Anda di halaman 1dari 6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Definisi Anemia Defisiensi Besi


Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan
besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada
akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang.3
Anemia defisiensi besi merupakan tahap DB yang paling parah, yang ditandai oleh
penurunan cadangan besi, konsentrasi besi serum, dan saturasi transferin yang rendah, dan
konsentrasi hemoglobin atau nilai hematokrit yang menurun.4

2.1.1 Besi
Besi merupakan salah satu dari beberapa mineral penting dalam tubuh selain zinc,
selenium, yodium dan lainnya. Kekurangan besi dalam tubuh dapat mengakibatkan ADB.
Semua sel mengandung besi, akan tetapi hemoglobin pada sel darah merah dan mioglobin
dalam otot mempunyai konsentrasi tertinggi.5
Besi dalam makanan terdapat dalam dua bentuk, yaitu: (1) Besi heme, terdapat dalam
daging dan ikan, memiliki tingkat absorbsi dan bioavailabilitas yang tinggi karena
penyerapannya tidak dihambat oleh bahan penghambat; (2) Besi non-heme, terdapat dalam
tumbuh-tumbuhan, dimana absorbsinya dipengaruhi oleh bahan pemicu dan penghambat
sehingga bioavailabilitasnya rendah.3

2.1.2 Fungsi besi


Menurut Wahyuni (2004), besi dalam tubuh memiliki dua fungsi, yaitu bersifat
fungsional dan sebagai simpanan atau cadangan. Disebut fungsional bila besi dalam bentuk
sebagai hemoglobin, mioglobin dan enzim. Besi dikatakan sebagai cadangan, bila dalam
jumlahnya mampu menjamin kebutuhan akan pembentukan sel darah merah dalam sumsum
tulang, dengan jumlah besi seperempat dari total besi dalam tubuh.6
Konsentrasi besi di otak lebih tinggi dari metal lain, karena banyak dibutuhkan untuk
proses mielinisasi dan sintesis neurotransmitter serotonin, dopamin, epinepfrin dan
norepinefrin. Besi juga dibutuhkan oleh oligodendroit untuk proses mielinisasi terutama
neuron-neuron pada sistem sensori (visual, auditori), pembelajaran dan perilaku. Sebagai
kofaktor enzim triptofan hidroksilasi yang mensintesis serotonin dan tirosin hidroksilasi yang
mensintesis norepinefrine dan dopamin dan memiliki peran pada pemrosesan memori. 7

.2 Epidemiologi Anemia Defisiensi Besi


Kurang lebih terdapat 370 juta wanita di berbagai negara berkembang menderita
anemia defisiensi zat besi dengan 41% diantaranya wanita tidak hamil. Prevalensi anemia di
India menunjukkan angka sebesar 45% remaja putri telah dilaporkan mengalami anemia
defisiensi zat besi.
Prevalensi anemia di Indonesia masih cukup tinggi Kemenkes RI (2013)
menunjukkan angka prevalensi anemia secara nasional pada semua kelompok umur adalah
21,70%. Prevalensi anemia pada perempuan relatif lebih tinggi (23,90%) dibanding laki-laki
(18,40%). Prevalensi anemia berdasarkan lokasi tempat tinggal menunjukkan tinggal di
pedesaan memiliki persentase lebih tinggi (22,80%) dibandingkan tinggal di perkotaan
(20,60%), sementara prevalensi anemia pada perempuan usia 15 tahun atau lebih adalah
sebesar 22,70%. Hasil penelitian Listiana (2016) menunjukkan bahwa prevalensi anemia
defisiensi zat besi pada remaja putri di tahun pertama menstruasi sebesar 27,50%, dengan
rata-rata usia pertama kali mengalami menstruasi pada usia 13 tahun.8

.3 Etiologi Anemia Defisiensi Besi


Faktor-faktor yang berperan pada terjadinya defisiensi besi :
1. Kebutuhan yang meningkat
Pertumbuhan cepat yaitu pada umur 1 tahun pertama dan masa remaja, pada saat itu
berat badan bayi bertambah dengan cepat, dapat mencapai 6 kali lipat dari berat
badan lahir. Pada remaja terjadi perubahan hormonal yang menyebabkan terjadinya
menstruasi.9
2. Kurangnya besi yang diserap
Makanan bayi banyak yang tidak mengandung daging oleh karena itu sebagian
besar zat besi dalam makanannya berbentuk non-heme sehingga absorpsinya sangat
Dipengaruhi factor dalam makanan. 4,9,12 Pada anak kurang gizi didapatkan mukosa
usus yang mengalami perubahan secara histologis dan fungsional sehingga terjadi
sindrom malabsorpsi, enteritis dan atrofi vili usus, hal ini dapat mengganggu
penyerapan besi. 10,4
3. Infeksi
Infeksi mudah dan sering terjadi pada bayi dan anak, terutama di Negara sedang
berkembang, misalnya infeksi kronis akibat tuberculosis, infeksi parasit, infeksi
saluran nafas, diare dan lain sebagainya. Pada infeksi zat besi banyak digunakan
oleh sistem kekebalan tubuh yaitu pada aktivitas fagositik netrofil dan proliferasi sel
limfosit. 4,11
4. Pendarahan saluran cerna
Perdarahan saluran cerna pada anak paling sering disebabkan oleh infestasi cacing
tambang atau parasit lain. Pada bayi pendarahan saluran cerna dapat disebabkan
oleh alergi protein susu sapi, Diverticulum Meckel, duplikasi usus, teleangiektasi
hemoragika dan polip usus.4
Faktor lain yang berperan pada terjadinya ADB adalah transfuse fero maternal,
hemoglobinuria, dan iatrogenic bloodloss akibat pengambilan darah vena berulang-ulang. 4

.4 Patofisiologi Anemia Defisiensi Besi


Menurut Walmsley secara berurutan perubahan laboratoris pada DB sebagai berikut :
(1) penurunan simpanan besi, (2) penurunan feritin serum, (3) penurunan besi serum disertai
meningkatnya transferin serum, (4) peningkatan Red Cell Distribution Width (RDW) (5)
penurunan Mean Corpuscular Volume (MCV), dan terakhir (6) penurunan hemoglobin.
Tidak tersedianya besi yang mencukupi untuk memproduksi hemoglobin normal akan
sebabkan anemia. Sel darah merah yang akan dihasilkan pun akan kecil dan pucat. Sediaan
apus darah tepi memperlihatkan kadar MCHC dan MCV yang rendah. Oleh karena itu
gambaran klasik ADB adalah mikrositik hipokrom. Anemia defisiensi besi dini atau ringan
hanya memperlihatkan mikrositis tanpa hipokrom.13
Berdasarkan keadaan cadangan besi, akan timbul DB yang terjadi dalam tiga tahap yaitu:4
1. Tahap Pertama
Disebut Iron Depletion atau storage iron deficiency yang ditandai dengan berkurangnya
cadangan besi sampai tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin dan fungsi protein besi
lainnya masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi besi non heme. Feritin
serum akan menurun sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya kekurangan besi
memberikan gambaran normal.
2. Tahap Kedua
Tahap ini dikenal dengan istilah Iron Deficiency Eritopoetin atau Iron Limited
Erytropoesis adalah istilah yang menunjukkan suplai besi tidak mencukupi untuk menunjang
eritropoesis. Dari hasil pemeriksaan laboratorium diperoleh nilai besi serum menurun dan
saturasi transferin menurun sedangkan total iron binding capacity (TIBC) meningkat dan
free erythrocyte porphyrin (FEP) meningkat. Pemeriksaan yang bisa dilakukan untuk
memberikan informasi pada tahap ini adalah saturasi transferin dan kadar protoporfirin.
3. Tahap Ketiga
Inilah tahap yang disebut iron deficiency anemia. Hemoglobin dan hematokrit mengalami
penurunan disertai bentuk sel darah merah yang ukurannya kecil dan pucat inilah yang
disebut dengan anemia mikrositik hipokromik. Keadaan ini terjadi bila besi yang menuju
eritrosit sumsum tulang tidak cukup sehingga menghambat produksi sel darah merah normal.
Walaupun ada sel darah merah yang normal, tetapi jumlahnya akan mengalami penurunan.
Selain terjadinya penurunan jumlah, sel darah merah yang dihasilkan juga tampak lebih pucat
dan lebih kecil dibandingkan dengan yang normal.

.5 Gejala Klinis Anemia Defisiensi Besi


Gejala dari keadaan deplesi besi maupun defisiensi besi tidak spesifik. Pada anemia
defisiensi besi gejala klinis terjadi secara bertahap.16
a. Lebih mudah terserang infeksi karena defisiensi besi dapat menyebabkan gangguan
fungsi neutrofil dan berkurangnya sel limfosit T yang penting untuk pertahanan tubuh
terhadap infeksi.16
b. Menunjukkan peninggian ekskresi norepinefrin; biasanya disertai dengan gangguan
konversi tiroksin menjadi triodotiroksin.17
c. Tampak pula pada kuku berupa permukaan yang kasar, mudah terkelupas dan mudah
patah. Bentuk kuku seperti sendok (spoon-shaped nails) yang juga disebut sebagai
kolonikia terdapat pada 5,5% kasus ADB.17,18
d. Kekurangan zat besi di dalam otot jantung mengakibatkan terjadinya gangguan
kontraktilitas otot organ tersebut.17
e. Pada saluran pencernaan, kekurangan zat besi dapat menyebabkan gangguan dalam
proses epitialisasi.
f. Pada keadaan anemia defisiensi besi berat, Papil lidah mengalami atropi.
g. Serta mulut memperlihatkan stomatitis angularis pada 75% kasus ADB.17,18
.6 Diagnosis
Diagnosis anemia defisiensi ditegakkan berdasarkan: 4,9,14
1. Anamnesis untuk mencari faktor predisposisi dan etiologi.
2. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukanadanya gejalapucat menahun tanpa disertai
adanya organomegali, seperti hepatomegaly dan splenomegaly.
3. Pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan darah rutin seperti Hb, PCV
(PackedCell Volume), leukosit, trombosit ditambah pemeriksaan indeks eritrosit,
retikulosit, saturasi morfologi darah tepi dan pemeriksaan status besi (Fe serum,
TIBC, transferrin, Free Erythrocyte Protoporphyrin(FEP), ferritin). Pada ADB nilai
indeks eritrosit MCV, MCH akan menurun, MCHC akan menurun pada keadan berat,
dan RDW akan meningkat. Gambaran morfologi darah tepi ditemukan keadaan
hipokrom, mikrositik, anisositik hipokrom.

Diagnosis ADB ditegakkan berdasarkan kriteria WHO, yaitu : 1). Kadar Hb yang
rendah sesuai usia, 2). rata – rata konsentrasi Hb eritrosit (MCHC) <31% 3). Kadar Fe serum
<50 Ug/dl, dan 4). Saturasi transfusin (ST) <15%. Kriteria yang harus dipenuhi paling sedikit
kriteria nomor 1,3, dan 4.15

.7 Penatalaksanaan Anemia Defisiensi Besi


Pengobatan anemia defisiensi besi terdiri atas:19,20
a. Terapi zat besi oral:
Pada bayi dan anak terapi besi elemental diberikan dibagi dengan dosis 3-6
mg/kgBB/hari diberikan dalam dua dosis, 30 menit sebelum sarapan pagi dan makan
malam. Terapi zat besi diberikan selama 1 sampai 3 bulan dengan lama maksimal 5
bulan. Enam bulan setelah pengobatan selesai harus dilakukan kembali pemeriksaan
kadar Hb untuk memantau keberhasilan terapi.
b. Terapi zat besi intramuscular atau intravena dapat dipertimbangkan bila respon
pengobatan oral tidak berjalan baik, efek samping dapat berupa demam, mual, urtikaria,
hipotensi, nyeri kepala, lemas, artragia, bronkospasme sampai relaksi anafilaktik.
c. Transfusi darah diberikan apabila gejala anemia disertai risiko terjadinya gagal jantung
yaitu pada kadar Hb 5-8g/dL. Komponen darah yang diberikan berupa suspensi eritrosit
(PRC) diberikan secara serial dengan tetesan lambat.
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi
untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya
mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang.

Anemia dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan


penunjang. Dari anamnesis didapatkan gejala-gejala anemia pada umumnya seperti lemah,
lesi, pusing, sakit kepala, gelisah, kurang konsentrasi dan ada riwayat perdarahan, trauma
atau penyakit kronik. Pada pemeriksaan fisik didapat pucat pada konjunctiva mata.
Pemeriksaan laboratorium didapat nilai Hb dan Ht yang kurang dari normal. Pemeriksaan
penunjang dapat membantu kita untuk membedakan jenis anemia. Gambaran darah tepi pada
anemia defisiensi besi menunjukkan mikrositik hipokrom

Prinsip pengobatan anemia defisiensi besi adalah memperbaiki etiologi yang menjadi
dasar terjadinya anemia (mengembalikan substrat yang dibutuhkan dalam produksi eritrosit)
dan meningkatkan Hemoglobin hingga angka 12 gr/dl. Pada kedaan tertentu kita harus
mengobati anemia walaupun penyebabnya belum diketahui. Tidak semua anemia harus
ditransfusi, oleh karena bahaya transfuse cukup banyak. Tetapi pada pasien yang terancam
jiwanya transfusi harus dilakukan secepat mungkin untuk mencegah terjadinya komplikasi
yang mengancam

3.2 Saran

Penderita anemia sebaiknya kontrol secara teratur dan cepat. Edukasi mengenai
pengenalan tanda dan gejala terjadinya ancaman komplikasi diberikan selama perawatan dan
kontrol berobat, edukasi untuk nutrisi makan dan terapi sangat perlu agar memperingan
intervensi farmakologis.

Anda mungkin juga menyukai