Permasalahan Pokok Pendidikan Dan Pemeca

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan adalah suatu usaha manusia
untuk mengubah sikap dan tata laku seseorang atau sekolompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan. Pada hakikatnya
pendidikan adalah usaha manusia untuk memanusiakan manusia itu sendiri. Kedua subjek
itu adalah pendidik dan subjek didik. Subjek-subjek itu tidak harus selalu manusia, tetapi
dapat berupa media atau alat-alat pendidikan. Sehingga pada pendidikan terjadi interaksi
antara pendidik dengan subjek didik guna mencapai tujuan pendidikan.

Pada dasarnya pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk
pembangunan. Langkah demi langkah pembangunan selalu diupayakan seirama dengan
tuntutan zaman. Perkembangan zaman selalu memunculkan tantangan-tantangan baru,
yang sebagiannya sering tidak dapat diramalkan sebelumnya. Sebagai konsekuensi logis,
pendidikan selalu dihadapkan pada permasalahan-permasalahan baru. Permasalahan yang
dihadapi dunia pendidikan itu demikian luas, dikarenakan pertama sifat sasarannya yaitu
manusia sebagai makhluk misteri (makhluk yang tidak bisa ditebak jalan pikirannya setiap
saat), dan yang kedua usaha pendidikan harus mengantisipasi ke hari depan yang tidak
semua sisinya terjangkau oleh kemampuan daya ramal manusia. Oleh karena itu, perlu ada
rumusan permasalahan pokok pendidikan yang dapat dijadikan pegangan tenaga pendidik
dan kependidikan dalam mengemban tugasnya. Jadi Permasalahan pokok pendidikan
adalah segala sesuatu hal yang menjadi hambatan / masalah dalam pelaksanaaan kegiatan
pendidikan di Indonesia.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja permasalahan pokok pendidikan dan pemecahannya masing-masing?
2. Bagaimana keterkaitan antar permasalahan pokok pendidikan tersebut?
3. Apa saja permasalahan aktual pendidikan Indonesia dan penanggulangannya?

Permasalahan Pokok Pendidikan dan Pemecahannya 1


C. Tujuan Penulisan
Setelah membaca makalah ini, kita diharapkan:
1. Mampu memahami dan mengetahui permasalahan pokok pendidikan serta
pemecahannya masalahnya satu persatu.
2. Mampu menjelaskan keterkaitan antar permasalahan pokok pendidikan.
3. Mampu menjelaskan (dengan memberikan contoh) permasalahan aktual pendidikan di
Indonesia serta upaya penanggulangannya.

D. Manfaat Penulisan
Dengan adanya makalah ini hendaknya bisa bermanfaat bagi kita untuk:
a. Membangun kualitas pendidikan kearah yang lebih baik.
b. Menelaah permasalahan pokok pendidikan yang dihadapi kemudian mengatasinya.
c. Memberikan inovasi baru dalam menghadapi permasalahan pokok pendidikan.
d. Membangun cara belajar yang lebih efektif.

Permasalahan Pokok Pendidikan dan Pemecahannya 2


BAB II
PEMBAHASAN

Sistem pendidikan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sosial budaya
dan masyarakat sebagai suprasistem. Pembangunan sistem pendidikan tidak mempunyai arti
apa-apa jika tidak sinkron dengan pembangunan nasional. Kaitan yang erat antara bidang
pendidikan sebagai sistem dengan sosial budaya sebagai suprasistem tersebut dimana sistem
pendidikan menjadi bagiannya, menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga permasalahan
intern sistem pendidikan itu menjadi sangat kompleks. Arrtinya, suatu permasalahan intern
(dalam) sistem pendidikan selalu ada kaitannya dengan masalah-masalah di luar sistem
pendidikan itu sendiri.

Berdasarkan kenyataan tersebut maka penanggulangan masalah pendidikan juga


sangat kompleks, menyangkut banyak komponen, dan melibatkan banyak pihak. Berikut ini
akan dibahas enam permasalahan pokok pendidikan, antara lain: Kuantitas (pemerataan
pendidikan), Kualitas (mutu pendidikann), Efisiensi, Efektivitas, Relevansi, dan Tenaga
pendidik & tenaga kependidikan.

1. Permasalahan Pokok Pendidikan


a. Kuantitas (Pemerataan Pendidikan)

Permasalahan kuantitas adalah persoalan bagaimana sistem pendidikan dapat


menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh warga negara untuk
memperoleh pendidikan, sehingga pendidikan itu menjadi wahana bagi pembangunan sumber
daya manusia untuk menunjang pembangunan nasional.

Permasalahan kuantitas dapat terjadi karena kurang tergorganisirnya koordinasi antara


pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, bahkan hingga daerah terpencil sekalipun. Hal
ini menyebabkan terputusnya komunikasi antara pemerintah pusat dengan daerah. Selain itu
permasalahan kuantitas pendidikan juga terjadi karena kurang berdayanya suatu lembaga
pendidikan untuk melakukan proses pendidikan, hal ini bisa saja terjadi jika kontrol
pendidikan yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah tidak menjangkau daerah-daerah

Permasalahan Pokok Pendidikan dan Pemecahannya 3


terpencil. Jadi hal ini akan mengakibatkan mayoritas penduduk Indonesia yang dalam usia
sekolah, tidak dapat mengenyam pelaksanaan pendidikan sebagaimana yang diharapkan.

Jadi dapat disimpulkan, permasalahan kuantitas ini timbul apabila masih banyak
warga negara khususnya anak usia sekolah yang tidak dapat ditampung di dalam sistem atau
lembaga pendidikan karena kurangnya fasilitas pendidikan yang tersedia. Pada masa awalnya,
permasalahan kuantitas ini telah dinyatakan dalam UU No.4 Tahun 1950 sebagai dasar-dasar
pendidikan dan pengajaran di sekolah. Pada Bab XI Pasal 17 berbunyi:

“Tiap-tiap warga negara Republik Indonesia mempunyai hak yang sama untuk
diterima menjadi murid suatu sekolah jika syarat-syarat yang sama diterapkan untuk
pendidikan dan pengajaran pada sekolah itu dipenuhi.”

Selanjutnya dalam kaitannya dengan wajib belajar Bab VI, Pasal 10 Ayat 1
menyatakan: “Semua anak yang sudah berumur 6 tahun telah berhak dan yang sudah berumur
8 tahun diwajibkan belajar di sekolah, sedikitnya 6 tahun lamanya. Ayat 2 menambahkan:
“Belajar di sekolah agama yang telah mendapat pengakuan dari menteri agama dianggap telah
memenuhi kewajiban belajar.” Landasan yuridis kuantitas pendidikan tersebut penting sekali,
karena sebagai landasan pelaksanaan upaya pemerataan pendidikan guna mengejar
ketinggalan kita akibat penjajahan.

Masalah pemerataan memperoleh pendidikan dipandang penting anak-anak usia


sekolah memperoleh kesempatan belajar pada SD, maka mereka memilki bekal dasar berupa
kemampuan membaca, menulis, dan berhitung sehingga mereka dapat mengikuti
perkembangan kemajuan melalui berbagai media massa dan sumber berajar yang tersedia baik
mereka itu nantinya berperan  sebagai produsen maupun konsumen. Dengan demikian mereka
tidak terbelakang dan menjadi penghambat derap pembangunan.

Di bawah ini merupakan kondisi pemetaan pendidikan anak usia 13 – 15 tahun pada
tahun 2004 secara umum:
1) Angka Partisipasi Kasar (APK) SLTP adalah sebesar 77,4% dan Angka Partisipasi Murni
(APM) nya sebesar 59.18%. Sehingga anak usia 13 – 15 tahun yang belum tertampung pada
tahun 2004 adalah sebesar 22,56% atau sebanyak 2.9 juta anak dari 12.775.026 anak.
2) Data lapangan juga menunjukkan fakta tentang menurunnya kemampuan orang tua siswa
terutama dari kelas bawah dalam membiayai pendidikan.

Permasalahan Pokok Pendidikan dan Pemecahannya 4


3) Masuknya anak usia sekolah pada berbagai lapangan kerja dan terpaksa putus sekolah.
4) Pada daerah-daerah sulit dan terpencil pelayanan pendidikan masih sangat kurang, dan
lemahnya kondisi ekonomi sebagian warga masyarakat mengkibatkan anak anak mereka
kurang mendapat kesempatan pendidikan. (Kebijakan Direktorat Pendidikan Lanjutan
Pertama, Depdiknas Tahun 2004)

Oleh karena itu, dengan melihat tujuan yang terkandung di dalam upaya pemerataan
pendidikan tersebut yaitu menyiapkan masyarakat untuk menyiapkan masyarakat untuk dapat
berpartisipasi dalam pembangunan, maka setelah pelaksanaan upaya pemerataan pendidikan
terpenuhi, mulai diperhatikan juga upaya pemerataan kualitas/mutu pendidikan. Hal ini akan
dibicarakan pada butir tentang masalah kualitas/mutu pendidikan.

Khusus untuk pendidikan formal atau pendidikan persekolahan yang berjenjang dan
tiap–tiap jenjang memiliki fungsinya masing–masing maupun kebijakan memperoleh
kesempatan pendidikan pada tiap jenjang itu diatur dengan memperhitungkan faktor-faktor
kuantitatif dan kualitatif serta relevansi yang selalu ditentukan proyeksinya secara terus
menerus dengan seksama.

Pada jenjang pendidikan dasar, kebijaksanaan penyediaan memperoleh kesempatan


pendidikan didasarkan atas pertimbangan faktor kuantitatif, karena kepada seluruh warga
negara perlu diberikan bekal dasar yang sama. Sedangkan pada jenjang pendidikan menengah
terutama pendidikan tinggi, kebijakan pemerataan didasarkan atas pertimbangan kualitatif dan
relevansi, yaitu minat dan kemampuan anak, keperluan tenaga kerja, dan keperluan
pengembangan masyarakat, kebudayaan dan IPTEK.

Perkembangan upaya pemerataan pendidikan berlangsung terus menerus dari pelita ke


pelita. Dari Pelita III sampai dengan Pelita V landasannya sudah dipancang dalam Tap MPR
dan ketetapan lainnya. Dalam Pelita III, titik berat diletakkan pada perluasan pendidikan
khususnya pada tingkat SD. Dalam Pelita IV, titik berat diletakkan pada peningkatan mutu
dan perluasan pendidikan dasar serta perluasan kesempatan belajar pada tingkat pendidikan
menengah (Tap MPR RI No. II/MPR/1983), kemudian pada Pelita V titik berat pembangunan
pendidikan diletakkan pada peningkatan mutu setiap jenjang dan jenis pendidikan serta
perluasan kesempatan belajar pada jenjang pendidikan menengah dalam rangka perluasan
wajib belajar untuk pendidikan menengah tingkat pertama (Tap MPR RI No. II/MPR/1988).

Permasalahan Pokok Pendidikan dan Pemecahannya 5


Khusus melalui jalur pendidikan luar sekolah, usaha pemerataan pendidikan
mengalami perkembangan pesat. Ada dua faktor yang menunjang yaitu perkembangan IPTEK
yang menawarkan berbagai macam alternatif, dan dianutnya konsep pendidikan sepanjang
hidup yang tidak membatasi pendidikan hanya sampai usia tertentu dan tidak terbatas hanya
pada penyediaan sekolah. Perkembangan IPTEK menawarkan beraneka ragam alternatif
model pendidikan yang dapat memperluas pelayanan kesempatan belajar. Dilihat dari segi
waktu belajarnya bervariasi mulai dari beberapa jam, hari, minggu, bulan bulan, sampai
tahunan; melalui proses tatap muka, melalui media massa ataupun jarak jau; isinya dapat
berupa paket terbatas ataupun sejumlah paket; sumber belajarnya manusia, barang
cetak/elektronik, sampai pada lingkungan alam.

Pemecahan Permasalahan Kuantitas Pendidikan

Banyak macam pemecahan rnasalah yang telah dan sedang dilakukan oleh pemerintah
untuk meningkatkan pemerataan pendidikan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
langkah-langkah ditempuh melalui cara konvensional dan cara inovatif.
Cara konvensional antara lain:
a)    Membangun gedung sekolah seperti SD Inpres dan atau ruangan belajar.
b)    Menggunakan gedung sekolah untuk double shift (sistem bergantian pagi dan sore).
Cara inovatif antara lain:
a) Sistem pamong (pendidikan oleh orang tua, masyarakat, dan guru) atau Inpacts system
(Instructionar Management by parent, community and teacher). Sistem tersebut
dirintis di solo dan didiseminasikan ke beberapa provinsi.
b) SD kecil pada daerah terpencil.
c) Sistem Guru Kunjung.
d) SMP Terbuka (ISOSA - In School Out off School Approach),
e) Kejar Paket A dan B.
f) Belajar Jarak Jauh, seperti Universitas Terbuka.

Permasalahan Pokok Pendidikan dan Pemecahannya 6


b. Kualitas (Mutu Pendidikan)

Tentang persoalan kualitas sudah terlalu sering dinyatakan bagaimana rendahnya


kualitas pendidikan di negeri ini dibanding dengan negara negara se-ASEAN sekalipun.
Tentang persoalan kualitas sudah sering dikomunikasikan bahwa menurut “Human
Development Indexs Report 1999”, kualitas pendidikan Indonesia berada pada urutan ke 105
(dari kurang lebih 180 negara), jauh di bawah Singapura (22), Brunei Darussalam (25),
Malaysia (56) Thailand (67), Filipina (77), dan bahkan Srilanka (90). Laporan itu
menunjukkan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia memang relatif rendah.

Kualitas sama halnya dengan memiliki mutu dan bobot. Jadi pendidikan yang
berkualitas yaitu pelaksanaan pendidikan yang dapat menghsilkan tenaga profesional sesuai
dengan kebutuhan negara dan bangsa pada saat ini. Sejalan dengan proses pemerataan
pendidikan, peningkatan kualitas untuk setiap jenjang pendidikan melalui persekolahan juga
dilaksanakan. Peningkatan kualitas ini diarahkan kepada peningkatan kualitas masukan dan
lulusan, proses, guru, sarana dan prasarana, dan anggaran yang digunakan untuk menjalankan
pendidikan.

Kualitas pendidikan dipermasalahkan jika hasil pendidikan belum mencapai taraf


seperti yang diharapkan. Penetapan kualitas hasil pendidikan pertama dilakukan oleh lembaga
penghasil sebagai produsen tenaga terhadap calon keluaran, dengan sistem sertifikasi.
Selanjutnya jika keluaran tersebut terjun ke lapangan kerja penilaian dilakukan oleh lembaga
pemakai sebagai konsumen tenaga dengan sistem tes unjuk kerja (performance test).

Jadi kualitas pendidikan pada akhirnya dilihat pada kualitas keluarannya. Jika tujuan
pendidikan nasional dijadikan kriteria, maka pertanyaannya adalah: Apakah keluaran dari
suatu sistem pendidikan menjadikan pribadi yang bertakwa, mandiri dan berkarya, anggota
masyarakat yang social dan bertanggung jawab, warga negara yang cinta kepada tanah air dan
memiliki rasa kesetiakawanan sosial.

Meskipun disadari bahwa pada hakikatnya produk dengan ciri-ciri seperti itu tidak
semata-rnata hasil dari sistem pendidikan sendiri. Tetapi jika terhadap produk seperti itu
sistem pendidikan dianggap rnempunyai andil yang cukup, yang tetap menjadi persoalan ialah
bahwa cara pengukuran kualitas/mutu produk tersebut tidak mudah. Berhubung dengan
sulitnya pengukuran terhadap produk tersebut maka jika orang berbicara tentang
kualitas/rnutu pendidikan, umumnya hanya mengasosiasikan dengan hasil belajar yang
Permasalahan Pokok Pendidikan dan Pemecahannya 7
dikenal sebagai hasil UAS, UN, atau hasil-hasil Try Out, SNMPTN/SBMPTN, karena ini
yang rnudah diukur. Hasil UAS dan lain-lain tersebut itu dipandang sebagai gambaran tentang
hasil pendidikan.

Padahal hasil belajar yang berkualitas hanya mungkin dicapai melalui proses belajar
yang berkualitas. Jika proses belajar tidak optimal sangat sulit diharapkan terjadinya hasil
belajar yang berkualitas. Jika terjadi belajar yang ridak optimal menghasilkan skor hasil ujian
yang baik maka hampir dapat dipastikan bahwa hasil belajar tersebut adalah ‘semu’. Ini
berarti bahwa pokok permasalahan kualitas/mutu pendidikan lebih terletak pada masalah
pemrosesan pendidikan.

Masalah kualitas pendidikan juga mencakup masalah pemerataan kualitas/mutu, Di


dalam Tap MPR RI 1988 tentang GBHN dinyarakan bahwa titik berat pembangunan
pendidikan diletakkan pada peningkatan kualitas/mutu setiap jenjang dan jenis pendidikan,
dan dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan khususnya untuk memacu penguasaan
ilmu pengetahuan dan teknologi perlu lebih disempurnakan dan ditingkatkan pengajaran ilmu
pengetahuan alam dan matematika. (BP-7 Pusat. l989: 68). Umumnya kondisi kualitas
pendidikan di seluruh tanah air menunjukkan bahwa di daerah pedesaan utamanya di daerah
terpencil lebih rendah daripada di daerah perkotaan.

Pemecahan Masalah Kualitas Pendidikan

Meskipun untuk tiap-tiap jenis dan jenjang pendidikan memiliki kekhususan, namun
pada dasarnya pemecahan masarah mutu pendidikan bersasaran pada perbaikan kualitas
komponen pendidikan (utamanya komponen rnasukan mentah untuk jenjang pendidikan
menengah dan tinggi, dan komponen masukan instrumental) serta mobilitas komponen-
komponen tersebut.
Upaya pemecahan masalah mutu pendidikan daram garis besarnya meliputi hal-hal
yang bersifat fisik dan perangkat lunak, personalia, dan manajemen sebagai berikut:

1. Seleksi yang lebih rasional terhadap masukan mentah, khususnya untuk SLTA dan PT.
2. Pengembangan kemampuan tenaga kependidikan melalui studi lanjut, misalnya berupa
pelatihan, penataran, seminar, kegiatan-kegiatan kelompok studi seperti PKG dan lain-
lain.

Permasalahan Pokok Pendidikan dan Pemecahannya 8


3. Penyempurnaan kurikulum, misalnya dengan memberi materi yang lebih esensial dan
mengandung, muatan lokal, metode yang menantang dan mengairahkan belajar, dan
melaksanakan evaluasi yang ber-acuan, PAP.
4. Pengembangan prasarana yang menciptakan lingkungan yang tentram untuk belajar.
5. Penyempumaan sarana berajar seperti buku paket, media pembelajaran dan peralatan
laboratorium.
6. Peningkatan administrasi manajemen khususnya yang mengenai anggaran.
7. Kegiatan pengendalian mutu yang berupa kegiatan-kegiatan :

 Laporan penyelenggaraan pendidikan oleh semua lembaga pendidikan. 


 Supervisi dan Monitoring pendidikan dan penilik dan pengawas. 
 Sistem ujian nasional / Negara seperti UAS, UN, atau SNMPTN. 
 Akreditasi terhadap lembaga pendidikan untuk menetapkan status suatu lembaga. 

c. Efisiensi

Permasalahan efisiensi pendidikan dipandang dari segi internal pendidikan. Maksud


efisiensi adalah apabila sasaran dalam bidang pendidikan dapat dicapai secara efisien atau
berdaya guna. Artinya pendidikan akan dapat memberikan hasil yang baik dengan tidak
menghamburkan sumberdaya yang ada, seperti uang, waktu, tenaga dan sebagainya.

Masalah efisiensi pendidikan mempersoalkan bagaimana suatu sistem pendidikan


mendayagunakan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan pendidikan. Jika
penggunaannya hemat dan tepat sasaran dikatakan efisiennya tinggi. Jika terjadi yang
sebaliknya, efisiensinya berarti rendah.

Beberapa masalah efisiensi pendidikan yang penting ialah:

a) Bagaimana tenaga kependidikan difungsikan. Meliputi: pengangkatan, penempatan,


dan pengembangan tenaga.
 Masalah Pengangkatan terletak pada kesenjangan antara stok tenaga yang
tersedia dengan jatah pengangkatan yang sangat terbatas. Sebab tenaga

Permasalahan Pokok Pendidikan dan Pemecahannya 9


kependidikan khususnya guru bila tidak difungsikan, ia tidak siap untuk
berwirausaha.
 Masalah penempatan guru, khususnya guru bidang penempatan studi sering
mengalami kepincangan(tidak disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan) dan
penempatan guru wanita. Misalnya di suatu sekolah guru bahasa harus mengajar
IPA yang di luar kewenangannya karena guru bahasa di sekolah itu sudah cukup
atau bahkan sudah kelebihan. Gejala tersebut membawa ketidakefisienan dalam
memfungsikan tenaga guru.
 Masalah pengembangan tenaga kependidikan di lapangan, biasanya terlambat
khususnya pada saat menyongsong hadirnya kurikulum baru. Karena setiap
pembaruan kurikulum menuntut adanya penyesuaian dari para pelaksana di
lapangan.
b) Bagaimana sarana dan prasarana pendidikan difungsikan.
Penggunaan sarana dan prasarana yang tidak efisien bisa terjadi antara lain
sebagai akibat kurang matangnya perencanaan dan sering juga karena perubahan
kurikulum. Contoh gejala tidak adanya efisiensi dalam penggunaan sarana dan
prasarana:
 Banyak gedung Inpres (yang mulai dilancarkan pembangunannya pada akhir
Pelita II) dibangun pada lokasi yang tidak tepat, akibatnya banyak SD yang
kekurangan murid atau yang ruang belajarnya kosong. Jika kondisi ini terjadi
pada banyak kabupaten dan provinsi, maka terjadinya pemborosan tidak
terelakkan. Sebab bangunan tidak dapat dipindahkan, lagi pula daya tahannya
pun terbatas.
 Diadakannya dan didistribusikannya sarana pembelajaran tanpa dibarengi dengan
pembekalan kemampuan, sikap dan keterampilan calon pemakai, ataupun tanpa
dilandasi oleh konsep yang jelas.
c) Bagaimana pendidikan diselenggarakan.
d) Masalah efisiensi dalam memfungsikan tenaga.

Pemecahan Masalah Efiensi Pendidikan

1. Tenaga pendidik harus benar-benar difungsikan dengan mengangkat dan menempatkan


mereka memang pada bidang studi yang dikuasainya, agar tenaga pendidik merasa

Permasalahan Pokok Pendidikan dan Pemecahannya 10


nyaman dengan bidang studi tersebut dan pelajaran yang diberikan tenaga pendidik
tersebut dapat tersampaikan dengan baik kepada pelajar.

2. Bila terdapat kurikulum baru, maka pemerintah harus secepat mungkin berkoordinasi
dengan pelaksana di lapangan (Tenaga Pendidik), untuk menjelaskan sedetail-detailnya
tentang kurikulum itu agar tidak menganggu jalannya pendidikan.

3. Memberikan bantuan sarana dan prasarana pada sekolah-sekolah yang memang


membutuhkan, agar sarana dan prasarana tersebut memang termanfaatkan dengan baik.

d. Efektivitas

Masalah efektivitas ini berkenaan dengan hubungan antara hasil pendidikan yang
dicapai dengan tujuan/sasaran pendidikan yang diharapkan yang tidak sesuai, atau dapat pula
dikatakan perbandingan keduanya. Hal yang dibandingkan dapat berupa jumlah dan mutu.
Oleh karena itu masalah efektivitas pendidikan dapat dibedakan dalam dua macam yaitu:

a) Jumlah tamatan yang dihasilkan tidak sesuai dengan jumlah tamatan yang diharapkan.
Perbandingan antara keduanya itu biasanya dinyatakan dengan persentase. Dengan
kata lain, tingkat efektivitas sistem pendidikan dinyatakan dalam persentase. Misalnya
tingkat efektivitas SMP di Indonesia tahun ajaran 1982/1983 adalah sebesar kurang
lebih 85%, sedangkan tingkat efektivitas SMA di Indonesia untuk tahun ajaran
1982/1983 adalah kurang lebih 83%. Apabila sasaran pendidikan SMP dan SMA
adalah 100%, maka sistem pendidikan SMP dan SMA termasuk kurang efektif.
b) Kualitas/mutu pendidikan yang rendah (Mutu tamatan yang dihasilkan tidak sesuai
dengan mutu tamatan yang diharapkan). Salah satu kriteria yang dapat dijadikan
indikator atau petunjuk tenntang mutu pendidikan adalah tingkat serap, yaitu
perbandingan antara hasil belajar yang dicapaidengan hasil belajar yang diharapkan.
Tingkat serap dinyatakan dalam persentase. Contoh: Berdasarkan hasil TESMAS
tahun ajaran 1981/1982 dapat diketahui tingkat serap rata-rata siswa SMP adalah
57,7%, sedangkan tingkat serap siswa SMA untuk jurusan IPA adalah 59,5%, jurusan
IPS adalah 51,7%, dan jurusan bahasa 43,9%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat
serap siswa belum mencapai tingkat serap yang diharapkan yaitu sebesar 75%.
Artinya, tingkat serap siswa masih kurang memadai, dengan demikian kualitas/mutu

Permasalahan Pokok Pendidikan dan Pemecahannya 11


pendidikan SMP/SMA masih kurang. Lain dari pada itu kualitas/mutu pendidikan
dapat pula dilihat dari prestasi kerja yang dicapai, meskipun hal ini sangat sulit
ditelusuri, karena prestasi kerja tidak tergantung semata-mata kepada hasil belajar di
sekolah.

Tujuan dari pelaksanaan pendidikan adalah untuk mengembangkan kualitas SDM


sedini mungkin, terarah, terpadu dan menyeluruh melalui berbagai upaya. Dari tujuan
tersebut, pelaksanaan pendidikan Indonesia menuntut untuk menghasilkan peserta didik yang
memiliki kualitas SDM yang mantap. Ketidakefektifan pelaksanaan pendidikan tidak akan
mampu menghasilkan lulusan yang berkualitas. Melainkan akan menghasilkan lulusan yang
tidak diharapkan. Keadaan ini akan menghasilkan masalah lain seperti pengangguran.

Pemecahan Masalah Efektivitas Pendidikan

1. Dengan dilakukannya peningkatan kualitas tenaga pengajar. Jika kualitas tenaga


pengajar baik, bukan tidak mungkin akan meghasilkan lulusan atau produk
pendidikan yang siap untuk menghadapi dunia kerja.
2. Dengan pemantauan penggunaan dana pendidikan. Pemantauan penggunaan dana
pendidikan dapat mendukung pelaksanaan pendidikan yang efektif dan efisien.
Kelebihan dana dalam pendidikan lebih mengakibatkan tindak kriminal korupsi
dikalangan pejabat pendidikan.
3. Dengan pelaksanaan pendidikan yang lebih terorganisir dengan baik. Ini juga dapat
meningkatkan efektifitas pendidikan. Pelaksanaan kegiatan pendidikan seperti ini
akan lebih bermanfaat dalam usaha penghematan waktu dan tenaga.

e. Relevansi

Relevansi artinya persesuaian antara hasil pendidikan yang dicapai terhadap keutuhan
tenaga kerja. Masalah relevansi pendidikan mencakup sejauh mana sistem pendidikan dapat
menghasilkan luaran yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan.

Persoalan relevansi pendidikan menyangkut bekal pendidikan dalam kaitannya dengan


kepentingan peserta didik untuk (a) melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi atau
(b) terjun ke dunia kerja. Sebuah paparan Direktorat PMK, Dikdasmen, Depdiknas Tahun
2003 menunjukkan bahwa sekitar 22,56% anak usia sekolah SLTP tak tertampung di sekolah

Permasalahan Pokok Pendidikan dan Pemecahannya 12


yang ada, dan dalam jumlah yang agak lebih besar (61.85% lulusan SLTP yang tak
tertampung di SMU minus yang ditampung di Sekolah Kejuruan) juga tak bersekolah.
Sementara hampir 75% lulusan SMU tak melanjutkan ke perguran tinggi. Mereka ini, yang
biasa disebut sebagai “yang tergelincir dari sistem pendidikan nasional” ternyata kemudian
masuk ke dunia kerja.

Luaran pendidikan diharapkan dapat mengisi semua sektor pembangunan yang


beraneka ragam seperti sektor produksi, sektor jasa, dan lain-lain. Sebenarnya kriteria
relevansi seperti dinyatakan tersebut cukup ideal jika dikaitkan dengan kondisi sistem
pendidikan pada umumnya dan gambaran tentang kerjaan yang ada.
Berikut ini adalah masalah-masalah relevansi pendidikan:

a) Ketidak sesuaian antara jumlah tamatan dengan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan.
Kedua-duanya menimbulkan masalah. Kelebihan tamatan dapat menimbulkan
pengangguran, dan kekurangan dapat menimbulkan kemacetan dalam pembangunan.
Angkatan kerja yang tidak terserap dalam dunia kerja saat ini sebagian besar tamatan
pendidikan menengah. Hal ini antara lain berhubungan dengan tingkat keterampilan
yang kurang pada mereka, dan juga arus tamatan pendidikan menengah yang tidak
terserap di pendidikan tinggi masih cukup besar.
b) Ketidak sesuaian keahlian tamatan dengan keahlian yang dibutuhkan dalam
masyarakat untuk berbagai sektor. Ketidak sesuaian ini dapat berkenaan dengan
kemampuan-kemampuan dasar yang diperlukan atau kecakapan-kecakapan teknis
dalam melaksanakan sesuatu jenis pekerjaan.

Pemecahan Masalah Relevansi Pendidikan

1. Meningkatkan kualitas tenaga pengajar di Indonesia. Karena dibanding negara


berkembang lainnya, maka kualitas tenaga pengajar pendidikan di Indonesia
memiliki masalah yang sangat mendasar.
2. Dibutuhkanlah kerja sama antara lembaga pendidikan dengan berbagai organisasi
masyarakat.

Permasalahan Pokok Pendidikan dan Pemecahannya 13


f. Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Beberapa masalah tenaga pendidik dan tenaga kependidikan ialah:

a) Pendidik bukan berasal dari lulusan yang sesuai. Maksudnya terkadang terdapat
tenaga pendidik yang mengajar tidak sesuai dengan jurusannya. Contoh, pendidik
yang  merupakan lulusan metematika mengajar bahasa Indonesia. Hal ini secara tidak
langsung akan menjadi masalah pendidikan di Indonesia. Padahal dalam PP NO.19
tahun 2005 tentang standar pendidik dan tenaga kependidikan pasal 28 ayat 2,
dijelaskan bahwa pendidik harus sesuai dengan ijazah dan sertifikat keahlian yang
relevan dengan perundang-undangan yang berlaku.
b) Pendidik kurang menguasai dari 4 kompetensi yang harus dimiliki oleh pendidik
maupun tenaga kependidikan sehingga hal ini menyebabkan adanya masalah kualitas
pendidik dan tenaga kependidikan yang kurang baik. Dalam UU RI No.14 Tahun 2005
pasal 8 ayat dijelaskan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi yang salah satu
diantaranya kompetensi, dan diperjelas dalam pasal 10 ayat 1 yang berbunyi:
“kompetensi guru sebagai mana dalam pasal 8 meliputi kompetensi pedagogic,
kepribadian, sosial dan professional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.” 
Selain itu juga dijelaskan dalam PP No.19 Tahun 2005 pasal 28 ayat 3 mengenai
kompetensi yang harus dimiliki oleh pendidik.
c) Pendidik terkadang menjadikan mengajar hanya untuk menggugurkan kewajiban
sebagai pendidik, sehingga dia mengajar secara tidak maksimal. Hal ini tidak sesuai
dengan PP No. 19 Tahun 2005 pasal 28 ayat 3 yang seharusnya pendidik memiliki
kompetensi professional, yang mengharuskan pendidik wajib bertanggung jawab
dengan tugas dan pembinaan terhadap peserta didik.
d) Pendidik belum sepenuhnya dapat memenuhi harapan masyarakat. Fenomena itu
ditandai dari rendahnya mutu lulusan, penyelesaian masalah pendidikan yang tidak
tuntas, bahkan lebih berorintasi proyek. Akibatnya, seringkali hasil pendidikan
mengecewakan masyarakat. Mereka terus mempertanyakan relevansi pendidikan
dengan kebutuhan masyarakat dalam dinamika kehidupan ekonomi, politik , sosial,
dan budaya.
e) Pendidik mengajar tidak sesuai dengan silabus sehingga target dari tujuan
pembelajaran tidak sepenuhnya tercapai. Hal ini tidak sesuai dengan kompetensi
pedagogic yang harus dimiliki oleh guru sesuai dengan PP No.19 Tahun 2005 Pasal 28

Permasalahan Pokok Pendidikan dan Pemecahannya 14


ayat 3 yang berbunyi “Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi: Kompetensi
pedagogic, Kompetensi kepribadian, Kompetensi professional dan Kompetensi
sosial.”
f) Masih banyak pendidik yang belum memenuhi ketentuan sesuai dengan PP No. 19
tahun 2005 seperti pengajar di tingkat SD/MI minimal berijazah S1/D4. Tapi dalam
kenyataan di masyarakat masih terdapat pendidik yang belum berijazah D4 atau
dengan kata lain  masih D3.
g) Tenaga kependidikan biasanya masih berasal dari tenaga pendidik yang merangkap
tugas menjadi tenaga kependidikan seperti guru merangkap menjadi tenaga
administrasi atau tenaga perpustakaan.

Pemecahan Masalah Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan

1. Menempatkan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan pada bidang studi /


keahliannya masing-masing, agar pengajaran yang diberikannya dapat efektif.
2. Meningkatkan profesionalisme tenaga pendidik. Karena tidak ada gunanya kurikulum
yang bagus apabila tidak tersedia tenaga pendidik yang profesional.
3. Meningkatkan kualitas hidup ekonomi tenaga pendidik, karena seperti kita ketahui
jabatan tenaga pendidik terutama guru adalah jabatan yang paling tidak disenangi di
dalam masyarakat modern disebabkan karena penghargaan ekonominya relatif sangat
kurang dibandingkan dengan profesi-profesi lainnya.
4. Tenaga pendidik dan tenaga kependidikan harus menguasai 4 kompetensi (meliputi
kompetensi pedagogic, kepribadian, sosial dan professional) yang memang harus
dimiliki oleh setiap tenaga pendidik maupun tenaga kependidikan, agar bisa menjadi
tenaga pendidik dan kependidikan yang berkualitas.

Permasalahan Pokok Pendidikan dan Pemecahannya 15


2. Saling Berkaitan antara Masalah-masalah

Meskipun permasalahan pokok pendidikan yang telah dijelaskan tersebut dapat


dibedakan satu sama lain, namun dalam kenyataan pelaksanaan pendidikan di lapangan
permasalahan tersebut saling berkaitan. Bahkan mungkin secara serentak muncul dalam
permukaan meskipun dengan bobot yang tidak sama.

Pada dasarnya pembangunan di bidang pendidikan tentu menginginkan tercapainya


kuantitas pendidikan dan pendidikan yang berkualitas sekaligus. Di dalam sejarah terbukti
bahwa belum ada suatu negara yang dari sejak berdirinya mampu melaksanakan dan
memenuhi keinginan seperti itu. Lazimnya, yang terjadi ialah pada saat upaya kuantitas
pendidikan sedang dilancarkan, maka pada saat yang sama kualitas pendidikan belum dapat
diwujudkan, malah sering terlantarkan. Kondisi demikian itu wajar. Ada dua faktor yang
dapat dikemukakan sebagai penyebab mengapa pendidikan yang berkualitas belum dapat
diusahakan pada saat demikian.

Pertama, gerakan perluasan pendidikan untuk melayani kuantitas kesempatan


pendidikan bagi rakyat banyak memerlukan penghimpunan dan pengerahan dana dan daya.

Kedua, kondisi satuan-satuan pendidikan pada saat demikian mempersulit upaya


peningkatan kualitas karena jumlah murid dalam kelas terlalu banyak, pengerahan tenaga
pendidik yang kurang kompeten, kurikulum yang belum mantap, sarana yang tidak memadai,
dan seterusnya.

Meskipun demikian kuantitas(pemerataan) pendidikan tidak dapat diabaikan karena


upaya tersebut, terutama pada saat-saat suatu bangsa sedang mulai membangun mempunyai
tujuan ganda, yaitu di samping  tujuan politis (memenuhi persamaan hak bagi rakyat banyak)
juga tujuan  pembangunan, yaitu memberikan bekal dasar kepada warga negara agar dapat
menerima informasi dan memiliki pengetahuan dasar untuk mengembangkan diri sehingga
dapat berpartisipasi dalam pembangunan.

Dalam uraian tersebut tampak bahwa permasalahan kuantitas berkaitan erat dengan
permasalahan kualitas pendidikan.

Permasalahan Pokok Pendidikan dan Pemecahannya 16


Bertolak dari gambaran tersebut terlihat juga kaitannya dengan permasalahan efisiensi.
Karena kondisi pelaksanaan pendidikan tidak sempurna, seperti telah digambarkan
(komponen pendidikan berada di bawah standar) maka dengan sendirinya pelaksanaan
pendidikan dan khususnya proses pembelajaran berlangsung tidak efisien. Pertanyaan yang
timbul kemudian ialah bagaimana hasil pendidiikan yang dapat dicapai dengan kondisi seperti
itu. Jawabnya sudah jelas bahwa hasilnya belum dapat diharapkan relevan dengan kebutuhan
masyarakat pembangunan, baik kuantitatif (jumlah dan jenisnya tidak dapat mengisi beraneka
ragam kebutuhan/lapangan kerja di masyarakat) maupun kualitatif (kualitasnya belum sesuai
dengan tuntutan persyaratan kerja di lapangan).

Apa yang digambarkan di atas itu umumnya terjadi pada tahap-tahap awal dari
pembangunan suatu bangsa. Pada saat ini kita dapat meihat contoh–contoh seperti yang terjadi
pada beberapa negara di kawasan Afrika. Di negara kita sampai pada akhir Pelita II,
perhhatian dicurahkan pada upaya perluasan pendidikan, sehingga jika kualitas pendidikan
belum dapat dibenahi, dapatlah dipahami. Pada tahap Pelita berikutnya barulah pembangunan
di bidang pendidikan dapat menempatkan prioritas pada peningkatan kualitas pendidikan.

3. Permasalahan Aktual Pendidikan dan Penanggulangannya


I. Permasalahan Aktual Pendidikan di Indonesia
Pendidikan selalu menghadapi masalah, karena selalu terdapat kesenjangan antara apa
yang diharapkan dengan hasil  yang dapat dicapai dari proses pendidikan. Permasalahan
aktual berupa kesenjangan-kesenjangan yang pada saat ini kita hadapi dan terasa mendesak
untuk ditanggulangi.
Beberapa masalah aktual pendidikan yang akan dikemukakan meliputi masalah-
rnasalah keutuhan pencapaian sasaran, kurikulum, peranan guru, pendidikan dasar 9 tahun,
dan pendayagunaan teknologi pendidikan.
Masalah aktual tersebut ada yang mengenai konsep dan ada yang mengenai
pelaksanaanya. Misalnya munculnya kurikulum baru adalah masalah konsep.

Permasalahan Pokok Pendidikan dan Pemecahannya 17


Berikut ini masalah aktual tersebut akan dibahas satu persatu.
 Masalah Keutuhan Pencapaian Sasaran
Di dalam undang-undang Nornor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Bab II Pasal 4 telah dinyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional ialah
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya.
Banyak hambatan yang harus dihadapi dalam pelaksanaan sistem pendidikan antara
lain :
1. Beban kurikulum sudah terlalu sarat.
2. Pendidikan afektif sulit diprogramkan secara eksplisit karena dianggap menjadi
bagian dari kurikulum tersembunyi (hiden curriculum) yang keterlaksanaannya
sangat tergantung kepada kemahiran dan pengalaman guru.
3. Pencapaian hasil pendidikan afektif rnemakan waktu, sehingga memerlukan
ketekunan dan kesabaran pendidik.
4. Menilai hasil pendidikan afektif tidak mudah. Bahkan kalau mau berhasil, juga
membutuhkan biaya. Misal, jika PR ingin berdaya mendidik (ketekunan,
kepercayaan diri, kejujuran kedisiplinan) maka harus diperiksa dengan saksama
oleh guru dan hasilnya dikembalikan kepada siswa untuk dibicarakan Untuk itu
perlu ada insentif bagi guru.

 Masalah Kurikulum 
Pada bagian ini akan dibahas masalah aktual mengenai kurikulum. Masalah
kurikulum meliputi masalah konsep dan masalah pelaksanaannya. Yang menjadi
sumber masalah ini  bagaimana system pendidikan dapat mernbekali peserta didik
untuk terjun kelapangan kerja (bagi yang tidak melanjutkan sekolah) dan memberikan
bekal dasar yang kuat untuk ke perguruan tinggi (bagi mereka yang ingin lanjut).
 Masalah Peranan Guru
Konsep-konsep baru lahir sebagai cerminan humanisme yang memberikan
arah baru pada pendidikan. sejalan dengan itu perkembangan iptek yang pesat
menyumbangkan cara–cara baru yang lebih mantap terhadap pemecahan masalah
pendidikan. dalam  realisasinya dipandu oleh kurikulum  yang telah disempurnakan.
sejalan dengan itu maka guru sebagai suatu komponen system pendidikan juga harus
berubah.

Permasalahan Pokok Pendidikan dan Pemecahannya 18


 Masalah pendidikan 9 tahun
Keberadaan pendidikan 9 tahun mempunyai landasan yang kuat. UU RI No 2
tahun 1989 Pasal 6 menyatakan tentang hak warga Negara untuk mengikuti
pendidikan sekurang – kurangnya tamat pendidikan dasar. Kemudian PP nomor 28
tahun 1990 tentang pendidikan dasar, pasal 2 menyatakan bahwa pendidikan dasar
merupakan pendidikan 9 tahun terdiri atas program pendidikan 6 tahun di SD dan
program pendidikan 3 tahun di SLTP, pasal 3 memuat tujun pendidikan dasar yaitu
memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan
kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga Negara, dan anggota umat
manusia, serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah.
Dalam pelaksanaan pendidikan dasar 9 tahun, lebih – lebih pada tahap awal sudah
pasti banyak hambatannya, hambatan tersebut ialah :

1. Realisasi pendidikan dasar yang diatur PP Nomor 28 Tahun 1989 masih harus
dicarikan titik temunya dengan PP Nomor 65 Tahun 1951 yang mengatur sekolah
dasar sebagai bagian dari pendidikan dasar, karena PP tersebut belum dicabut.
2. Kurikulum yang belum siap.
3. Pada masa transisi para pelaksana pendidikan di lapangan perlu disiapkan melalui
bimbingan – bimbinga, penyuluhan, penataran dan lain – lain.

II. Upaya Penanggulangan


1. Pendidikan afektif perlu ditingkatkan secara terprogram tidak cukup berlangsung
hanya secara insidental.
2. Pelaksanaan ko dan ekstrakurikuier dikerjakan dengan penuh kesungguhan dan
hasilnya diperhitungkan dalam menetapkan nilai akhir ataupun pelulusan.
3. Pemilihan siswa atas kelompok yang akan melanjutkan belajar ke perguruan tinggi
dengan yang akan terjun kemasyarakat merupakan hal yang prinsip karena pada
dasarnya tidak semua siswa secara potensial mampu belajar di pergutuan tinggi.
4. Pendidikan tenaga kependidikan perlu diberi perhatian khusus.
5. Untuk pelaksanaan pendidikan dasar 9 tahun apalagi jika dikaitkan dengan gerakan
wajib belajar, perlu diadakan penilitian secara meluas pada masyarakat untuk
menemukan faktor penunjang dan utamanya faktor penghambatnya.

Permasalahan Pokok Pendidikan dan Pemecahannya 19


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada dasarnya ada dua permasalahan pokok yang dihadapi oleh dunia pendidikan di
tanah air kita dewasa ini, yaitu:
- Bagaimana semua warga negara dapat menikmati kesempatan pendidikan
- Bagaimana pendidikan dapat membekari peserta didik dengan

Enam permasalahan pokok pendidikan yang perlu diprioritaskan penanggulangannya,


ialah: Kuantitas, Kualitas, Efisiensi, Efektivitas, Relevansi, dan Tenaga Pendidik dan
Tenaga Kependidikan. Keenam permasalahan ini saling terkait, namun dalam upaya
pemecahan masalah nya tetap disikapi satu persatu.

B. Saran
- Diharapkan kepada kita semua untuk bisa bekerja sama mengatasi permasalahan-
permasalahan pokok pendidikan yang bisa menganggu jalannya pendidikan di tanah
air kita ini.
- Diharapkan kepada kita semua, baik pendidik ataupun anak didik selalu mau
membenahi diri untuk meningkatkan kualitas pribadi demi kemajuan pendidikan di
tanah air ini.

Permasalahan Pokok Pendidikan dan Pemecahannya 20


DAFTAR PUSTAKA

Tirtarahardja, Umar. 2008. Pengantar Pendidikan Edisi Revisi. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Mudyahardjo, Redja. 1992. Materi Pokok Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta:

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Tilaar, H.A.R. 2006. Standarisasi Pendidikan Nasional. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Sadulloh, Uyoh. 2011. Pedagogik (Ilmu Mendidik). Bandung: Alfabeta.

Permasalahan Pokok Pendidikan dan Pemecahannya 21

Anda mungkin juga menyukai