PENDAHULUAN
Sejak manusia mulai hidup bermasyarakat, maka sejak saat itu sebuah gejala yang
disebut masalah sosial berkutat didalamnya. Sebagaimana diketahui, dalam realitas sosial
memang tidak pernah dijumpai suatu kondisi masyarakat yang ideal. Dalam pengertian tidak
pernah dijumpai kondisi yang menggambarkan bahwa seluruh kebutuhan setiap warga
masyarakat terpenuhi, seluruh prilaku kehidupan sosial sesuai harapan atau seluruh warga
masyarakat dan komponen sistem sosial mampu menyesuaikan dengan tuntutan perubahan
yang terjadi. Dengan kata lain das sein selalu tidak sesuai das sollen.
Pada jalur yang searah, sejak tumbuhnya ilmu pengetahuan sosial yang mempunyai
obyek studi kehidupan masyarakat, maka sejak itu pula studi masalah sosial mulai dilakukan.
Dari masa ke masa para sosiolog mengumpulkan dan mengkomparasikan hasil studi melalui
beragam perspektif dan fokus perhatian yang berbeda-beda, hingga pada akhirnya semakin
memperlebar jalan untuk memperoleh pandangan yang komprehensif serta wawasan yang
luas dalam memahami dan menjelaskan fenomena sosial. Buku ini hadir dengan fokus studi
masalah sosial yang sekaligus memuat referensi dan rekomendasi bagi tindakan untuk
melakukan penanganan masalah. Di negara-negara berkembang, tindakan untuk melakukan
perubahan dan perbaikan dalam rangka penanganan masalah sosial menjadi perhatian yang
sangat serius demi kelangsungan serta kemajuan bangsanya menuju cita-cita kemakmuran
dan kesejahteraan. Terkait hal itu, pembahasan mengenai berbagai perspektif sosial,
identifikasi melalui serangkaian unit analisis serta pemecahan masalah yang berbasis negara
dan masyarakat menjadi tema-tema yang diulas secara teoritis dalam makalah ini.
1
Person blame approach merupakan suatu pendekatan untuk memahami masalah sosial
pada level individu. Diagnosis masalah menempatkan individu sebagai unit analisanya.
Sumber masalah sosial dilihat dari faktor-faktor yang melekat pada individu yang
menyandang masalah. Melalui diagnosis tersebut lantas bisa ditemukan faktor penyebabnya
yang mungkin berasal dari kondisi fisik, psikis maupun proses sosialisasinya. Sedang
pendekatan kedua system blame approach merupakan unit analisis untuk memahami sumber
masalah pada level sistem. Pendekatan ini mempunyai asumsi bahwa sistem dan struktur
sosial lebih dominan dalam kehidupan bermasyarakat. Individu sebagai warga masyarakat
tunduk dan dikontrol oleh sistem. Selaras dengan itu, masalah sosial terjadi oleh karena
sistem yang berlaku didalamnya kurang mampu dalam mengantisipasi perubahan-perubahan
yang terjadi, termasuk penyesuaian antar komponen dan unsur dalam sistem itu sendiri. Dari
kedua pendekatan tersebut dapat diketahui, bahwa sumber masalah dapat ditelusuri dari
”kesalahan" individu dan "kesalahan" sistem.
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
2
BAB II
PEMBHASAN
a. Masalah Pendidikan
Seperti yang telah kita ketahui, kualitas pendidikan di Indonesia semakin memburuk.
Hal ini terbukti dari kualitas guru, sarana belajar, dan murid-muridnya. Guru-guru tentuya
punya harapan terpendam yang tidak dapat mereka sampaikan kepada siswanya. Memang,
guru-guru saat ini kurang kompeten. Banyak orang yang menjadi guru karena tidak diterima
di jurusan lain atau kekurangan dana. Kecuali guru-guru lama yang sudah lama
mendedikasikan dirinya menjadi guru. Selain berpengalaman mengajar murid, mereka
memiliki pengalaman yang dalam mengenai pelajaran yang mereka ajarkan. Belum lagi
masalah gaji guru. Jika fenomena ini dibiarkan berlanjut, tidak lama lagi pendidikan di
Indonesia akan hancur mengingat banyak guru-guru berpengalaman yang pensiun.
“Pendidikan ini menjadi tanggung jawab pemerintah sepenuhnya,” kata Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono usai rapat kabinet terbatas di Gedung Depdiknas, Jl Jenderal Sudirman,
Jakarta, Senin (12/3/2007).
b. Masalah Kemiskinan
3
sama, demikian juga antara waktu dulu dengan sekarang berbeda. Ketiga, kemiskinan
subjektif. Konsep kemiskinan sbjektif ini dirumuskan berdasarkan perasaan individu atau
kelompok miskin. Kita menilai individu atau kelompok tertentu miskin, tetapi kelompok
yang kita nilai menganggap bahwa dirinya bukan miskin, atau sebaliknya. Konsep
kemiskinan ketiga inilah yang lebih tepat apabila memahami konsep kemiskinan dan
bagaimana langkah strategis dalam menangani kemiskinan (Usman, S. 1998; Tjokrowinoto,
W. 2004).
c. Masalah Kriminalitas
Kriminalitas atau tindakan kriminal merupakan problem sosial yang bersifat laten (selalu
ada dalam kehidupan masyarakat atau negara manapun), namun tindakan kriminal bukanlah
penyimpangan perilaku yang dibawa sejak lahir, tetapi tindakan kriminal merupakan hasil
dari sosialisasi sub budaya menyimpang. Tindakan kriminal sering dikategorikan sebagai
tindak pidana atau tindakan yang melanggar hukum pidana. Diantara contoh tindakan
kriminal adalah: korupsi, pencurian, pembunuhan, perampokan, penipuan atau pemalsuan,
penculikan, perkosaan, sindikat narkotik atau penyalahgunaan obat terlarang.
Masalah sosial atau masalah sosial timbul akibat adanya gejala-gejala abnormal yang
timbul di masyarakat. Hal tersebut terjadi karena unsur-unsur masyarakat tidak dapat
berfungsi sebagaimana mestinya sehingga menyebabkan kekecewaan-kekecewaan dan
penderitaan, yang selanjutnya disebut masalah sosial.
Masalah sosial ini berhubungan erat dengan nilai-nilai sosial dan lembaga-lembaga
kemasyarakatan. Untuk itu terjadi sedikit saja pergeseran diantara nilai-nilai sosial dengan
lembaga-lembaga kemasyarakatan, maka hubungan antarmanusia yang terdapat di dalam
kerangka bagian kebudayaan yang normatif akan ikut terganggu.
Namun setiap masyarakat tentunya mempunyai ukuran yang berbeda mengenai hal ini,
misalnya soal gelandangan merupakan masalah social yang nyata yang dihadapi kota-kota
besar di Indonesia. Akan tetapi belum tentu masalah tadi dianggap sebagai masalah sosial di
tempat lain. Faktor waktu juga mempengaruhi masalah sosial ini. Selain itu, ada juga
masalah-masalah yang tidak bersumber pada penyimpangan norma masyarakat, seperti
masalah pengangguran, penduduk, kemiskinan.
Masalah sosial dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) jenis faktor, yakni antara lain :
4
1. Faktor Ekonomi : kemiskinan, pengangguran dan lain-lain.
2. Faktor Budaya : perceraian, kenakalan remaja, dan lain-lain.
3. Faktor Biologis : penyakit menular.
4. Faktor Psikologis : penyakit syaraf, aliran sesat, dan lain-lain.
a. Terjadinya perubahan sosial, politik, ekonomi yang bersifat revolusi, misalnya terjadi
peperangan;
b. Terjadinya kesenjangan sosial ekonomi di masyarakat yang begitu besar, sebagai akibat
kesalahan strategi atau perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan;
c. Adanya peluang atau kesempatan untuk terjadinya tindakan kriminal, karena alat-alat
penegak hukum tidak tegas atau tidak ada kepastian hukum di masyarakat;
d. Pemerintah yang lemah (tidak bersih) dan aparat pemerintah yang korup, atau banyak
muncul penjahat kerah putih (white collar crime) di setiap departemen pemerintah atau
lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga ekonomi;
e. Meningkatnya jumlah penduduk yang tidak terkendali, sehingga jumlah pengangguran
dan urbanisasi meningkat;
f. Kondisi kehidupan keluarga yang disintegratif; dan
g. Berkembangnya sikap mental negatif, misalnya: hedonistis, konsumersitis, suka
menempuh jalan pintas dalam meraih tujuan dan sejenisnya (Coleman, J.W and Cressey,
D.R. 1984; Soetomo, 1995).
BAB III
PENUTUP
5
3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Pidarta, Prof. Dr. Made. 2004. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Soedijar, Z.A, 1990, penelitian Profil Anak Jalanan di DKI Jakarta, badan Penelitian dan
Pengembangan Sosial, Departeman Sosial.