Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN HIV

(NAPZA DAN SEX BEBAS)

Disusun untuk memenuhi tugas Keperawatan HIV/AIDS

Dosen pengampu : Mika Agustiana, S.Kep., Ns. M.Kep.

Disusun Oleh Kelompok 4:

Aniffatul Nur Qhoini (2019021411)


Lala Kumala Dewi (2019021439)
Linda Wahyuni (2019021443)
Mussriah (2019021447)
Nadia Pramitha Maharani (2019021448)
Putri Madina Utami (2019021456)
Restiana Antonia Putri (2019021457)
Selly Freliya (2019021466)
Sofhia Carolina Wanggra P (2019021471)
Silfi Sriatul (2019021468)
Siti Umi Rosianna Sari (2019210470)
Sumiati (2019021472)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS AN NUUR

PURWODADI

2021
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya bagi Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Berkat limpahan
karunia nikmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “faktor yang
berhubungan dengan HIV” dengan lancar. Penyusunan makalah ini dalam rangka memenuhi
tugas Mata Kuliah HIV/AIDS yang dibimbing oleh Ibu Mika Agustiana, S.Kep., Ns. M.Kep.
Dalam proses penyusunannya tak lepas dari bantuan, arahan dan masukan dari berbagai pihak.
Untuk itu kami ucapkan banyak terima kasih atas segala partisipasinya dalam menyelesaikan
makalah ini. Meski demikian, penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan dan kekeliruan
di dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tanda baca, tata bahasa maupun isi. Sehingga
penulis secara terbuka menerima segala kritik dan saran positif dari pembaca. Demikian apa
yang dapat kami sampaikan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk masyarakat umum dan
untuk kami sendiri khususnya.

Purwodadi, Juni 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................3
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................3
BAB I..........................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................3
A. Latar Belakang Masalah..................................................................................................................3
B. Rumusan masalah............................................................................................................................3
C. Tujuan..............................................................................................................................................3
BAB II.........................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................3
A. HIV/AIDS.......................................................................................................................................3
B. NAPZA............................................................................................................................................3
C. Seks Bebas.......................................................................................................................................3
D. Penularan HIV melalui Sex Bebas...................................................................................................3
E. Pengobatan......................................................................................................................................3
F. Pencegahan HIV dan AIDS............................................................................................................3
BAB III.......................................................................................................................................................3
ASUHAN KEPERAWATAN.....................................................................................................................3
A. Pengkajian.......................................................................................................................................3
B. Diagnosa Keperawatan....................................................................................................................3
C. Intervensi.........................................................................................................................................3
BAB IV.......................................................................................................................................................3
PENUTUP...................................................................................................................................................3
A. Kesimpulan......................................................................................................................................3
B. Saran................................................................................................................................................3
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................................3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


HIV adalah penyakit menular pembunuh nomor satu di dunia. Menurut data dari
World Health Organization (WHO) tahun 2017 menyatakan bahwa 940.000 orang
meninggal karena HIV. Ada sekitar 36,9 juta orang yang hidup dengan HIV pada akhir
tahun 2017 dengan 1,8 juta orang menjadi terinfeksi baru pada tahun 2017 secara global.
Lebih dari 30% dari semua infeksi HIV baru secara global diperkirakan terjadi di
kalangan remaja usia 15 hingga 25 tahun. Diikuti dengan anak-anak yang terinfeksi saat
lahir tumbuh menjadi remaja yang harus berurusan dengan status HIV positif mereka.
Menggabungkan keduanya, ada 5 juta remaja yang hidup dengan HIV (WHO, 2017).
Pada tahun 2017, angka kejadian Infeksi HIV dan AIDS baru pada remaja di ASIA dan
Pasifik menunjukkan bahwa terdapat 250.000 remaja yang menderita HIV dan AIDS.
Infeksi HIV baru telah mengalami penurunan sebesar 14% sejak tahun 2010. Ada
penurunan 39% orang meninggal karena HIV & AIDS (United Nations Programme on
HIV and AIDS, 2017).

Menurut data Direktorat Jenderal Pengendalian dan Pencegahan Penyakit


Kemenkes RI menyatakan bahwa jumlah kasusu HIV dari tahun 2005 sampai dengan
tahun 2017 mengalami kenaikan setiap tahunnya. Kasus HIV di Indonesia pada tahun
2016 tercatat 41.250 kasus dan data terakhir hingga Desember 2017 tercatat 48.300
kasus. Sedangkan kasus AIDS di Indonesia pada tahun 2016 tercatat 10.146 kasus dan
data terakhir hingga Desember 2017 tercatat 9.280 kasus. Presentase infeksi HIV
tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 25-49 tahun (69,2%), diikuti kelompok umur
20-24 tahun (16,7%), kelompok umur ≥50 tahun (7,6%), kelompok umur 15-19 tahun
sebesar 4%, dan umur <15 tahun sebesar 2,5%. Kejadian HIV mengalami peningkatan
sementara untuk kejadian AIDS mengalami penurunan. Adanya penurunan tersebut
bukan berarti HIV dan AIDS merupakan penyakit yang tidak berbahaya lagi. Mengingat
dalam kasus ini berlaku Teori Ice Berg atau sering disebut juga Teori Gunung Es, artinya
bahwa angka-angka yang tersaji dari sumber adalah 25% dari fakta yang ada dan 75%
lainnya tersembunyi karena berbagai macam faktor (Dirjen P2P Kemenkes RI, 2017).

Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah menunjukkan bahwa dari
kumulatif HIV AIDS di Jawa Tengah mulai tahun 1993 s.d triwulan III Tahun 2020,
sejak pertama kali ditemukan HIV AIDS di Jawa Tengah pada tahun 1993 s.d Tahun
2020 (September) dilaporkan sebanyak 35.655 kasus dengan rincian HIV 20.822 kasus
dan AIDS 14.833 kasus, yang meninggal 2.141 (14,43%).

Provinsi Jawa Tengah menduduki peringkat kelima kasus HIV dan AIDS
terbanyak setelah DKI Jakarta, Jawa Timur, Papua, dan Jawa Barat. Dari 1.350 kasus
baru HIV yang dilaporkan Januari-September, terbanyak berasal dari Kabupaten Brebes
(109 kasus), berikutnya Kota Semarang (104 kasus) dan Kabupaten Kudus (101 kasus).
Sedangkan jumlah kasus baru AIDS kabupaten/ kota sebanyak 1.174 kasus yang paling
banyak melaporkan adalah Kabupaten Karanganyar (79 kasus), Kabupaten Kebumen (74
kasus), Kabupaten Banjarnegara (70 kasus) dan Kabupaten Rembang (63 kasus).

Jumlah kasus AIDS per tahun berdasarkan kelompok umur di Jawa Tengah tahun
2019 s.d 2020 (September) 0-4 tahun 48 kasus, 5-9 tahun ada 28 kasus, 10-14 tahun ada 7
kasus, 15-19 tahun ada 34 tahun.

Ada beberapa penyebab penularan HIV/ AIDS pada anak yaitu penularan dari ibu
ke anak, tertular dari jarum yang terkontaminasi, aktvitas seksual, dan transfusi darah.
Terjangkitnya ibu rumah tangga, sebagian besar karena tertular suami yang berperilaku
seksual menyimpang. Kondisi ibu tersebut dapat menular pada bayi dan anak (mother to
child transmission). Lebih dari 90% kasus penularan HIV pada anak dan bayi terjadi saat
masa kehamilan. Faktor lain adalah tertular jarum suntik bekas bergantian juga
merupakan cara penularan HIV yang mungkin terjadi pada anak. Risiko ini terutama
tinggi dikalangan anak pengguna narkoba suntik.

Selain faktor tersebut diatas yang memprihatinkan adalah karena aktivitas seksual,
dimana saat ini diduga anak remaja ada yang sering bergonta ganti pasangan dan
memililki perilaku penyimpangan seksual. Hal ini menunjukkan masih adanya
kemungkinan kurangnya edukasi dan kesadaran dari anak remaja terkait dampak dan
pentingnya menjaga kesehatan reproduksi. Persoalan HIV AIDS terutama yang dialami
oleh anak-anak berdampak cukup kompleks. Ditemukan anak-anak yang positif HIV
AIDS mendapatkan bullying dan dikeluarkan dari sekolah.

Di dalam UU 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU 23 tahun 2002 tentang


Perlindungan Anak pasal 59 ayat 1 tercantum jelas bahwa pemerintah, pemerintah daerah
dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggungjawab untuk memberikan
Perlindungan Khusus kepada anak. Di ayat 2 perlindungan khusus kepada anak diberikan
kepada 15 kelompok rentan salah satunya pada anak dengan HIV/ AIDS.

Berdasarkan laporan Dinkes Provinsi Jawa Tengah tentang situasi perkembangan


HIV AIDS dan ODHA on ART Triwulan III Tahun 2020:

1. Tantangan dan kendala pelaksanaan program Pandemi Covid 19 yang merupakan


bencana nasional menimbulkan dampak bagi masyarakat termasuk pada layanan HIV
AIDS dan IMS, kunjungan menurun, tenaga kesehatan diprioritaskan untuk
penanganan Covid 19. Untuk ODHA dengan daya tahan rendah dan dengan infeksi
HIV lanjut, lebih rentan untuk terinfeksi bakteri, protozoa, jamur, serta virus
dibandingkan dengan masyarakat umum.

2. Tingginya LFU (Lost to Follow Up) ODHA yang menghentikan minum obat ARV
(Antiretroviral) yang disebabkan karena berbagai factor penyebab, antara lain jenuh
karena pengobatan seumur hidup.

Oleh sebab itu, dalam rangka meningkatkan koordinasi dan kerjasama dalam
perlindungan anak dengan HIV/ AIDS baik upaya pencegahan sampai dengan upaya
penanganan serta data dan informasi, maka Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melalui
Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan
Keluarga Berencana memandang perlu untuk melakukan Advokasi Perlindungan Anak
dengan HIV/ AIDS. Pemilihan lokasi di Kabupaten Kebumen dikarenakan Kabupaten
Kebumen merupakan salah satu Kabupaten yang paling banyak melaporkan kasus baru
(HIV sebanyak 99 dan AIDS sebanyak 74 kasus) dan berdasarkan data kumulatif 1993 –
TW III 2020 sebanyak 1.666.
Menurut Teori Lawrence Green perilaku kesehatan seseorang ditentukan oleh tiga
faktor, yaitu faktor predisposisi, faktor pendorong, dan faktor penguat. Faktor
predisposisi adalah faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang, termasuk
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, kebiasaan, nilai-nilai, norma sosial, budaya,
dan faktor sosio-demografi (Maulana, 2009). Dalam Teori Lawrence Green perilaku
kesehatan seseorang salah satunya dipengaruhi oleh faktor pendorong yaitu faktor yang
mendorong seseorang berperilaku beresiko tertular HIV. Faktor yang mempengaruhi
pengetahuan yaitu pendidikan, pekerjaan, pengalaman, usia, keyakinan, sosial budaya,
dan paparan informasi (Notoatmodjo, 2010).

B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian dari HIV?

2. Apa pengertian NAPZA?

3. Apa pengertian seks bebas ?

4. Apa penularan HIV melalui seks bebas?

5. Bagaimana cara pengobatan HIV ?

6. Bagaimana pencegahan HIV dan AIDS ?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum :

Untuk memenuhi tugas HIV

2. Tujuan Khusus

a. Untuk Mengetahui pengertian dari HIV

b. Untuk Mengetahui pengertian NAPZA

c. Untuk Mengetahui pengertian seks bebas

d. Untuk Mengetahui penularan HIV melalui seks bebas


e. Untuk mengetahui bagaimana cara pengobatan HIV

f. Untuk mengetahuhi bagaimana pencegahan HIV dan AIDS


BAB II

PEMBAHASAN

A. Penularan HIV melalui Sex Bebas

Penularan HIV terjadi saat hubungan seks melalui vagina, anal, maupun seks oral dengan
pasangan yang terinfeksi HIV. Cara untuk mencegahnya adalah kamu bisa menggunakan
kondom saat berhubungan seks dan yang paling penting dengan tidak berganti - ganti
pasangan seksual. Ada beberapa jenis penularan HIV melalui sex, Meliputi :

1. Melakukan Seks Oral dengan Pengidap

Berhubungan intim dengan cara memasukan organ kelamin pasangan ke dalam


mulut dapat berisiko terkena HIV hanya jika mulut sedang mengalami luka.
Dikutip dari Kompas, dr Boyke mengungkapkan bahwa jika melakukan hubungan
oral ketika mulut sedang mengalami sariawan atau jenis luka lainnya, maka
berisiko 5 persen terjadi penularan HIV/AIDS. Namun, apabila mulut berada
dalam kondisi sehat dan tidak ada luka, maka cairan sperma atau ludah yang
tertelan tidak berisiko menularkan HIV/AIDS karena virus akan mati oleh asam
lambung. Walaupun demikian, agar lebih aman, tetap gunakanlah pelindung saat
ingin melakukan seks oral.

2. Seks Anal dengan Pengidap

Menurut sebuah penelitian yang dimuat dalam International Journal of


Epidemiology, tingkat risiko penularan HIV melalui anal seks lebih besar 18%
daripada seks melalui Miss V. Hal ini disebabkan karena jaringan dan cairan
alamiah pada anus sangat berbeda dengan yang terdapat pada Miss V. Jumlah
lapisan pada Miss V yang banyak dapat menahan dan mencegah infeksi virus
untuk masuk, sedangkan anus hanya memiliki satu lapisan yang sangat tipis,
sehingga rentan terkena virus. Selain itu, Miss V juga dapat mengeluarkan lendir
yang berguna untuk melumasi dan mengurangi rasa sakit ketika berhubungan
intim. Sedangkan anus tidak mengeluarkan cairan lubrikasi, sehingga berisiko
lecet dan luka yang dapat menyebabkan terkena infeksi HIV.

3. Berganti Pasangan

Melakukan hubungan intim dengan banyak pasangan yang berbeda-beda dapat


meningkatkan risiko terinfeksi HIV. Bisa saja salah satu dari mereka telah
mengidap penyakit menular tersebut. Gejala HIV pada fase awal tidak terlalu
kelihatan. Karena itu, sebaiknya lakukan hubungan intim hanya dengan pasangan
atau satu orang yang sama saja dan selalu gunakan pelindung untuk mencegah
kemungkinan tertular.

4. Berhubungan Intim Saat Sedang Haid

Tahukah kamu, ternyata melakukan hubungan intim saat sedang haid berisiko
lebih besar untuk tertular HIV lho, dibanding berhubungan intim saat tidak sedang
haid. Hal ini disebabkan karena pada saat haid, banyak pembuluh darah yang
terbuka untuk meluruhkan dinding rahim. Pembuluh darah yang terbuka ini lah
yang bisa menjadi celag bagi virus untuk masuk ke dalam tubuh. Apalagi jika
wanita tersebut berhubungan dengan pria yang mengidap HIV.

5. Menggunakan Alat Bantu Seks

Hati-hati jika kamu menggunakan alat bantu atau mainan seks ketika
berhubungan intim. Ada jenis alat bantu atau mainan seks tertentu yang dapat
menyebabkan kulit terluka ketika menggunakannya. Jika kulitmu berdarah saat
menggunakan alat bantu seks, maka risiko terkena virus HIV dapat meningkat.
Karena itu, jangan pernah menggunakan alat bantu seks secara bersama-sama atau
bergantian dengan pasangan.

B. HIV/AIDS

1. Pengertian HIV

HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan pathogen yang menyerang sistem


imun manusia, terutama semua sel yang memiliki penenda CD 4+ dipermukaannya
seperti makrofag dan limfosit T. AIDS (acquired Immunodeficiency Syndrome)
merupakan suatu kondisi immunosupresif yang berkaitan erat dengan berbagai infeksi
oportunistik, neoplasma sekunder, serta manifestasi neurologic tertentu akibat infeksi
HIV (Kapita Selekta, 2014).

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah suatu retrovirus yang berarti terdiri
atas untai tunggal RNA virus yang masuk ke dalam inti sel pejamu dan ditranskripkan
kedalam DNA pejamu ketika menginfeksi pejamu. AIDS (Acquired
Immunodeficiency Syndrome) adalah suatu penyakit virus yang menyebabkan
kolapsnya sistem imun disebabkan oleh infeksi immunodefisiensi manusia (HIV), dan
bagi kebanyakan penderita kematian dalam 10 tahun setelah diagnosis (Corwin,
2009).

AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) atau kumpulan berbagai gejala


penyakit akibat turunnya kekebalan tubuh individu akibat HIv (Hasdianah dkk, 2014).

2. Klasifikasi

a. Fase 1

Umur infeksi 1 – 6 bulan (sejak terinfeksi HIV) individu sudah terpapar dan
terinfeksi. Tetapi ciri – ciri terinfeksi belum terlihat meskipun ia melakukan
tes darah. Pada fase ini antibody terhadap HIV belum terbentuk. Bisa saja
terlihat/mengalami gejala – gejala ringan, seperti flu (biasanya 2 – 3 hari dan
sembuh sendiri).

b. Fase 2

Umur infeksi: 2 – 10 tahun setelah terinfeksi HIV. Pada fase kedua ini
individu sudah positif HIV dan belum menampakkan gejala sakit. Sudah dapat
menularkan pada orang lain. Bisa saja terlihat/mengalami gejala – gejala
ringan, seperti flu (biasanya 2 – 3 hari dan sembuh sendiri).

c. Fase 3
Mulai muncul gejala – gejala awal penyakit. Belum disebut gejala AIDS.
Gejala -gejala yang berkaitan antara lain keringat yang berlebihan pada waktu
malam, diare terus menerus, pembengkakan kelenjar getah bening, flu yang
tidak sembuh-sembuh, nafsu makan berkurang dan badan menjadi lemah,
serta berat badan terus berkurang. Pada fase ketiga ini sistem kekebalan tubuh
mulai berkurang.

d. Fase 4

Sudah masuk fase AIDS. AIDS baru dapat terdiagnosa setelah kekebalan
tubuh sangat berkurang dilihat dari jumlah sel T nya. Timbul penyakit tertentu
yang disebut dengan infeksi oportunistik yaitu TBC, infeksi paru – paru yang
menyebabkan radang paru – paru dan kesulitan bernafas, kanker, khususnya
sariawan, kanker kulit atau sarcoma kaposi, infeksi usus yang menyebabkan
diare parah berminggu – minggu, dan infeksi otak yang menyebabkan
kekacauan mental dan sakit kepala (Hasdianah & Dewi, 2014).

3. Etiologi

Penyebab kelainan imun pada AIDS adalah suatu agen viral yang disebut HIV dari
sekelompok virus yang dikenal retrovirus yang disebut Lympadenopathy Associated
Virus (LAV) atau Human T-Cell Leukimia Virus (HTL-III) yang juga disebut Human
T-Cell Lympanotropic Virus (retrovirus). Retrovirus mengubah asam rebonukleatnya
(RNA) menjadi asam deoksiribunokleat (DNA) setelah masuk kedalam sel pejamu
(Nurrarif & Hardhi, 2015).

Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut Human Immunodeficiency Virus
(HIV). Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu:

a. Periode jendela: lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada
gejala

b. Fase infeksi HIV primer akut: lamanya 1 – 2 minggu dengan gejala flu like
illness
c. Infeksi asimtomatik: lamanya 1 – 15 atau lebih tahun dengan gejala tidk ada

d. Supresi imun simtomatik: diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat


malam hari, berat badan menurun, diare, neuropati, lemah, rash,
limfadenopati, lesi mulut

AIDS: lamanya bervariasi antara 1 – 5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali
ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai sistem tubuh,
dan manifestasi neurologis (Nurrarif & Hardhi, 2015).

4. Kelompok Risiko

Menurut (United Nations Programme on HIV and AIDS, 2017), kelompok risiko
tertular HIV/AIDS sebagai berikut:

a. Pengguna napza suntik: menggunakan jarum secara bergantian

b. Pekerja seks dan pelanggan mereka: keterbatasan pendidikan dan peluang


untuk kehidupan yang layak memaksa mereka menjadi pekerja seks

c. Lelaki yang berhubungan seks dengan lelaki

d. Narapidana

e. Pelaut dan pekerja di sektor transportasi

f. Pekerja boro (migrant worker): melakukan hubungan seksual berisiko seperti


kekerasan seksual, hubungan seksual dengan orang yang terinfeksi HIV tanpa
pelindung, mendatangi lokalisasi/komplek PSK dan membeli seks (Ernawati,
2016).

AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun

wanita. Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah

1) Lelaki homoseksual atau biseks


2) Bayi dari ibu/bapak terinfeksi

3) Orang yang ketagihan obat intravena

4) Partner seks dari penderita AIDS

5) Penerima darah atau produk (transfusi) (Susanto & Made Ari, 2013).

5. Patofisiologi

Pada individu dewasa, masa jendela infeksi HIV sekitar 3 bulan. Seiring pertambahan
replikasi virus dan perjalanan penyakit, jumlah sel limfosit CD 4+ akan terus
menurun. Umumnya, jarak antara infeksi HIV dan timbulnya gejala klinis pada AIDS
berkisar antara 5 – 10 tahun. Infeksi primer HIV dapat memicu gejala infeksi akut
yang spesifik, seperti demam, nyeri kepala, faringitis dan nyeri tenggorokan,
limfadenopati, dan ruam kulit. Fase akut tersebut dilanjutkan dengan periode laten
yang asimtomatis, tetapi pada fase inilah terjadi penurunan jumlah sel limfosit CD 4+
selama bertahun – tahun hingga terjadi manifestasi klinis AIDS akibat defisiensi imun
(berupa infeksi oportunistik). Berbagai manifestasi klinis lain dapat timbul akibat
reaksi autoimun, reaksi hipersensitivitas, dan potensi keganasan (Kapita Selekta,
2014).

Sel T dan makrofag serta sel dendritik/langerhans (sel imun) adalah sel – sel yang
terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe,
limpa dan sumsum tulang. Dengan menurunnya jumlah sel T4, maka sistem imun
seluler makin lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan
makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong (Susanto & Made Ari, 2013).

Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dapat tetap tidak
memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun – tahun. Selama waktu ini,
jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel per ml darah sebelum infeksi
mencapai sekitar 200 – 300 per ml darah, 2 – 3 tahun setelah infeksi. Sewaktu sel T4
mencapai kadar ini, gejala – gejala infeksi (herpes zoster dan jamur oportunistik)
(Susanto & Made Ari, 2013).
C. Napza

1. Pengertian

Menurut Hawari (1991) Napza adalah singkatan dari Narkotika, Alkohol,


Psikotropika dan Zat adiktif lainya. Napza mencakup segala macam zat yang disalah
gunakan untuk Gitting, mabuk, fly atau high, yang dapat mengubah tingkat kesadaran
seseorang. Termasuk dalam Napza adalah obat perangsang, penenang, penghilang
rasa sakit, pencipta ilusi atau psikotropika, dan zat-zat yang tidak termasuk obat
namun dapat disalahgunakan (misalnya alkohol atau zat yang bisa dihirup seperti
bensin, lem, tinner, dan lain-lainya sehingga high.

Menurut Undang-Undang no. 35 tahun 2009, narkotika adalah zat atau obat yang
berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang
dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan.

Menurut Undang-Undang No. 5 tahun 1997, psikotropika adalah zat atau obat, baik
alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiatpsikoaktif melalui pengaruh
selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas padaaktivitas
mental dan perilaku.

Zat adiktif lainnya adalah zat, bahan kimia, dan biologi dalam bentuk tunggal maupun
campuran yang dapat membahayakan kesehatan lingkungan hidup secara langsung
dan tidak langsung yang mempunyai sifat karsinogenik, teratogenik, mutagenik,
korosif, dan iritasi. Bahan-bahan berbahaya ini adalah zat4 adiktif yang bukan
termasuk ke dalam narkotika dan psikoropika, tetapi mempunyai pengaruh dan efek
merusak fisik seseorang jika disalahgunakan (Wresniwiro dkk. 1999).

Penyalahgunaan zat adalah penggunaan zat secara terus-menerus bahkan


sampai/setelah terjadi masalah. (Stuart & Sundeen, 1998) Jadi, penyalahgunaan
NAPZA adalah kondisi dimana zat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menekan susunan saraf pusat sehingga
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, fisik, dan mental, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Gangguan penggunaan zat adiktif adalah suatu penyimpangan perilaku yang
disebabkan oleh penggunaan zat adiktif yang bekerja pada susunan saraf pusat yang
mempengaruhi tingkah laku, memori alam perasaan, proses pikir fungsi sosial .
Gangguan penggunaan zat ini terdiri dari : penyalahgunaan dan ketergantungan zat.

a. Menurut Hawari (1991)

Napza adalah singkatan dari Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat adiktif
lainya. Napza mencakup segala macam zat yang disalah gunakan untuk
Gitting, mabuk, fly atau high, yang dapat mengubah tingkat kesadaran
seseorang. Termasuk dalam Napza adalah obat perangsang, penenang,
penghilang rasa sakit, pencipta ilusi atau psikotropika, dan zat-zat yang tidak
termasuk obat namun dapat disalahgunakan (misalnya alkohol atau zat yang
bisa dihirup seperti bensin, lem, tinner, dan lain-lainya sehingga high.

Narkoba merupakan istilah yang sering dipakai untuk narkotika dan obat
berbahaya. Narkoba merupakan sebutan bagi bahan yang tergolong narkotika,
alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya. Disamping lazim dinamakan
narkoba, bahan-bahan serupa biasa juga disebut dengan nama lain, seperti
NAZA (Narkotika, Alkohol, dan Zat adiktif lainnya) dan NAPZA (Narkotika,
Psikotropika, dan Zat adiktif lainnya) (Witarsa, 2006).

b. Menurut Davison & Neale (2001)

Menjelaskan bahwa pengaruh alkohol dalam tubuh terkait dengan interaksinya


dengan beberapa sistem syaraf dalam tubuh. Alkohol juga menaikan tingkat
serotonim dan Dopamin, dan hal-hal ini dapat menimbulkan efek
menyenangkan yang dirasakan individu. Akhirnya alkohol menghambat
reseptor Glutamat yang dapat menyebabkan efek intoksikasi alkohol pada
kemampuan kognitif, seperti bicara tidak jelas dan hilangannya ingatan.

c. Menurut Budiarta (2000)


Napza merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman, baik sintetis
maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi bahkan menghilangkan rasa nyeri dan
dapat menimbulkan ketergantungan.

Napza pada dasarnya merupakan jenis obat atau zat yang berguna bagi
perkembangan ilmu pengetahuan dan kesehatan seperti terapi, contohnya
adalah morfin, opium, sabu-sabu (amfetamina), PCP (halusinogen) dan lain-
lain (Rojak, 2005)

2. Jenis NAPZA

a. Narkotika

Menurut UU No. 22 Tahun 1997 tentang narkotika, narkotika dikelompokkan


kedalam 3 golongan yaitu :

1) Narkotika golongan I adalah narkotika yang dapat digunakan untuk


tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam
terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan
ketergantungan. Contoh: heroin, kokain, ganja.

2) Narkotika golongan II adalah narkotika yang berkhasiat untuk


pengobatan, digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan
ketergantungan. Contoh: morfin, petidin, turunan galam dalam
golongan tertentu.

3) Narkotika golongan III adalah narkotika yang berkhasiat dalam


pengobatan yang banyak digunakan dalam terapi dan pengembangan
ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan menyebabkan
ketergantungan. Contoh: kodein, garam-garam narkotika dalam
golongan tertentu.

b. Psikotropika
Menurut UU No.5 Tahun 1997 tentang psikotropika yang dapat
dikelompokkan kedalam 4 golongan :

1) Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya digunakan


untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta
mempunyai potensi yang kuat mengakibatkan sindrom
ketergantungan. Contoh: MDMA, ekstasi, LSD, ST.

2) Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat untuk


pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan untuk tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi kuat menimbulkan
ketergantungan. Contoh: amfetamin, fensiklidin, sekobarbitak,
metakualon.

3) Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat


pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan untuk tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi sedang menyababkan
ketergantungan. Contoh: fenobarbital dan flunitrasepam.

4) Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang mempunyai


khasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan untuk
tujuan ilmu pengetahuan serta potensi ringan mengakibatkan
ketergantungan. Contoh: diazepam, klobazam, bromazepam,
klonazepam, khlodiazepoxiase, nitrazepam (BK, DUM, MG).

c. Zat adiktif

Zat adiktif adalah obat serta bahan-bahan aktif yang apabila dikonsumsi oleh
organisme hidup, maka dapat menyebabkan kerja biologi serta menimbulkan
ketergantungan atau adiksi yang sulit dihentikan dan berefek ingin
menggunakannya secar terus-menerus. Jika dihentikan dapat memberi efek
lelah luar biasa atau rasa sakit luar biasa. Zat yang bukan tergolong narkotika
dan psikotropika tetapi menimbulkan ketagihan.
Dalam KEPRES tahun 1997, minuman yang mengandung etanol yang
diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara
fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi, maupun yang diproses
dengan mencampur konsetrat dengan etanol atau dengan cara pengenceran
minuman mengandung etanol.

Minuman alkohol dibagi menjadi 3 golongan sesuai dengan kadar alkoholnya


yaitu :

1) Golongan A adalah minuman beralkohol dengan kadar etanol 1%-5%.


Contoh: bir, greend sand.

2) Golongan B adalah minuman beralkohol dengan kadar etanol 5%-


20%. Contoh: anggur kolesom.

3) Golongan C adalah minuman beralkohol dengan kadar etanol 20%-


55%. Contoh: arak, wisky, vodka.

3. Faktor yang berhubungan antara napza dengan penyakit hiv

Penggunaan narkoba (NAPZA) suntikan dan alkohol adalah faktor besar dalam
penyebaran infeksi HIV. Di luar Afrika, penggunaan narkoba suntikan bertanggung
jawab untuk sepertiga infeksi HIV yang baru. Alat-alat yang dipakai secara
bergantian untuk memakai narkoba dapat membawa HIV dan hepatitis virus, dan
penggunaan narkoba dan alkohol juga dikaitkan dengan hubungan seks secara tidak
aman.

Infeksi HIV menyebar secara mudah bila orang memakai alat suntik secara
bergantian dalam penggunaan narkoba. Penggunaan alat bergantian juga menularkan
virus hepatitis B, virus hepatitis C, dan penyakit gawat lain. Darah yang terinfeksi
terdapat pada semprit (insul) kemudian disuntikkan bersama dengan narkoba saat
pengguna berikut memakai semprit tersebut. Ini adalah cara termudah untuk
menularkan HIV karena darah yang terinfeksi langsung dimasukkan pada aliran darah
orang lain. Untuk mengurangi risiko penularan HIV dan hepatitis, jangan memakai
alat suntik apa pun secara bergantian, dan sering cuci tangan. Membersihkan alat-alat
serta kulit di daerah suntikan. Mengikuti tindakan untuk mengurangi dampak buruk
(harm reduction) penggunaan narkoba.

Sebuah penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa  HIV dapat bertahan hidup
selama sedikitnya empat minggu dalam semprit bekas pakai. Bila kita harus memakai
alat suntik bergantian, kita dapat mengurangi risiko infeksi dengan membersihkannya
sebelum orang yang berikut memakainya. Bila mungkin, memakai semprit milik
sendiri dan tidak memakainya bergantian dengan orang lain. Semprit ini tetap harus
dibersihkan karena bakteri dapat bertumbuh di dalamnya. Cara yang paling efektif
untuk membersihkan semprit adalah dengan memakai air bersih dulu, kemudian
pemutih, dan akhirnya bilas dengan air bersih. Coba keluarkan semua darah dari
semprit dengan cara dikocok secara keras selama 30 detik. Pakailah air sejuk karena
air panas dapat menyebabkan darah menjadi beku. Untuk membunuh sebagian besar
HIV dan virus hepatitis, biarkan pemutih dalam semprit selama dua menit penuh.
Tidak dapat dijamin bahwa semua HIV dan virus hepatitis akan dibunuh dengan
pembersihan. Selalu memakai semprit baru bila mungkin.

D. Sex

1. Pengertian Seks Menurut Para Ahli :

a. Menurut Budianto (1993) sek berasal dari kata sexe atau secare yang
berartimemotong atau memisahkan. Seks membuat garis pemisah yang tegas
antara jenis kelamin jantan dan betina atau laki-laki dan perempuan, kata
“seks” lebih banyak mengacu pada alat kelamin (genetalia) gairah, libido
seksual dan aktifitas seks.

b. Menurut Thontowi (2002) seks dalam arti sempit berarti kelamin sedang
dalam arti luas sering disebut dengan seksualiatas tidak hanya menyangkut
kelamin saja tetapi semua aspek perbedaan antara laki-laki dan perempuan
dari sisi fisik biologis, psikis serta social yang berhubungan denngan manusia

c. Menurut WHO (2006) seks dialami dan diekspresikan salah satunya melalui
sikap seksual. Sikap seksual seseorang akan mempengaruhi keputusan dan
bentuk perilaku seksual yang dipilihnya. Seks berarti kelamin yang sedang
dalam arti luas seriang disebut dengan seksualitas idak hanya menyangkut
kelamin saja tetapi semua aspek perbedaan antara laki-laki dan peremuan dari
sisi fisik, psikis dan social yang berhubungan dengan manusia serta
diekspresikan salah satunya melalui sikap seksual. Sikap seksual seseorang
akan mempengaruhi keputusan dan bentuk perilaku seksual yang dipilhnya
(Mercer et, al, 2013)

d. Menurut stevens, 1999 seksualitas adalah kebutuhan dasar manusia dalam


manifestasi kehidupan yang berhubungan dengan alat reproduksi.

2. Pengertian Seks Bebas

Seks bebas merupakan kebiasaan melakukan seksual secara bebas dilakukan oleh
mereka yang menentang atau merasa enggan jika diri mereka terikat dalam suatu
pernikahan yang suci. Orang yang telah mempertaruhkan hawa nafsunya sendiri, akan
merasa sangat tidak puas jika menyalurkan nafsu biologisnya kepada istri atau suami
sahnya saja. Jika mereka dengan bebas dan leluasa dapat menyalurkan hasrat
kelaminya kepada siapapun yang dikehendakinya dan yang menghendakinya, maka
pernikahan tentu saja hanya menjadi belenggu atau rantai amat kuat yang akan
memasung habis keinginanya untuk mempertuhankan nafsunya sendiri.Selain itu
tujuan seks adalah sebagai sarana untuk memperoleh kepuasan dan relaksasi dalam
kehidupan (bagi manusia). Hubungan seks yang dilakukan diluar pernikahan disebut
seks bebas (free sex). Seks menurut Kartono (2009:225) merupakan energi psikis
yang ikut mendorong manusia untuk bertingkah laku. Tidak Cuma bertingkah laku di
bidang seks saja yaitu melakukan relasi seksual atau bersenggama, akan tetapi juga
melakukan kegiatan-kegiatan abnormal. Freud seorang sarjana menyebutnya sebagai
libido sexualis (libido=gasang, dukana, dorongan hidup, nafsu erotis). Seks adalah
satu mekanisme bagi manusia agar mampu mengadakan keturunan. Sebab seks
merupakan mekanisme yang vital sekali dengan mana manusia mengabadikan
jenisnya.
Sedangkan menurut Desmita (2005) pengertian seks bebas adalah segala cara
mengekspresikan dan melepaskan dorongan seksual yang berasal darikematangan
organ seksual, seperti berkencan intim, bercumbu, sampai melakukan kontak seksual,
tetapi perilaku tersebut dinilai tidak sesuai dengan norma karena remaja belum
memiliki pengalaman tentang seksual. Dengan demikian, pengertian seks bebas
adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual terhadap lawan jenis
maupun sesama jenis yang dilakukan di luar hubungan pernikahan dan bertentangan
dengan norma-norma tingkah laku seksual dalam masyarakat yang tidak bisa diterima
secara umum.

E. Pengobatan HIV/AIDS

Infeksi HIV/AIDS merupakan suatu penyakit dengan perjalanan yang panjang. Sistem
imunitas menurun secara progresif sehingga muncul infeksi-infeksi oportunistik yang
dapat muncul secara bersamaan dan berakhir pada kematian. Sementara itu belum
ditemukan obat maupun vaksin yang efektif, sehingga pengobatan HIV/AIDS dapat
dibagi dalam tiga kelompok antara lain:

1. Pengobatan Suportif

Pengobatan suportif adalah pengobatan untuk meningkatkan keadaan umum


penderita. Pengobatan ini terdiri dari pemberian gizi yang baik, obat simtomatik,
vitamin, dan dukungan psikososial agar penderita dapat melakukan aktivitas
seperti semula/seoptimal mungkim. Pengobatan infeksi oportunistik dilakukan
secara empiris.

2. Pengobatan Infeksi Oportunistik

Pengobatan infeksi oportunistik adalah pengobatan yang ditujukan untuk infeksi


oportunistik dan dilakukan secara empiris.

3. Pengobatan Antiretroviral (ARV)

ARV bekerja langsung menghambat perkembangbiakan HIV. ARV bekerja


langsung menghambat enzim reverse transcriptase atau menghambat enzim
protease. Kendala dalam pemberian ARV antara lain kesukaran ODHA untuk
minum obat secara langsung, dan resistensi HIV terhadap obat ARV (Depkes RI,
2008).

F. Pencegahan HIV/AIDS

Terdapat berbagai upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah penularan HIV dan AIDS,
antara lain :

1. Hindari seks bebas

Seks bebas memang sangat dilarang, terlebih jika bergonta-ganti pasangan. Dari
segi kesehatan, seks bebas juga bisa memberikan efek yang berbahaya bagi tubuh.
Setialah dan jangan suka 'jajan' sembarangan di luar bagi pasangan yang sudah
menikah. Pencegahan HIV dengan menghindari seks bebas ini merupakan salah
satu langkah paling penting untuk terhindar dari penyakit ini.

2. Jangan gunakan jarum bergantian

Pencegahan HIV yang harus kamu perhatikan adalah jangan gunakan jarum
secara bergantian. Selalu perhatikan penggunaan jarum yang steril jika kamu
berniat untuk membuat tato atau pun tindik.

3. Menggunakan kondom

Pencegahan HIV selanjutnya adalah kamu harus ekstra hati-hati jika tahu bahwa
pasangan memiliki HIV. HIV bisa menular lewat darah dan air liur yang masuk
ke dalam tubuh, juga melalui hubungan seksual. Ketika berhubungan seksual,
lindungi diri dengan alat pengaman ekstra untuk mencegah kemungkinan
terjadinya alat pengaman/kondom yang robek dan lain sebagainya.

4. Perhatikan luka yang terbuka

Jika bekerja dengan pasien HIV, pastikan kamu melindungi diri dengan sangat
hati-hati. Pencegahan HIV yang bisa kamu lakukan yaitu dengan menggunakan
pakaian yang diwajibkan oleh rumah sakit dan hati-hati dengan segala luka
terbuka yang dimiliki. Terutama jika luka terbukamu akan bersentuhan atau
terkena kontak dengan pasien HIV. Karena virus tersebut bisa menular melalui
luka yang terbuka.

5. Lakukan vaksin

Pencegahan HIV yang kelima adalah melakukan vaksin hepatitis A dan hepatitis
B, serta melakukan tes secara teratur sangat baik untuk melindungi diri dari HIV.

6. Pre-exposure prophylaxis (PrEP)

PrEP merupakan metode pencegahan HIV dengan cara mengonsumsi


antiretroviral bagi mereka yang berisiko tinggi tertular HIV. Yaitu mereka yang
memiliki lebih dari satu pasangan seksual, memiliki pasangan dengan HIV positif,
menggunakan jarum suntik yang berisiko dalam 6 bulan terakhir, atau mereka
yang sering berhubungan seksual tanpa pengaman.

G. N
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Abrori, Mahwar Qurbaniah. 2017. Infeksi Menular Seksualitas : Buku Ajar. UM Pontianak Press

Iswandi. Fauziah. 2017. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan HIV AIDS di Irna
Non Bedah Penyakit Dalam RSUP DR. M, Djamil Padang.
http://pustaka.poltekkes-
pdg.ac.id/repository/KTI_FAUZIAH_ISWANDI_PDF.pdf. Diunduh pada 1
Juni 2021.

Riadi, Muchlisin. 2013. Pengertian dan Jenis-Jenis Napza.


https://www.kajianpustaka.com/2013/08/pengertian-dan-jenis-jenis-
napza.html?m=1. Diunduh pada 1 Juni 2021.

Setiawan, Parta. 2021. Pengertian dan jenis napza menurut para ahli.
https://www.gurupendidikan.co.id/pengertian-napza/. (diakses pada 16 Juni
pukul 23.09)

WHO HIV update, Global Summary Web, World Health Organization, 2019

Anda mungkin juga menyukai