Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit Parkinson atau Parkinson’s Disease (PD) merupakan gangguan


neurodegeneratif kedua terbanyak, setelah penyakit Alzheimer.1 Penyakit
Parkinson dijumpai pada segala bangsa, dan satu sampai lima di antara seribu
penduduk menderita penyakit ini. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia 40-60
tahun, dengan perbandingan laki-laki dan wanita 5:4. Faktor genetik mungkin
mempunyai peranan penting pada beberapa keluarga, khususnya bila terdapat
pada usia di bawah 40 tahun (Parkinsonismus Juvenilis).2
Penyakit Parkinson diperkirakan menyerang 876.665 orang Indonesia dari
total jumlah penduduk sebesar 238.452.952. Total kasus kematian akibat penyakit
Parkinson di Indonesia menempati peringkat ke-12 di dunia atau peringkat ke-5 di
[1]
Asia, dengan prevalensi mencapai 1100 kematian pada tahun 2002. Penelitian
terhadap prevalensi parkinson di Indonesia belum pernah ada, tetapi diperkirakan
sekitar 1-3% dari jumlah orang berusia di atas 65 tahun. Namun demikian terdapat
pula data penderita parkinson yang baru berusia 30-40 tahun.3
Pada tahun 1817, dalam tulisannya yang berupa buku kecil “ An essay
onthe shaking palsy”, James Parkinson untuk pertama kalinya mendeskripsikan
gejala-gejala klinik dari suatu sindrom, yang pada nantinya sindrom tersebut
dinamakan sesuai dengan namanya sendiri. Pada saat itu dia berhasil
mengidentifikasi 6 kasus, dimana 3 diantara kasus tersebut diperiksa sendiri
olehnya, dan 3 lainnya hanya melalui observasi di kota London. James Parkinson sendiri
menggunakan istilah “paralisis agitans”, yang oleh Charcot  pada 
abad ke 19 menjulukinya sebagai “maladie de Parkinson” atau“Parkinson’s
Disease” (PD). Charcot juga berhasil mengenali bentuk non-tremor dari PD dan
secara benar mengemukakan bahwa kelambanan gerakan harus dibedakan dari
kelemahan atau“pengurangan kekuatan otot”. 4
Tujuan dari pembuatan laporan kasus ini untuk mengetahui tentang
diagnosis dan tatalaksana yang tepat pada penyakit Parkinson.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Penyakit Parkinson (paralysis agitans) atau sindrom Parkinson
(Parkinsonismus) merupakan suatu penyakit/sindrom karena gangguan pada ganglia
basalis akibat penurunan atau tidak adanya pengiriman dopamine dari substansia
nigra ke globus palidus/ neostriatum (striatal dopamine deficiency).

Dari beberapa sumber parkinsonism, dapat didefenisikan sebagai berikut:


1.      Sindrom yang ditandai dengan adanya tremor waktu istirahat, rigiditas,
bradikinesia dan hilangnya reflex postural akibat penurunan kadar dopamine oleh
berbagai macam sebab. Disebut juga dengan sindrom Parkinson.5
2.      Parkinsonisme adalah gangguan yang paling sering melibatkan sistem
ekstrapiramidal, dan beberapa penyebab lain. sangat banyak kasus besar yang
tidak diketahui sebabnya atau bersifat idiopatik. parkinsonisme idiopatik
mengarah pada penyakit parkinson atau agitasi paralisis.6
3.      Parkinsonisme adalah suatu sindrom klinis berupa rigiditas (kekuatan),
bradikinasia, tremor, dan instabilitas postur.7
2.2 EPIDEMIOLOGI
Penyakit Parkinson tersebar luas diseluruh dunia, dapat mengenai seluruh ras,
baik pria maupun wanita dalam perbandingan yang hampir sama,dan
kecenderungan penyakit pada pria. Prevalensi meningkat secara tajam pada
kisaran usia 65 hingga 90 tahun, kurang lebih 0,3% dari seluruh populasi dan 3%
manusia dengan usia diatas 65 tahun terkena Parkinson disease. 5-10% pasien PD,
memiliki gejala pada usia kurang dari 40 tahun (varietas ini diklasifikasikan
sebagai “young-onset Parkinson’s disease” atau PD yang terjadi pada usia muda).8
Insidensi terendah terdapat pada populasi Asia dan kulit hitam Afrika.
Sedangkan insidensi tertinggi didapatkan pada kaum kulit putih. Kulit hitam
Afrika memiliki insidensi yang lebih rendah dibandingkan kulit hitam Amerika;

2
meskipun demikian prevalensi terdapatnya  Lewy bodies
dalam jaringan otak ras Nigeria, tampak sama dengan populasi ras kulit putih
Amerika. Pola ini memberikan kecenderungan bahwa perkembangan Penyakit
Parkinson adalah global dan menyeluruh, namun faktor lingkungan memiliki
peranan penting dalam menimbulkan penyakit ini.8

2.3 ETIOLOGI
 Mutasi Patogenik
Berbagai macam usaha telah dilakukan untuk mengungkap etiologi PD, sejak
pertama kali penyakit ini ditemukan di tahun 1817. Hingga saat ini, pengaruh
faktor herediter masih merupakan kontroversi. Bagaimanapun, mutasi genetik
menurut hukum Mendel dalam PD menegaskan peranan genetik dalam
perkembangan penyakit ini.8
 Disfungsi Mitokondria Dan Kerusakan Oxidative
Banyak fakta yang menyatakan tentang keberadaan disfungsi mitokondria
dan kerusakan metabolisme oksidatif dalam pathogenesis Parkinson disease.
Keracunan MPTP (1 methyl, 4 phenyl, 12,3,6 tetrahydropyridine) dimana MPP+
sebagai toksik metabolitnya, pestisida dan limbah industri ataupun racun
lingkungan lainnya, menyebabkan inhibisi terhadap komplek I (NADH-
ubiquinone oxidoreduktase) rantai electron-transport mitokrondria, dan hal
tersebut memiliki peranan penting terhadap kegagalan dan kematian sel. Pada PD,
terdapat penurunan sebanyak 30-40% dalam aktivitas komplek I di substansia
nigra pars kompakta. Seperti halnya kelainan yang terjadi pada jaringan lain,
kelainan di substansia nigra pars kompakta ini menyebabkan adanya kegagalan
produksi energi, sehingga mendorong terjadinya apoptosis sel.
Dalam keadaan normal, terdapat sebuah regulasi yang ketat dalam
produksi dan pembuangan beberapa oxidant yang dihasilkan dari metabolism sel
neuron. Termasuk didalamnya hydrogen peroksida, superoksida, radikal
peroksida, nitric oxide, dan hidroksi radikal. Molekul-molekul ini bereaksi dengan
asam nukleat, protein, lemak dan molekul lainnya sehingga terjadilah perubahan
struktur molekul yang mengakibatkan kerusakan sel. Beberapa fakta
mengemukakan bahwa pada PD, terdapat kelebihan oksigen reaktif dan
peningkatan stress oksidatif.

3
Adanya peningkatan zat besi yang terdeteksi pada substansia nigra asien
dengan PD meyakinkan pentingnya peranan stress oksidatif dalam pathogenesis
PD. Menariknya, peningkatan zat besi dan berkurangnya aktivitas komplek I tidak
ditemukan dalam otak pasien dengan “Lewy body disease”, yang kemudian
memberi kesan bahwa telah terjadi perubahan sekunder lainnya dalam jaringan
tersebut.

Metabolime dopamine endogen ternyata juga menyebabkan peningkatan


produksi racun yang mempertinggi terjadinya stress oksidatif pada pasien dengan
PD. Kemungkinan ini pada akhirnya menimbulkan kecemasan tersendiri terhadap
terapi dengan levodopa, yang pada akhirnya levodopa ini akan dikonversi menjadi
dopamine, yang pada mekanisme lebih lanjut akan mempercepat kematian sel
neuron dalam pars kompakta substansia nigra. Tentu saja, argument ini
merupakan salah satu penyebab penundaan pemakaian levodopa pada pasien PD.
Walaupun bukti nyata dari berbagai penelitian mengenai efek toksik levodopa
masih diperdebatkan dan obsevasi klinik terhadap manusia tanpa PD, namun
diberi terapi dengan levodopa, tidak menampakkan timbulnya toksisitas.8

2.4 KLASIFIKASI

Klasifikasi Parkinsonism terdiri dari:


1.Primer atau idiopatik 
a. Penyebabnya tidak diketahui
b. Ada peran toksin yang berasal dari lingkungan
c. Ada peran genetik, bersifat sporadic
2.Sekunder atau akuisita
a.Timbul setelah tepajan suatu penyakit/zat
b.Infeksi dan pasca infeksi otak (ensefalitis)
c.Terpapar kronis oleh toksin seperti Mn (mangan), CO (karbon monoksida),
sianida, dan lain-lain
d.Efek samping obat penghambat reseptor dopamin (sebagian besarobat anti
psikotik) dan obat yang menurunkan cadangan dopamin(reserpin)
e.Pasca stroke (vaskular)
f.Lain-lain: hipotiroid, hipoparatoroid, trauma/trauma otak 

4
3.Sindrom parkinson plus Gejala parkinson timbul bersama gejala neurologi lain
seperti: progressive  supraneural  palsy,  multiple  system atrophy, cortical-basal
ganglionic degenaration, Parkinson-demensia-ALS complex of
Guam,  progressive palidal atrophy, diffuse lewy body disease (DLBD)
4.      Kelainan Degeneratif diturunkan (heredodegenerative disorder)
Gejala parkinsonism menyertai penyakit-penyakit yang diduga berhubungan
dengan penyakit neurologi lain yang faktor keturunan memegang peranan peran
sebagai etiologi.9

2.5 PATOFISIOLOGI
Secara umum dapat dikatakan bahwa penyakit Parkinson terjadi karena penurunan
kadar dopamin akibat kematian neuron di pars kompakta substansia nigra sebesar
40 – 50% yang disertai adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies).
Lesi primer pada penyakit Parkinson adalah degenerasi sel saraf yang
mengandung neuromelanin di dalam batang otak, khususnya di substansia nigra
pars kompakta,yang menjadi terlihat pucat dengan mata telanjang. 10
Pada tahun 1960 Ehringer dan Hornykiewicz mengungkapkan bahwa
kemusnahan neuron di pars kompakta substansia nigra yang dopaminergik itu
merupakan lesi utama yang mendasari penyakit parkinson.11
Pada penyakit parkinson, konsentrasi dopamin di dalam korpus striatum
dan substansia nigra sangat mengurang, sehingga kondisi di korpus striatum lebih
kolinergik daripada dopaminergik . 11
Substansia nigra (black substance), adalah suatu regio kecil di otak
(batangotak) yang terletak sedikit di atas medula spinalis. Bagian ini menjadi
pusat kontrol/koordinasi dari seluruh pergerakan. Sel-selnya menghasilkan
neurotransmiter yang disebut dopamin, yang berfungsi untuk mengatur seluruh
pergerakan otot dan keseimbangan badan yang dilakukan oleh sistem saraf pusat.
Dopamin diperlukan untuk komunikasi elektrokimia antara sel-sel neuron di otak
terutama dalam mengatur pergerakan, keseimbangan dan refleks postural, serta
kelancaran komunikasi (bicara). Sehingga kerusakan pada area ini mengakibatkan
kelambanan gerak (bradikinesia), kelambanan bicara dan berfikir (bradifrenia),
tremor, dan kekakuan (rigiditas) . 9

5
 2.6 GEJALA KLINIS

I. Gejala Utama Adalah “TRAP” :

1.( T ) Tremor 
Tremor saat istirahat “Rest tremor” merupakan gejala tersering dan mudah
dikenali pada penyakit Parkinson. Tremor bersifat unilateral, dengan frekuensi
antara 4 sampai 6x per detik, dan hampir selalu terdapat di extremitas distal.
Tremor pada tangan digambarkan sebagai gerakan supinasi-pronasi (“pill-
rolling”) yang menyebar dari satu tangan ke tangan yang lain. Resting tremor
pada pasien penyakit Parkinson juga dapat mengenai bibir, dagu, rahang dan
tungkai. Namun,tidak seperti tremor pada umumnya, tremor pada penyakit
Parkinson jarang mengenai leher atau kepala dan suara. Karakteristik resting
tremor adalah, tremor akan menghilang ketika penderita melakukan gerakan, juga

6
selama tidur. Beberapa pasien mengatakan adanya “internal” tremor yang tidak
dikaitkan dengan tremor yang terlihat. 
2. ( R ) Rigiditas/kekakuan
Tanda yang lain adalah kekakuan (rigiditas). Jika kepalan tangan yang
tremor tersebut digerakkan (oleh orang lain) secara perlahan ke atas bertumpu
pada pergelangan tangan, terasa ada tahanan seperti melewati suatu roda yang
bergigi sehingga gerakannya menjadi terpatah – patah / putus-putus. Selain di
tangan maupun di kaki, kekakuan itu bisa juga terjadi di leher. Akibat kekakuan
itu, gerakannya menjadi tidak halus lagi seperti break-dance. Gerakan yang kaku
membuat penderita akan berjalan dengan postur yang membungkuk. Untuk
mempertahankan pusat gravitasinya agar tidak jatuh, langkahnya menjadi cepat
tetapi pendek-pendek.
Adanya hipertoni pada otot fleksor ekstensor dan hipertoni seluruh
gerakan, hal ini oleh karena meningkatnya aktifitas motorneuron alfa, adanya
fenomena roda bergigi (cogwheel phenomenon).

3. ( A ) Akinesia/Bradikinesia
Kedua gejala di atas biasanya masih kurang mendapat perhatian sehingga
tanda akinesia/bradikinesia muncul. Gerakan penderita menjadi serba lambat.
Dalam pekerjaan sehari-hari pun bisa terlihat pada tulisan/tanda tangan yang
semakin mengecil, sulit mengenakan baju, langkah menjadi pendek dan diseret.
Kesadaran masih tetap baik sehingga penderita bisa menjadi tertekan (stres)
karena penyakit itu. Wajah menjadi tanpa ekspresi. Kedipan dan lirikan mata
berkurang, suara menjadi kecil, refleks menelan berkurang, sehingga sering keluar
air liur.
Gerakan volunteer menjadi lambat sehingga berkurangnya gerak asosiatif,
misalnya sulit untuk bangun dari kursi, sulit memulai berjalan, lambat mengambil
suatu obyek, bila berbicara gerak lidah dan bibir menjadi lambat. Bradikinesia
mengakibatkan berkurangnya ekspresi muka serta mimik dan gerakan spontan
yang berkurang, misalnya wajah seperti topeng, kedipan mata berkurang,
berkurangnya gerak menelan ludah sehingga ludah suka keluar dari mulut. 4,12
4. ( P ) Posturan Instability
Postural reflex terganggu yaitu hilangnya reflex ketidakseimbangan tubuh,
gangguan ini membuat pasien sering jatuh, dapat di deteksi dengan menarik dari
belakang pada bahu pasien yang dalam keadaan berdiri (pull test). Pada gangguan

7
reflex tersebut pasien akan jatuh atau mundur kebelakang dengan langkah cepat
dan pendek.

II. Gejala Tambahan


1. Gejala Non-Motorik
Gejalanya antara lain; hipotensi ortostastik, disfungsi dalam sekresi keringat,
disfungsi proses miksi dan disfungsi ereksi.
Dimensia adanya perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya
dengan defisit kognitif. Gangguan behavioral lambat - laun menjadi dependen
(tergantung kepada orang lain ), mudah takut, sikap kurang tegas, depresi. Cara
berpikir dan respon terhadap pertanyaan lambat (bradifrenia) biasanya masih
dapat memberikan jawaban yang betul, asal diberi waktu yang cukup.
Penderita mengalami kesulitan tidur (insomnia) Gangguan sensasi,
berupa ; Kepekaan kontras visual lemah, pemikiran mengenai ruang, pembedaan
warna. Penderita sering mengalami pingsan, umumnya disebabkan oleh
hypotension orthostatic, suatu kegagalan sistemsaraf otonom untuk melakukan
penyesuaian tekanan darah sebagai jawaban atas perubahan posisi badan.
Berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra perasa bau ( microsmia atau
anosmia).4

2.7 DIAGNOSIS

8
Diagnosis penyakit parkinson dibuat berdasarkan gambaran klinis,disamping
adanya pemeriksaan penunjang seperti CT-scan, MRI, dan PET . Diagnosis dapat
ditegakkan berdasarkan sejumlah kriteria, yaitu :
1.Kriteria Diagnosis Klinis
a.Didapatkan 2 dari 3 tanda kardinal gangguan motorik: tremor,rigiditas,
bradikinesia, atau
b.Didapatkan 3 dari 4 tanda tanda motorik: tremor, rigiditas,bradikinesia,
ketidakstabilan postural.
2.Kriteria Diagnosis Klinis Modifikasi
a.Diagnosis possible (mungkin): adanya salah satu gejala yaitu seperti tremor,
rigiditas, akinesia atau bradikinesia, gangguan refleks postural.
b.Diagnosis probable (kemungkinan besar): kombinasi dari dua gejala tersebut di
atas (termasuk gangguan refleks postural), salah satu dari tipe gejala pertama
asimetris.
c.Diagnosis definite (pasti): setiap kombinasi 3 dari 4 gejala, pilihan lain: setiap
dua dengan satu dari tiga gejala pertama terlihat asimetris.

3. Menurut Skala Hoehn And Yahr


Stage 0 Tidak ada tanda-tanda penyakit

Stage 1 Tanda-tanda unilateral

Stage 1,5 Tanda-tanda unilateral dan axial

Stage 2 Tanda-tanda bilateral tanpa gangguan keseimbangan

Stage 2,5 Penyakit bilateral ringan

Stage 3 Penyakit bilateral ringan-sedang, terjadi ketidakseimbangan tubuh,


secara fisik masih mandiri

Stage 4 Penyakit parah, tidak mampu hidup sendiri

Stage 5 Tidak bisa berjalan atau berdiri tanpa bantuan

9
2.8 PENATALAKSANAAN
Tujuan dari manajemen medis penyakit Parkinson adalah untuk mengontrol tanda
dan gejala sambil meminimalkan efek samping. Studi menunjukkan bahwa
kualitas hidup pasien memburuk dengan cepat jika pengobatan tidak diberikan
segera mungkin setelah diagnosis ditegakkan. [13]

1. Terapi Simptomatik

Levodopa; dalam penggunaannya Levodopa dikombinasikan dengan


peripheral decarboxylase inhibitor seperti carbidopa tetap menjadi standar emas
pengobatan simptomatik untuk penyakit Parkinson. Carbidopa menghambat
dekarboksilasi levodopa dopamin dalam sirkulasi sistemik, sehingga
memungkinkan levodopa di distribusi ke dalam sistem saraf pusat. Levodopa
memberikan manfaat anti-parkinson terbesar untuk tanda-tanda dan gejala
motorik, dengan efek samping paling sedikit dalam jangka pendek; Namun,
penggunaan jangka panjang dikaitkan dengan perkembangan fluktuasi motorik
dan diskinesia. Jika fluktuasi dan diskinesia menjadi bermasalah, mereka akan
sulit untuk menyelesaikan. [14]

10
MAO inhibitor-B, seperti selegiline (Eldepryl)) dan rasagiline (Azilect) ,
dapat digunakan untuk pengobatan simtomatik awal penyakit Parkinson. Obat-
obat ini memberikan manfaat pada gejala ringan, dan dapat meningkatkan hasil
jangka panjang. Karakteristik ini membuat MAO-B inhibitor menjadi pilihan yang
baik sebagai pengobatan awal bagi banyak pasien. Ketika inhibitor MAO-B saja
tidak cukup untuk memberikan kontrol yang baik dari gejala motorik, obat lain
(misalnya, suatu agonis dopamin atau levodopa) dapat ditambahkan. [14]
Agonis Dopamin ;Meskipun agonis dopamine kurang efektif
dibandingkan dengan levodopa, obat-obatan ini merupakan obat first-
line alternative dalam terapi penyakit Parkinson. Bermacam-macam agonis
dopamine memiliki efektifitas yang hampir mirip. Salah satu keuntungan yang
potensial dari obat ini dibandingkan dengan levodopa ialah rendahnya resiko
untuk terjadinya diskinesia dan fluktuasi fungsi motorik sebagai efek terapi,
dalam 1 hingga 5 tahun pengobatan, khususnya pada pasien yang mendapatkan
agonis dopamine sebagai pengobatan tunggal. Namun bagaimanapun, sering
dibutuhkan penggunaan kombinasi dari agonis dopamine dan levodopa selama
beberapa tahun setelah diagnosis ditegakkan, untuk mengontrol gejala-gejala
lanjutan. Agonis dopamine dihindari pemakaiannya pada pasien dengan demensia,
karena kecenderungan obat ini dalam menimbulkan halusinasi. [15]
Antikolinergik dapat digunakan untuk pasien yang memiliki cacat akibat
tremor yang tidak terkontrol dengan obat dopaminergik, tetapi ini bukan obat lini
pertama, karena keberhasilan mereka yang terbatas dan kemungkinan efek
samping neuropsikiatri. Obat antikolinergik memberikan bantuan tremor yang
baik di sekitar 50% dari pasien tetapi tidak bermakna meningkatkan bradikinesia
atau kekakuan. Karena tremor dapat menanggapi satu obat antikolinergik tetapi
tidak yang lain, agen antikolinergik kedua biasanya dapat dicoba jika yang
pertama tidak berhasil. Obat-obat ini harus diperkenalkan dengan dosis rendah
dan meningkat secara perlahan untuk meminimalkan efek samping, yang meliputi
kesulitan memori, kebingungan, dan halusinasi. Efek kognitif merugikan relatif
umum, terutama pada orang tua. Salah satu antikolinergik yang paling umum
digunakan adalah trihexyphenidyl. Dosis awal trihexyphenidyl harus rendah dan
secara bertahap meningkat.

11
Amantadine (Symmetrel) adalah agen antivirus yang memiliki aktivitas
antiparkinson. Mekanisme kerjanya tidak sepenuhnya dipahami,tetapi amantadine
tampaknya mempotensiasi respon dopaminergik dari SSP. Hal ini menyebabkan
terlepasnya dopamin dan norepinefrin dari situs penyimpanan dan menghambat
reuptake dopamin dan norepinefrin. Amantadine dapat menawarkan manfaat
tambahan pada pasien yang mengalami maksimal atau berkurang efek dari
levodopa. Berguna untuk perawatan akinesia, dyskinesia, kekakuan,
gemetaran.Selain terapi obat yang diberikan, pemberian makanan harus benar-
benar diperhatikan, karena kekakuan otot bisa menyebabkan penderita
mengalami kesulitan untuk menelan sehingga bisa terjadi kekurangan gizi
(malnutrisi) pada penderita. [16]

2. Pemeriksaan Penunjang
         EEG (biasanya terjadi perlambatan yang progresif)
         CT Scan kepala (biasanya terjadi atropi kortikal difus, sulki melebar,
hidrosefalua eks vakuo).
3.    Deep Brain Stimulation (DBS)
DBS adalah tindakan minimal invasif  yang dioperasikan melalui panduan
komputer dengan tingkat kerusakan minimal untuk mencangkokkan alat medis
yang disebut neurostimulator untuk menghasilkan stimulasi elektrik pada wilayah
target di dalam otak yang terlibat dalam pengendalian gerakan.
DBS direkomendasikan bagi pasien dengan penyakit parkinson tahap
lanjut (stadium 3 atau 4) yang masih memberikan respon terhadap
levodopa. Pengendalian parkinson dengan terapi DBS menunjukkan keberhasilan
90%. Berdasarkan penelitian, sebanyak 8 atau 9 dari 10 orang yang menggunakan
terapi DBS mencapai peningkatan kemampuan untuk melakukan akltivitas normal
sehari-hari. [5]
4. Terapi Pembedahan
Pada saat “on” penderita dapat bergerak dengan mudah, terdapat perbaikan
pada gejala tremor dan kekakuannya. Pada saat off penderita akan sangat sulit
bergerak, tremor dan kekakuan tubuhnya meningkat. Periode off adakalanya
muncul sejak awal pemberian levodopa dan tidak dapat diatasi dengan
meningkatkan dosis, kejadian ini disebut “wearing off”. Pemakaian lama

12
levodopa sering terkena efek samping obat berupa munculnya gejala
diskinesia. Wearing off dan diskinesia yang terjadi pada penderita pp kadang-
kadang tidak dapat dikontrol dengan terapi medika mentosa dan memerlukan
terapi pembedahan.
Ada beberapa tipe prosedur pembedahan yang dikerjakan untuk penderita PP,
yaitu:
a.       Teori Ablasi Lesi Di Otak
b.      Terapi Stimulasi Otak Dalam (Deep Barain Stimulation DBS)
c.       Transplantasi Otak (Brain Grafting).
5. Terapi Fisik
Latihan fisik yang teratur, termasuk yoga, taichi, ataupun tari dapat
bermanfaat dalam menjaga dan meningkatkan mobilitas, fleksibilitas,
keseimbangan, dan range of motion. Latihan dasar selalu dianjurkan, seperti
membawa tas, memakai dasi, mengunyah keras, dan memindahkan makanan di
dalam mulut. [5]
2.9 SINDROM PARKINSON

Parkinsonisme adalah sindrom yang ditandai dengan tremon ritmik, bradikinesia,


kekakuan otot dan hilangnya refleks-refleks postural. Penyebab pasti dari
parkinsonisme telah diketahui dengan pasti misalnya adanya

2.10 PROGNOSIS

Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson,


sedangkan perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali
terkena parkinson, maka penyakit ini akan menemani sepanjang hidupnya.
Tanpa perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progress hingga terjadi total
disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak general, dan dapat
menyebabkan kematian. 
Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien berbeda-berbeda. Kebanyakan
pasien berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala berkurang, dan lamanya
gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek samping pengobatan terkadang dapat
sangat parah. [17]

13
BAB III

TINJAUAN KASUS

I. Identitas Pasien

Nama : ZK
Umur : 55 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Alamat : Alahan Panjang
Tanggal Masuk : 3 maret 2015

II. Anamnesa
Keluhan Utama :
Gemetaran pada kedua tangan sejak 10 tahun yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang :


Gemetaran pada kedua tangan sejak 10 tahun yang lalu, Namun
setahun terakhir pasien sering mengalami gemetaran pada tangan dan
kakinya . gemetaran ini timbul pada saat istirahat dan gemetaran tidak
terkendali , pasien juga merasakan kekakuan jika kepalan tangannya
bergetar tersebut digerakkan seperti ada tahanan. Serta pasien juga
mengatakan jalannya belakangan mulai lamban.

Riwayat Penyakit Dahulu :


ada riwayat penyakit hipertensi,

Riwayat Penyakit keluarga :


Keluarga tidak ada yang menderita penyakit sepeti ini

Riwayat Pribadi dan sosial :


Pasien adalah seorang petani

14
Pemeriksaan Fisik
- Umum
 Keadaan umum : sedang
 Kesadaran : compos mentis kooperatif
 Tekanan darah : 130/70 mmHg
 Nadi : 85x/menit
 Pernapasan : 22x/menit
 Suhu : 36,70C

Kelenjar getah bening

 Leher : tidak ada pembesaran kelenjar


getah bening
 Aksila : tidak ada pembesaran kelenjar
getah bening
 Inguinal : tidak ada pembesaran kelenjar
getah bening

Thorak

Paru
 Inspeksi : simetris kiri = kanan , statis dinamis
 Palpasi : fremitus kanan = kiri
 Perkusi : sonor
 Auskultasi : vesikuler, ronki (-), wheezing (-)

Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi : Ictus cordis teraba pada RIC 5
 Perkusi : jantung dalam batas normal
 Auskultasi : reguler, gallop (-),bising (-)

Abdomen
 Inspeksi : perut tidak terlihat
membengkak
 Palpasi : tidak teraba massa, nyeri
tekan (-)
 Perkusi : tympani
 Auskultasi : bising usus (+) normal

- Status neurologis

 GCS : E4 M6 V5

15
 Tanda rangsangan meningeal

Kaku kuduk : (-)


Brudzinsky I : (-)
Brudzinsky II : (-)
Tanda kernig : (-)

 Tanda peningkatan tekanan intrakranial


Pupil : isokor

 Pemeriksaan nervus kranialis


N.I : Baik

N.II : Tajam penglihatan 4/6, lapangan pandang baik

N.III, IV, VI : pupil bulat, diameter 3mm, gerakan bola mata kesegala
arah, strabismus (-), nistagmus (-), reflex cahaya (-)

N. V : membuka mulut (+), menggerakkan rahang (+) menggigit (+),


mengunyah (+), reflex kornea (+) reflex messeter (+)

N.VII : menutup mata (+), menggerakkan dahi (+), mengangkat alis (+)
memperlihatkan gigi (+)

N.VIII : fungsi pendengaran baik

N. IX, X : Arcus faring simetris, uvula ditengah, reflex menelan (+)

N.XI :menoleh kekanan(-), menoleh kekiri (-)

N.XII : Lidah simetris , tremor (+)

Pemeriksaan koordinasi :

Berjalan pelan-pelan, pasien terlihat sulit untuk berjalan, atksia (-),


disatria (-)

Pemeriksaan fungsi motorik :

Berdiri dan berjalan : tremor (+) rigiditas (+)


Gerakan :

superior inferior
kanan kiri kanan kiri
kekuatan 5 5 5 5

16
otot hipertonus hipertonus hipertonus hipertonus

Pemeriksaan sensibilitas

 Sensibilitas nyeri :+

 Sensibilitas rabaan :+

Sistem refleks

FISIOLOGIS kanan kiri

kornea + +

masseter + +

biseps ++ ++

triseps ++ ++

APR ++ ++

KPR ++ ++

PATOLOGIS

Babinsky - -

chaddock - -

Fungsi otonom

 Miksi :+

 Defekasi :+

Pemeriksaan khusus parkinson

 Tremor : Istirahatkan tangan pasien dan amati tremor


 Rigiditas : Gerakkan lengan, dan kaki rasakan kekakunya
 Bradikinesia : Minta pasien berdiri, berjalan, dan mengambil

17
suatu benda. Amati gerakan tubuh pasien.
 Postural Instability : Berdiri di belakang pasien dan tarik lembut
bahu pasien dari belakang, perhatikan
keseimbangan tubuhnya.

Diagnosa

 Diagnosa Klinis : Tremor, Rigiditas, Bradikinesia


 Diagnosa Topik : Substansia Nigra
 Diagnosa Etiologis : neurogeneratif
 Diagnosa Sekunder : hipertensi

Prognosa
 Prognosa Qua et vitam
Parkinson dapat membuat hidup seseorang terganggu. Karena
Parkinson merupakan suatu penyakit yang bersifat neurodegeneratife
progresif yang berkaitan erat dengan usia. Sehingga penyakit Parkinson
cenderung menyerang orang yang berusia diatas 60 tahun dan mempunyai
gen yang dapat menimbulkan penyakit Parkinson tersebut.
 Pronosa Qua et Sanam
Penyakit Parkinson tak dapat disembuhkan merupakan suatu kondisi
medis yang berlangsung menahun dan progresif, umumnya dengan
berjalannya waktu keadaan akan semakin parah.
 Prognosa Qua et Funciosa
Penyakit Parkinson umumnya dapat menyerang anggota gerak tubuh,
yang mana gejala motoriknya seperti tremor, rigiditas, akinesia, dll.
Sehingga aktivitas dari penderita Parkinson tersebut dapat terganggu.

Terapi

 Neurodex 2x1 tab

 THP 2x1tab

 Leparson 2x1 tab

18
 Captopril 2x1 tab

 PCT 3x1 tab

BAB IV

PEMBAHASAN KASUS

Seorang pasien laki-laki umur 55 tahun, pekerjaan petani , datang ke


bangsal Saraf dengan keluhan gemetar pada kedua tangan dan kaki sejak 1 tahun
yang lalu. Mula – mula pasien pernah mengalami gemetaran pada anggota gerak
kanan 10 tahun yang lalu secara tiba – tiba, kemudian pasca kelemahan anggota
gerak kanan pasien merasakan gemetar pada tangan kiri. Namun 1 tahun terakhir
gemetar yang dirasakan pasien bertambah. Gemetar bertambah ketika pasien
istirahat dan berkurang ketika pasien aktivitas. Pasien mengeluhkan langkah kaki
ketika berjalan menjadi kecil dan sulit mengenakkan alas kaki pada kaki kanan.
Pada saat berdiri pasien cendrung akan terjatuh.
Gangguan tidur tidak ada, BAB dan BAK tidak ada kelainan. Tidak ada
gangguan daya ingat, riwayat trauma/kecelakaan/jatuh terduduk umumnya tidak
ada.
Berdasarkan pembahasan teori tentang Parkinsonisme yang menyebutkan
kumpulan dari beberapa gejala parkinson yang disertai dengan penyakit penyerta
seperti hipertensi, pasca stroke maka kasus di atas tergolong parkinsonisme
karena dalam pemeriksaan fisik terdapat beberapa gejala parkinson seperti resting
tremor, rigiditas, bradikinesia, postural instability dan disertai dengan penyakit
penyerta yaitu pasca stroke dan riwayat hipertensi.
Dalam kasus di atas yang menjadi acuan sebagai penggolongan ke arah
parkinsonisme adalah penyakit yang pernah diderita yaitu kelemahan anggota
gerak dan riwayat hipertensi, dan bisa juga efek dari pemakaian obat – obatan
yang dapat menghambat reseptor dopamin di korpus striatum atau yang
menurunkan produksi dopamin di korpus striatum.

19
Pada pasien ini, dalam menegakkan diagnosis selain dengan diagnosis dan
pemeriksaan fisik serta pemeriksaan neurologis, dapat di evaluasi perkembangan
penyakitnya dengan skala Hoehr and Yahr. Menurut skala Hoehr and Yahr,
pasien termasuk skala 3.

BAB V

KESIMPULAN

4.1 KESIMPULAN

Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif yang bersifat kronis


progresif, merupakan suatu penyakit/sindrom karena gangguan pada ganglia
basalis akibat penurunan atau tidak adanya pengiriman dopamine dari substansia
nigra ke globus palidus/ neostriatum (striatal dopamine deficiency).Gejala utama
penyakit ini adalah TRAP; Tremor, Rigiditas, Akinesia, Posturan Instability.
Penyakit parkinson masih belum diketahui penyebabnya.

Penyakit Parkinson merupakan penyakit kronis yang membutuhkan


penanganan secara holistik meliputi berbagai bidang. Pada saat ini tidak ada terapi
untuk menyembuhkan penyakit ini, tetapi pengobatan dan operasi dapat mengatasi
gejala yang timbul . Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala
parkinson, sedangkan perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat
ini. Sekali terkena parkinson, maka penyakit ini akan menemani sepanjang
hidupnya.

20
21

Anda mungkin juga menyukai