PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Penyakit Parkinson (paralysis agitans) atau sindrom Parkinson
(Parkinsonismus) merupakan suatu penyakit/sindrom karena gangguan pada ganglia
basalis akibat penurunan atau tidak adanya pengiriman dopamine dari substansia
nigra ke globus palidus/ neostriatum (striatal dopamine deficiency).
2
meskipun demikian prevalensi terdapatnya Lewy bodies
dalam jaringan otak ras Nigeria, tampak sama dengan populasi ras kulit putih
Amerika. Pola ini memberikan kecenderungan bahwa perkembangan Penyakit
Parkinson adalah global dan menyeluruh, namun faktor lingkungan memiliki
peranan penting dalam menimbulkan penyakit ini.8
2.3 ETIOLOGI
Mutasi Patogenik
Berbagai macam usaha telah dilakukan untuk mengungkap etiologi PD, sejak
pertama kali penyakit ini ditemukan di tahun 1817. Hingga saat ini, pengaruh
faktor herediter masih merupakan kontroversi. Bagaimanapun, mutasi genetik
menurut hukum Mendel dalam PD menegaskan peranan genetik dalam
perkembangan penyakit ini.8
Disfungsi Mitokondria Dan Kerusakan Oxidative
Banyak fakta yang menyatakan tentang keberadaan disfungsi mitokondria
dan kerusakan metabolisme oksidatif dalam pathogenesis Parkinson disease.
Keracunan MPTP (1 methyl, 4 phenyl, 12,3,6 tetrahydropyridine) dimana MPP+
sebagai toksik metabolitnya, pestisida dan limbah industri ataupun racun
lingkungan lainnya, menyebabkan inhibisi terhadap komplek I (NADH-
ubiquinone oxidoreduktase) rantai electron-transport mitokrondria, dan hal
tersebut memiliki peranan penting terhadap kegagalan dan kematian sel. Pada PD,
terdapat penurunan sebanyak 30-40% dalam aktivitas komplek I di substansia
nigra pars kompakta. Seperti halnya kelainan yang terjadi pada jaringan lain,
kelainan di substansia nigra pars kompakta ini menyebabkan adanya kegagalan
produksi energi, sehingga mendorong terjadinya apoptosis sel.
Dalam keadaan normal, terdapat sebuah regulasi yang ketat dalam
produksi dan pembuangan beberapa oxidant yang dihasilkan dari metabolism sel
neuron. Termasuk didalamnya hydrogen peroksida, superoksida, radikal
peroksida, nitric oxide, dan hidroksi radikal. Molekul-molekul ini bereaksi dengan
asam nukleat, protein, lemak dan molekul lainnya sehingga terjadilah perubahan
struktur molekul yang mengakibatkan kerusakan sel. Beberapa fakta
mengemukakan bahwa pada PD, terdapat kelebihan oksigen reaktif dan
peningkatan stress oksidatif.
3
Adanya peningkatan zat besi yang terdeteksi pada substansia nigra asien
dengan PD meyakinkan pentingnya peranan stress oksidatif dalam pathogenesis
PD. Menariknya, peningkatan zat besi dan berkurangnya aktivitas komplek I tidak
ditemukan dalam otak pasien dengan “Lewy body disease”, yang kemudian
memberi kesan bahwa telah terjadi perubahan sekunder lainnya dalam jaringan
tersebut.
2.4 KLASIFIKASI
4
3.Sindrom parkinson plus Gejala parkinson timbul bersama gejala neurologi lain
seperti: progressive supraneural palsy, multiple system atrophy, cortical-basal
ganglionic degenaration, Parkinson-demensia-ALS complex of
Guam, progressive palidal atrophy, diffuse lewy body disease (DLBD)
4. Kelainan Degeneratif diturunkan (heredodegenerative disorder)
Gejala parkinsonism menyertai penyakit-penyakit yang diduga berhubungan
dengan penyakit neurologi lain yang faktor keturunan memegang peranan peran
sebagai etiologi.9
2.5 PATOFISIOLOGI
Secara umum dapat dikatakan bahwa penyakit Parkinson terjadi karena penurunan
kadar dopamin akibat kematian neuron di pars kompakta substansia nigra sebesar
40 – 50% yang disertai adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies).
Lesi primer pada penyakit Parkinson adalah degenerasi sel saraf yang
mengandung neuromelanin di dalam batang otak, khususnya di substansia nigra
pars kompakta,yang menjadi terlihat pucat dengan mata telanjang. 10
Pada tahun 1960 Ehringer dan Hornykiewicz mengungkapkan bahwa
kemusnahan neuron di pars kompakta substansia nigra yang dopaminergik itu
merupakan lesi utama yang mendasari penyakit parkinson.11
Pada penyakit parkinson, konsentrasi dopamin di dalam korpus striatum
dan substansia nigra sangat mengurang, sehingga kondisi di korpus striatum lebih
kolinergik daripada dopaminergik . 11
Substansia nigra (black substance), adalah suatu regio kecil di otak
(batangotak) yang terletak sedikit di atas medula spinalis. Bagian ini menjadi
pusat kontrol/koordinasi dari seluruh pergerakan. Sel-selnya menghasilkan
neurotransmiter yang disebut dopamin, yang berfungsi untuk mengatur seluruh
pergerakan otot dan keseimbangan badan yang dilakukan oleh sistem saraf pusat.
Dopamin diperlukan untuk komunikasi elektrokimia antara sel-sel neuron di otak
terutama dalam mengatur pergerakan, keseimbangan dan refleks postural, serta
kelancaran komunikasi (bicara). Sehingga kerusakan pada area ini mengakibatkan
kelambanan gerak (bradikinesia), kelambanan bicara dan berfikir (bradifrenia),
tremor, dan kekakuan (rigiditas) . 9
5
2.6 GEJALA KLINIS
1.( T ) Tremor
Tremor saat istirahat “Rest tremor” merupakan gejala tersering dan mudah
dikenali pada penyakit Parkinson. Tremor bersifat unilateral, dengan frekuensi
antara 4 sampai 6x per detik, dan hampir selalu terdapat di extremitas distal.
Tremor pada tangan digambarkan sebagai gerakan supinasi-pronasi (“pill-
rolling”) yang menyebar dari satu tangan ke tangan yang lain. Resting tremor
pada pasien penyakit Parkinson juga dapat mengenai bibir, dagu, rahang dan
tungkai. Namun,tidak seperti tremor pada umumnya, tremor pada penyakit
Parkinson jarang mengenai leher atau kepala dan suara. Karakteristik resting
tremor adalah, tremor akan menghilang ketika penderita melakukan gerakan, juga
6
selama tidur. Beberapa pasien mengatakan adanya “internal” tremor yang tidak
dikaitkan dengan tremor yang terlihat.
2. ( R ) Rigiditas/kekakuan
Tanda yang lain adalah kekakuan (rigiditas). Jika kepalan tangan yang
tremor tersebut digerakkan (oleh orang lain) secara perlahan ke atas bertumpu
pada pergelangan tangan, terasa ada tahanan seperti melewati suatu roda yang
bergigi sehingga gerakannya menjadi terpatah – patah / putus-putus. Selain di
tangan maupun di kaki, kekakuan itu bisa juga terjadi di leher. Akibat kekakuan
itu, gerakannya menjadi tidak halus lagi seperti break-dance. Gerakan yang kaku
membuat penderita akan berjalan dengan postur yang membungkuk. Untuk
mempertahankan pusat gravitasinya agar tidak jatuh, langkahnya menjadi cepat
tetapi pendek-pendek.
Adanya hipertoni pada otot fleksor ekstensor dan hipertoni seluruh
gerakan, hal ini oleh karena meningkatnya aktifitas motorneuron alfa, adanya
fenomena roda bergigi (cogwheel phenomenon).
3. ( A ) Akinesia/Bradikinesia
Kedua gejala di atas biasanya masih kurang mendapat perhatian sehingga
tanda akinesia/bradikinesia muncul. Gerakan penderita menjadi serba lambat.
Dalam pekerjaan sehari-hari pun bisa terlihat pada tulisan/tanda tangan yang
semakin mengecil, sulit mengenakan baju, langkah menjadi pendek dan diseret.
Kesadaran masih tetap baik sehingga penderita bisa menjadi tertekan (stres)
karena penyakit itu. Wajah menjadi tanpa ekspresi. Kedipan dan lirikan mata
berkurang, suara menjadi kecil, refleks menelan berkurang, sehingga sering keluar
air liur.
Gerakan volunteer menjadi lambat sehingga berkurangnya gerak asosiatif,
misalnya sulit untuk bangun dari kursi, sulit memulai berjalan, lambat mengambil
suatu obyek, bila berbicara gerak lidah dan bibir menjadi lambat. Bradikinesia
mengakibatkan berkurangnya ekspresi muka serta mimik dan gerakan spontan
yang berkurang, misalnya wajah seperti topeng, kedipan mata berkurang,
berkurangnya gerak menelan ludah sehingga ludah suka keluar dari mulut. 4,12
4. ( P ) Posturan Instability
Postural reflex terganggu yaitu hilangnya reflex ketidakseimbangan tubuh,
gangguan ini membuat pasien sering jatuh, dapat di deteksi dengan menarik dari
belakang pada bahu pasien yang dalam keadaan berdiri (pull test). Pada gangguan
7
reflex tersebut pasien akan jatuh atau mundur kebelakang dengan langkah cepat
dan pendek.
2.7 DIAGNOSIS
8
Diagnosis penyakit parkinson dibuat berdasarkan gambaran klinis,disamping
adanya pemeriksaan penunjang seperti CT-scan, MRI, dan PET . Diagnosis dapat
ditegakkan berdasarkan sejumlah kriteria, yaitu :
1.Kriteria Diagnosis Klinis
a.Didapatkan 2 dari 3 tanda kardinal gangguan motorik: tremor,rigiditas,
bradikinesia, atau
b.Didapatkan 3 dari 4 tanda tanda motorik: tremor, rigiditas,bradikinesia,
ketidakstabilan postural.
2.Kriteria Diagnosis Klinis Modifikasi
a.Diagnosis possible (mungkin): adanya salah satu gejala yaitu seperti tremor,
rigiditas, akinesia atau bradikinesia, gangguan refleks postural.
b.Diagnosis probable (kemungkinan besar): kombinasi dari dua gejala tersebut di
atas (termasuk gangguan refleks postural), salah satu dari tipe gejala pertama
asimetris.
c.Diagnosis definite (pasti): setiap kombinasi 3 dari 4 gejala, pilihan lain: setiap
dua dengan satu dari tiga gejala pertama terlihat asimetris.
9
2.8 PENATALAKSANAAN
Tujuan dari manajemen medis penyakit Parkinson adalah untuk mengontrol tanda
dan gejala sambil meminimalkan efek samping. Studi menunjukkan bahwa
kualitas hidup pasien memburuk dengan cepat jika pengobatan tidak diberikan
segera mungkin setelah diagnosis ditegakkan. [13]
1. Terapi Simptomatik
10
MAO inhibitor-B, seperti selegiline (Eldepryl)) dan rasagiline (Azilect) ,
dapat digunakan untuk pengobatan simtomatik awal penyakit Parkinson. Obat-
obat ini memberikan manfaat pada gejala ringan, dan dapat meningkatkan hasil
jangka panjang. Karakteristik ini membuat MAO-B inhibitor menjadi pilihan yang
baik sebagai pengobatan awal bagi banyak pasien. Ketika inhibitor MAO-B saja
tidak cukup untuk memberikan kontrol yang baik dari gejala motorik, obat lain
(misalnya, suatu agonis dopamin atau levodopa) dapat ditambahkan. [14]
Agonis Dopamin ;Meskipun agonis dopamine kurang efektif
dibandingkan dengan levodopa, obat-obatan ini merupakan obat first-
line alternative dalam terapi penyakit Parkinson. Bermacam-macam agonis
dopamine memiliki efektifitas yang hampir mirip. Salah satu keuntungan yang
potensial dari obat ini dibandingkan dengan levodopa ialah rendahnya resiko
untuk terjadinya diskinesia dan fluktuasi fungsi motorik sebagai efek terapi,
dalam 1 hingga 5 tahun pengobatan, khususnya pada pasien yang mendapatkan
agonis dopamine sebagai pengobatan tunggal. Namun bagaimanapun, sering
dibutuhkan penggunaan kombinasi dari agonis dopamine dan levodopa selama
beberapa tahun setelah diagnosis ditegakkan, untuk mengontrol gejala-gejala
lanjutan. Agonis dopamine dihindari pemakaiannya pada pasien dengan demensia,
karena kecenderungan obat ini dalam menimbulkan halusinasi. [15]
Antikolinergik dapat digunakan untuk pasien yang memiliki cacat akibat
tremor yang tidak terkontrol dengan obat dopaminergik, tetapi ini bukan obat lini
pertama, karena keberhasilan mereka yang terbatas dan kemungkinan efek
samping neuropsikiatri. Obat antikolinergik memberikan bantuan tremor yang
baik di sekitar 50% dari pasien tetapi tidak bermakna meningkatkan bradikinesia
atau kekakuan. Karena tremor dapat menanggapi satu obat antikolinergik tetapi
tidak yang lain, agen antikolinergik kedua biasanya dapat dicoba jika yang
pertama tidak berhasil. Obat-obat ini harus diperkenalkan dengan dosis rendah
dan meningkat secara perlahan untuk meminimalkan efek samping, yang meliputi
kesulitan memori, kebingungan, dan halusinasi. Efek kognitif merugikan relatif
umum, terutama pada orang tua. Salah satu antikolinergik yang paling umum
digunakan adalah trihexyphenidyl. Dosis awal trihexyphenidyl harus rendah dan
secara bertahap meningkat.
11
Amantadine (Symmetrel) adalah agen antivirus yang memiliki aktivitas
antiparkinson. Mekanisme kerjanya tidak sepenuhnya dipahami,tetapi amantadine
tampaknya mempotensiasi respon dopaminergik dari SSP. Hal ini menyebabkan
terlepasnya dopamin dan norepinefrin dari situs penyimpanan dan menghambat
reuptake dopamin dan norepinefrin. Amantadine dapat menawarkan manfaat
tambahan pada pasien yang mengalami maksimal atau berkurang efek dari
levodopa. Berguna untuk perawatan akinesia, dyskinesia, kekakuan,
gemetaran.Selain terapi obat yang diberikan, pemberian makanan harus benar-
benar diperhatikan, karena kekakuan otot bisa menyebabkan penderita
mengalami kesulitan untuk menelan sehingga bisa terjadi kekurangan gizi
(malnutrisi) pada penderita. [16]
2. Pemeriksaan Penunjang
EEG (biasanya terjadi perlambatan yang progresif)
CT Scan kepala (biasanya terjadi atropi kortikal difus, sulki melebar,
hidrosefalua eks vakuo).
3. Deep Brain Stimulation (DBS)
DBS adalah tindakan minimal invasif yang dioperasikan melalui panduan
komputer dengan tingkat kerusakan minimal untuk mencangkokkan alat medis
yang disebut neurostimulator untuk menghasilkan stimulasi elektrik pada wilayah
target di dalam otak yang terlibat dalam pengendalian gerakan.
DBS direkomendasikan bagi pasien dengan penyakit parkinson tahap
lanjut (stadium 3 atau 4) yang masih memberikan respon terhadap
levodopa. Pengendalian parkinson dengan terapi DBS menunjukkan keberhasilan
90%. Berdasarkan penelitian, sebanyak 8 atau 9 dari 10 orang yang menggunakan
terapi DBS mencapai peningkatan kemampuan untuk melakukan akltivitas normal
sehari-hari. [5]
4. Terapi Pembedahan
Pada saat “on” penderita dapat bergerak dengan mudah, terdapat perbaikan
pada gejala tremor dan kekakuannya. Pada saat off penderita akan sangat sulit
bergerak, tremor dan kekakuan tubuhnya meningkat. Periode off adakalanya
muncul sejak awal pemberian levodopa dan tidak dapat diatasi dengan
meningkatkan dosis, kejadian ini disebut “wearing off”. Pemakaian lama
12
levodopa sering terkena efek samping obat berupa munculnya gejala
diskinesia. Wearing off dan diskinesia yang terjadi pada penderita pp kadang-
kadang tidak dapat dikontrol dengan terapi medika mentosa dan memerlukan
terapi pembedahan.
Ada beberapa tipe prosedur pembedahan yang dikerjakan untuk penderita PP,
yaitu:
a. Teori Ablasi Lesi Di Otak
b. Terapi Stimulasi Otak Dalam (Deep Barain Stimulation DBS)
c. Transplantasi Otak (Brain Grafting).
5. Terapi Fisik
Latihan fisik yang teratur, termasuk yoga, taichi, ataupun tari dapat
bermanfaat dalam menjaga dan meningkatkan mobilitas, fleksibilitas,
keseimbangan, dan range of motion. Latihan dasar selalu dianjurkan, seperti
membawa tas, memakai dasi, mengunyah keras, dan memindahkan makanan di
dalam mulut. [5]
2.9 SINDROM PARKINSON
2.10 PROGNOSIS
13
BAB III
TINJAUAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : ZK
Umur : 55 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Alamat : Alahan Panjang
Tanggal Masuk : 3 maret 2015
II. Anamnesa
Keluhan Utama :
Gemetaran pada kedua tangan sejak 10 tahun yang lalu
14
Pemeriksaan Fisik
- Umum
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : compos mentis kooperatif
Tekanan darah : 130/70 mmHg
Nadi : 85x/menit
Pernapasan : 22x/menit
Suhu : 36,70C
Thorak
Paru
Inspeksi : simetris kiri = kanan , statis dinamis
Palpasi : fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler, ronki (-), wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada RIC 5
Perkusi : jantung dalam batas normal
Auskultasi : reguler, gallop (-),bising (-)
Abdomen
Inspeksi : perut tidak terlihat
membengkak
Palpasi : tidak teraba massa, nyeri
tekan (-)
Perkusi : tympani
Auskultasi : bising usus (+) normal
- Status neurologis
GCS : E4 M6 V5
15
Tanda rangsangan meningeal
N.III, IV, VI : pupil bulat, diameter 3mm, gerakan bola mata kesegala
arah, strabismus (-), nistagmus (-), reflex cahaya (-)
N.VII : menutup mata (+), menggerakkan dahi (+), mengangkat alis (+)
memperlihatkan gigi (+)
Pemeriksaan koordinasi :
superior inferior
kanan kiri kanan kiri
kekuatan 5 5 5 5
16
otot hipertonus hipertonus hipertonus hipertonus
Pemeriksaan sensibilitas
Sensibilitas nyeri :+
Sensibilitas rabaan :+
Sistem refleks
kornea + +
masseter + +
biseps ++ ++
triseps ++ ++
APR ++ ++
KPR ++ ++
PATOLOGIS
Babinsky - -
chaddock - -
Fungsi otonom
Miksi :+
Defekasi :+
17
suatu benda. Amati gerakan tubuh pasien.
Postural Instability : Berdiri di belakang pasien dan tarik lembut
bahu pasien dari belakang, perhatikan
keseimbangan tubuhnya.
Diagnosa
Prognosa
Prognosa Qua et vitam
Parkinson dapat membuat hidup seseorang terganggu. Karena
Parkinson merupakan suatu penyakit yang bersifat neurodegeneratife
progresif yang berkaitan erat dengan usia. Sehingga penyakit Parkinson
cenderung menyerang orang yang berusia diatas 60 tahun dan mempunyai
gen yang dapat menimbulkan penyakit Parkinson tersebut.
Pronosa Qua et Sanam
Penyakit Parkinson tak dapat disembuhkan merupakan suatu kondisi
medis yang berlangsung menahun dan progresif, umumnya dengan
berjalannya waktu keadaan akan semakin parah.
Prognosa Qua et Funciosa
Penyakit Parkinson umumnya dapat menyerang anggota gerak tubuh,
yang mana gejala motoriknya seperti tremor, rigiditas, akinesia, dll.
Sehingga aktivitas dari penderita Parkinson tersebut dapat terganggu.
Terapi
THP 2x1tab
18
Captopril 2x1 tab
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
19
Pada pasien ini, dalam menegakkan diagnosis selain dengan diagnosis dan
pemeriksaan fisik serta pemeriksaan neurologis, dapat di evaluasi perkembangan
penyakitnya dengan skala Hoehr and Yahr. Menurut skala Hoehr and Yahr,
pasien termasuk skala 3.
BAB V
KESIMPULAN
4.1 KESIMPULAN
20
21