Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jantung
2.1.1 Struktur Anatomi Jantung

Gambar 2.1 Anatomi Jantung [CITATION Shi18 \l 1057 ]

Jantung memompa setidaknya 7.000 liter darah untuk dialirkan ke


seluruh tubuh setiap harinya dan berkontraksi rata-rata sekitar 2,5 miliar
kali seumur hidup. Otot jantung memompa darah melalui arteri yang
terhubung ke pembuluh darah yang memiliki ukuran lebih kecil yang
disebut dengan arteriol. Arteriol bercabang menjadi lebih kecil lagi, yakni
kapiler, yang merupakan tempat pertukaran nutrisi, elektrolit, gas, dan
limbah. Kapiler bergabung menjadi venula, dan akan menyatu menjadi
vena yang akan mengembalikan darah ke jantung, yang melengkapi sistem
sirkulasi darah tertutup. Seluruh struktur dan sistem peredaran darah yang
terjadi di jantung disebut dengan sistem kardiovaskular [ CITATION Shi18 \l
1057 ].

Jantung memiliki selaput pelindung yang disebut dengan


perikardium. Lapisan terluar dari perikardium dinamakan perikardium
fibrosa, yakni lapisan yang menempelkan jantung pada struktur atau organ
disekitarnya. Hal ini dapat terjadi karena adanya serabut kolagen pada
perikardium fibrosa. Serabut kolagen juga memberikan distensibilitas
rendah pada perikardium fibrosa sehingga hal ini menyebabkan bentuk
dan ukuran dari perikardium fibrosa tidak berubah jika terjadi peregangan.
Lapisan setelah perikardium fibrosa, perikardium parietal, membungkus
jantung seperti kantung, tetapi ketika telah mencapai pembuluh utama,
perikardium parietal akan terlipat dan membentuk lapisan lain yang
menempel pada jantung [ CITATION Ame16 \l 1057 ].

Jantung memiliki tiga lapisan penyusun meliputi epikardium,


miokardium, dan endokardium. Epikardium atau perikardium visceral
merupakan lapisan terluar dari jantung dan terdapat jaringan adiposa yang
dilalui saraf epikardial, arteri, vena dan jalur limfatik. Lapisan tengah
jantung atau miokardium memiliki struktur yang tebal dan terdapat sel
stroma serta miosit yang saling berhubungan dengan pembuluh darah.
Sedangkan pada lapisan dalam jantung atau endokardium terdiri dari
membran basal dan jaringan ikat fiber yang elastis [ CITATION Lin18 \l
1057 ].

2.1.2 Fisiologi Jantung


Jantung memiliki sel otot yang dapat berkontraksi secara spontan
(terus menerus) dan independen, bahkan jika semua koneksi saraf terputus.
Meskipun otot jantung berdetak secara independen, sel otot pada jantung
memiliki ritme yang berbeda-beda tergantung sel otot tersebut berada.
Atrium berkontraksi sebelum kontraksi ventrikel dengan durasi sistol
atrium sebesar 0,1 detik dan pada saat atrium mengendur durasi diastol
atrium sebesar 0,7 detik. Bersamaan dengan mengendurnya atrium maka
ventrikel mulai berkontraksi. Durasi sistol dari ventrikel berlangsung
selama 0,3 detik dan durasi diastol ventrikel selama 0,5 detik. Perubahan
waktu kontraksi dan relaksasi tersebut berulang secara siklis [ CITATION
Bia20 \l 1057 ].

Aktivitas jantung diatur oleh dua sistem yang berbeda yakni sistem
saraf otonom, yang bertindak untuk meningkatkan dan menurunkan detak
jantung, dan sistem konduksi intrinsik atau nodal system. Sistem konduksi
intrinsik terdiri dari jaringan khusus seperti persilangan antara otot dengan
jaringan saraf. Sistem ini menyebabkan depolarisasi otot jantung hanya
dalam satu arah yakni dari atrium ke ventrikel. Sistem ini mengatur agar
jantung dapat berkontraksi sebanyak 75 denyut per menit. Bagian
terpenting dalam sistem konduksi intrinsik adalah sinoatrial (SA) node
yang terletak pada atrium kanan. Komponen lain yang juga menjadi
bagian dari sistem konduksi intrinsik adalah atrioventrikular (AV) node
yang berada di persimpangan atrium dan ventrikel, Atrioventricular (AV)
bundle (bundle of His), bundle branch kanan dan kiri yang terletak di
septum interventrikular dan serabut purkinje yang menyebar di dalam
miokardium dinding ventrikel [ CITATION Mar18 \l 1057 ].

Menurut [ CITATION Ege18 \l 1057 ] SA node mengatur keseluruhan


sistem yang terdapat di jantung termasuk mengawali siklus jantung (detak
jantung) dan pengaturan kecepatan detak jantung pada tubuh sehingga
sering disebut dengan pacemaker atau alat pacu jantung alami. Setelah
melewati SA node, impuls menyebar melalui atrium menuju AV node dan
kemudian terjadi kontraksi atrium. Pada AV node impuls akan tertunda
sebentar untu memberi waktu atrium hingga proses kontraksi selesai.
Kemudian impuls akan melewati AV bundle, bundle branch, dan serabut
purkinje yang akan menghasilkan kontraksi ventrikel yang dimulai dari
apeks jantung dan bergerak menuju atrium. Kontraksi ini secara efektif
mengeluarkan darah ke arteri utama untuk meninggalkan
jantung[ CITATION Mar16 \l 1057 ].

2.2 Pembuluh Darah


Jantung yang sehat akan memompa darah sekitar 6.000 - 8.000 liter ke
seluruh tubuh setiap harinya. Darah dialirkan ke seluruh tubuh melewati
pembuluh darah. Pembuluh darah membentuk sistem tertutup yang
dimulai dan berakhir di jantung. Pada mamalia, darah di sirkulasi melalui
dua sirkulasi, yakni sirkulasi pulmonal dan sirkulasi sistemik. Sirkulasi
pulmonal adalah siklus dimana ventrikel kanan memompa darah ke paru-
paru yang akan mengganti gas CO2 dengan O2 dan kemudian gas CO2 akan
diangkut ke atrium kiri. Sedangkan sirkulasi sistemik merupakan proses
saat ventrikel kiri memompa darah yang mengandung O2 ke seluruh
jaringan dan organ tubuh melalui aorta. Selanjutnya darah yang sudah
terdeoksigenasi diangkut kembali ke atrium kanan jantung [CITATION
Thi17 \l 1057 ].
2.2.1 Struktur Anatomi Pembuluh Darah

Gambar 2. 2 Anatomi Pembuluh Darah [ CITATION Mar16 \l 1057 ]

Pembuluh darah memiliki tiga lapisan penyusun atau tunika meliputi


tunika intima, tunika media dan tunika adventitia (tunika externa)
[ CITATION Han19 \l 1057 ]. Tunika intima (tunika interna) membentuk
lapisan di dalam pembuluh darah dan bersentuhan langsung dengan darah
saat mengalir melalui lumen pembuluh darah. Lapisan paling dalam dari
tunika intima adalah endotelium yang bersambung dengan lapisan
endokard jantung. Sel endotel sangat berperan dalam seluruh proses yang
terjadi di pembuluh darah diantaranya dapat mempengaruhi kontraktil otot
polos yang berada di atasnya serta dapat meningkatkan permeabilitas dari
kapiler. Selain itu, permukaan dari sel endotel yang halus sangat
membantu untuk memfasilitasi aliran darah dengan mengurangi gesekan
antara darah dengan dinding pembuluh darah. Lapisan kedua pada dinding
pembuluh darah adalah tunika media yang memiliki lapisan jaringan otot,
jaringan ikat serta serat elastis Otot polos, yang dikendalikan oleh saraf
simpatik, aktif mengubah diameter pembuluh darah. Stimulasi dari saraf
simpatis akan merangsang kelancaran otot polos untuk berkontraksi dan
menekan dinding pembuluh darah (vasokonstriksi) serta dapat merelaksasi
sel otot sehingga diameter lumen ikut membesar (vasodilatasi). Lapisan
terluar pada pembuluh darah adalah tunika adventitia (tunika externa).
Lapisan ini sebagian besar terdiri dari serat elastis dan kolagen serta
beberapa pembuluh darah besar maupun kecil serta banyak percabangan
saraf. Pembuluh darah kecil yang memasok darah ke jaringan pembuluh
disebut dengan vasa vasorum. Selain itu, tunika externa juga berperan
dalam menambatkan atau menhubungkan antara pembuluh darah dengan
jaringan sekitarnya [ CITATION Tor17 \l 1057 ].

2.2.2 Tipe - Tipe Pembuluh Darah


Pembuluh darah dapat dikategorikan berdasarkan fungsi dan
komposisi dari dinding penyusunnya. Terdapat lima tipe pembuluh darah
dalam tubuh, yakni arteri, arteriol, kapiler, venula, dan vena [CITATION
Tuc20 \l 1057 ].

2.2.2.1 Arteri dan Arteriol


Arteri merupakan pembuluh darah yang kuat dan memiliki pembuluh
yang elastis karena tekanan yang dihasilkan aliran darah dari jantung
cukup tinggi. Arteri akan membelah menjadi pembuluh yang lebih kecil
lagi yang disebut dengan arteriol. Lapisan endotel arteri selain memiliki
permukaan yang halus untuk mencegah trombosit tidak rusak juga dapat
mencegah pembekuan darah dengan mengeluarkan senyawa prostasiklin
(PGI2). Arteriol, yang merupakan cabang dari arteri, bercabang menjadi
pembuluh yang lebih kecil lagi yang dinamakan metarteriol. Metarteriol
merupakan pembuluh yang akan bergabung dengan pembuluh
kapiler[ CITATION Shi16 \l 1057 ].

2.2.2.2 Kapiler
Kapiler memiliki dinding tipis semipermeabel untuk tempat
pertukaran zat di dalam jaringan tubuh. Aliran darah yang melalui kapiler
Aliran darah yang melalui kapiler utama diatur oleh otot polos yang
mengelilingi kapiler. Pita otot polos ini membentuk sfingter prekapiler
yang dapat menutup kapiler dengan berkontraksi atau membukanya
dengan relaksasi. Sfingter prekapiler merespon kebutuhan sel yang di
suplai oleh kapiler. Ketika suatu sel memiliki konsentrasi oksigen dan
nutrisi yang rendah maka sfingter prekapiler akan relaksasi dan aliran
darah akan meningkat. Kapiler merupakan pembuluh yang
menghubungkan antara pembuluh arteri terkecil (arteriol) dengan
pembuluh vena terkecil (venula) [ CITATION Mit16 \l 1057 ].
2.2.2.3 Venula dan Vena
Venula adalah pembuluh mikroskopik yang menghubungkan antara
kapiler dengan vena. Vena akan menyalurkan darah kembali ke atrium,
dan siklus peredaran darah akan terulang kembali. Dinding sel dari vena
memiliki komposisi yang sama dengan arteri. Akan tetapi, tunika media
vena memiliki lapisan yang lebih tipis dan sedikit kasar jika dibandingkan
dengan lapisan tunika media dari arteri. Sebaliknya, tunika media vena
memiliki lumen dengan diameter lebih besar dibandingkan dengan tunika
medi arteri. Vena memiiki katup seperti penutup (katup semilunar) yang
akan menutup saat darah mulai kembali ke pembuluh darah. Katup ini
membantu untuk mengembalikan darah ke jantung dan mencegah aliran
darah ke arah yang berlawanan. Selain itu, vena juga berfungsi sebagai
penampung darah yang berguna pada saat kehilangan darah. Seperti pada
saat pendarahan yang disertai dengan penurunan tekanan darah arter,
impuls simpatik secara spontan akan menstimulasi dinding otot pembuluh
darah vena untuk mengerut yang akan menjaga tekanan darah dengan
mengembalikan lebih banyak darah untuk dipompa oleh jantung.
Mekanisme ini membantu memastikan tekanan darah hampir normal
bahkan ketika kehilangan darah sebanyak 25% [ CITATION Wid19 \l 1057 ].

2.2.3 Aliran Darah


Jumlah darah yang mengalir melalui sistem kardiovaskular dalam
periode waktu tertentu disebut dengan aliran darah. Darah mengalir dari
tekanan tinggi ke tekanan yang lebih rendah. Otot jantung berkontraksi
dan menghasilkan tekanan yang tinggi. Tekanan ini akan mendorong
darah menuju aorta kemudian diarahkan menuju kapiler dan berakhir di
vena. Saat ventrikel kiri kontraksi (sistol) dan mendorong darah ke arteri,
maka tekanan di dalam arteri akan meningkat atau disebut dengan
Systolic Blood Pressure (SBP). Rata-rata SBP normal untuk orang dewasa
sebesar 120 mmHg. Pada saat ventrikel relaksasi (diastole), tekanan akan
berkurang yang sering disebut dengan Diastolic Blood Pressure (DBP).
DBP rata-rata untuk orang dewasa berkisar 80 mmHg [ CITATION Mit16 \l
1057 ].
2.3 Otak
2.3.1 Struktur Anatomi Otak

Gambar 2. 3 Anatomi Otak Manusia

2.3 Penyakit Kardiovaskular


2.3.1 Definisi
Tubuh manusia memiliki sekitar 1015 sel yang membentuk seluruh
jaringan tubuh. Dengan banyaknya sel di dalam tubuh manusia, tubuh
perlu menyesuaikan diri untuk dapat memasok nutrisi dan oksigen yang
diperlukan ke setiap sel tubuh. Darah merupakan bagian yang sangat
penting dalam pemasokan nutrisi dan oksigen ke seluruh jaringan tubuh.
Dalam keadaan istirahat, jantung akan memompa sekitar 5 liter darah per
menit yang disalurkan melalui pembuluh darah ke seluruh tubuh. Darah
akan dipompa dari ventrikel kiri jantung melewati pembuluh arteri. Darah
yang dipompa melalui pembuluh arteri membawa nutrisi menuju ke
pembuluh kapiler yang berada di jaringan tubuh. Setelah darah menyuplai
zat yang dibutuhkan, darah akan menuju ke venula kemudian melewati
pembuluh vena dan kembali ke jantung. proses tersebut yang dinamakan
dengan sistem kardiovaskular [ CITATION Gun16 \l 1057 ].
Penyakit kardiovaskular atau Cardiovascular Disease (CVD)
merupakan penyakit yang mengganggu sistem kardiovaskular di dalam
tubuh. Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab utama mortalitas dan
morbiditas di masyarakat yang mencakup berbagai patologi manusia. Pada
beberapa penelitian penyakit kardiovaskular sering dikaitkan dengan
faktor genetik dan lingkungan sekitar. Menurut [ CITATION Khe16 \l 1057 ]
dalam penelitiannya membuktikan bahwa terdapat hubungan antara gaya
hidup sehat dengan individu dengan resiko genetik tinggi terkena penyakit
kardiovaskular. Gaya hidup sehat yang perlu dilakukan untuk mencegah
munculnya penyakit kardiovaskular adalah dengan mengontrol beberapa
faktor resiko dari penyakit kardiovaskular seperti merokok, kurang
bergerak atau olahraga, kegemukan, dan tingginya kadar kolesterol atau
tekanan darah [ CITATION Yak171 \l 1057 ].

Penyakit kardiovaskular bukanlah suatu penyakit spesifik yang


ditandai dengan suatu gejala tertentu yang timbul, melainkan penyakit
yang berhubungan dengan terganggunya sistem kardiovaskular yang
meliputi jantung, pembuluh darah, dan darah. Penyakit kardiovaskular
dapat ditandai dengan terjadinya beberapa penyakit berikut seperti
Penyakit Jantung Koroner (PJK), stroke, atau penyakit aterosklerosis
lainnya seperti hipertensi, dislipidemia, penyakit jantung iskemik, sindrom
koroner akut, dan venous thromboembolism. Selain itu, penyakit-penyakit
seperti serangan jantung, gagal jantung, dan aritmia juga termasuk dalam
tanda-tanda munculnya penyakit kardiovaskular [ CITATION Mah19 \l
1057 \m DiP20 \m Abo17].

2.3.1.1 Penyakit Jantung Koroner (PJK)


Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau Coronary Heart Disease (CHD)
sering disebut juga dengan Coronary Artery Disease (CAD) merupakan
penyebab utama kematian dan kecacatan di negara maju. Meskipun angka
kematian Penyakit Jantung Koroner (PJK) di seluruh dunia telah menurun
selama 4 dekade terakhir, Penyakit Jantung Koroner (PJK) tetap
bertangung jawab atas sekitar sepertiga atau lebih dari semua kematian
pada individu di atas 35 tahun dan telah diperkirakan bahwa hampir
setengah dari semua pria paruh baya dan sepertiga wanita paruh baya di
Amerika Serikat terkena Penyakit Jantung Koroner (PJK) [ CITATION
Wil18 \l 1057 ].

Penyakit Jantung Koroner (PJK) umumnya digunakan untuk merujuk


pada proses patologis yang mempengaruhi arteri koroner (umumnya
aterosklerosis) dan terjadi ketika darah tidak mencukupi mengalir ke
bagian atau area otot jantung karena adanya penyumbatan di pembuluh
darah. Arteri koroner merupakan satu-satunya pembuluh arteri yang
menyuplai darah yang kaya akan oksigen ke jantung. Adanya sumbatan
pada arteri koroner akan mengurangi suplai nutrisi dan oksigen ke otot
jantung. Kondisi inilah yang dapat dijadikan acuan untuk mendiagnosa
seseorang terkena Ischemic Heart Disease (IHD) atau Penyakit Jantung
Koroner (PJK) [ CITATION CMS16 \l 1057 ].

2.3.1.2 Stroke
Otak memiliki suplai nutrisi yang terbatas sehingga fungsi normal otak
bergantung pada perfusi yang cukup oleh sirkulasi otak untuk pengiriman
oksigen dan nutrisi serta pembuangan produk limbah. Hal inilah yang
menyebabkan tonus pembuluh darah otak diatur secara ketat dan setiap
perubahan yang terjadi akan memodulasi fungsi pembuluh darah di otak
dan dapat menyebabkan timbulnya penyakit serebrovaskular dan stroke
[ CITATION Chr16 \l 1057 ].

Stroke muncul karena terhambat atau terganggunya aliran darah yang


menuju ke otak, sehingga menyebabkan otak berhenti bekerja. Kejadian
ini menghasilkan gejala spesifik yang tiba-tiba dan cukup fatal hingga
hilangnya sensasi atau rasa pada bagian sisi tubuh. Stroke seringkali tidak
diikuti oleh rasa sakit yang parah. Akan tetapi, pada beberapa kasus stroke
diikuti oleh sakit kepala dan mungkin stroke telah terjadi karena
terdapatnya pendarahan di otak [ CITATION Lin17 \l 1057 ].

Stroke dibagi menjadi dua tipe yakni stroke iskemik dan stroke
hemoragik.
2.3.1.2.1 Stroke Iskemik
Sekitar 87 % dari seluruh kasus stroke disebabkan karena adanya
penyumbatan suplai darah ke otak atau juga bisa disebabkan karena
obstruksi tromboemboli dari arteri serebral. Stroke yang diakibatkan oleh
kematian jaringan otak dikenal dengan infark serebral atau sering disebut
sebagai stroke iskemik [ CITATION Che18 \l 1057 ].

2.3.1.2.1.1 Stroke Iskemik Emboli

2.3.1.2.1.1 Stroke Iskemik Trombotik

2.3.1.2.2 Stroke Hemoragik


Stroke hemoragik mengacu pada kelainan dimana pendarahan terjadi
di area parenkim otak, ruang subarachnoid, atau ruang intraventrikular
yang terjadi secara spontan karena pecahnya pembuluh darah intrakranial
secara tiba-tiba. Kondisi pendarahan terjadi secara spontan atau tanpa efek
trauma yang meliputi pendarahan intraserebral atau intracerebral
hemorrhage (ICH), subarachnoid hemorrhage (SAH), intraventricular
hemorrhage (IVH), subdural hemorrhage (SDH), dan epidural
hemorrhage (EDH). Epidural Hemorrhage (EDH) yang diinduksi oleh
trauma kepala umumnya tidak memenuhi kriteria stroke hemoragik, tetapi
kasus subdural hemorrhage (SDH) subakut spontan atau kronis dapat
dimasukkan sebagai stroke hemoragik. Umumnya stroke hemoragik
terjadi dalam bentuk intracerebral hemorrhage (ICH) atau subarachnoid
hemorrhage (SAH). Karena intraventricular hemorrhage (IVH) umumnya
disertai dengan intracerebral hemorrhage (ICH) atau subarachnoid
hemorrhage (SAH), maka intraventricular hemorrhage (IVH) jarang
terjadi dan hanya memiliki prevalensi kejadian sebesar 3 % dari total
pendarahan intrakranial [ CITATION Lee18 \l 1057 ].

2.3.1.2.2.1 Pendarahan Intraserebral

2.3.1.2.2.2 Pendarahan Subarachnoid


2.3.1.3 Hipertensi
Hipertensi merupakan kondisi persisten peningkatan non-fisiologis
tekanan darah sistemik atau Blood Pressure (BP). Biasanya sering
didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik sebesar 140 mmHg atau lebih
tinggi, atau tekanan darah diastolik sebesar 90 mmHg atau lebih tinggi.
Hipertensi telah menjadi penyakit yang sering dijumpai dikalangan orang
dewasa dan pada saat ini juga sudah mulai ditemui di beberapa anak-anak.
Hipertensi telah diidentifikasi sebagai faktor resiko utama penyebab
penyakit kardiovaskular yang meliputi penyakit jantung, penyakit
pembuluh darah perifer, stroke serta penyakit ginjal [ CITATION Llo18 \l
1057 ].

2.3.1.4 Dislipidemia
Peningkatan maupun penurunan kadar fraksi lipid di dalam plasma
merupakan tanda-tanda terjadinya kelainan metabolisme lipid yang sering
disebut juga dengan dislipidemia. Kelainan metabolisme lipid meliputi
kelainan pada kadar kolesterol total, kolesterol LDL, dan atau trigliserida
serta turunnya kadar kolesterol HDL. Metabolisme lipid diawali dengan
pelepasan Very Low-Density Lipoprotein (VLDL) yang nantinya akan
diubah menjadi Intermediate Density Lipoprotein (IDL). Sekitar setengah
dari Intermediate Density Lipoprotein (IDL) akan mengalami proses
endositosis di dalam hati dan sisanya akan ditransformasi menjadi
Kolesterol LDL (K-LDL) yang berfungsi sebagai ligan sehingga dapat
dikenali dan diikat oleh reseptor LDL yang terdapat pada hepatosit
[ CITATION PER192 \l 1057 ].

2.3.1.5 Sindrom Koroner Akut (SKA)


Sindrom Koroner Akut atau Acute Coronary Syndrome (ACS) dapat
diindikasikan seperti serangan jantung atau hemodinamik dengan syok
kardiogenik karena iskemia yang sedang berlangsung [ CITATION Col201 \l
1057 ]. Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan rangkaian gangguan
klinis dikarenakan penyakit iskemik jantung akut. Perspektif klinis yang
ditimbulkan Sindrom Koroner Akut (SKA) dapat berlanjut menjadi infark
transmural atau bahkan kematian. Infark transmural ditandai dengan
gambaran Q patologis menetap pada elektrokardiogram [ CITATION Hal16 \l
1057 ].

Sindrom Koroner Akut (SKA) dibedakan menjadi dua tipe


berdasarkan adanya cardiac marker yang muncul pada mainfestasi
Sindrom Koroner Akut (SKA) diantaranya :

2.3.1.5.1 Infark Miokard Akut (IMA)


Infark Miokard Akut (IMA) atau Acute Myocardial Infarction (AMI)
meruapakan salah satu penyebab utama moriditas dan mortalitas. Infark
Miokard Akut (IMA) terjadi karena oklusi total dari arteri koroner yang
disebabkan karena pecahnya plak pada pembuluh darah. Setelah oklusi
koroner terjadi, kematian jaringan miokard menyebar dari lapisan
endokardial hingga ke lapisan epikardial seiring berjalannya waktu
[ CITATION Min19 \l 1057 ].

Infark Miokard Akut (IMA) dibagi menjadi 2 tipe berdasarkan


spektrum klinis data Electrocardiogram (ECG) pasien diantaranya :

2.3.1.5.1.1 ST-Segment Elevation Myocardial Infarction (STEMI)


ST-Segment Elevation Myocardial Infarction (STEMI) merupakan
keadaan darurat yang mengancam jiwa yang diakibatkan karena oklusi
trombotik lengkap dari arteri yang berhubungan dengan infark. Resiko
kematian pada pasien ST-Segment Elevation Myocardial Infarction
(STEMI) memiliki jangka yang cukup pendek dengan persentase sekitar
30 % dari seluruh pasien dengan STEMI dan sisanya (70 %) memiliki
resiko kematian > 5 % [ CITATION Kin18 \l 1057 ].

2.3.1.5.1.2 Non ST-Segment Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI)


Non ST-Segment Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI)
biasanya terjadi dengan mengembangkan oklusi parsial dari arteri koroner
mayor atau oklusi lengkap arteri koroner minor yang sebelumnya terkena
aterosklerosis. Pada Non ST-Segment Elevation Myocardial Infarction
(NSTEMI) electrocardiogram (ECG) akan menunjukkan segmen ST yang
tertekan atau penyisipan gelombang T. Pada pasien yang menunjukkan
tanda-tanda Non ST-Segment Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI)
wajib melakukan tes troponin jantung yang dikombinaskan dengan tes
electrocardiogram (ECG). Tes troponin jantung perlu dilakukan untuk
membedakan antara Non ST-Segment Elevation Myocardial Infarction
(NSTEMI) dengan Unstable Angina (UA). Non ST-Segment Elevation
Myocardial Infarction (NSTEMI) memiliki pola yang spesifik pada nilai-
nilai troponin jantung yang terdiri dari peningkatan akut dan diikuti oleh
penurunan bertahap yang konsisten [ CITATION Coh20 \l 1057 ].

2.3.1.5.2 Unstable Angina Pectoris (UAP)


Unstable Angina Pectoris (UAP) atau Angina Pektoris Tidak Stabil
(APTS) dapat ditegakkan apabila telah dilakukan tes troponin jantung.
Peningkatan kadar troponin jantung merupakan gejala atau tanda-tanda
yang sangat umum untuk menandai pasien mengalami Angina Pektoris
Tidak Stabil (APTS) [ CITATION Egg17 \l 1057 ].

2.3.1.6 Venous Thromboembolism (VTE)


Venous Thromboembolism (VTE) atau tromboemboli vena, yang
mencakup Deep Vein Thrombosis (DVT) dan Pulmonary Embolism (PE),
adalah salah satu penyakit kardiovaskular yang paling sering terjadi untuk
pertama kalinya yakni sekitar 1 dari 1000 orang. Kejadian Venous
Thromboembolism (VTE) meningkat seiring bertambahnya usia yakni
sekitar 5 dari 1000 orang pada populasi orang dengan usia diatas 70 tahun.
Venous Thromboembolism (VTE) dikaitkan dengan angka mortalitas dan
morbiditas dengan tingkat mortalitas selama 30 hari dengan tidak adanya
obat sekitar 3 % untuk Deep Vein Thrombosis (DVT) dan 31 % untuk
Pulmonary Embolism (PE) [ CITATION Pir161 \l 1057 ].

2.3.1.6.1 Deep Vein Thrombosis (DVT)


Deep Vein Thrombosis (DVT) atau trombosis vena dalam
didefinisikan sebagai perkembangan trombosis di dalam vena dalam dari
panggul atau tungkai bawah. Cedera lapisan vesel endotelium
menyebabkan terhambatnya aliran darah sehingga menyebabkan
pembentukan gumpalan darah dan pada saat trombus yang terbentuk
bergerak ke paru-paru maka dapat menyebabkan emboli pada paru
[ CITATION Osm18 \l 1057 ].
2.3.1.6.2 Pulmonary Embolism (PE)
Pulmonary Embolism (PE) atau emboli paru umumnya merupakan
akibat dari Deep Vein Thrombosis (DVT) dan apabila kedua kondisi
tersebut muncul bersamaan sering disebut dengan Venous
Thromboembolism (VTE). Penyakit emboli paru sangat berpotensi
mengancam nyawa jika tidak segera ditangani. Hal ini disebabkan ole
kecenderungan alami terjadinya rekurensi awal emboli paru yang dapat
menyebabkan kegagalan ventrikel kanan yang fatal [ CITATION Tor18 \l
1057 ].

2.3.1.7 Gagal Jantung


Gagal jantung adalah gangguan multisistemik yang ditandai dengan
gangguan berat dalam fisiologi peredaran darah dan sejumlah besar
perubahan struktural dan fungsional miokard yang berdampak buruk pada
kapasitas pemompaan sistolik dan diastolik jantung [ CITATION Diw20 \l
1057 ].

2.3.1.8 Aritmia
Aritmia merupakan gangguan atau abnormalitas penyaluran impuls
listrik ke jaringan miokardium. Sistem konduksi jantung terdiri dari
rangkaian konduksi impuls yang teratur dan presisi yang meliputi
otomatisitas sel-sel P di nodus SA, depolarisasi atrium, depolarisasi nodus
atrioventrikular (AV), propagasi impuls sepanjang berkas His dan sistem
purkinje hingga depolarisasi ventrikel [ CITATION Yun17 \l 1057 ].

Secara garis besar aritmia terdiri dari dua kelompok besar, yakni
bradiaritmia dan takiaritmia.

2.3.1.8.1 Bradiaritmia
Bradiaritmia adalah keadaan pada saat denyut jantung kurang dari
nilai normal atau terlalu lambat (kurang dari 60 kali per menit) yang
ditentukan berdasarkan usia, yang mana konduksi bukan berasal dari SA
node yang mengalami gangguan [ CITATION PER16 \l 1057 ].
2.3.1.8.2 Takiaritmia
Takiaritmia merupakan keadaan yang sering dicirikan dengan denyut
jantung yang melebihi nilai normal atau terlalu cepat (lebih dari 100 kpm)
yang ditentukan sesuai dengan usia yang mana konduksi bukan karena SA
node yang mengalami gangguan [ CITATION PER16 \l 1057 ].

2.3.2 Epidemiologi
Penyakit kardiovaskular telah menjadi penyebab kematian utama di
seluruh dunia dan telah diperkirakan sekitar 17,9 juta orang meninggal
dikarenakan penyakit kardiovaskular atau sekitar 31 % kematian dari
seluruh kasus kematian yang ada di dunia. Pada tahun 2015, penyakit
kardiovaskular telah menyebabkan kematian dini (dibawah usia 70 tahun)
untuk kasus penyakit tidak menular. Sebanyak 82 % kematian terjadi di
negara berpenghasilan rendah hingga menengah dan 37 % diantaranya
disebabkan karena penyakit kardiovaskular. Tingkat kematian dari
penyakit kardiovaskular cukup bervariasi diantara negara berpenghasilan
tinggi. Pada negara dengan penghasilan tinggi seperti Jepang, dan negara
Mediterania sepeti Prancis, Spanyol, Portugal, dan Itali memiliki tingkat
kematian yang rendah jika dibandingkan dengan negara-negara Eropa-
Timur seperti Rusia dan Ukraina [ CITATION Fra191 \l 1057 ].

Di Indonesia, setiap tahunnya lebih dari 36 juta orang meninggal


karena penyakit tidak menular (63 % dari seluruh kasus kematian).
Menurut [ CITATION RIS19 \l 1057 ] pada tahun 2018, prevalensi penyakit
jantung berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk semua umur menurut
data provinsi menyatakan bahwa terdapat tiga provinsi besar di Indonesia
yang memiliki nilai prevalensi cukup tinggi untuk kejadian penyakit
kardiovaskular yakni provinsi Kalimantan Utara (2,2 %), DI Yogyakarta
(2,0 %), dan Gorontalo (2,0 %). Selain itu, pada data diagnosis dokter
pada penduduk semua umur berdasarkan karakteristik didapatkan bahwa
terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab munculnya penyakit
kardiovaskular meliputi umur, pekerjaan, dan tempat tinggal. ................
2.3.2.1 Penyakit Jantung Koroner (PJK)
Penyakit Jantung Koroner (PJK) telah menjadi penyebab kematian
utama di seluruh dunia. Mortalitas dari Penyakit Jantung Koroner (PJK)
telah meningkat di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah
karena mengadopsi gaya hidup barat. Data terbaru didapatkan bahwa
penuaan dan pertumbuhan penduduk telah mengakibatkan peningkatan
kematian akibat Penyakit Jantung Koroner (PJK) secara global sejak tahun
1930 hingga 2013. Dengan demikian, Penyakit Jantung Koroner (PJK)
diperkirakan akan menjadi penyebab kematian utama hingga tahun 2030
[ CITATION Pic17 \l 1057 ].

.American Heart Association (AHA) telah memperbarui statistik


penyakit jantung koroner dan stroke pada tahun 2016 dan telah ditemukan
sekitar 15,5 juta orang dengan usia ≥ 20 tahun di Amerika Serikat
memiliki Penyakit Jantung Koroner (PJK). Sementara prevalensi yang
dilaporkan meningkat seiring dengan usia baik wanita maupun pria dan
telah diperkirakan bahwa sekitar setiap 42 detik terdapat orang yang akan
menderita infark miokard di Amerika Serikat [ CITATION Gom161 \l 1057 ].

Di Indonesia, Penyakit Jantung Koroner (PJK) dilaporkan telah


menjadi penyebab utama dan pertama dari seluruh kasus kematian. Nilai
prevalensi dari kasus kematian yang disebabkan Penyakit Jantung Koroner
(PJK) sekitar 26,4 %, nilai prevalensi tersebut empat kali lebih tinggi dari
angka kematian yang disebabkan oleh kanker. Dengan kata lain, Penyakit
Jantung Koroner (PJK) telah mengakibatkan lebih kurang satu diantara
empat orang yang meninggal akibat penyakit tidak menular [ CITATION
PER191 \l 1057 ].

2.3.2.2 Stroke
Penyakit serebrovaskular atau sering disebut dengan stroke telah
menjadi penyebab kematian kedua dan penyebab kecacatan ketoga di
dunia. Sebanyak 70 % kasus stroke dan 87 % kematian serta kecacatan
yang disebabkan karena stroke sering ditemukan di negara dengan
pengasilan rendah dan menengah. Selama empat dekade terakhir, insiden
stroke di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah telah naik
menjadi dua kali lipat dan sebaliknya pada negara-negara berpenghasilan
tinggi, kasus stroke telah menurun hingga 42 % [ CITATION Joh16 \l 1057 ].

Prevalensi penyakit serebrovaskular atau stroke di Indonesia pada


tahun 2018 berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk dengan usia ≥ 15
tahun sebesar 10,9 % atau diperkirakan sekitar 2.120.362 orang. Provinsi
Kalimantan Timur dan DI Yogyakarta meruapak provinsi yang memiliki
prevalensi tertinggi di Indonesia yakni sebesar 14,7 % dan 14,6 %.
Sebaliknya pada provinsi Papua dan Maluku Utara memiliki nilai
prevalensi terendah yakni sebesar 4,1 % dan 4,6% [ CITATION KEM19 \l
1057 ]..

2.3.2.2.1 Stroke Iskemik


Pada tahun 2016, telah di data sekitar 9,5 juta kasus baru terjadi
dikarenakan stroke iskemik atau sekitar 0,02 %. Didapatkan juga sekitar
52 % kasus baru pada pria dan 48 % kasus baru pada wanita telah terkena
stroke iskemik. World Stroke Organization (WSO) telah mendata sekitar
67.595.368 orang dari berbagai usia dan jenis kelamin di seluruh dunia
memiliki kasus baru atau sudah memiliki penyakit stroke iskemik
sebelumnya [ CITATION Lin19 \l 1057 ].

2.3.2.2.2 Stroke Hemoragik


Stroke Hemoragik merupakan masalah kesehatan yang menjadi
perhatian saat ini di seluruh dunia. Hal ini dikarenakan stroke hemoragik
memiliki tingkat kematian dan kecacatan yang cukup tinggi dibandingkan
dengan stroke iskemik. Selain itu, kejadian kasus stroke iskemik telah
mengalami peningkatan selama beberapa dekade terakhir yakni antara
tahun 1990 sampai dengan tahun 2010 sebesar 47 % kasus. Peningkatan
ini lebih banyak terjadi pada negara-negara berpenghasilan rendah dan
menengah. Pada tahun 2016, diperkirakan sekitar 15 juta orang di seluruh
dunia memiliki gejala stroke hemoragik dengan prevalensi wanita lebih
besar dibandingkan dengan pria yakni sebesar 51 % pada wanita dan 4 %
pada pria [ CITATION Boc17 \l 1057 ].
2.3.2.3 Hipertensi
Menurut [ CITATION Mil201 \l 1057 ] pada tahun 2010, sebanyak 1,38
miliar orang (31,1 % dari seluruh populasi orang dewasa di dunia)
menderita hipertensi yang didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik ≥
140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg. Secara
keseluruhan, prevalensi hipertensi dengan rentang usia yang sama lebih
tinggi pada pria (31,9 %) dibandingkan dengan wanita (30,1 %). Selain
itu, prevalensi pada negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah
(31,5%) juga lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara
berpenghasilan tinggi (28,5 %).

Hipertensi juga telah menjadi penyakit yang sangat umum ditemukan


di Indonesia. [ CITATION RIS19 \l 1057 ] menyatakan bahwa prevalensi
hipertensi berdasarkan hasil pengukuran pada penduduk dengan usia ≥ 18
tahun sebesar 34,11 %. Dari total 34 provinsi di Indonesia terdapat sekitar
tujuh provinsi yang memiliki nilai prevalensi lebih besar dibandingkan
prevalensi nasional, yakni Kalimantan Selatan (44,13 %), Jawa Barat
(39,60 %), Kalimantan Timur (39,30 %), Jawa Tengah (37,57 %),
Kalimantan Barat (36,99 %), Jawa Timur (36,32 %), dan Sulawesi Barat
(34,77 %).

2.3.2.4 Dislipidemia
World Health Organization (WHO) mendefinisikan kelebihan berat
badan dan obesitas sebagai keadaan yang abnormal atau penumpukan
lemak yang berlebih sehingga dapat mengganggu kesehatan [ CITATION
WHO201 \l 1057 ]. Di India, prevalensi terjadinya obesitas cukup tinggi
yakni sekitar 13 – 50 % sedangkan di pedesaan prevalensi kejadian hanya
sekitar 8 – 38 %. Menurut data National Family Health Survey (NFHS-4)
prevalensi obesitas di India sebesar 20,6 % pada wanita dan 18,9 % pada
pria[ CITATION Kau20 \l 1057 \m IIP17].

2.3.2.5 Sindrom Koroner Akut (SKA)


Menurut [ CITATION Ste16 \l 1057 ] , Sindrom Koroner Akut (SKA)
merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas di wilayah Asia –
Pasifik dan menyumbang sekitar setengah dari total kasus kematian dunia,
yakni sekitar 7 juta kasus kematian dan 129 juta kasus kecacatan setiap
tahunnya mulai tahun 1990 hingga 2010. Data RISKESDAS tahun 2013
menyebutkan bahwa prevalensi Sindrom Koroner Akut (SKA)
berdasarkan diagnosis dokter adalah sebesar 0,5 % atau sekitar 883.447
pasien, sedangkan pada data lain berdasarkan diagnosis dokter atau gejala
adalah sebesar 1,5 % atau sekitar 2.650.340 pasien [ CITATION Sul18 \l
1057 ].

2.3.2.5.1 Infark Miokard Akut (IMA)


Pada tahun 2014, berdasarkan survei yang dilakukan di Inggris
didapatkan kejadian Infark Miokard Akut (IMA) sebanyak 915.000 orang
dengan rincian pada pria sebanyak 640.000 orang dan pada wanita
sebanyak 275.000 orang. Data lain juga menunjukkan bahwa Infark
Miokard Akut (IMA) meningkat seiring bertambahnya usia. Hal ini
ditunjukkan dengan data usia kurang dari 45 tahun yang memiliki
prevalensi sebesar 0,06 % dan meningkat di usia ≥ 75 tahun menjadi 2,46
% [ CITATION Jay18 \l 1057 ].

Menurut [ CITATION Iba18 \l 1057 ], pada tahun 2015 Swedia


merupakan negara Eropa yang memiliki kejadian ST-Segment Elevation
Myocardial Infarction (STEMI) cukup tinggi, yakni 58 dari 100.000 kasus
per tahun jika dibandingkan dengan negara-negara Eropa lainnya, yakni
berkisar antara 43 dari 100.000 kasus per tahun. Sebaliknya, di Amerika
Serikat dilaporkan mengalami penurunan nilai prevalensi dari 133 per
100.000 orang pada tahun 1999 menjadi 50 per 100.000 orang pada tahun
2018, tetapi pada kejadian Non ST-Segment Elevation Myocardial
Infarction (NSTEMI) tidak mengalami penurunan atau bahkan sedikit
meningkat. Tingkat kematian pasien ST-Segment Elevation Myocardial
Infarction (STEMI) dipengaruhi oleh beberapa faktor meliputi usia,
penundaan atau terlambatnya waktu pengobatan, diabetes melitus, dan
masih banyak lagi.

2.3.2.5.2 Unstable Angina Pectoris (UAP)


Di Amerika Serikat, hampir setiap tahun kejadian Unstable Angina
Pectoris (UAP) meningkat sekitar hampir 1 juta pasien rawat inap
memiliki diagnosis utama Unstable Angina Pectoris (UAP) atau Angina
Pektoris Tidak Stabil (APTS). Meskipun tingkat kesadaran masyarakat
sudah meningkat, kejadian Unstable Angina Pectoris (UAP) masih
meningkat meskipun sudah diterapkan tindakan pencegahan primer dan
sekunder sekalipun. Hal ini dapat dimungkinkan karena gejala dari
Unstable Angina Pectoris (UAP) masih belum dapat dikenali dengan jelas
tanpa bantuan tenaga medis di rumah sakit [ CITATION Tan20 \l 1057 ].

2.3.2.6 Venous Thromboembolism (VTE)


Tingkat kejadian rata-rata dari seluruh kasus Venous
Thromboembolism (VTE) pada masyarakat Eropa adalah sekitar 104
sampai dengan 183 orang dari 100.000 orang per tahunnya. Tingkat
kejadian Venous Thromboembolism (VTE) lebih sering terjadi pada
masyarakat Afrika-Amerika dan lebih rendah pada masyarakat asia dan
Native-Americans. Venous Thromboembolism (VTE) lebih sering dijumpai
pada orang dewasa dan dapat dibedakan tingkat kejadiannya berdasarkan
jenis kelamin. Pada pria memiliki nilai prevalensi 130 per 100.000 orang,
sedangkan pada wanita sebesar 110 per 100.000 orang. Dalam
perbandingan maka nilai prevalensi menjadi 1,2 : 1 antara pria dan wanita
[ CITATION Hei16 \l 1057 ].

2.3.2.6.1 Deep Vein Thrombosis (DVT)


Studi populasi di Eropa telah melaporkan mengenai kejadian Deep
Vein Thrombosis (DVT) yakni sebesar 70 – 140 kasus setiap 100.000
orang tiap tahunnya. Deep Vein Thrombosis (DVT) sering berhubungan
dengan Pulmonary Embolism (PE) sebagai faktor predisposisi. Pada 25 –
50 % kejadian awal Deep Vein Thrombosis (DVT) tidak terdapat faktor
predisposisi yang teridentifikasi. Pada pasien Deep Vein Thrombosis
(DVT) tanpa diikuti Pulmonary Embolism (PE) dilaporkan memiliki
tingkat persentase tingkat kematian sebesar 2 – 5 % [ CITATION Maz17 \l
1057 ].

2.3.2.6.2 Pulmonary Embolism (PE)


Berdasarkan tinjauan data pasien rawat inap yang ada di Amerika
Serikat, jumlah pasien Pulmonary Embolism (PE) meningkat dari 60.000
orang pada tahun 1993 (23 per 100.000 orang) menjadi lebih dari 202.000
pada tahun 2012 (65 per 100.000 orang). Meskipun tingkat kejadian
Pulmonary Embolism (PE) meningkat, tingkat kejadian Pulmonary
Embolism (PE) masif dan tingkat mortalitas di rumah sakit pada periode
yang sama mengalami penurunan. Hal ini dapat dimungkinkan karena
penggunaan dari CT Angiography yang lebih sensitif untuk diagnosis
kasus Pulmonary Embolism (PE) [ CITATION Tur18 \l 1057 ].

2.3.2.7 Gagal Jantung


Gagal jantung telah menjadi pandemi yang terus meningkat di seluruh
dunia dengan jumlah kasus saat ini sekitar 38 juta. Prevalensi gagal
jantung di negara-negara maju sekitar 1 – 3 % dari populasi orang dewasa
dan meningkat menjadi ≥ 10 % diantara orang-orang berusia di atas 70
tahun. Perbedaan prevalensi juga terjadi pada pria dan wanita. Pada pria
dengan usia 60-79 tahun memiliki prevalensi sebesar 6,2 % sedangkan
pada wanita degan rentang usia yang sama memiliki prevalensi sebesar 5,7
% [ CITATION Woh191 \l 1057 ].

2.3.2.8 Aritmia
Aritimia telah menjadi penyebab kematian utama di Rusia dengan
tingkat kematian tiga kali lebih besar dibandingkan dengan negara-negara
Eropa Barat dan Amerika Serikat. Menurut data yang didapatkan,
prevalensi aritmia secara keseluruhan adalah sebesar 33,9 – 34,5 %
dengan nilai prevalensi kejadian bradiaritmia dan takiaritmia secara
berurutan adalah 7,1 – 12,8 % dan 4,9 – 9,8 %. Tercatat juga bahwa pria,
terutama di usia muda, lebih sering terkena bradiaritmia dibandingkan
dengan wanita yang dijelaskan dengan peningkatan tonus saraf vagus.
Pada wanita lebih sering ditemukan kejadian takiaritmia dikarenakan lebih
banyaknya toleransi olahraga yang rendah [ CITATION Zat16 \l 1057 ].

2.3.3 Etilogi
Penyebab umum dari penyakit kardiovaskular adalah aterosklerosis.
Secara khusus aktivitas fisik, asupan makanan berkalori tinggi, lemak
jenuh, dan konsumsi gula sering dikaitkan dengan perkembangan
aterosklerosis dan gangguan metabolisme lainnya seperti sindrom
metabolik, diabetes melitus, dan hipertensi Studi cohort seperti
Framingham Heart Study dan National Health and Nutrition Examination
Survey ketiga (NHANES III) juga telah menemukan hubungan dan nilai
prediksi yang kuat antara dislipidemia, tekanan darah tinggi, merokok, dan
intoleransi glukosa dengan penyakit kardiovaskular [ CITATION Olv201 \l
1057 ].

Gambar 2. 4 Penyempitan karena plak aterosklerosis [ CITATION Wid19 \l 1057


]

Aterosklerosis merupakan istilah umum yang menggambarkan


sejumlah gangguan yang melibatkan pengerasan arteri dan pada beberapa
kasus dapat menyebabkan pembentukan ateroma. Secara klinis,
aterosklerosis ditandai dengan adanya penumpukan plak yang progresif
pada dinding arteri yang dapat menyebabkan aliran darah terhambat dan
menyebabkan gejala klinis. Penyakit kardiovaskular dan cerebrovascular
telah menjadi penyebab utama kematian di seluruh dunia dan pada tahun
2030 telah diperkirakan angka kematian yang disebabkan karena
aterosklerosis akan meningkat menjadi 22 juta per tahun [CITATION
Hae19 \l 1057 ].

Penyebab utama dari aterosklerosis masih belum diketahui secara


pasti. Akan tetapi, ada beberapa faktor yang cukup berpengaruh dalam
proses terjadinya plak aterosklerosis. Faktor-faktor tersebut meliputi
koagulasi, inflamasi, metabolisme lemak, cedera pada tunika intima dan
proliferasi dari otot polos [ CITATION Lad19 \l 1057 ].
Menurut [ CITATION Ber17 \l 1057 ], terdapat beberapa faktor resiko
yang ditimbulkan penyakit aterosklerosis diantaranya meliputi
dislipoproteinemia, diabetes, merokok, hipertensi, dan keturunan.
Senyawa di dalam tubuh yang sangat berkaitan dengan timbulnya plak
aterosklerosis adalah Low-Density Lipoprotein (LDL). Tingginya
kandungan Low-Density Lipoprotein (LDL) dalam darah termasuk salah
satu dari faktor resiko utama penyebab aterosklerosis [ CITATION Kar20 \l
1057 ].

2.3.4 Patofisiologi
Penyakit Jantung Koroner (PJK) terjadi karena perkembangan
aterosklerosis yang sering dikaitkan dengan faktor lingkungan dan genetik.
Aterosklerosis merupakan proses kronis yang ditandai dengan akumulasi
lipid, elemen berserat (fibrous), dan molekul inflamasi di dinding arteri.
aterosklerosis diawali dengan pengeluaran kolesterol Low Density
Lipoprotein (LDL) ke ruang sub-endotel yang dapat diubah dan
dioksidasi. Partikel Low Density Lipoprotein (LDL) yang
teroksidasi/termodifikasi mendorong ekspresi molekul adhesi sel vaskular
dan molekul adhesi antar sel pada permukaan endotel dan merangsang
adhesi monosit yang akan bermigrasi ke ruang sub-endotel. Monosit
berubah menjadi makrofag di media intima. Makrofag yang terbentuk
akan mengikat Low Density Lipoprotein (LDL) yang teroksidasi menjadi
sel busa (foam cell) dan melepaskan sitokin pro inflamasi termasuk
interleukin dan faktor nekrosis. Proses berlanjut dengan migrasi sel otot
polos dari lapisan medial arteri ke intima mengikuti fatty streak menuju
lesi yang lebih kompleks. Proses ini menghasilkan pembentukan lesi
aterosklerotik kedua, yaitu plak fibrosa. Ekstrusi jenis plak fibrosa ke
dalam lumen arteri menghasilkan pembatasan aliran (stenosis) yang
menyebabkan iskemia pada jaringan dan dinyatakan secara klinis sebagai
angina stabil. [ CITATION The171 \l 1057 ]

Dua jenis plak dapat didefinisikan sebagai plak stabil dan plak tidak
stabil atau rentan berdasarkan keseimbangan antara pembentukan dan
degradasi tutup berserat. Plak stabil memiliki tutup berserat utuh dan tebal
yang disintesis dari sel otot polos dalam matriks yang kaya akan kolagen
tipe I dan III. Plak yang akan kaya kolagen cenderung berkontraksi dan
memperparah penyempitan luminal. Sedangkan plak tidak stabil atau
rentan terdiri dari tutup berserat tipis yang sebagian besar terbuat dari
kolagen tipe I. Plak yang rentan cenderung pecah dan akan menyebabkan
trombosis serta terjadinya oklusi lumen arteri yang mendadak sehingga
menyebabkan sindrom koroner akut. Selain itu, perdarahan intraplaque
juga merupakan faktor potensial untuk perkembangan aterosklerosis, yang
terjadi ketika vasa vasorum menyerang lapisan intima dari lapisan
adventitia [ CITATION Fal17 \l 1057 \m The171 \m AQa18] .

Gambar 2. 5 Algoritma kejadian aterosklerosis [ CITATION Azi16 \l 1057 ]

2.3.4.2 Stroke
2.3.4.2.1 Stroke Iskemik
Stroke iskemik disebabkan karena oklusi pada pembuluh darah yang
disebabkan karena adanya trombus. Trombus biasanya terdiri dari dua
komponen yang akan menjadi hasil akhir dari proses pembekuan darah,
yakni trombosit dan protein fibrin yang saling terkait seperti jala.
Pengembangan trombus dikenal sebagai “Triad Virchow”, yang meliputi
keruakan pada sel endotel, vaskular (trauma atau aterosklerosis), aliran
darah yang abnomal, dan keadaan hiperkoagulabilitas. Trombus yang
terbentuk diklasifikasikan berdasarkan komponen yang dikandung
meliputi trombus putih (komponen utama adalah trombus) dan trombus
merah (komponen utama adalah sel darah merah) [ CITATION Lee17 \l
1057 ].

Gambar 2. 6 Gambar skematik trombus putih (a) dan trombus merah (b)
[ CITATION Lee17 \l 1057 ]

Aliran darah yang menuju ke otak dikelola oleh dua karotid internal
di anterior dan dua arteri vertebralis di posterior atau sering disebut
dengan siklus wilis. Siklus wilis merupakan jaringan artei seperti cincin
yang menghubungkan antara enam arteri serebral utama, arteri karotis
internal, dan arteri basilar. Jaringan pembuluh tersebut memiliki peran
untuk menjaga distribusi aliran darah otak pada saat aliran masuk dari
karotid internal dan arteri vertebro-basilar serta memungkinkan adanya
aliran kolateral antar belahan. Selain itu, jaringan tersebut juga
menyediakan mekansime aliran kolateral kompensasi jika terjadi
gangguan aliran darah pada salah satu arteri utama. Stroke iskemik dapat
terjadi karena kurangnya suplai darah dan oksigen ke otak. Oklusi iskemik
berkontribusi terhadap sekitar 85 % pasien stroke karena pendarahan
intraserebral. Oklusi iskemik menghasilkan kondisi trombotik dan emboli
pada otak. Pada kejadian trombosis, aliran darah dipengaruhi oleh
penyempitan pembuluh darah akibat aterosklerosis. Penumpukan plak
akhirnya akan mempersempit pembuluh darah vaskular dan membentuk
gumpalan sehingga menyebabkan stroke trombotik. Pada saat aliran darah
yang menuju ke otak mengalami penurunan, maka akan terjadi emboli
yang disebut juga stroke emboli. Aliran darah yang berkurang akan
menyebabkan stress berat dan kematian sel (nekrosis) [ CITATION Kur20 \l
1057 ].

Gambar 2. 7 Mekanisme patofisiologi stroke iskemik [ CITATION Kuc20 \l


1057 ]

2.3.4.2.2 Stroke Hemoragik


Stroke hemoragik menyumbang sekitar 10–15% dari semua stroke
dan memiliki angka kematian yang tinggi. Pada kondisi ini, stres pada
jaringan otak dan cedera internal menyebabkan pembuluh darah pecah. Ini
menghasilkan efek toksik dalam sistem vaskular, mengakibatkan infark.
Ini diklasifikasikan menjadi perdarahan intraserebral dan subaraknoid. Di
ICH, pembuluh darah pecah dan menyebabkan penumpukan darah yang
tidak normal di dalam otak. Penyebab utama ICH adalah hipertensi,
gangguan pembuluh darah, penggunaan antikoagulan dan agen trombolitik
yang berlebihan. Pada perdarahan subarachnoid, darah menumpuk di
ruang subarachnoid otak karena cedera kepala atau aneurisma serebral.
2.3.5 Faktor Resiko
Penyakit – penyakit kardiovaskular memiliki dua jenis faktor resiko
yang mempengaruhi meliputi faktor resiko yang dapat dikontrol dan faktor
resiko yang tidak dapat dikontrol. Faktor resiko yang dapat dikontrol dapat
dilakukan dengan cara mengubah gaya hidup yang meliputi hipertensi,
merokok, diabetes, obesitas, kurangnya aktifitas fisik, diet yang tidak
sehat, dan stress. Sedangkan faktor resiko yang tidak dapat dikontrol
meliputi usia, jenis kelamin, riwayat keluarga, dan komorbid (penyakit
ginjal, penyakit kelenjar tiroid, terapi hormonal, diabetes tipe I dan II, dan
kondisi inflamasi kronik). [ CITATION Kas182 \l 1057 \m Sha20].

2.3.5.1 Faktor Resiko yang Dapat Diubah (Modifable)


2.3.5.1.1 Hipertensi
Peniningkatan tekanan darah merupakan faktor resiko yang paling
umum ditemukan di penyakit – penyakit kardiovaskular. Pasien dengan
hipertensi memiliki resiko paling tinggi untuk terkena penyakit
kardiovaskular. Studi INTERHEART menunjukkan bahwa hipertensi
menyumbangkan sekitar 18 % untuk kasus yang dikaitkan dengan infark
miokard. Hipertensi dapat disebabkan karena penumpukan lipid pada
arteri atau dapat juga disebabkan karena pengecilan dinding arteri
[ CITATION NHL191 \l 1057 \m Sha20].
Gambar 2. 8 Faktor resiko hipertensi pada penyakit kardiovaskular
[ CITATION NHL191 \l 1057 ]

2.3.5.1.2 Hiperkolesterolemia
Dalam suatu studi ditemukan bahwa kolesterol Low Density
Lipoprotein (LDL) yang merupakan lipoprotein utama yang mengangkut
kolesterol dalam darah memiliki peran terkait dengan munculnya penyakit
kardiovaskular. Telah terbukti juga bahwa penurunan kadar kolesterol
serum sebesar 10 % akan menghasilkan penurunan resiko penyakit
kardiovaskular sebesar 50 % pada usia 40 tahun, 40 % pada usia 50 tahun,
30 % pada usia 60 tahun, dan 20 % pada usia 70 tahun [ CITATION Haj172 \l
1057 ]

2.3.5.1.3 Merokok
Merokok dapat meningkatkan resiko terjadinya penyakit
kardiovaskular. Akan tetapi, peningkatan tersebut bervariasi menurut
berbagai faktor. Resiko akan meningkat seiring dengan durasi penggunaan
dan dengan banyaknya rokok yang dihisap setiap harinya. Selain itu,
perokok pasif juga dapat meningkatkan resiko dari terjadinya penyakit
kardiovaskular [ CITATION Ban191 \l 1057 ].

2.3.5.1.4 Diabetes
Beberapa studi menyebutkan bahwa diabetes merupakan faktor resiko
utama dari penyakit kardiovaskular. Berdasarkan studi kohort framingham
ditemukan bahwa dibetes dapat menyebabkan peningkatan resiko
terjadinya penyakit kardiovaskular sebesar dua hingga tiga kali lipat
[ CITATION Haj173 \l 1057 ].

2.3.5.1.4 Kurangnya Aktifitas Fisik


Aktifitas fisik dapat diartikan dengan peningkatan pengeluaran energi.
Melakukan aktifitas terbukti dapat meningkakan kebugaran kardioresptor
yang ditandai dengan ekuivalen metabolik atau pengambilang oksigen
puncak yang dapat diukur dengan tes stress maksimum. Peningkatan curah
jantung dengan latihan fisik akan peningkatkan perfusi otot rangka akan
menghasilkan peningkatan kebutuhan oksigen miokard [ CITATION
Win181 \l 1057 ].
2.3.5.1.5 Obesitas
Obesitas merupakan faktor resiko independen untuk perkembangan
penyakit kardiovaskular. Lebih dari 80 % pasien kardiovaskular memiliki
berat badan berlebih atau obesitas. Obesitas sering dianggap sebagai faktor
resiko yang relatif “kecil”. Faktanya penuruna berat badan dapat sangat
mempengaruhi sejumlah faktor resiko “utama” termasuk hipertensi,
dislipidemia, dan resistensi insulin atau diabetes melitus tipe 2 [ CITATION
Ade171 \l 1057 ].

2.3.5.2 Faktor Resiko yang Tidak Dapat Diubah (Non-Modifable)


2.3.5.2.1 Usia
Resiko penyakit kardiovaskular pada pria akan meningkat pada usia
40 tahun dan pada wanita akan meningkat saat sebelum menopause.
Peningkatan yang pesat akan terjadi pada wanita setelah menopause dan
akan memiliki tingkat kejadian yang sama dengan pria pada usia 70
hingga 80 tahun [ CITATION Wil18 \l 1057 ].

2.3.5.2.2 Jenis Kelamin


Kejadian aterosklerosis dan infar miokard lebih sering terjadi pada
pria dibandingkan dengan wanita. Hal ini dikarenakan terdapat perubahan
yang terjadi selama kehamilan dan adanya perbedaan fisiologis dalam
tingkat hormonal selama menopause pada wanita. Perubahan substansial
dalam kadar hormon selama menopause, yakni penurunan kadar hormon
esterogen, dapat menyebabkan perubahan pada tingkat kejadian resiko
terkena penyakit kardiovaskular. Hormon esterogen yang mengontrol
banyak jalur metabolisme seperti metabolisme lipid, penanda inflamasi
serta sistem koagulasi di dalam tubuh [ CITATION Ghe201 \l 1057 ].

2.3.5.2.2 Riwayat Keluarga


Riwayat keluarga penyakit kardiovaskular dikaitkan dengan resiko
sekitar 1,5 sampai dengan 2 kali lipat lebih tinggi dibandingkan resiko
konvensional [ CITATION Sef16 \l 1057 ].

Anda mungkin juga menyukai