Permasalahan Pokok Pendidikan Dan Pemeca
Permasalahan Pokok Pendidikan Dan Pemeca
Permasalahan Pokok Pendidikan Dan Pemeca
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan adalah suatu usaha manusia
untuk mengubah sikap dan tata laku seseorang atau sekolompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan. Pada hakikatnya
pendidikan adalah usaha manusia untuk memanusiakan manusia itu sendiri. Kedua subjek
itu adalah pendidik dan subjek didik. Subjek-subjek itu tidak harus selalu manusia, tetapi
dapat berupa media atau alat-alat pendidikan. Sehingga pada pendidikan terjadi interaksi
antara pendidik dengan subjek didik guna mencapai tujuan pendidikan.
Pada dasarnya pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk
pembangunan. Langkah demi langkah pembangunan selalu diupayakan seirama dengan
tuntutan zaman. Perkembangan zaman selalu memunculkan tantangan-tantangan baru,
yang sebagiannya sering tidak dapat diramalkan sebelumnya. Sebagai konsekuensi logis,
pendidikan selalu dihadapkan pada permasalahan-permasalahan baru. Permasalahan yang
dihadapi dunia pendidikan itu demikian luas, dikarenakan pertama sifat sasarannya yaitu
manusia sebagai makhluk misteri (makhluk yang tidak bisa ditebak jalan pikirannya setiap
saat), dan yang kedua usaha pendidikan harus mengantisipasi ke hari depan yang tidak
semua sisinya terjangkau oleh kemampuan daya ramal manusia. Oleh karena itu, perlu ada
rumusan permasalahan pokok pendidikan yang dapat dijadikan pegangan tenaga pendidik
dan kependidikan dalam mengemban tugasnya. Jadi Permasalahan pokok pendidikan
adalah segala sesuatu hal yang menjadi hambatan / masalah dalam pelaksanaaan kegiatan
pendidikan di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja permasalahan pokok pendidikan dan pemecahannya masing-masing?
2. Bagaimana keterkaitan antar permasalahan pokok pendidikan tersebut?
3. Apa saja permasalahan aktual pendidikan Indonesia dan penanggulangannya?
D. Manfaat Penulisan
Dengan adanya makalah ini hendaknya bisa bermanfaat bagi kita untuk:
a. Membangun kualitas pendidikan kearah yang lebih baik.
b. Menelaah permasalahan pokok pendidikan yang dihadapi kemudian mengatasinya.
c. Memberikan inovasi baru dalam menghadapi permasalahan pokok pendidikan.
d. Membangun cara belajar yang lebih efektif.
Sistem pendidikan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sosial budaya
dan masyarakat sebagai suprasistem. Pembangunan sistem pendidikan tidak mempunyai arti
apa-apa jika tidak sinkron dengan pembangunan nasional. Kaitan yang erat antara bidang
pendidikan sebagai sistem dengan sosial budaya sebagai suprasistem tersebut dimana sistem
pendidikan menjadi bagiannya, menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga permasalahan
intern sistem pendidikan itu menjadi sangat kompleks. Arrtinya, suatu permasalahan intern
(dalam) sistem pendidikan selalu ada kaitannya dengan masalah-masalah di luar sistem
pendidikan itu sendiri.
Jadi dapat disimpulkan, permasalahan kuantitas ini timbul apabila masih banyak
warga negara khususnya anak usia sekolah yang tidak dapat ditampung di dalam sistem atau
lembaga pendidikan karena kurangnya fasilitas pendidikan yang tersedia. Pada masa awalnya,
permasalahan kuantitas ini telah dinyatakan dalam UU No.4 Tahun 1950 sebagai dasar-dasar
pendidikan dan pengajaran di sekolah. Pada Bab XI Pasal 17 berbunyi:
“Tiap-tiap warga negara Republik Indonesia mempunyai hak yang sama untuk
diterima menjadi murid suatu sekolah jika syarat-syarat yang sama diterapkan untuk
pendidikan dan pengajaran pada sekolah itu dipenuhi.”
Selanjutnya dalam kaitannya dengan wajib belajar Bab VI, Pasal 10 Ayat 1
menyatakan: “Semua anak yang sudah berumur 6 tahun telah berhak dan yang sudah berumur
8 tahun diwajibkan belajar di sekolah, sedikitnya 6 tahun lamanya. Ayat 2 menambahkan:
“Belajar di sekolah agama yang telah mendapat pengakuan dari menteri agama dianggap telah
memenuhi kewajiban belajar.” Landasan yuridis kuantitas pendidikan tersebut penting sekali,
karena sebagai landasan pelaksanaan upaya pemerataan pendidikan guna mengejar
ketinggalan kita akibat penjajahan.
Di bawah ini merupakan kondisi pemetaan pendidikan anak usia 13 – 15 tahun pada
tahun 2004 secara umum:
1) Angka Partisipasi Kasar (APK) SLTP adalah sebesar 77,4% dan Angka Partisipasi Murni
(APM) nya sebesar 59.18%. Sehingga anak usia 13 – 15 tahun yang belum tertampung pada
tahun 2004 adalah sebesar 22,56% atau sebanyak 2.9 juta anak dari 12.775.026 anak.
2) Data lapangan juga menunjukkan fakta tentang menurunnya kemampuan orang tua siswa
terutama dari kelas bawah dalam membiayai pendidikan.
Oleh karena itu, dengan melihat tujuan yang terkandung di dalam upaya pemerataan
pendidikan tersebut yaitu menyiapkan masyarakat untuk menyiapkan masyarakat untuk dapat
berpartisipasi dalam pembangunan, maka setelah pelaksanaan upaya pemerataan pendidikan
terpenuhi, mulai diperhatikan juga upaya pemerataan kualitas/mutu pendidikan. Hal ini akan
dibicarakan pada butir tentang masalah kualitas/mutu pendidikan.
Khusus untuk pendidikan formal atau pendidikan persekolahan yang berjenjang dan
tiap–tiap jenjang memiliki fungsinya masing–masing maupun kebijakan memperoleh
kesempatan pendidikan pada tiap jenjang itu diatur dengan memperhitungkan faktor-faktor
kuantitatif dan kualitatif serta relevansi yang selalu ditentukan proyeksinya secara terus
menerus dengan seksama.
Banyak macam pemecahan rnasalah yang telah dan sedang dilakukan oleh pemerintah
untuk meningkatkan pemerataan pendidikan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
langkah-langkah ditempuh melalui cara konvensional dan cara inovatif.
Cara konvensional antara lain:
a) Membangun gedung sekolah seperti SD Inpres dan atau ruangan belajar.
b) Menggunakan gedung sekolah untuk double shift (sistem bergantian pagi dan sore).
Cara inovatif antara lain:
a) Sistem pamong (pendidikan oleh orang tua, masyarakat, dan guru) atau Inpacts system
(Instructionar Management by parent, community and teacher). Sistem tersebut
dirintis di solo dan didiseminasikan ke beberapa provinsi.
b) SD kecil pada daerah terpencil.
c) Sistem Guru Kunjung.
d) SMP Terbuka (ISOSA - In School Out off School Approach),
e) Kejar Paket A dan B.
f) Belajar Jarak Jauh, seperti Universitas Terbuka.
Kualitas sama halnya dengan memiliki mutu dan bobot. Jadi pendidikan yang
berkualitas yaitu pelaksanaan pendidikan yang dapat menghsilkan tenaga profesional sesuai
dengan kebutuhan negara dan bangsa pada saat ini. Sejalan dengan proses pemerataan
pendidikan, peningkatan kualitas untuk setiap jenjang pendidikan melalui persekolahan juga
dilaksanakan. Peningkatan kualitas ini diarahkan kepada peningkatan kualitas masukan dan
lulusan, proses, guru, sarana dan prasarana, dan anggaran yang digunakan untuk menjalankan
pendidikan.
Jadi kualitas pendidikan pada akhirnya dilihat pada kualitas keluarannya. Jika tujuan
pendidikan nasional dijadikan kriteria, maka pertanyaannya adalah: Apakah keluaran dari
suatu sistem pendidikan menjadikan pribadi yang bertakwa, mandiri dan berkarya, anggota
masyarakat yang social dan bertanggung jawab, warga negara yang cinta kepada tanah air dan
memiliki rasa kesetiakawanan sosial.
Meskipun disadari bahwa pada hakikatnya produk dengan ciri-ciri seperti itu tidak
semata-rnata hasil dari sistem pendidikan sendiri. Tetapi jika terhadap produk seperti itu
sistem pendidikan dianggap rnempunyai andil yang cukup, yang tetap menjadi persoalan ialah
bahwa cara pengukuran kualitas/mutu produk tersebut tidak mudah. Berhubung dengan
sulitnya pengukuran terhadap produk tersebut maka jika orang berbicara tentang
kualitas/rnutu pendidikan, umumnya hanya mengasosiasikan dengan hasil belajar yang
Permasalahan Pokok Pendidikan dan Pemecahannya 7
dikenal sebagai hasil UAS, UN, atau hasil-hasil Try Out, SNMPTN/SBMPTN, karena ini
yang rnudah diukur. Hasil UAS dan lain-lain tersebut itu dipandang sebagai gambaran tentang
hasil pendidikan.
Padahal hasil belajar yang berkualitas hanya mungkin dicapai melalui proses belajar
yang berkualitas. Jika proses belajar tidak optimal sangat sulit diharapkan terjadinya hasil
belajar yang berkualitas. Jika terjadi belajar yang ridak optimal menghasilkan skor hasil ujian
yang baik maka hampir dapat dipastikan bahwa hasil belajar tersebut adalah ‘semu’. Ini
berarti bahwa pokok permasalahan kualitas/mutu pendidikan lebih terletak pada masalah
pemrosesan pendidikan.
Meskipun untuk tiap-tiap jenis dan jenjang pendidikan memiliki kekhususan, namun
pada dasarnya pemecahan masarah mutu pendidikan bersasaran pada perbaikan kualitas
komponen pendidikan (utamanya komponen rnasukan mentah untuk jenjang pendidikan
menengah dan tinggi, dan komponen masukan instrumental) serta mobilitas komponen-
komponen tersebut.
Upaya pemecahan masalah mutu pendidikan daram garis besarnya meliputi hal-hal
yang bersifat fisik dan perangkat lunak, personalia, dan manajemen sebagai berikut:
1. Seleksi yang lebih rasional terhadap masukan mentah, khususnya untuk SLTA dan PT.
2. Pengembangan kemampuan tenaga kependidikan melalui studi lanjut, misalnya berupa
pelatihan, penataran, seminar, kegiatan-kegiatan kelompok studi seperti PKG dan lain-
lain.
c. Efisiensi
2. Bila terdapat kurikulum baru, maka pemerintah harus secepat mungkin berkoordinasi
dengan pelaksana di lapangan (Tenaga Pendidik), untuk menjelaskan sedetail-detailnya
tentang kurikulum itu agar tidak menganggu jalannya pendidikan.
d. Efektivitas
Masalah efektivitas ini berkenaan dengan hubungan antara hasil pendidikan yang
dicapai dengan tujuan/sasaran pendidikan yang diharapkan yang tidak sesuai, atau dapat pula
dikatakan perbandingan keduanya. Hal yang dibandingkan dapat berupa jumlah dan mutu.
Oleh karena itu masalah efektivitas pendidikan dapat dibedakan dalam dua macam yaitu:
a) Jumlah tamatan yang dihasilkan tidak sesuai dengan jumlah tamatan yang diharapkan.
Perbandingan antara keduanya itu biasanya dinyatakan dengan persentase. Dengan
kata lain, tingkat efektivitas sistem pendidikan dinyatakan dalam persentase. Misalnya
tingkat efektivitas SMP di Indonesia tahun ajaran 1982/1983 adalah sebesar kurang
lebih 85%, sedangkan tingkat efektivitas SMA di Indonesia untuk tahun ajaran
1982/1983 adalah kurang lebih 83%. Apabila sasaran pendidikan SMP dan SMA
adalah 100%, maka sistem pendidikan SMP dan SMA termasuk kurang efektif.
b) Kualitas/mutu pendidikan yang rendah (Mutu tamatan yang dihasilkan tidak sesuai
dengan mutu tamatan yang diharapkan). Salah satu kriteria yang dapat dijadikan
indikator atau petunjuk tenntang mutu pendidikan adalah tingkat serap, yaitu
perbandingan antara hasil belajar yang dicapaidengan hasil belajar yang diharapkan.
Tingkat serap dinyatakan dalam persentase. Contoh: Berdasarkan hasil TESMAS
tahun ajaran 1981/1982 dapat diketahui tingkat serap rata-rata siswa SMP adalah
57,7%, sedangkan tingkat serap siswa SMA untuk jurusan IPA adalah 59,5%, jurusan
IPS adalah 51,7%, dan jurusan bahasa 43,9%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat
serap siswa belum mencapai tingkat serap yang diharapkan yaitu sebesar 75%.
Artinya, tingkat serap siswa masih kurang memadai, dengan demikian kualitas/mutu
e. Relevansi
Relevansi artinya persesuaian antara hasil pendidikan yang dicapai terhadap keutuhan
tenaga kerja. Masalah relevansi pendidikan mencakup sejauh mana sistem pendidikan dapat
menghasilkan luaran yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan.
a) Ketidak sesuaian antara jumlah tamatan dengan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan.
Kedua-duanya menimbulkan masalah. Kelebihan tamatan dapat menimbulkan
pengangguran, dan kekurangan dapat menimbulkan kemacetan dalam pembangunan.
Angkatan kerja yang tidak terserap dalam dunia kerja saat ini sebagian besar tamatan
pendidikan menengah. Hal ini antara lain berhubungan dengan tingkat keterampilan
yang kurang pada mereka, dan juga arus tamatan pendidikan menengah yang tidak
terserap di pendidikan tinggi masih cukup besar.
b) Ketidak sesuaian keahlian tamatan dengan keahlian yang dibutuhkan dalam
masyarakat untuk berbagai sektor. Ketidak sesuaian ini dapat berkenaan dengan
kemampuan-kemampuan dasar yang diperlukan atau kecakapan-kecakapan teknis
dalam melaksanakan sesuatu jenis pekerjaan.
a) Pendidik bukan berasal dari lulusan yang sesuai. Maksudnya terkadang terdapat
tenaga pendidik yang mengajar tidak sesuai dengan jurusannya. Contoh, pendidik
yang merupakan lulusan metematika mengajar bahasa Indonesia. Hal ini secara tidak
langsung akan menjadi masalah pendidikan di Indonesia. Padahal dalam PP NO.19
tahun 2005 tentang standar pendidik dan tenaga kependidikan pasal 28 ayat 2,
dijelaskan bahwa pendidik harus sesuai dengan ijazah dan sertifikat keahlian yang
relevan dengan perundang-undangan yang berlaku.
b) Pendidik kurang menguasai dari 4 kompetensi yang harus dimiliki oleh pendidik
maupun tenaga kependidikan sehingga hal ini menyebabkan adanya masalah kualitas
pendidik dan tenaga kependidikan yang kurang baik. Dalam UU RI No.14 Tahun 2005
pasal 8 ayat dijelaskan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi yang salah satu
diantaranya kompetensi, dan diperjelas dalam pasal 10 ayat 1 yang berbunyi:
“kompetensi guru sebagai mana dalam pasal 8 meliputi kompetensi pedagogic,
kepribadian, sosial dan professional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.”
Selain itu juga dijelaskan dalam PP No.19 Tahun 2005 pasal 28 ayat 3 mengenai
kompetensi yang harus dimiliki oleh pendidik.
c) Pendidik terkadang menjadikan mengajar hanya untuk menggugurkan kewajiban
sebagai pendidik, sehingga dia mengajar secara tidak maksimal. Hal ini tidak sesuai
dengan PP No. 19 Tahun 2005 pasal 28 ayat 3 yang seharusnya pendidik memiliki
kompetensi professional, yang mengharuskan pendidik wajib bertanggung jawab
dengan tugas dan pembinaan terhadap peserta didik.
d) Pendidik belum sepenuhnya dapat memenuhi harapan masyarakat. Fenomena itu
ditandai dari rendahnya mutu lulusan, penyelesaian masalah pendidikan yang tidak
tuntas, bahkan lebih berorintasi proyek. Akibatnya, seringkali hasil pendidikan
mengecewakan masyarakat. Mereka terus mempertanyakan relevansi pendidikan
dengan kebutuhan masyarakat dalam dinamika kehidupan ekonomi, politik , sosial,
dan budaya.
e) Pendidik mengajar tidak sesuai dengan silabus sehingga target dari tujuan
pembelajaran tidak sepenuhnya tercapai. Hal ini tidak sesuai dengan kompetensi
pedagogic yang harus dimiliki oleh guru sesuai dengan PP No.19 Tahun 2005 Pasal 28
Dalam uraian tersebut tampak bahwa permasalahan kuantitas berkaitan erat dengan
permasalahan kualitas pendidikan.
Apa yang digambarkan di atas itu umumnya terjadi pada tahap-tahap awal dari
pembangunan suatu bangsa. Pada saat ini kita dapat meihat contoh–contoh seperti yang terjadi
pada beberapa negara di kawasan Afrika. Di negara kita sampai pada akhir Pelita II,
perhhatian dicurahkan pada upaya perluasan pendidikan, sehingga jika kualitas pendidikan
belum dapat dibenahi, dapatlah dipahami. Pada tahap Pelita berikutnya barulah pembangunan
di bidang pendidikan dapat menempatkan prioritas pada peningkatan kualitas pendidikan.
Masalah Kurikulum
Pada bagian ini akan dibahas masalah aktual mengenai kurikulum. Masalah
kurikulum meliputi masalah konsep dan masalah pelaksanaannya. Yang menjadi
sumber masalah ini bagaimana system pendidikan dapat mernbekali peserta didik
untuk terjun kelapangan kerja (bagi yang tidak melanjutkan sekolah) dan memberikan
bekal dasar yang kuat untuk ke perguruan tinggi (bagi mereka yang ingin lanjut).
Masalah Peranan Guru
Konsep-konsep baru lahir sebagai cerminan humanisme yang memberikan
arah baru pada pendidikan. sejalan dengan itu perkembangan iptek yang pesat
menyumbangkan cara–cara baru yang lebih mantap terhadap pemecahan masalah
pendidikan. dalam realisasinya dipandu oleh kurikulum yang telah disempurnakan.
sejalan dengan itu maka guru sebagai suatu komponen system pendidikan juga harus
berubah.
1. Realisasi pendidikan dasar yang diatur PP Nomor 28 Tahun 1989 masih harus
dicarikan titik temunya dengan PP Nomor 65 Tahun 1951 yang mengatur sekolah
dasar sebagai bagian dari pendidikan dasar, karena PP tersebut belum dicabut.
2. Kurikulum yang belum siap.
3. Pada masa transisi para pelaksana pendidikan di lapangan perlu disiapkan melalui
bimbingan – bimbinga, penyuluhan, penataran dan lain – lain.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada dasarnya ada dua permasalahan pokok yang dihadapi oleh dunia pendidikan di
tanah air kita dewasa ini, yaitu:
- Bagaimana semua warga negara dapat menikmati kesempatan pendidikan
- Bagaimana pendidikan dapat membekari peserta didik dengan
B. Saran
- Diharapkan kepada kita semua untuk bisa bekerja sama mengatasi permasalahan-
permasalahan pokok pendidikan yang bisa menganggu jalannya pendidikan di tanah
air kita ini.
- Diharapkan kepada kita semua, baik pendidik ataupun anak didik selalu mau
membenahi diri untuk meningkatkan kualitas pribadi demi kemajuan pendidikan di
tanah air ini.
Tirtarahardja, Umar. 2008. Pengantar Pendidikan Edisi Revisi. Jakarta: PT Rineka Cipta.