Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

Al Masail ,Al Fiqhiyah Al Hadist


(Zakat profesi dn produktif )

DI SUSUN OLEH:

Kelompok 5 (lima )
 Lili Agustina (10156118169)
 Mira Deliana ( 101561181)

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN


PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI MAJENE
TAHUN AJARAN 2020/2021

1
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Segala puji bagi Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-
Nya kepada kita semua, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan judul
“ZAKAT PROFESI DAN PRODUKTIF ’’ tepat pada waktunya. Dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan, sahabat, dan
semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan makalah ini, yang tidak dapat
disebutkan satu persatu. Penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang sifatnya
membangun, guna memperbaiki dan menyempurnakan makalah ini. Secerah harapan
yang senantiasa digantungkan, mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi
penyusun khususnya dan umumnya bagi yang senantiasa membaca.

Penulis
Majene , 7 juni 2021

Kelompok 5

2
Daftar Isi
Kata Pengantar.
Daftar Isi..................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………………………………... .4
B. Rumusan Masalah…………………………………………….. .5
C. Tujuan Pembahasan,…………………………………………....5
BAB II : PEMBAHASAN
A. Pengertian zakat ..............................................................................................6
B. Macam – macam Zakat ...................................................................................6
C. Macam Zakat yang Wajib di zakati ....................................................8
D. Zakat Profesi ...................................................................................................15
E. Zakat Produktif ...............................................................................................20
F. Hukum Zakat Produktif...................................................................................21
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………...........24
B. Saran………………………………………………………….............24
Daftar Pustaka……………………………………………………….............25

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang ketiga. Zakat
merupakan suatu ibadah yang paling penting kerap kali disebut dalam Al-
Qur’an. Allah menerangkan zakat beriringan dengan menerangkan
sembahyang. Zakat digunakan untuk membantu masyarakat lain,
menstabilkan ekonomi masyarakat dari kalangan bawah hingga kalangan atas,
sehingga dengan adanya zakat umat Islam tidak ada yang tertindas karena
zakat dapat menghilangkan jarak antara si kaya dan si miskin. Oleh karena
itu, zakat sebagai salah satu instrumen negara dan juga sebuah tawaran solusi
untuk menbangkitkan bangsa dari keterpurukan. Zakat juga sebuah ibadah
mahdhah yang diwajibkan bagi orang-orang Islam, namun diperuntukan bagi
kepentingan seluruh masyarakat.

Zakat merupakan suatu ibadah yang dipergunakan untuk kemaslahatan umat


sehingga dengan adanya zakat (baik zakat fitrah maupun zakat maal) kita dapat
mempererat tali silaturahmi dengan sesama umat Islam maupun dengan umat lain.

Secara umum zakat profesi menurut hasil Tarjih Muhammadiyah adalah zakat
yang dikeluarkan dari hasil usaha yang halal yang dapat mendatangkan hasil (uang),
relatif banyak dengan cara yang halal dan mudah, baik melalui keahlian tertentu
mupun tidak.
Zakat produktif dengan demikian adalah pemberian zakat yang dapat
membuat para penerimanya menghasilkan sesuatu secara terus menerus, dengan
harta zakat yang telah diterimanya. Zakat produktif dengan demikian adalah zakat
diamana harta atau dana zakat yang diberikan kepada para mustahik tidak
dihabiskan, akan tetapi dikembangkan dan digunakan untuk membantu usaha

4
mereka, sehingga dengan usaha tersebut mereka dapat memenuhi kebutuhan
hidup secara terus menerus.
B.     Rumusan Masalah

1. Apa pengertian serta dalil tentang kewajiban zakat?


2. Apa saja yang wajib dikeluarkan zakatnya? Dan berapa nishobnya?
3. Apa yang dimaksud dengan zakat profesi?
4. Apa pengertian zakat produktif ?
5. Hukum zakat produktif ?

B. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dan dalil kewajiban zakat.

2. Untuk mengetahui apa saja yang wajib dizakati dan nishobnya.

3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud zakat profesi.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A.    Definisi Zakat

Menurut Abu Abdillah Muhammad bin Qasim bin Muhammad Al-Ghazi ibn
Al-Gharabili, dalam kitab Fathul Qarib karya yang berkiblat kepada Madzhab Syafi’i,
zakat secara bahasa adalah berkembang. Sedangkan menurut istilah ialah nama harta
tertentu yang diambil dari harta tertentu dengan cara tertentu dan diberikan pada
golongan tertentu. Seperti yang disebutkan dalam Qur’an Surah At-Taubah ayat 103:

ُ ‫س@ َكنٌ لَّ ُه ْم ۗ َوٱهَّلل‬


َ َ‫ص@لَ ٰوتَك‬
َ َّ‫ص@ ِّل َعلَ ْي ِه ْم ۖ إِن‬ َ ‫ُخ ْذ ِمنْ أَ ْم ٰ َولِ ِه ْم‬
َ ‫ص َدقَةً تُطَ ِّه ُر ُه ْم َوتُزَ ِّكي ِهم بِ َه@@ا َو‬
‫س ِمي ٌع َعلِي ٌم‬َ

Artinya: "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya
doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Alloh maha mendengar
lagi maha mengetahui".

Rasulullah juga bersabda tentang wajibnya zakat, yaitu:

‫ليس فى مال زكاة حتى يحول عليه الحول‬

Artinya: "Tidak ada kewajiban zakat pada suatu harta sehingga ia mengalami
satu tahun." (HR. Abu Daud).

B.     Macam-macam Zakat

6
Zakat terbagi menjadi dua macam, yaitu zakat mal dan zakat fitrah, berikut
pengertiannya:

1. Pengertian zakat mal (benda)

Menurut bahasa (lughat), harta adalah segala sesuatu yang diinginkan sekali
oleh manusia untuk dimiliki, dimanfaatkan dan disimpan. Sedangkan menurut syara’,
harta adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki (dikuasai) dan dapat digunakan
(dimanfaatkan) menurut ghalibnya (lazim).
Sesuatu dapat disebut dengan maal (harta) apabila memenuhi 2 (dua) syarat, yaitu:
1) Dapat dimiliki, disimpan, dihimpun, dikuasai
2) Dapat diambil manfaatnya sesuai dengan ghalibnya. Misalnya rumah, mobil,
ternak, hasil pertanian, uang, emas, perak, dll. 
 Allah telah memerintahkan kita untuk menzakati harta benda yang kita miliki
seperti yang disebut dalam al-Qur’an pada surah at-Taubah/9 ayat 34-35 

ٍ ِ‫ب أَل‬
‫ يَ ْو َم‬.‫يم‬ ٍ ‫يل هّللا ِ فَبَش ِّْرهُم بِ َع َذا‬ َ ‫ضةَ َوالَ يُنفِقُونَ َها فِي‬
ِ ِ ‫سب‬ َّ ِ‫َب َوا ْلف‬ َّ َ‫َوالَّ ِذينَ يَ ْكنِ ُزون‬
َ ‫الذه‬
ِ ُ‫يُ ْح َمى َعلَ ْي َها فِي نَار َج َهنَّ َم فَتُ ْك َوى بِ َها ِجبَا ُه ُه ْم َو ُجنوبُ ُه ْ@م َوظُ ُهو ُر ُه ْم هَـ َذا َما َكنَ ْزتُ ْم ألَنف‬
‫س ُك ْ@م‬
َ‫فَ ُذوقُو ْا َما ُكنتُ ْم تَ ْكنِ ُزون‬
Artinya: "Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak
menafkahkannya pada jalan Allâh, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa
mereka akan mendapat) siksa yang pedih. Pada hari dipanaskan emas dan perak itu
dalam neraka Jahannam, lalu dahi, lambung dan punggung mereka dibakar
dengannya, (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu

7
simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu
simpan itu”.
2. Pengertian zakat fitrah
Fitrah ialah ciptaan, sifat asal, bakat, perasaan keagamaan dan perangai.
Sedangkan zakat fitrah adalah zakat yang berfungsi mengembalikan manusia muslim
kepada fitrahnya, dengan menyucikan jiwa mereka dari kotoran-kotoran (dosa-dosa)
yang disebabkan oleh pengaruh pergaulan dan sebagainya sehingga manusia itu
menyimpang dari fitrahnya.

 Dalil naqli yang disebut dalam al-Qur’an tentang wajibnya menunaikan zakat
fitrah adalah dalam surah al-A’la ayat 14-15 yang berbunyi:
(15). ‫قَ ْد أَ ْفلَ َح َمنْ تَ َز َّك ٰى‬ .)14( ‫صلَّ ٰى‬ ْ ‫َو َذ َك َر ا‬
َ َ‫س َم َربِّ ِه ف‬
Artinya: “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan
beriman) (14), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang. (15)”.
C. Macam harta yang wajib dizakati
1. Binatang ternak (Unta, Sapi, Kambing).
1. Syarat wajib membayar zakatnya:
 Pemiliknya orang Islam
 Merdeka
 Kepemilikan harta secara sempurna
 Cukup nisab/Jumlahnya
 Genap satu tahun
 Tempat pengembalanya

8
Zakat binatang ternak merupakan suatu zakat yang dapat dilandaskan dari firman
Allah SWT yang terdapat dalam al-Qur’an surat an-Nahl ayat 5-7

ُ ‫) َولَ ُك ْم فِي َها َج َما ٌل ِحينَ تُ ِر‬5( َ‫َواأل ْن َعا َ@م َخلَقَ َها لَ ُك ْم فِي َها ِدفْ ٌء َو َمنَافِ ُع َو ِم ْن َها تَأْ ُكلُون‬
َ‫يحونَ َو ِحين‬
ِ ُ‫ق األ ْنف‬
(‫س إِنَّ َربَّ ُك ْم لَ َر ُءوفٌ َر ِحي ٌم‬ ِ ِ‫) َوت َْح ِم ُل أَ ْثقَالَ ُك ْم إِلَى بَلَ ٍد لَ ْم تَ ُكونُوا بَالِ ِغي ِه إِال ب‬6( َ‫س َر ُحون‬
ِّ ‫ش‬ ْ َ‫ت‬
)7

Artinya : “Dan Dia telah menciptakan binatang ternak untuk kalian, padanya
ada (bulu) yang menghangatkan dan beraneka ragam manfaat (kegunaan), dan
sebagiannya kamu makan. Dan kalian memperoleh pandangan yang indah padanya,
ketika kalian membawanya kembali ke kandang dan ketika kalian melepaskannya ke
tempat penggembalaan. Dan ia memikul beban-beban kalian ke suatu negeri yang
kalian tidak sanggup sampai kepadanya, melainkan dengan kesukaran-kesukaran
(yang memayahkan) diri. Sesungguhnya Tuhan kalian benar-benar Maha Pengasih
lagi Maha Penyayang.”

2. Nishab Beserta Ukuran Wajib Dikeluarkannya Zakat Hewan


Ternak
a) Nishab unta dan kadar zakatnya
 Apabila seseorang mempunyai 5 ekor unta, maka
zakatnya seekor kambing.
 Terhadap 10 sampai dengan 14 ekor unta , zakatnya 2
ekor kambing.
 Terhadap 15 sampai dengan 19 ekor unta , zakatnya 3
ekor kambing.

9
 Terhadap 20 sampai dengan 24 ekor unta , zakatnya 4
ekor kambing.
 Terhadap 25 sampai dengan 34 ekor unta, zakatnya
seekor unta binta makhodl (unta betina berumur 1
tahun memasuki tahun kedua.
 Terhadap 36 sampai dengan 45 ekor unta, zakatnya
seekor unta binta labun (unta betina berumur 2 tahun
memasuki tahun ketiga).
 Terhadap 46 sampai dengan  60 ekor unta, zakatnya
seekor unta hiqqoh (unta betina berumur 3 tahun
memasuki tahun keempat).
 Terhadap 61 sampai dengan 75 ekor unta, zakatnya
seekor unta jadza’ah (unta betina berumur 4 tahun
memasuki tahun kelima).
 Terhadap 76 sampai dengan 120 ekor unta, zakatnya 2
ekor unta binta labun.
 Terhadap 121 ekor unta, zakatnya 3 ekor unta binta
labun.
 Selanjutnya setiap tambah 40 ekor unta zakatnya
tambah seekor binta labun, dan setiap tambah 50 ekor
unta zakatnya tambah seekor unta hiqqoh. 
b) Nishab dari harta 2 orang yang dicampurkan
Menurut Al-Laits, Asy Syafi’i, Ahmad dan Abu Bakar
ibn Daud: “Apabila 2 orang mencampurkan hewan ternaknya,
maka diambilllah zakat dari binatang-binatang mereka
sebagian diambil dari kepunyaan orang.” Alasan mereka itu

10
adalah karena hadits yang diriwayatkan oleh An Nasa’i dari
Anas ibn Malik bahwa Nabi SAW. bersabda: “Tidak dicerai-
ceraikan antara yang berkumpul dan tidak dikumpulkan antara
yang bercerai-cerai karena takut kepada sedekah, dan orang-
orang yang mencampurkan binatang-binatangnya, berdamai
antara keduanya dengan dasar persamaan.

      Maksud hadits ini ialah, jika 3 orang mempunyai 120 ekor kambing, masing-
masingnya mempunyai 1/3, maka yang wajib bagi ketiga-ketiganya adalah seekor
kambing. Karena itu, janganlah si-mushaddiq memisah-misahkannya untuk
mengambil 3 ekor kambing.
Dan jika 2 orang mempunyai 202 ekor kambing, wajiblah atas keduanya 3 ekor
kambing. Maka janganlah mereka memisah-misahkannya supaya diwajibkan 2 ekor
saja.
Dan arti: “Orang-orang yang mencampurkan binatang-binatangnya, berdamai
antara keduanya dengan dasar persamaan,” Yang mempunyai banyak, menanggung
sedikit. Umpamanya, jika seorang mempunyai 40 ekor dan yang seorang mempunyai
80 ekor, maka yang mempunyai 40 ekor menaggung 1/3 dan yang mempunyai 80
ekor menanggung 2/3.
     Terdapat beberapa persyaratan hingga membuat 2 orang yang berserikat terhadap
harta mereka, wajib mengeluarkan zakat untuk seluruh harta bersama.
1. Hewan-hewan ternak mereka berada dalam satu kandang.
2. Tempat istirahat di pengembalaan manjadi satu.
3. Lokasi pengembalaannya menjadi satu.
4. Pejantannya satu.
5. Tempat minumnya menjadi satu.
6. Yempat pemerahan susunya menjadi satu.

11
7. Pemerah susunya juga satu orang.
  

2. Benda berharga, seperti: emas dan perak.


a). Syarat wajib
 Pemiliknya oarang Islam
 Merdeka
 Kepemilikan harta secara sempurna
 Cukup nisab/Jumlahnya
  Genap satu tahun
Dalil tentang wajibnya menzakati emas dan perak terdapat dalam al-Qur’an surat At-
Taubah 34-35

ْ‫صدُّونَ عَن‬ُ َ‫اط ِل َوي‬ ِ ‫ان لَيَأْ ُكلُونَ أَ ْم َوا َل النَّا‬


ِ َ‫س بِا ْلب‬ ِ َ‫الر ْهب‬ ْ َ‫يَا أَيُّ َها الَّ ِذينَ آ َمنُوا إِنَّ َكثِي ًرا ِمن‬
ُّ ‫األحبَا ِر َو‬
)34(‫يم‬ٍ ِ‫ب أَل‬
ٍ ‫يل هَّللا ِ فَبَش ِّْر ُه ْم بِ َع َذا‬ َ ‫ضةَ َوال يُ ْنفِقُونَ َها ِفي‬
ِ ِ ‫سب‬ َّ ِ‫َب َوا ْلف‬ َّ َ‫ َوالَّ ِذينَ يَ ْكنزون‬   @ۗ  ِ ‫سبِي ِل هَّللا‬
َ ‫الذه‬ َ

ِ ُ‫يَ ْو َم يُ ْح َمى َعلَ ْي َها فِي نَا ِر َج َهنَّ َم فَتُ ْك َوى بِ َها ِجبَا ُه ُه ْم َو ُجنُوبُ ُه ْم َوظُ ُهو ُر ُه ْم َه َذا َما َكنزتُ ْم أل ْنف‬
‫س ُك ْم‬

)35( َ‫فَ ُذوقُوا َما ُك ْنتُ ْم تَ ْكنزون‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian besar dari


orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta
orang dengan jalan yang batil, dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari
jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak
menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa
mereka akan mendapat) siksa yang pedih; pada hari dipanaskan emas perak itu
dalam neraka Jahanam, lalu dibakar dengannya dahi, lambung, dan punggung
mereka, (lalu dikatakan) kepada mereka, Inilah harta benda kalian yang kalian
simpan untuk diri kalian sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang
kalian simpan itu.”

12
b). Nishab Beserta Wajib Dikeluarkannya Zakat Emas Dan Perak
Diberitakan oleh Ibnu Hazm dari Jarir Ibn Hazim dari Ali bahwa Rasulullah SAW.
bersabda, yang artinya: “Tidak atas engkau sesuatu sehingga nilai emas itu, 20
dinar. Apabila engkau memiliki 20 dinar dan telah sampai setahun engkai miliki,
maka zakatnya setengah dinar, dan yang lebih sesuai dengan perhitungannya.”

Maka dari hadits Jarir di atas, nyatalah bahwa nishab emas adalah 20 mitsqal atau
setara dengan 20 dinar yaitu 85 gram, zakatnya seperempat puluhnya (2,5 %) yakni
setengah mitsqol, setiap kali bertambah, maka zakatnya diperhitungkan sesuai dengan
prosentasi. Dinar sama dengan mitsqol, nilainya sekarang kira-kira sama dengan
setengah lira lebih sedikit, mata uang Inggris.
3. Hasil pertanian, seperti: bahan makanan pokok
a). Syarat wajib membayar zakatnya:
 Merupakan hasil pertanian yang diusahakan oleh manusia.
 Hasil pertanian tersebut merupakan bahan makanan pokok
(qutil balad)
 Sudah mencapai nisab (jumlah batas minimal), yakni 5 awsuk
(wasak) bersih tanpa kulit.
Dalil naqli yang medukung terhadap wajibnya menzakatin hasil pertanian adalah:

ِ ‫س ْبتُ ْم َو ِم َّما أَ ْخ َر ْجنَا لَ ُك ْم ِمنَ اأْل َ ْر‬


‫ض‬ ِ ‫يَا أَيُّ َها الَّ ِذينَ آَ َمنُوا أَ ْنفِقُوا@ ِمنْ طَيِّبَا‬
َ ‫ت َما َك‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian
dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari
bumi untuk kamu.” (QS. Al Baqarah: 267)

13
Rasulullah juga menyerukan agar umat islam menzakati hasil pertaniannya, beliau
bersabda:

‫ص‬ َ ‫ أَنْ يُ ْخ َر‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫سو ُل هَّللا‬


ُ َ‫ص ا ْل ِعن‬
ُ ‫ب َك َما يُ ْخ َر‬ ُ ‫سي ٍد قَا َل أَ َم َر َر‬
ِ َ‫ب ْب ِن أ‬ِ ‫عَنْ َعتَّا‬
‫النَّ ْخ ُل َوتُؤْ َخ ُذ َز َكاتُهُ َزبِيبًا َك َما تُؤْ َخ ُذ زَ َكاةُ النَّ ْخ ِل تَ ْم ًرا‬

Dari ‘Attab bin Asid, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam


memerintahkan untuk menaksir anggur sebagaimana menaksir kurma. Zakatnya
diambil ketika telah menjadi anggur kering (kismis) sebagaimana zakat kurma
diambil setelah menjadi kering.”

 b). Nishab, Haul, Beserta Ukuran Wajib Dikeluarkannya Zakat Pertanian dan
Tumbuh-tumbuhan
Nishab hasil pertanian dan buah-buahan adalah 5 ausuq (wasaq), yakni: 1600
rithil Irak (sama dengan 715 kg) terhadap tambahan dari itu dapat diperhitungkan
zakatnya. Sedangkan Ibnu Hibban menambahkan: satu wasaq sama dengan satu sho’.
(satu sho’=2,4 kg). Dalam hal ini: apabila pertanian tersebut diairi dari air hujan atau
dengan sistem irigasi, maka zakatnya 1/10 nya, tetapi apabila disiram atau disemprot
maka zakatnya 1/20 nya. Sistem iriagsi termasuk meliputi air yang mengalir di atas
permukaan tanah baik dari gunung atau sungai, sedangkan yang disiram adalah
dengan cara mengambil dari sumur, baik menggunakan tenaga manusia atau lainnya.
Dari Jabir ra. bahwasanya dia mendengar Nabi saw. bersabda: “Dari hasil
pertanian yang diairi dengan air hujan sepersepuluh, dan yang diairi dengan dengan
tenaga manusia atau lainnya zakatnya seperdua puluh. Dan dikeluarkan zakatnya
setelah anggur menjadi kismis, kurma menjadi tamar, dan hasil pertanian setiap kali
selesai panen.” Berdasarkan firman Allah: “Tunaikanlah kewajibannya pada saat
panen” (al An’am: 141).

14
D. ZAKAT PROFESI
Yusuf Al-Qardhawi menyatakan bahwa diantara hal yang sangat penting untuk
mendapatkan perhatian kaum muslimin saat ini adalah penghasilan atau pendapatan
yang diusahakan melalui keahliannya, baik keahlian yang dilakukannya sendiri
(dokter, arsitek, ahli hukum, penjahit, pelukis, da’i/mubaligh) maupun secara bersma-
sama seperti pegawai pada suatu instansi pemerintah, BUMN ataupun BUMP, dan
profesi-profesi lain yang mendapatkan gaji dalam waktu relatif tetap. Penghasilan-
penghasilan tersebut dalam istilah fiqh disebut dengan al-Mal-Mustafaad.

Secara umum zakat profesi menurut hasil Tarjih Muhammadiyah adalah zakat
yang dikeluarkan dari hasil usaha yang halal yang dapat mendatangkan hasil (uang),
relatif banyak dengan cara yang halal dan mudah, baik melalui keahlian tertentu
mupun tidak.

Alasan wajibnya zakat profesi dapat ditafsirkan dari firman Allah dalam surat Al-
Baqarah ayat 267:
‫ض وال تيَ َّم ُم ْوا‬ ِ ‫األر‬ْ ‫رجنَا لَ ُك ْم ِمن‬ ْ ‫س ْبتُ ْم و ِم ّما‬
ْ ‫أخ‬ ِ ‫يآ أَ ُّيها الّ ِذ ْين آ َمنُ ْوا أَ ْنفقُوا@ ِمنْ طيِّبَا‬
َ ‫ت َما ك‬
‫ستُم بآ ِخ ِذ ْيه إالَّ أَنْ تُ ْغمضوا فيه و اعل ُموا أنَّ هلّلا َ َغنِ ُّي َحم ْيد‬
ْ َ‫ ا ْلخبِيث م ْنه تُ ْنفِقُون و ل‬.

“Wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah sebagian dari hasil usahamu


yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu.
Janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu keluarkan, padahal kamu sendiri
tidak mau mengambilnya, melainkan dengan memicingkan mata (enggan)
terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya, Maha Terpuji.” (QS. Al-
Baqarah: 267

15
1. WAKTU PENGELUARAN ZAKAT DAN BESAR KADARNYA
Besar dan waktunya dianalogikan (disesuaikan) dengan dua jenis
zakat. Yaitu, waktunya disesuaikan dengan zakat pertanian: setiap musim
panen atau dalam hal ini ketika seseorang mendapat honor (gaji). Dan
kadarnya disesuaikan dengan zakat perdagangan atau sama dengan zakat emas
dan perak, yaitu kadar zakatnya 2,5 persen. Jadi, setiap bulan seseorang harus
mengeluarkan zakat profesi sebesar 2,5 persen dari besarnya gaji.
2. HUKUM ZAKAT PROFESI
Akad adalah ibadah ,dan dalam beribadah hendaknya selalu
berpatokan kepada dalil (tauqifiyyah).Dan tentang zakat profesi,tidak ada dalil
baik dari Al-Qur’an, maupun Sunnah Rasulullah SAW, dan Ijma’ atau Qiyas
yang Shohih. Dan tidak satu pun dari kalangan para Ulama salaf yang
menyatakan disyari’atkannya.Kesimpulannya, mewajibkan sesuatu kepada
harta manusia apa-apa yang tidak diwajibkan oleh Allah ,adalah perkara yang
diharamkan,dan termasuk memakan harta manusia dengan cara yang batil
Allah Ta’ala berfirman:

“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain


di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa
(urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian
daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu
Mengetahui” (QS. Al Baqarah: 188).
3. Hukum Zakat Profesi/ Penghasilan
Zakat Penghasilan dan Profesi tidak bisa disamakan dengan zakat hasil
pertanian dan peternakan karena tidak ada nash maupun qiyas yang
menjelaskannya. Zakat Profesi harus sesuai dengan nisab dan haul.Para ulama
menyatakan suatu kaidah yang agung hasil kesimpulan dari Al-Qur’an dan
As-Sunnah bahwa pada asalnya tidak dibenarkan menetapkan disyariatkannya
suatu perkara dalam agama yang mulia ini kecuali berdasarkan dalil dari Al-
Qur’an dan As-Sunnah. Allah SWT berfirman:

“Apakah mereka memiliki sekutu-sekutu yang mensyariatkan bagi mereka suatu


perkara dalam agama ini tanpa izin dari Allah?” (Asy-Syura: 21)

Pada asalnya tidak ada kewajiban atas seseorang untuk membayar zakat dari
suatu harta yang dimilikinya kecuali ada dalil yang menetapkannya. Berdasarkan hal

16
ini jika yang dimaksud dengan zakat profesi bahwa setiap profesi yang ditekuni oleh
seseorang terkena kewajiban zakat, dalam arti uang yang dihasilkan darinya
berapapun jumlahnya, mencapai nishab atau tidak, dan apakah uang tersebut
mencapai haul atau tidak wajib dikeluarkan zakatnya, maka ini adalah pendapat yang
batil. Tidak ada dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang menetapkannya. Tidak pula
ijma’ umat menyepakatinya. Bahkan tidak ada qiyas yang menunjukkannya.

Adapun jika yang dimaksud dengan zakat profesi adalah zakat yang harus
dikeluarkan dari uang yang dihasilkan dan dikumpulkan dari profesi tertentu, dengan
syarat mencapai nishab dan telah sempurna haul yang harus dilewatinya, ini adalah
pendapat yang benar, yang memiliki dalil dan difatwakan oleh para ulama besar yang
diakui keilmuannya dan dijadikan rujukan oleh umat Islam sedunia pada abad ini
dalam urusan agama mereka. Hakikatnya ini adalah zakat uang yang telah kami bahas
pada Rubrik Problema Anda edisi yang lalu.

Al-Lajnah Ad-Da’imah menyebutkan dalam Fatawa Al-Lajnah (9/281):

“Tidak samar lagi bahwa di antara jenis harta yang terkena kewajiban zakat adalah
emas (dinar) dan perak (dirham), dan bahwasanya di antara syarat wajibnya zakat
pada harta tersebut adalah sempurnanya haul. Berdasarkan hal ini uang yang
dikumpulkan dari gaji hasil profesi wajib dikeluarkan zakatnya di akhir tahun apabila
jumlahnya mencapai nishab, atau mencapai nishab bersama uang yang lain yang
dimilikinya dan telah sempurna haul yang harus dilewatinya. Zakat uang gaji hasil
profesi tidak boleh diqiyaskan (disamakan) dengan zakat hasil tanaman (biji-bijian
dan buah-buahan yang terkena zakat) yang wajib dikeluarkan zakatnya saat
dihasilkan (dipanen). Karena persyaratan sempurnanya haul yang harus dilewati oleh
nishab yang ada pada zakat emas (dinar) dan perak (dirham) adalah persyaratan yang
tetap berdasarkan nash, dan tidak ada qiyas yang dibenarkan jika bertentangan
dengan nash. Dengan demikian, uang yang terkumpul dari gaji hasil profesi tidaklah
terkena kewajiban zakat kecuali di akhir tahun saat sempurnanya haul.”

Al-’Allamah Al-’Utsaimin dalam Majmu’ Rasa’il (18/178) berkata:

“Tentang zakat gaji bulanan hasil profesi. Apabila gaji bulanan yang diterima oleh
seseorang setiap bulannya dinafkahkan untuk memenuhi hajatnya sehingga tidak ada
yang tersisa sampai bulan berikutnya, maka tidak ada zakatnya. Karena di antara
syarat wajibnya zakat pada suatu harta (uang) adalah sempurnanya haul yang harus
dilewati oleh nishab harta (uang) itu. Jika seseorang menyimpan uangnya, misalnya

17
setengah gajinya dinafkahkan dan setengahnya disimpan , maka wajib atasnya untuk
mengeluarkan zakat harta (uang) yang disimpannya setiap kali sempurna haulnya.”

Penjelasan imam ahli fiqih abad ini serta ulama lainnya yang tergabung dalam
Komite Fatwa Al-Lajnah Ad-Da’imah yang kami nukilkan di atas sudah cukup bagi
siapapun yang mencari kebenaran dalam agama ini. Wallahul muwaffiq. Selanjutnya
untuk pedoman umum dalam perhitungan zakat uang yang dikumpulkan oleh
seseorang dari gaji profesinya setiap bulan, berikut ini kami nukilkan fatwa Al-
Lajnah dan Al-’Utsaimin.

Al-Lajnah menyebutkan dalam Fatawa Al-Lajnah (9/280): “Barangsiapa memiliki


sejumlah uang yang merupakan nishab, kemudian dia memiliki tambahan uang
berikutnya pada waktu yang berbeda-beda dan bukan hasil keuntungan uang yang
pertama kali dimilikinya, melainkan tambahan uang tersendiri yang tidak ada
kaitannya dengan uang sebelumnya. Seperti tambahan uang dari gaji profesinya
setiap bulan, atau dari uang warisan yang didapatkannya, atau dari pemberian yang
diterimanya, atau dari sewa tanah yang disewakannya.

Jika dia bertekad untuk mengambil haknya secara utuh dan tidak ingin memberikan
kepada fakir miskin lebih dari kadar yang wajib didapatkan oleh mereka dari zakat
hartanya, hendaklah dia membuat daftar/catatan khusus untuk menghitung secara
khusus haul setiap jumlah uang yang ditambahkannya kepada simpanan sebelumnya
mulai dari hari dia memiliki tambahan tersebut, agar dia mengeluarkan zakat setiap
tambahan itu setiap kali haul masing-masingnya sempurna. Jika dia tidak ingin
terbebani lalu memilih untuk berlapang dada dan sukarela mengutamakan
kepentingan fakir miskin serta golongan lainnya yang berhak mendapatkan zakat dari
kepentingan pribadinya, maka hendaklah dia mengeluarkan zakat uang yang
dimilikinya secara total di akhir haul nishab uang yang pertama kali dimilikinya. Hal
ini lebih besar pahalanya, lebih mengangkat derajatnya, lebih melegakan dirinya dan
lebih memerhatikan hak fakir miskin serta golongan lainnya yang berhak
mendapatkan zakat. Adapun kadar zakat yang lebih dari yang semestinya untuk
dikeluarkan pada tahun itu dianggap sebagai zakat yang disegerakan pengeluarannya
setahun sebelum waktunya tiba .”

Al-’Utsaimin berkata dalam Majmu’ Rasa’il (18/178) setelah menerangkan syarat


wajibnya zakat uang yang dikumpulkan dari hasil profesi – yang telah kami nukilkan
di atas–: “Namun memberatkan bagi seseorang untuk mencatat setiap tambahan uang

18
yang disisihkan dari gajinya dan ditambahkan pada simpanan sebelumnya dalam
rangka menghitung haulnya sendiri-sendiri, sehingga dia bisa mengeluarkan zakatnya
pada akhir haulnya masing-masing. Untuk mengatasi kesulitan ini hendaklah dia
mengeluarkan zakat total uang yang dimilikinya satu kali dalam setahun di akhir haul
nishab yang pertama kali dimilikinya. Misalnya jika simpanan pertamanya yang
merupakan nishab sempurna haulnya di bulan Muharram, hendaklah dia menghitung
total uang yang dimilikinya di bulan Muharram dan mengeluarkan seluruh zakatnya.
Dengan demikian zakat uang yang telah sempurna haulnya dikeluarkan pada
waktunya, dan zakat uang yang belum sempurna haulnya disegerakan
pengeluarannya setahun sebelumnya dan hal itu boleh.”

1. Nishab adalah kadar/nilai tertentu yang ditetapkan dalam syariat apabila harta
yang dimiliki oleh seseorang mencapai nilai tersebut maka harta itu terkena
kewajiban zakat. (pen)
2. Haul adalah masa satu tahun yang harus dilewati oleh nishab harta tertentu
tanpa berkurang sedikitpun dari nishab sampai akhir tahun. Rasulullah
bersabda:
‫َم ِن ا ْستَفَا َد َماالً فَالَ زَ َكاةَ َعلَ ْي ِه َحتَّى يَحُوْ َل َعلَ ْي ِه ْال َحوْ ُل‬

“Barangsiapa menghasilkan harta maka tidak ada kewajiban zakat pada harta itu
hingga berlalu atasnya waktu satu tahun”

Hadits ini diriwayatkan oleh beberapa sahabat Nabi, dan pada setiap riwayat
tersebut ada kelemahan, namun gabungan seluruh riwayat tersebut saling menguatkan
sehingga merupakan hujjah. Bahkan Al-Albani menyatakan bahwa ada satu jalan
riwayat yang shahih sehingga beliau menshahihkan hadits ini.

Ibnu Qudamah berkata dalam Al-Mughni (2/392): “Kami tidak mengetahui adanya
khilaf dalam hal ini.” Lihat pula Majmu’ Fatawa (25/14).

Perhitungan haul ini menurut tahun Hijriah dan bulan Qamariah yang jumlahnya 12
(duabelas) bulan dari Muharram sampai Dzulhijjah. Bukan menurut tahun Masehi
dan bulan-bulan selain bulan Qamariah. Lihat Al-Muhalla (no. 670), Fatawa Al-
Lajnah Ad-Da’imah (9/200). (pen)

3. Nishabnya adalah uang yang jumlahnya senilai dengan 85 (delapan puluh


lima) gram emas murni atau 595 (lima ratus sembilan puluh lima) gram perak
murni. Namun realita yang ada sekarang, harga nishab perak jauh lebih murah
dari harga nishab emas, sehingga bisa dikatakan bahwa nishabnya adalah

19
senilai harga 595 gram perak sebagaimana kata guru kami Asy-Syaikh
Abdurrahman Mar’i hafizhahullah. Jika nishab yang dimiliki telah sempurna
haul yang harus dilewatinya, maka di akhir tahun wajib dikeluarkan zakatnya
sebesar 1/40 atau 2,5 % dari uang tersebut.
4. Sementara uang dengan berbagai jenis mata uang yang ada merupakan
pengganti emas (dinar) dan perak (dirham) sehingga zakat uang memiliki
hukum yang sama dengan zakat emas dan perak. (pen)
5. Maksudnya yang tersimpan adalah nishab, karena apabila uang yang
disisihkan dari gajinya untuk disimpan pada bulan pertama tidak mencapai
nishab maka belum ada perhitungan haul. Namun pada bulan berikutnya dia
menyisihkan lagi sebagian dari gajinya untuk disimpan dan jumlahnya
bersama simpanan sebelumnya mencapai nishab –misalnya– saat itulah
perhitungan haulnya dimulai. (pen).
6. Menyegerakan pengeluaran zakat setahun sebelum waktunya (sebelum
sempurna haulnya) boleh menurut jumhur (mayoritas) ulama berdasarkan
hadits Ali bin Abi Thalib:

َ ‫ فَ َر َّخ‬،َّ‫ص َدقَتِ ِه قَ ْب َل أَ ْن تَ ِحل‬


َ‫ص لَهُ فِ ْي َذلِك‬ َّ ِ‫ب َسأ َ َل النَّب‬
ِ ‫ي فِ ْي تَع‬
َ ‫ْجي ِْل‬ ِ ِ‫َّاس ْبنَ َع ْب ِد ْال ُمطَّل‬
َ ‫أَ َّن ْال َعب‬
“Bahwasanya Al-’Abbas bin Abdil Muththalib bertanya kepada Nabi tentang
maksudnya untuk menyegerakan pengeluaran zakatnya sebelum waktunya tiba, maka
Nabi memberi kelonggaran kepadanya untuk melakukan hal itu.” (HR Ahmad, Abu
Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ad-Daraquthni, Al-Baihaqi, dan yang lainnya.)

E. Zakat produktif
kata produktif berasal dari bahasa inggris “produktive” yang berarti banyak
menghasilkan, memberikan banyak hasil, banyak menghasilkan barang-barang
berharga, yang mempunyai hasil baik.”productivity” yang beraati daya produksi.
Secara umum produktif “productive” berarti “ banyak menghasilkan karya atau
barang.” Produktif juga berarti “banyak menghasilkan, memberikan banyak
hasil”.
Pengertian produktif dalam hal ini adalah kata yang disifati yaitu kata zakat.
Sehingga zakat produktif yang artinya zakat dimana dalam pendistribusiannya
bersifat produktif yang merupakan lawan dari konsumtif.  lebih jelasnya zakat
produktif adalah pendayagunaan zakat secara produktif, yang pemahamnnya lebih
kepada bagaimana cara atau metode menyampaikan dana zakat kepada sasaran

20
dalam pengertian lebih luas, sesuai dengan ruh dan tujuan syara’. Cara pemberian
yang tepart guna, efektif manfaatnya dengan sistem yang serba guna dan
prosuktif, sesuai dengan pesan syari’at dan peran serta fungsi sosial ekonomis
dari zakat.
Zakat produktif dengan demikian adalah pemberian zakat yang dapat
membuat para penerimanya menghasilkan sesuatu secara terus menerus, dengan
harta zakat yang telah diterimanya. Zakat produktif dengan demikian adalah zakat
diamana harta atau dana zakat yang diberikan kepada para mustahik tidak
dihabiskan, akan tetapi dikembangkan dan digunakan untuk membantu usaha
mereka, sehingga dengan usaha tersebut mereka dapat memenuhi kebutuhan
hidup secara terus menerus.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa zakat produktif adalah zakat yang dikelola
dengan cara produktif, yang dilakukan dengan cara pemberian modal kepada para
penerima zakat dan kemudian dikembangkan, untuk memenuhi kebutuhan hidup
mereka untuk masa yang akan datang.
F. Hukum Zakat Produktif
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa yang dimaksud dengan zakat
produktif disini adalah pendayagunaan zakat dengan cara yang produktif. Hukum
zakat pada sub ini dipahami hukum mendistribusikan atau memberikan dana zakat
kepada mustahiq secara produktif. Dana zakat diberikan dan dipinjamkan untuk
dijadikan modal usaha bagi orang fakir, miskin dan orang-orang yang lemah.
Al-Quran, Hadis dan ijma’ tidak menyebutkan secara tegas tentang cara
pemberian zakat apakah dengan cara konsumtif atau produktif. Dapat dikatakan
tidakada dalil naqli dan syarih yang mengatur tentang bagaimana pemberian zakat itu
diberikan kepada para mustahik. Ayat 60 suarat at-Taubah (9), oleh sebagian besar
ulama dijadikan dasar hukum dalam pendistribusian zakat. Namun ayat ini hanya
menyebutkan pos-pos dimana zakat harus diberikan.

‫إنماالصدقات للفقرإوالمساكين والعالمين عليهاالمؤلفة قلوبهم وفي الرقاب والغارمين‬


‫وفي سبيل هللا وابن السبيل فريضة من هللا وهللا عليم حكيم‬
Artinya:”sesungguhnya zkat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir,
orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya,
untuk (memerdekakan)budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan

21
orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang
diwajibkan Allah, dan Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana”.(qs.at-
Taubah(9):60)
Teori hukum islam menunjukkan bahwa dalam menghadapi masalah-masalah
yang tidak jelas rinciannya dalam Al-Quran atau petunjuk yang ditinggalkan nabi
saw, penyelesaiannya adalah dengan metode ijtihad. Ijtihad atau pemakaian akal
dengan tetap berpedoman pada al-Quran dan Hadits.
Dengan demikian berarti bahwa tekhnik pelaksanaan pembagian zakat bukan
sesuatu yang mutlak, akan tetapi dinamis, sapat disesuaikan dengan kebutuhan di
suatu tempat. Dalam artian perubahan dan perbedaan dalam cara pembagian zakat
tidaklah dilarang dalam islam karena tidak ada dasar hukum yang secara jelas
menyebutkan cara pembagian zakat tersebut.
Di Indonesia misalnya, BAZIS DKI jakrta berdasarkan hasil lokakarya zakat,
menetukan kebijakan-kebijakan sebagai berikut:
1. Pembagian zakat harus bersifat edukatif, produktif, ekonomis, sehingga  pada
akhirnnya penerima zakat menjadi tidak memerlukan zakat lagi, bahkan
menjadi wajib zakat.
2. Hasil pengumpulan zakat selama ini belum dibagikan kepada mustahiq dapat
merupakan dana yang bisa dimanfaatkan bagi pembangunan, dengan disimpan
dalam bank pemerintah berupa deposito, sertifikat atau giro biasa.
            Kebijakan BAZIS dengan memproduktifkan dana zakat ini adalah agar zakat
dapat berguna dan berdaya guna bagi masyarakat, khususnya para fuqara, masakin
dan dhu’afa.
Salah satu tujuan zakat adalah agar harta benda tidak menumpukkan pada
satu  golongan saja, dinikmati orang-orang kaya sedangkan orang-orang miskin pada
larut dengan ketidak mampuannya  dan hanya menonton saja.
            Dalam hal tersebut dapat dilakukan dengan melaksanakan zakat produktif.
Karena bila zakat slalu atau semuanya diberikan dengan cara konsumtif, bukannya
mengikut sertakan mereka tetapi malah membuat mereka malas dan selalu berharap
belas kaish dari si kaya, membiasakn mereka dengan tangan bawah, meminta dan
menunggu belas kasih. Padahal ini sangat tidak disukai dalam ajaran islam.seperti
yang kit aetahui bahwa islam mengajarkan kepada kita untuk selalu berusaha dan
tidak mudah putus asa.

22
            Anjuran beusaha inilah yang hendaknya diiringi dengan bantuan dan
pertolongan modal untuk berusaha atau mengembangkan usaha mereka karena sudah
pasti yang namanya fakir miskin tidak memilki kemampuan yang lebih baik untuk
membiayai usaha yang dapat menjamin hidupnya dimasa depan karena hartanya
hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari.  Mengenai
bolehnya zakat produktif ini, sebagaimna yang dimaksud Yusuf Qardhawi,bahwa:
            Menunaikan zakat termasuk amal ibadah sosial dalam rangka membantu
orang-orang miskin dan golongan ekonomi lemah untuk menjunjung ekonomi
mereka sehingga mampu berdiri sendiri dimasa mendatang dan tabah dalam
mempertahankan kewajiban-kewajibannya kepada Allah.
       Saefudin pun menyetujui cara pembagian zakat produktif, dengan
menciptakan pekerjaan berarti ‘amil dalam hal ini pemerintah dapat menciptaan
lapangan pekerjaan dengan dana zakat,seperti perusahaan, modal usaha atau
beasiswa, agar mereka memiliki suatu usaha yang tetap dan ketrampilan serta ilmu
untuk menopang hidup kearah yang lebih baik dan layak.

BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
  Zakat secara bahasa adalah berkembang. Sedangkan menurut istilah
ialah nama harta tertentu yang diambil dari harta tertentu dengan cara tertentu
dan diberikan pada golongan tertentu. Zakat terbagi menjadi dua yakni zakat
mal dan zakat fitrah.Macam harta yang wajib dizakati binatang ternak (unta,
sapi dan kambing), benda berharga (emas dan perak), hasil pertanian (bahan
makanan pokok) dan barang dagangan
  Zakat profesi menurut hasil Tarjih Muhammadiyah adalah zakat yang
dikeluarkan dari hasil usaha yang halal yang dapat mendatangkan hasil

23
(uang), relatif banyak dengan cara yang halal dan mudah, baik melalui
keahlian tertentu mupun tidak.   Orang yang berhak menerima zakat ada 8
golongan, yakni fakir, miskin, ’amil, muallaf, hamba sahaya, gharimin,
sabilillah, musafir. Sedangkan golongan yang tidak berhak menerima zakat
yakni orang kaya, keturunan Rasulullah, orang yang dalam tanggungan yang
berzakat, orang kafir.
B. SARAN
Penyusun makalah ini manusia biasa banyak kelemahan dan
kekhilafan. Maka dari itu penyusun menyarankan pada pembaca yang ingin
mendalami masalah zakat, setelah membaca makalah ini membaca sumber
lain yang lebih lengkap. Dan marilah kita realisasikan zakat dalam kehidupan
sehari-hari yang merupakan kewajiban umat muslim dengan penuh rasa
ikhlas.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Bagha, Musthafa Dib. 2016.  At-Tadzhib. Malang: UIN Malang Press.

Al jazziri, Abu Bakar Jabir. 2006. Fiqih Ibadah. Surakarta: Media Insani Publishing.

24
Ash Shiddieqy, Teuku Muhammad Hasbi. 1999. Pedoman Zakat. Semarang: PT.
Pustaka Rizki Putra.

Inoed, Amiruddin dkk. 2005. Anatomi Fiqih Zakat. Yogyakarta: PustakaPelajar.

Sari, Elsi Kartika. 2007. Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf. Jakarta: PT Grasindo.

Qasim, Syeikh Muhammad Ibnu. 1991. Fathul Qorib Terjemah. Surabaya: Al-


Hidayah.

http://www.artikelsiana.com/2015/06/pengertian-zakat-fitrah-syarat-waktu-zakat-
fitrah.html, diakses pada 06 Oktober 2017.

http://www.blogkhususdoa.com/2015/06/lafadz-niat-zakat-fitrah-lengkap-bahasa-
arab-latin-dan-artinya.html diakses pada 06 Okt 2017.

https://www.eramuslim.com/konsultasi/zakat/cara-menghitung-zakat-
penghasilan.html, diakses pada 06 Oktober 2017.

http://www.zakat-mulhari.blogspot.co.id/2010/12/muzaraah-mukhabarah-dan-
musaqah.html, diakses pada 06 Oktober 2017.

25

Anda mungkin juga menyukai