Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH BUDAYA ANTI KORUPSI

FAKTOR INTERNAL PENYEBAB KORUPSI

Disusun Oleh :

Ari Arifin 20166113013

Erni Marini 20166123031

Ery Angreyni 20166123032

Nur Annisa 20166123064

Sepni Walvri 20166113077

DOSEN PENGAMPU

Drs. Usman.S, M.Kes

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK

JURUSAN KEPERAWATAN SINGKAWANG

2016/2017
KATA PEGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah Swt, karena atas berkat
dan limpahan rahmat-Nya lah maka kami dapat menyelesaikan sebuah makalah
dengan tepat waktu. Berikut ini mempersembahkan sebuah makalah dengan
memberikan manfaat yang besar bagi kita semua.

Melalui kata pengantar ini kami lebih dahulu meminta maaf dan memohon
permakluman bilamana makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang kami buat
kurang tepat dan menyinggung perasaan pembaca.

Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terimakasih dan
semoga Allah Swt memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.

Singkawang, 16 September 2016

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI.................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 1
A. Latar belakang ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah....................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian......................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN................................................................................ 4
A. Pengertian .................................................................................... 4
B. Teori............................................................................................... 4
C. Faktor-Faktor Internal Penyebab Korupsi...................................... 5

BAB V PENUTUP........................................................................................ 10
A. Kesimpulan.................................................................................... 10
B. Saran............................................................................................. 11

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Korupsi adalah suatu tindak pidana yang merugikan banyak pihak.
Penyebab adanya tindakan korupsi sebenarnya bervariasi dan beraneka
ragam. Akan tetapi, secara umum dapatlah dirumuskan, sesuai dengan
pengertian korupsi diatas yaitu bertujuan untuk mendapatkan keuntungan
pribadi atau orang lain secara tidak sah.
Permasalahan korupsi yang melanda negeri ini bagaikan sebuah
penyakit yang tidak akan pernah sembuh. Berbagai fakta dan kenyataan yang
diungkapkan oleh media seolah-olah merepresentasikan jati diri bangsa yang
dapat dilihat dari budaya korupsi yang telah menjadi hal yang biasa bagi semua
kalangan, mulai dari bawah hingga kaum elite.
Banyak kasus korupsi yang sampai sekarang tidak diketahui ujung
pangkalnya Korupsi tidak akan pernah bisa kita pisahkan dari apa yang
dinamakan kekuasaan. Di mana ada kekuasaan, pasti ada korupsi.Hal ini telah
menjadi kodrat dari kekuasaan itu sendiri, yang menjadi “pintu masuk” bagi
terjadinya tindakan korupsi. Kekuasaan dan korupsi yang selalu berdampingan,
layaknya dua sisi mata uang, merupakan hakikat dari pernyataan yang
disampaikan oleh Lord Acton, dari Universitas Cambridge, “Power tends to
corrupt, and absolute power corrupt absolutely.
Terdapat sebuah postulat yang mengatakan bahwa korupsi selalu
mengikuti watak kekuasaan. Dalam artian bahwa korupsi itu ada baik di
pemerintahan yang sentralistik maupun desentralistik. Jika pemerintahan suatu
negara adalah sentralistik, korupsi juga akan bersifat sentralistik. Semakin kuat
kekuasaan itu tersentral, semakin besar pula terjadi kasus korupsi di
kekuasaan pusat tersebut. Di Indonesia, hal ini terjadi pada masa Orde Baru.
Sebaliknya, jika pemerintahan suatu negara adalah desentralistik, misalnya
dengan Otonomi Daerah, tindakan korupsi akan tersebar pula mengikuti pola
pemerintahan desentralistik tersebut. Dengan kata lain, praktek korupsi juga

1
2

terjadi di pemerintahan tingkat daerah. Karena kekuasaan berpindah dari satu


pusat kekuasaan ke banyak pusat kekuasaan yang otonom, korupsi pun
mengikutinya berpindah dari satu pusat kekuasaan kepada banyak pusat
kekuasaan. Situasi seperti ini terjadi pada masa sekarang di Indonesia (Lihat
Agus Suradika, 2009: 1)
Sesuai dengan definisinya, korupsi sebagai prilaku yang menyimpang
merupakan suatu tindakan yang melanggar aturan etis formal yang dilakukan
oleh seseorang dalam posisi otoritas publik (penguasa).Korupsi cenderung
dilakukan oleh orang yang memiliki kuasa atau wewenang terhadap
sesuatu.Apabila seseorang tersebut tidak memiliki kuasa, kecil kemungkinan
bagi dirinya untuk melakukan korupsi. Namun, merupakan suatu kemustahilan
bagi manusia yang tidak memiliki sebuah ‘kekuasaan’. Selain itu, ciri paling
utama dari korupsi adalah tindakan tersebut dilakukan untuk kepentingan dan
keuntungan pribadi semata dan merugikan pihak lain di luar dirinya. Contoh
paling mudah adalah seorang mahasiswa yang bolos kuliah dan meminta
temannya untuk mengisi buku hadir. Sejatinya, ia telah melakukan korupsi
karena ia memiliki kuasa terhadap kehadiran dan ketidakhadiran dirinya di
dalam kelas. Dia melakukan tindakan tersebut untuk kepentingannya sendiri.
Melihat konteks kasus-kasus korupsi yang terjadi di Indonesia, korupsi
kelas kakap, merupakan korupsi serius yang merugikan negara dan
masyarakat banyak.Korupsi yang dimaksud ini juga tidak lepas dari masalah
kekuasaan. Para pejabat publik telah dengan sengaja menyalahgunakan
wewenangnya untuk melakukan tindakan melanggar hukum untuk kepentingan
pribadi. Seorang pejabat publik yang memegang kekuasaan (memiliki
wewenang) secara otomatis memiliki daya untuk mempengaruhi kebijakan
yang akan dikeluarkan. Sesuai dengan sifat dari kekuasan (kekuasaan politik)
itu, yaitu mengendalikan tingkah laku manusia (masyarakat) secara koersif
(memaksa) agar supaya masyarakat bersedia tunduk kepada negara
(pemerintah). Dalam hal ini, setiap kebijaksanaan yang diberlakukan sejatinya
merupakan sebuah ketentuan atau aturan yang sesuai dengan tujuan-tujuan
pemegang kekuasaan sendiri. Dari sini lah peluang untuk terjadinya tindakan
korupsi besar sekali.
3

B. Rumusan Masalah

a) Apa yang dimaksud dengan faktor internal?


b) Bagaimana penjelasan tentang teori yang menyebabkan terjadinya korupsi?
c) Apa saja faktor internal penyebab terjadinya korupsi?

C. Tujuan Penulisan

a) Menjelaskan tentang pengertian faktor internal.


b) Menjelaskan tentang teori yang menyebabkan terjadinya korupsi.
c) Menjelaskan faktor-faktor internal penyebab terjadinya korupsi.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Faktor Internal Penyebab Korupsi.
Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri
seseorang. Persepsi terhadap korupsi.Pemahaman seseorang mengenai
korupsi tentu berbeda-beda.Menurut Pope (2003/2007), salah satu penyebab
masih bertahannya sikap primitif terhadap korupsi karena belum jelas
mengenai batasan bagi istilah korupsi, sehingga terjadi ambiguitas dalam
melihat korupsi.
Kualitas moral dan integritas individu. Adanya sifat serakah dalam diri
manusia dan himpitan ekonomi serta self esteem yang rendah juga dapat
membuat seseorang melakukan korupsi.
Sementara itu Merican (1971) menyatakan sebab-sebab terjadinya
korupsi adalah sebagai berikut:
a) Peninggalan pemerintahan kolonial.
b) Kemiskinan dan ketidaksamaan.
c) Gaji yang rendah.
d) Persepsi yang popular.
e) Pengaturan yang bertele-tele.
f) Pengetahuan yang tidak cukup dari bidangnya.

B. Teori
Menurut bidang psikologi ada dua teori yang menyebabkan terjadinya
korupsi, yaitu teori medan dan teori big five personality. Menurut Lewin (dikutip
dalam Sarwono, 2008) teori medan adalah perilaku manusia merupakan hasil
dari interaksi antara faktor kepribadian (personality) dan lingkungan
(environment) atau dengan kata lain lapangan kehidupan seseorang terdiri dari
orang itu sendiri dan lingkungan, khususnya lingkungan kejiwaan (psikologis)
yang ada padanya. Melalui teori ini, jelas bahwa perilaku korupsi diapat

4
5

dianalisis maupun diprediksi memiliki dua opsi motif yakni dari sisi lingkungan
atau kepribadian individu terkait.
Teori yang kedua adalah teori big five personality. Menurut Costa dan
McCrae (dikutip dalam Feist & Feist, 2008), big five personality merupakan
konsep yang mengemukakan bahwa kepribadian seseorang terdiri dari lima
faktor kepribadian, yaitu extraversion, agreeableness, neuroticism, openness,
dan conscientiousness.

C. Faktor-Faktor Internal
Terdapat faktor-faktor internal penyebab korupsi, yaitu :
a) Aspek Perilaku Individu:
1. Sifat Tamak/Rakus Manusia
Korupsi yang dilakukan bukan karena kebutuhan primer, yaitu
kebutuhan pangan.Pelakunya adalah orang yang berkecukupan, tetapi
memiliki sifat tamak, rakus, mempunyai hasrat memperkaya diri sendiri.
Unsur penyebab tindak korupsi  berasal dari dalam diri sendiri yaitu sifat
tamak/rakus. Maka tindakan keras tanpa kompromi, wajib hukumnya.
2. Moral yang kurang kuat
Orang yang moralnya kurang kuat mudah tergoda untuk
melakukan tindak korupsi. Godaan bisa datang dari berbagai pengaruh
di sekelilingnya, seperti atasan, rekan kerja, bawahan, atau pihak lain
yang memberi kesempatan.
3. Gaya hidup yang konsumtif
Gaya hidup di kota besar mendorong seseorang untuk
berperilaku konsumptif. Perilaku konsumtif yang tidak diimbangi dengan
pendapatan yang sesuai, menciptakan peluang bagi seseorang untuk
melakukan tindak korupsi.
6

b) Aspek Sosial
Keluarga dapat menjadi pendorong seseorang untuk berperilaku
koruptif.Menurut kaum bahviouris, lingkungan keluarga justru dapat
menjadi pendorong seseorang bertindak korupsi, mengalahkan sifat baik
yang sebenarnya telah menjadi karakter pribadinya.Lingkungan justru
memberi dorongan bukan hukuman atas tindakan koruptif seseorang.

c) Aspek Sikap Masyarakat terhadap Korupsi


Dalam sebuah organisasi, kesalahan individu sering ditutupi demi
menjaga nama baik organisasi. Demikian pula tindak korupsi dalam sebuah
organisasi sering kali ditutup-tutupi. Akibat sikap tertutup ini, tindak korupsi
seakan mendapat pembenaran, bahkan berkembang dalam berbagai
bentuk. Sikap masyarakat yang berpotensi memberi peluang perilaku
korupsi antara lain:

1. Nilai-nilai dan budaya di masyarakat yang mendukung untuk terjadinya


korupsi. Misalnya masyarakat menghargai seseorang karena kekayaan
yang dimilikinya. Akibatnya masyarakat menjadi tidak kritis terhadap
kondisi, seperti dari mana kekayaan itu berasal.
2. Masyarakat menganggap bahwa korban yang mengalami kerugian
akibat tindak korupsi adalah Negara. Padahal justru pada akhirnya
kerugian terbesar dialami oleh masyarakat sendiri. Contohnya akibat
korupsi anggaran pembangunan menjadi berkuran, pembangunan
transportasi umum menjadi terbatas misalnya.
3. Masyarakat kurang menyadari bila dirinya terlibat dalam perilaku
korupsi. Setiap tindakan korupsi pasti melibatkan masyarakat, namun
masyarakat justru terbiasa terlibat dalam tindak korupsi sehari-hari
dengan cara-cara terbuka namun tidak disadari.
7

4. Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi dapat dicegah dan


diberantas bila masyarakat ikut aktif dalam agenda pencegahan dan
pemberantasan korupsi. Umumnya masyarakat menganggap bahwa
pencegahan dan pemberantasan korupsi adalah tanggung jawab
pemerintah.

d) Aspek Ekonomi
Aspek Ekonomi sering membuka peluang bagi seseorang untuk korupsi.
Pendapatan yang tidak dapat memenuhi kebutuhan atau saat sedang
terdesak masalah ekonomi membuka ruang bagi seseorang untuk
melakukan jalan pintas, dan salah satunya adalah korupsi.
e) Aspek Politis
Politik uang (money politics) pada Pemilihan Umum adalah contoh
tindak korupsi, yaitu seseorang atau golongan yang membeli suatu atau
menyuap para pemilih/anggota partai agar dapat memenangkan pemilu.
Perilaku korup seperti penyuapan, politik uang merupakan fenomena yang
sering terjadi. Terkait hal itu Terrence Gomes (2000) memberikan
gambaran bahwa politik uang sebagai use of money and material benefits
in the pursuit of political influence (menggunakan uang dan keuntungan
material untuk memperoleh pengaruh politik). Penyimpangan pemberian
kredit atau penarikan pajak pada pengusaha, kongsi antara penguasa dan
pengusaha, kasus-kasus pejabat Bank Indonesia dan Menteri di bidang
ekonomi pada rezim lalu dan pemberian cek melancong yang sering
dibicarakan merupakan sederet kasus yang menggambarkan aspek politik
yang dapat menyebabkan kasus korupsi (Handoyo: 2009).
f) Aspek Organisasi
Organisasi dalam hal ini adalah organisasi dalam arti yang luas,
termasuk sistem pengorganisasian lingkungan masyarakat. Organisasi
yang menjadi korban korupsi atau di mana korupsi terjadi biasanya
memberi andil terjadinya korupsi  karena membuka peluang atau
kesempatan terjadinya korupsi (Tunggal, 2000). Aspek-aspek penyebab
korupsi dalam sudut pandang organisasi meliputi:
8

1. Kurang adanya sikap keteladanan Pemimpin


Pemimpin adalah panutan bagi bawahannya. Apa yang dilakukan oleh
pemimpin merupakan contoh bagi bawahannya. Apabila pemimpin
memberikan contoh keteladanan melakukan tindak korupsi, maka
bawahannya juga akan mengambil kesempatan yang sama dengan
atasannya.
2. Tidak Adanya Kultur/Budaya Organisasi yang Benar
Organisasi harus memiliki Tujuan Organisasi yang fokus dan jelas.
Tujuan organisasi ini menjadi pedoman dan memberikan arah bagi
anggota organisasi dalam melaksanakan kegiatan sesuati tugas dan
fungsinya. Tujuan organisasi menghubungkan anggotanya dengan
berbagai tat-cara dalam kelompok; juga berfungsi untuk membantu
anggotanya menentukan cara terbaik dalam melaksanakan tugas dan
melakukan suatu tindakan. Tatacara pencapaian tujuan dan pedoman
tindakan inilah kemudian menjadi kultur/budaya organisasi. Kultur
organisasi harus dikelola dengan benar, mengikuti standar-standar yang
jelas tentang perilaku yang boleh dan yang tidak boleh. Kekuatan
pemimpin menjadi penentu karena memberikan teladan bagi anggota
organisasi dalam mebentuk budaya organisasi. Peluang terjadinya
korupsi apabila dalam budaya organisasi tidak ditetapkan nilai-nilai
kebenaran, atau bahkan nilai dan norma-norma justru berkebalikan
dengan norma-norma yang berlaku secara umum (norma bahwa tindak
korupsi adalah tindakan yang salah).
3. Kurang Memadainya Sistem Akuntabilitas
Dalam sebuah organisasi perlu ditetapkan visi dan misi yang
diembannya, yang dijabarkan dalam rencana kerja dan target
pencapaiannya. Dengan cara ini penilaian terhadap kinerja organisasi
dapat dengan mudah dilaksanakan. Apabila organisasi tidak merumuskan
tujuan, sasaran, dan target kerjanya dengan jelas, maka akan sulit
dilakukan penilaian dan pengukuran kinerja. Hal ini membuka peluang
tindak korupsi dalam organisasi.
9

4. Kelemahan Sistem Pengendalian Manajemen


Pengendalian manajemen merupakan salah satu syarat bagi tindak
pelanggaran korupsi dalam sebuah organisasi. Semakin longgar/lemah
pengendalian manajemen sebuah organisasi semakin terbuka peluang
tindak korupsi anggota atau pegawai di dalamnya.
5. Kurangnya Pengawasan
Pengawasan terbagi menjadi dua, yaitu pengawasan internal
(pengawasan fungsional dan pengawasan langsung oleh pemimpin) dan
pengawasan yang bersifat eksternal (pengawasan dari legislatif dalam hal
ini antara lain KPKP, Bawasda, dll dan masyarakat). Pengawasan ini
kurang berfungsi secara efektif karena beberapa faktor seperti tumpang
tindihnya pengawasan pada berbagai instansi, kurangnya profesional
pengawas serta kurangnya kepatuhan pada etika hukum maupun
pemerintah oleh pengawas itu sendiri.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Korupsi adalah suatu tindak pidana yang merugikan banyak pihak.


Penyebab adanya tindakan korupsi sebenarnya bervariasi dan beraneka
ragam. Akan tetapi, secara umum dapatlah dirumuskan, sesuai dengan
pengertian korupsi diatas yaitu bertujuan untuk mendapatkan keuntungan
pribadi atau orang lain secara tidak sah.
Menurut bidang psikologi ada dua teori yang menyebabkan terjadinya
korupsi, yaitu teori medan dan teori big five personality. Menurut Lewin (dikutip
dalam Sarwono, 2008) teori medan adalah perilaku manusia merupakan hasil
dari interaksi antara faktor kepribadian (personality) dan lingkungan
(environment) atau dengan kata lain lapangan kehidupan seseorang terdiri dari
orang itu sendiri dan lingkungan, khususnya lingkungan kejiwaan (psikologis)
yang ada padanya. Melalui teori ini, jelas bahwa perilaku korupsi diapat
dianalisis maupun diprediksi memiliki dua opsi motif yakni dari sisi lingkungan
atau kepribadian individu terkait.
Teori yang kedua adalah teori big five personality. Menurut Costa dan
McCrae (dikutip dalam Feist & Feist, 2008), big five personality merupakan
konsep yang mengemukakan bahwa kepribadian seseorang terdiri dari lima
faktor kepribadian, yaitu extraversion, agreeableness, neuroticism, openness,
dan conscientiousness.
Salah satu penyebab terjadinya korupsi antara lain karena adanya
faktor internal, yaitu karena aspek perilaku individu, aspek sosial, aspek sikap
masyarakat terhadap korupsi, aspek ekonomi, aspek politis, aspek organisasi.

10
11

B. Saran
Menurut kelompok kami pembelajaran mahasiswa dengan sistim diskusi
antar kelompok sudah baik dan alangkah lebih baiknya lagi ada pembelajaran
dan penjelasan materi lebih lanjut lagi dari setiap diskusi kelompok oleh dosen
pengampu yang bertujuan agar mahasiswa dapat lebih memahami kajian
materi yang sedang dibahas dan juga dosen dapat memberikan contoh secara
langsung kepada para mahasiswa karena dengan cara pembelajaran seperti itu
kami anggap efektif untuk membangkitkan minat belajar mahasiswa.
DAFTAR PUSTAKA

Budiarjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik, cetakan ke duapuluh tujuh. Jakarta: PT


Gramedia Pustaka Utama, 2005

Suradika, Agus. RELASI KORUPSI DAN KEKUASAAN: Antara Cermin Budaya dan


Penanggulangannya, http://www.docstoc.com/docs/5936230/Agus-Suradika-Korupsi-
dan-Kekuasaan, diakses tanggal 16 September, 2016.

Nasution, S. A. Korupsi dan kekuasaan, kolom Opini. Waspada Online.

http://www.waspada.co.id/index.php/images/flash/index.php?
option=com_content&view=article&id=81290:korupsi-dan-
kekuasaan&catid=25:artikel&Itemid=44,diakses tanggal 16 September, 2016.

Rastika, Icha. Andi Kosasih Dituntut 10 Tahun. Kompas.com 23 November 2010.


http://nasional.kompas.com/read/2010/11/23/16344531/Andi.Kosasih.Dituntut.10.Tahu
n, diakses tanggal 16 September, 2016.

12

Anda mungkin juga menyukai