّيها الَِّذين آمُنوا اتَّقُوا اللَّه و‬
ََ َ َ َ َ
ِ َّ ِ ِ
‫يم‬
ٌ ‫ور َّرح‬ ٌ ُ‫ون بِه َوَي ْغف ْر لَ ُك ْم َواللهُ َغف‬
َ ‫ تَ ْم ُش‬  
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-
Nya, niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian, dan menjadikan
untukmu cahaya yang dengan cahaya itu kamu bisa berjalan dan dia mengampuni kamu.
Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. ( Al-Hadid: 28)

Jika kita renungkan ayat tersebut diatas, maka dengan TAQWA kpd Allah, Allah akan:
1.   Memberikan furqaan kepada orang mu´min, yang dgnnya kita dapat membedakan
antara yang haq dan yang bathil
2.   Mengahapuskan segala kesalahan2 kita
3.   Mengampuni dosa2 kita
4.   Memberikan cahaya yang akan menerangi kehidupan kita, sehingga kt akan selalu
mendapatkan jalan keluar yang baik dr setiap permasalahan yang dihadapi
Jadi, takwa kepada Allah adalah modal kekayaan inspirasi, sumber cahaya dan karunia yang
melimpah. Sayyid Qutb Rahimallah berkata, “Inilah bekal tersebut dan persiapan
perjalanan…bekal ketakwaan yang selalu menggugah hati dan membuatnya selalu terjaga,
waspad, hati-hati, serta selalu dalam konsentrasi penuh…bekal cahata yang menerangi liku-
liku perjalanan sepanjang mata memandang. Orang bertakwa tidak akan tertipu oleh
bayangan semu yang menghalangi pandangannya yang jelas dan benar…itulah bekal
penghapus segala kesalahan, bekal yang menjanjikan kedamaian dan ketentraman, bekal
yang membawa harapan atau karunia Allah; disaat bekal-bekal lain sudah sirna dan semua
amal tak lagi berguna…Hawa nafsulah yang menebar kesuraman, menghalangi penglihatan,
dan mengaburkan arah tujuan… Hawa nafsu tidak bisa disingkirkan dengan dalil-dalil. Dia
hanya bisa disingkirkan dengan takwa. Dia hanya bisa dienyahkan dengan rasa takut kepada
Allah dan terus menerus muraqobah terhadap-Nya baik dalam keadaan sunyi atau terang-
terangan.
 Hakikat Takwa
Takwa berdasarkan definisi Umar bin Khattab dan Ubai bin Ka’ab: suatu ketika Umar bin
Khattab bertanya kepada Ubai bin Ka’ab tentang takwa. Ubai menjawab, “Bukankah anda
pernah melewati jalan yang penuh dengan duri?”. “Ya”, jawab Umar. “Apa yang Anda
lakukan saat ini?”. “Saya bersiap-siap dan berjalan dengan hati-hati”. “Itulah takwa”.
Sedangkan berdasarkan definisi Sayyid Qutb dalam bukunya Fi Zhilalil Qur’an: “Itulah takwa,
kepekaan batin, kelembutan perasaan, rasa takut terus menerus, selalu waspada dan hati-
hati jangan sampai kena duri jalanan…jalan kehidupan yang selalu ditaburi duri-duri godaan
dah syahwat, kerakusan dan angan-angan, kekhawatiran dan keraguan, harapan semu atas
segala sesuatu yang tidak bisa diharapkan. Ketakutan palsu dari sesuatu yang tidak pantas
untuk ditakuti…dan masih banyak duri-duri yang lainnya”.
Jalan Mencapai Sifat Takwa
Menurut DR. Abdullah Nashih Ulwan lima faktor penting dalam mencapai takwa, yakni:
1. Mu’ahadah (Mengingat Perjanjian)
Mu’ahadah adalah mengingat perjanjian-perjanjian yang telah kita buat kepada Allah.
Hendaknya setiap kita menyendiri dan mengingat perjanjian-perjanjian yang telah kita buat
kepada Allah. Dengan mu’ahadah kita akan tetap istiqamah dalam melaksanakan syariat
Allah.

َ ‫َوأ َْوفُوْا بِ َع ْه ِد اللّ ِه ِإ َذا َع‬


‫اهدتُّ ْم‬
“Dan tepatilah perjanjian dengan Alah apabila kamu berjanji…”. (An-Nahl: 91)
Cara Mu’ahadah: Berkhalwat (menyendiri) antara dia dan Allah untuk mengintrospeksi diri
seraya mengatakan

‫ين‬ ِ َ ‫ِإَّيا‬
َ ‫ك َن ْعُب ُد وإِ َّي‬
ُ ‫اك َن ْستَع‬
“Hanya kepada Engkau kami beribadah dan hanya kepada Engkau kami memohon
pertolongan”. (Al-Fatihah: 5).

2. Muroqobah (Merasakan Kesertaan Allah)


Muraqabah adalah merasakan keagungan Allah di setiap waktu dan keadaan, serta
merasakan kebersamaannya dalam sepi maupun ramai. Dengan muraqabah kita akan ikhlas,
karena setiap fi’il adalah untuk-Nya. Dengan muraqabah kita akan istiqamah. Tak
terpengaruh oleh situasi dan kondisi.

‫ين‬
َ ‫َّاجد‬ َ ‫ين تَقُوم َوتََقلَُّب‬
ِ ِ ‫ك ِفي الس‬ ِ َ ‫الَِّذي ير‬
َ ‫اك ح‬ ََ
:” Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk shalat) dan melihat pula perubahan gerak
badannya diantara orang-orang yang sujud”. (Asy-Syu’ara: 218-219)
Dalam Hadist ttg Ihsan:
“Hendaklah kamu beribadah kepada Allah seolah-olah kamu melihat-Nya dan jika memang
kamu tidak melihatNya, maka sesungguhnya Allah melihat kamu“
Macam-macam Muroqobah
1.       Muroqobah dalam melaksanakan ketaatan adalah dengan ikhlas kepda-Nya
2.       Muroqobah dalam kemaksiatan adalah dengan taubat
3.       Muroqobah dalam hal-hal yang mubah adalah dengan menjaga adab-adab terhadap
Allah dan bersyukur atas segala nikmat
4.       Muroqobah dalam musibah adalah dengan ridha kepada ketentuan Allah
3. Muhasabah (Introspeksi Diri)
‫ت ِل َغ ٍد َواتَّقُوا اللَّهَ ِإ َّن اللَّهَ َخبِ ٌير بِ َما‬
ْ ‫آمُنوا اتَّقُوا اللَّهَ َوْلتَنظُ ْر َن ْف ٌس َّما قَ َّد َم‬ َِّ
َ ‫َيا أَُّيهَا الذ‬
َ ‫ين‬
‫ون‬
َ ُ‫تَ ْع َمل‬
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah memperhatikan
apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Al-Hasyr: 18)
4. Mu’aqobah (Pemberi Sanksi)
Muaqabah adalah pemberian sanksi. Sudah sepatutnya bagi kita jika kita telah melalaikan
Allah, kita beri sanksi diri kita sebagai mana orangtua memberi sanksi kepada anaknya yang
bersalah. Semoga dengan melakukan muaqabah kita menjadi jera berbuat dosa.
َّ ِ ‫اص حياةٌ ي ْا أُوِلي األَْلب‬ ِ ِ
َ ُ‫اب لَ َعل ُك ْم تَتَّق‬
‫ون‬ َ ْ َ ََ ِ ‫ص‬ َ ‫َولَ ُك ْم في اْلق‬
“Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, wahai orang-orang
yang berakal, supaya kamu bertakwa”. (Al-Baqarah: 179)
5. Mujahadah (Optimalisasi)
Mujahadah adalah bersungguh-sungguh dalam melaksanakan ibadah.
ِِ َّ ِ ِ َ ‫والَِّذين ج‬
َ ‫اه ُدوا ف َينا لََن ْهدَيَّنهُ ْم ُسُبلََنا َوإِ َّن اللهَ لَ َم َع اْل ُم ْحسن‬
‫ين‬ َ َ َ
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami
tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta
orang-orang yang berbuat baik”. (Al-Ankabut: 69)

ّ
‫حق بغير نظا م يغلبه با طل بنظا م‬
“Kebaikan tanpa tersusun atau terencana akan dikalahkan oleh kejelekan yang
terencana atau tersusun”

____________________________________________________________________
*Penulis Dosen Sekolah Tinggi Teknologi Ilmu Farmasi dan UIKA Bogor Fakultas Agama
Islam

Anda mungkin juga menyukai