Anda di halaman 1dari 8

Nama : Ery Angreyni

NIM : SNR19214021

Prodi : S1 Keperawatan Reguler B

Mata Kuliah : Keperawatan Kritis

Link :https://www.liputan6.com/news/read/4220158/beban-tugas-berat-hingga-
risiko-perawat-di-ruang-isolasi-pasien-corona-covid-19

Beban Tugas Berat hingga Risiko Perawat di Ruang


Isolasi Pasien Corona Covid-19

06 Apr 2020, 06:30 WIB

Di balik hiruk penanganan wabah Corona Covid-19 di Indonesia, ada mereka yang bekerja
dalam senyap. Dengan perlindungan diri seadanya, mereka mempertaruhkan keselamatan demi
menolong pasien Corona Covid-19. Mereka adalah petugas medis yang menangani pasien secara
langsung di ruang isolasi. Risiko mereka cukup besar, yaitu terpapar virus Corona yang
mematikan.

"Tidak semua perawat mau ditempatkan di sini karena risikonya yang tinggi," kata M (47)
perawat di ruang isolasi Rumah Sakit Umum Daerah Gambiran Kota Kediri mengawali
perbincangan dengan merdeka.com baru-baru ini.

Sejak wabah Corona melanda Kota Kediri, Jawa Timur, RSUD Gambiran membentuk tim
dan sarana perawatan pasien yang terpapar penyakit itu. M salah satunya. Sebelum wabah
terjadi, M bertugas di bagian Pengendalian Pencegahan Infeksi (PPI). M kemudian dipindahkan
ke bagian isolasi pasien penyakit menular untuk membantu penanggulangan Corona Covid-19.
Meski banyak rekannya yang menolak tugas tersebut, dia justru menerima. Sebagai seorang
perawat, M mengaku tidak boleh menolak tugas kemanusiaan apapun risikonya. Termasuk
kemungkinan terpapar virus mematikan dari pasien yang dirawat. Menurut M, tugas yang
diemban ini tidak sebanding dengan penderitaan dan ketakutan pasien yang terindikasi Corona.

"Setiap kali dimasukkan ruang isolasi, wajah mereka sangat tegang dan depresi. Bahkan
ada yang nyaris bunuh diri karena stres," cerita M.

Di sinilah peran M dan tenaga medis di ruang isolasi dibutuhkan. Setiap hari mereka
membangun komunikasi dan membangkitkan semangat pasien untuk sembuh dari virus Corona
Covid-19.

APD Tak Memadai

Ironisnya, tugas berat tersebut tidak diimbangi dengan pemenuhan alat perlindungan diri
(APD) yang mereka pakai. Padahal setiap saat, M dan teman-temannya berpotensi terpapar virus
Corona saat berinteraksi di ruang isolasi.

"Kami terpaksa mengurangi intensitas keluar masuk ruang isolasi karena keterbatasan
APD. Di zona merah, APD hanya bisa dipakai sekali dan langsung dibuang," kata M.

Sebagai gantinya, dia membentuk grup WhatsApp atau WA yang terdiri dari petugas
ruangan dan pasien. Sehingga, komunikasi bisa dilakukan secara daring tanpa harus masuk ke
dalam ruang isolasi. Selain menghilangkan kebosanan dan menyampaikan motivasi, grup itu
juga dipakai untuk melaporkan kebutuhan pasien seperti cairan infus yang habis. Melalui WA
pula para pasien bisa saling berinteraksi dan mengenal satu sama lain dan membangun semangat
sembuh bersama-sama.

Alami Tekanan

TS, perawat berusia 54 tahun yang menjadi rekan M di ruang isolasi memberikan
kesaksian sama. Perawat senior ini bahkan mengalami tekanan mental di luar tempat kerjanya
sejak merawat pasien Corona

"Mereka mengucilkan saya karena dianggap bisa menularkan virus. Padahal tidak
sesederhana itu," ucap TS.
Dahsyatnya pemberitaan tentang penularan Corona secara langsung turut memojokkan
para perawat. Tidak hanya oleh tetangga di rumah, beberapa rekan kerja di rumah sakit turut
menjaga jarak dengan para tenaga medis yang bertugas di ruang isolasi. Mereka tak mau tertular
oleh virus mematikan yang hingga kini belum ditemukan obatnya. Langkah ekstrem bahkan
dilakukan M terhadap keluarganya. Sampai sekarang, M tidak pernah menceritakan tugasnya
merawat pasien Corona kepada anak-anaknya. Dia tidak ingin mereka berpikir jauh dan
ketakutan atas profesi yang dijalani ibunya.

"Saya juga terpaksa tidur terpisah dengan anak saya agar tidak terpapar. Sejak bertugas di
ruangan ini, secara otomatis saya masuk dalam kategori ODR (orang dalam resiko)," kata M.

Untuk menjaga keluarganya, M menerapkan protokol ketat tentang kebersihan. Setelah


selesai jam bertugas, dia berganti baju di ruangan khusus sebelum meninggalkan rumah sakit.
Setiba di rumah, M menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dan keramas, serta mencuci
pakaiannya. Baru setelah itu dia bisa mendekati anak-anaknya tanpa bisa berpelukan.

Tetap Bangun Rasa Optimistis

Dengan kondisi tersebut, baik M maupun TS harus tetap membangun optimisme pasien di
rumah sakit. Mereka juga selalu siap menjadi tempat curhat saat kondisi pasien sedang drop atau
sedih.

"Semua pasien harus dalam kondisi baik, nyaman dan bahagia. Karena itu modal awal
untuk sembuh," kata TS.

Jika diperlukan, para perawat ini juga merangkap menjadi kurir untuk mengantarkan
titipan dari keluarga pasien. Karena keterbatasan APD, pengantaran itu tidak bisa dilakukan
setiap saat. Ini berbeda dengan pasien di ruang perawatan lain yang bebas keluar masuk tanpa
membutuhkan perlengkapan khusus. Karena itu ketika ditanya tentang keinginan terbesar mereka
saat ini, M dan TS berharap mendapat bantuan APD agar bisa menjalankan tugasnya dengan
maksimal. Mereka juga berharap wabah Corona ini segera berakhir dan bisa menjalani
kehidupan normal bersama keluarga.
"Dibutuhkan ketulusan, keikhlasan, dan percaya pada Allah untuk mengemban tugas ini.
Kalau Allah tidak menghendaki kami tertular, Insyaallah aman," pungkasnya.

Saat ini, terdapat 12 tenaga medis yang bertugas di ruang isolasi RSUD Gambiran. Mereka
bekerja secara bergilir selama 24 jam untuk memastikan pasien yang dirawat baik-baik saja.

Reporter : Imam Mubarok

Sumber : Merdeka

Analisis

1. Perawatan dengan penggunaan APD


Perawat yang menangani pasien covid 19 tidak diimbangi dengan pemenuhan Alat
pelindung Diri (APD) yang mereka gunakan. Padahal perawat sangat berpotensi terpapar
virus corona saat berinteraksi dengan pasien yang positif covid 19. Untuk mengantisipasi
menipisnya perlengkapan APD, mereka mengurangi intensitas keluar masuk ruangan
pasien karena APD hanya bisa dipakai sekali dan langsung dibuang. Jika APD yang
tersedia cukup dan sesuai kebutuhan maka tindakan asuhan keperawatan yang dilakukan
perawat juga akan lebih maksimal.
Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Bencana Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB), Agus Wibowo menyatakan, Gugus Tugas Percepatan Penanganan
Covid-19 telah mengeluarkan rekomendasi standar APD dengan tiga tingkatan
perlindungan. Gugus Tugas mengategorikan APD berdasarkan pada tiga tingkat
perlindungan.
a. Dilihat dari lokasi dan cakupan, rekomendasi standar APD tingkat perlindungan
ketiga diperuntukkan di ruang prosedur dan tindakan operasi pada pasien dengan
kecurigaan atau sudah terkonfirmasi Covid-19. Bagi dokter dan perawat, mereka
diharuskan menggunakan masker N95 atau ekuivalen, gaun khusus, sepatu bot,
pelindung mata atau face shield, sarung tangan bedah karet steril dan sekali pakai,
penutup kepala, dan apron. APD yang sama tetap melekat pada dokter dan perawat
pada kondisi yang memungkinkan terjadinya aerosol pada pasien kecurigaan atau
sudah terkonfirmasi Covid-19. Kondisi lain yaitu saat mereka berada di ruang
prosedur dan tindakan autopsi serta pengambilan sampel pernapasan. Tenaga medis
yang menggunakan APD pada tingkatan perlindungan ketiga yaitu dokter, perawat
dan petugas laboratorium alias laboran.
b. Sementara itu, APD tingkatan perlindungan kedua digunakan oleh dokter, perawat,
laboran, radiografer, farmasi, dan petugas kebersihan ruang pasien Covid-9. APD
pada tingkatan ini digunakan saat tenaga medis, dokter dan perawat, di ruang
poliklinik, pemeriksaan pasien dengan gejala infeksi pernafasan. APD berupa masker
bedah tiga lapis, gaun, sarung tangan karet sekali pakai dan pelindung mata. Namun,
APD untuk analis, radiografer, farmasi, dan petugas kebersihan memiliki perbedaan
jenis APD yang digunakan.
c. Kemudian, APD tingkatan perlindungan pertama merupakan APD yang digunakan
pada lokasi atau kondisi yang relatif kurang berisiko. Jenis APD termasuk kategori ini
yaitu berbagai jenis masker, sarung tangan kerja maupun berbahan karet sekali pakai,
serta gaun. Salah satu petugas yang diwajibkan memakai APD ini yaitu sopir
ambulans. Mereka diwajibkan menggunakan masker bedah tiga lapis, sarung tangan
karet sekali pakai dan gaun saat menaikkan dan menurunkan pasien suspect Covid-
19.

Gugus Tugas merekomendasikan produk APD yang telah terverifikasi oleh Kementerian
Kesehatan. Informasi mengenai produk tersebut dapat dilihat melalui situs Aplikasi Info
Alat Kesehatan dan PKRT Kemenkes Republik Indonesia atau infoalkes.kemenkes.go.id.

Sumber: BeritaSatu.com

2. Jam Kerja
Perawat yang bekerja untuk menangani pasien covid 19 terdiri dari 12 orang. Mereka
bekerja secara bergilir selama 24 jam untuk memastikan pasien yang dirawat baik-baik
saja. Jam kerja/dinas perawat dibagi menjadi 3 shift, jumlah perawat dan pasien
tergantung keadaan pasien yang dirawat.
Menurut Douglas (1984, dalam Swansburg & Swansburg, 1999) membagi klasifikasi
klien berdasarkan tingkat ketergantungan klien dengan menggunakan standar sebagai
berikut :
a. Kategori I : self care/perawatan mandiri, memerlukan waktu 1-2 jam/hari
b. Kategori II : Intermediate care/perawatan partial, memerlukan waktu 3-4 jam/hari
c. Kategori III : Total care/Intensif care, memerlukan waktu 5-6 jam/hari

Douglas, Laura Mae. (1992) The effective Nurse : Leader and Manager ., 4 Th. Ed,.
Mosby -year book, Inc.

Swansburg, R.C. & Swansburg, R.J. (1999). Introductory management and


leadership for nurses. Canada : Jones and Barlett Publishers

3. Kasus KLB
Perawat yang menangani pasien covid 19 juga mengalami tekanan mental seperti
dikucilkan oleh tetangga maupun teman sejawat. Untuk menjaga keluarga di rumah,
mereka menerapkan protokol ketat tentang kebersihan. Contohnya seperti saat selesai jam
bertugas/dinas, mereka berganti baju di ruangan khusus sebelum meninggalkan rumah
sakit. Saat tiba di rumah langsung mandi dan membersihkan diri serta mencuci
pakaiannya. Perawat yang menangani pasien covid 19 akan beresiko terpapar virus
corona akan tetapi penularannya tidak sesederahana yang orang awam ketahui.
Penularannya memerlukan waktu yaitu masa inkubasi 14 hari, jika kita menjaga PHBS
dan memakai APD yang sesuai standart maka kemungkinan kecil untuk tertularnya covid
19. Imunitas yang baik dalam diri seseorang juga sangat berpengaruh terhadap paparan
virus. Jika imunitas seseorang baik maka sistem kekebalannya juga baik.
4. Peran dan fungsi perawat
Untuk memenuhi kebutuhan pasien yang dirawat di ruang isolasi, perawat berinisiatif
membuat grup WhatsApp atau WA yang terdiri dari petugas ruangan dan pasien.
Sehingga, komunikasi bisa dilakukan secara daring tanpa harus masuk ke dalam ruang
isolasi. Selain menghilangkan kebosanan dan menyampaikan motivasi, grup itu juga
dipakai untuk melaporkan kebutuhan pasien seperti cairan infus yang habis. Melalui WA
pula para pasien bisa saling berinteraksi dan mengenal satu sama lain dan membangun
semangat sembuh bersama-sama. Mereka juga selalu siap menjadi tempat curhat saat
kondisi pasien sedang drop atau sedih. Semua pasien harus dalam kondisi baik, nyaman
dan bahagia. Karena itu modal awal untuk sembuh. Di sinilah peran perawat dibutuhkan
dimana setiap harinya mereka membangun komunikasi dan membangkitkan semangat
pasien untuk sembuh dari virus corona Covid-19. Peran perawat dalam penerapan trend
issue pada yaitu dapat melakukan perannya sebagai pembari asuhan keperawatan (Care
giver) dengan lebih baik. Perawat yang berada di area keperawatan kritis memberikan
pelayanan secara langsung dan intensif kepada pasien yang berada pada kondisi kritis
atau mengancam jiwa yang berada pada ruang perawatan khusus (ruang intensif).
Perawat kritis diharapkan harus kompeten secara fisik, mental, dan emosional dalam
bekerja menangani pasien yang berada pada kondisi yang tidak stabil. Perawat kritis yang
ideal mempunyai komunikasi interpersonal, jiwa kepemimpinan, perencanaan strategis,
berpikir kritis, dan pengambilan keputusan yang baik.
5. Trend Dan Issue Keperawatan Kritis
Saat seorang pasien covid 19 meninggal dunia maka tidak boleh dibawa pulang kerumah
oleh pihak keluarga, pengurusan jenazah dilakukan oleh pihak rumah sakit menggunakan
APD lengkap dan saat sudah dibungkus tidak boleh dibuka lagi. Jenazah juga akan di
sholatkan di rumah sakit rujukan ataupun masjid yang sudah dilakukan proses
pemeriksaan sanitasi secara menyeluruh dan melakukan disinfektan setelah shalat
jenazah. Hal ini dilakukan agar tidak ada kontak antara pasien yang telah meninggal
dunia dengan orang sekitar agar tidak terjadi penularan. Pasien yang dirawat di rumah
sakit karena covid 19 juga harus mendapatkan pelayanan yang sebagaimana mestinya
meskipun penyakit covid 19 ini dapat menular ke orang lain. Saat dirawat di rumah sakit
juga memerlukan biaya pengobatan untuk dirinya. Ini juga akan berdampak pada
hubungan sosial maupun interaksi sosial antara orang dengan orang lain untuk
menghindari penularan dari covid 19 ini. Kejadian ini membuat sejumlah orang yang
sebelumnya bekerja atau beraktifitas diluar rumah, kini hanya berdiam diri dirumah.
Pekerjaan maupun kegiatan lainnya dilakukan secara online menggunakan smartphone
maupun laptop. Sebagian orang yang harus melakukan pekerjaan di luar rumah juga
harus tetap waspada.

Anda mungkin juga menyukai