Anda di halaman 1dari 9

POLITIK HOKUM PENGAKUAN NEGARA TERHADAP MASYARAKAT

HUKUM ADAT DAN HAK-HAK TRADISIONALNYA

Sukirno
Dosen Hukum Adat dan Antropologi Hukum Fakultas Hukum Undip, Semarang.

Abstract

The Legal policy of state recognition to the indigenous people during Guided Democracy period, New Order
period ( Orde Baru ), until reformation period, carried out carefully by giving four terms as regulated in UUPA,
UUD NRJ 1945 and The Act of Foresty and Plantation Act. So that, the character of the product of the Jaw is
not still responsive, because they have not base on to Pancasila ( as a fundamental norm) dan they have
not accomodate the aspirations of indigenous peopleand also the International Law instrument. The legal
policy of state recognitions to indigenous people in the future need to accomadate indigeneous people's
aspirations, International Law instrument which it regulated the indigineous people, and state interest,
which it still refferring to Pancasila as 9Jiding principle.

Kata Kunci: Politik Hukum, Pengakuan Negara, Masyarakat HukumAdat.

Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki masyarakat hukum adat (MHA)3. masyarakat adat',
tingkat keragaman yang tinggi, baik dari dimensi kurang mendapat perhatian dari pemerintah sehingga
budaya, etnik, agama, ras, dan golongan. Dilihat dari kondisi kehidupannya memprihatinkan dan
keragaman etnik di Indonesia terdapat 366 suku terpinggirkan dari pembangunan. Salah salu contoh
bangsa,2 yang berbeda-beda tingkat tingkat kemajuan adalah komunitas orang Rimba {suku Kubu) di Jam bi,
dan kesejahteraannya. Pemerintah memang telah yang terusir dari hutan tempat tinggal mereka, karena
melakukan program pembangunan di segala bidang, hutannya sudah jadi lokasi transmigrasi atau dikuasai
terutama yang dilakukan sejak Orde Baru, dan telah oleh investor untuk perkebunan, sehingga hidup di
membawa efek yang berbeda untuk masing-masing pinggir jalan lintas Sumatera sebagai penqemis dan
5
suku bangsa. Sebagian besar sudah beranjak dari gelandangan.
pola pemenuhan hidup subsisten ke pola pemenuhan Terdegradasinya kehidupan MHAsebagian besar
hidup modern. Namun kenyataan menunjukkan disebabkan oleh konflik penguasaan tanah, yang
masih ada beberapa komunitas atau suku bangsa masyarakat hukum adat disebut sebagai tanah hak
yang menyandarkan hidupnya dari alam sekitar, baik ulayat telah merebak seiring dengan kebutuhan
karena keterbatasan pengetahuan dan teknologi pemerintah maupun investor HPH (Hutan
maupun yang memang dengan sengaja melestarikan Penguasaan Hutan) dan HTI (Hutan Tanaman
dan memegang dengan kuat kebudayaan warisan lndustri). Berbagai proyek pemerintah maupun
nenek-moyang untuk menyatu dengan alam. swasta yang memanfaatkan tan ah masyarakat sering
Komunitas yang memilih hidup menyatu dengan menuai konflik, sebagaimana dilansir oleh
alam, misalnya Baduy, Sedulur Sikep (Samin), Koordinator lnstitut Indonesia Hijau {IHI) Chalid
Kasepuhan Banten Kidul (Ciptagelar), Kampung Muhammad, bahwa saat ini ada sekitar 4.000 konflik
Naga, dan banyak lagi di luar Jawa. di masyarakat antara rakyat dan pengusaha.6
Komunitas yang sering disebut sebagai Beberapa konflik yang menyangkut tanah hak ulayat

2. Soleman Biasane Taneko, HukumAdat SuatuPengantar AwaldanPrecflksiMasaMendatang, Bandung, Eresco, 1987,hlm.24.


3. lstilah masyarakat hukum adat merupakan teriemahan dari rechtsgemeenschap yang untuk pertama kaB dipef'kenalkan oleh Cornelius van Vollenhoven, yang
kemudian didefinisikan oleh muridnya, Ter Haar sebagai kesatuan-kesatuan yang mempunyai tata susunan sendiri yang teratur dan kekal serta memilikl pengurus dan
kekayaan sendiri, baik materiil maupun ,mmateriil.
4. lsblah masyarakat adat adalah terjemahan dari Indigenous Peoples yang berkembang di tataran intemasional. misalnya dalam United Nations Declaration on the
Rights of Indigenous Peoples (UNDRIP). yang leMl disuka1 oleh pergerakan dan pemerhati (Omop) masyarakat adat, semacamA!iansi MasyarakatAdat Nusantara
(AMAN).
5. Kompas,23Januan2011.
6. Kompas, 31 Oktober 2009

375
MMH, Ji/id 40 No. 3 Juli 2011

yang pernah terjadi misalnya: antara suku Amungme Bahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam
dengan PT. Freefort Indonesia, antara masyarakat memperingati Hari lnternasional Masyarakat Adat di
Dayak Bahau di Kab. Kutai dengan PT. Limbang Praja TMII pada tanggal 9 Agustus 2006 mengatakan
Timber yang mengembangkan HTI transmigrasi pemerintah akan menyiapkan RUU Perlindungan Hak
seluas 15.200 Ha di wilayah adat dan pencurian kayu Adat.Keinginan Presiden ini telah disambut oleh DPD
di hutan adat mereka, masyarakat adat di kecamatan RI dengan membuat draft RUU Perlindungan
Malifut , Maluku Utara menduduki jalan masuk ke MasyarakatAdat, yang sdah masuk dalam Prolegnas
pertambangan emas PT. Nusa Halmahera Minerals DPR RI masa bakli 2009-2014.
untuk menuntut ganti rugi lahan adat yang masuk Di Indonesia belum ada peraturan yang seragam
dalam konsesi perusahaan tambang itu.7 tentang pengakuan hukum terhadap masyarakat
Perlakuan diskriminatif terhadap MHA yang hukum adat sehingga belum ada ketentuan baku
dibedakan dengan masyarakat yang sudah maju, untuk mengakui eksistensi dan hak-hak masyarakat
tennasuk perlakuan istimewa kepada investor, secara hukum adat. Hal ini berbeda dengan di Philipina yang
umum telah mengusik rasa kemanusiaan dan sudah memiliki instrumen pengakuan hukum
melanggar hak asasi manusia. Perlakuan yang terhadap masyarakat adat atas tanah yang diberikan
diskriminatif ini telah melanggar Pasal 28 I ayat (2) dalam bentuk sertifikat yang dikenal dengan
UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang Certificate Ancestral Domain Title (CADT}. CADT
berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diberikan oleh National Commision on Indigenous
diskriminatif alas dasar apapun dan berhak Peoples (NCIP} setelah dilakukan proses Free, Prior
mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang and Informed Consent (FPIC}. CADT, NCIP dan FPIC
diskriminatif itu. Lebih spesifik perlakuan diskriminatif merupakan hal yang diatur di dalam UU tentang Hak
tersebut juga telah melanggar Pasal 6 ayat (1) UU Masyarakat Adat yang disebut Indigenous Peoples's
No.39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang Rights Act (IPRA} 1997. Demikian juga di Malaysia,
menegaskan bahwa dalam rangka penegakan hak sudah sejak tahun 1954 memiliki Aboriginal Act, yang
asasi manusia, perbedaan dan kebutuhan dala kemudian diperbaharui pada tahun 1974. Dengan
masyarakat hukum adat harus diperhatikan dan kondisi berbeda, Australia juga sudah mempunyai
dilindungi oleh hukum masyarakat, dan pemerintah. NaUve Title Act 1993 untukmelindungi sukuAborigin.
Akar dari diskriminasi yang memunculkan konflik Dalam ranah internasional, upaya perlindungan
sehingga mengakibatkan marjinalisasi MHA adalah masyarakat hukum adat semakin menguat sejak
ketiadaan payung hukum yang diamanatkan oleh diterbitkannya Konvesi ILO No.107 Tahun 1957 yang
konstitusi sebagai rujukan dari berbagai peraturan berprinsip integrasionis. Prinsip ini belakangan
perundangan yang bersinggungan dengan direvisi dengan dikeluarkannya Konvensi ILO No.169
masyarakat hukum adat. Perlunya payung hukum Tahun 1989 mengenai Bangsa Pribumi dan
untuk mengakui dan menghormati masyarakat hukum Masyarakat Adat di Negara-negara Merdeka, yang
adat itu secara eksplisit terdapat dalam Pasal 18 8 berprinsip self-identification. Euforia pemikiran
ayat (2) UUD NRI 1945 dan secara implisit terdapat kebangkitan masyarakat adat ini berkembang terus
dalam Pasal 281 ayat (3) UUD NRI 1945. Ketiadaan sehingga PBS mengakui hak asasi masyarakat adat
ini mengakibatkan insinkronisasi dan inharmonisasi dengan disahkannya United Nations Declaration on
peraturan-perundangan. the Rights of Indigenous Peoples (UNDRIP} pada
Upaya untuk mengatur masyarakat hukum adat tanggal 13 September 2007, dimana Indonesia
dalam peraturan tersendiri sudah mulai dilakukan merupakan salah satu dari 144 negara yang ikut
sekalipun belum ada hasilnya. Misalnya DPR dalam menandatangani deklarasi tersebut. Selain itu
Prolegnas 2004-2009 terlihat ada tiga nama undang- masyarakat hukum adat mempunyai peran yang
undang yang terkait dengan masyarakat hukum adat sangat penting dan berhasil melestarikan lingkungan
yaitu RUU tentang Hak-hak Masyarakat Adat khususnya dengan hutan adatnya, yang diakui
(No.101 }, RUU tentang Komunitas Adat Terpencil mampu untuk mengurangi efek gas rumah kaca
(No.216), dan RUU tentang Pengakuan dan dalam skema REDD (Reducing Emissions from
Penghormatan Masyarakat Adat dan Tradisinya. Deforestation and Forest Degradation}.

7. Kompas,24 Februan2008.

376
Sukirno, Pengakuan Negara Terhadap Masyarakat Hukum Adat

Beranjak dari latar belakang tersebut di atas maka sedangkan di negara yang konfigurasi politiknya
permasalahan yang perlu diangkat dalam tulisan otoriter, maka produk hukumnya berkarakter ortodoks
untuk memperoleh jawaban dapat diketengahkan I konservatifI elitis. Produk hukum responsilpopulistik
sebagai berikut: adalah produk hukum yang mencerminkan rasa
1. Bagaimana politik hukum pengakuan negara saat keadilan dan memenuhi harapan masyarakat. Dalam
ini terhadap masyarakat hukum adat dan hak-hak proses pembuatannya memberikan peran besar dan
tradisionalnya? partisipasi penuh kelompok-kelompok sosial atau
2. Bagaimana politik hukum pengakuan negara individu di dalam masyarakat. Hasilnya bersifat
masa mendatang terhadap masyarakat hukum responsif terhadap tuntutan-tuntutan kelompok sosial
adat dan hak-hak tradisionalnya? atau individu dalam masyarakat. Sedangkan produk
hukum ortodoks I konservatif I elitis adalah produk
Politik Hukum: Konfigurasi Politik dan Produk hukum yang isinya lebih mencerminkan visi sosial elit
Hukum politik, lebih mencerminkan keinginan pemerintah,
Mahfud M08 mendefinisikan bahwa politik hukum bersifat positivis-instrumentalis, yakni menjadi alat
adalah legal policy yang akan dilaksanakan secara pelaksanaan ideologi dan program negara.
nasional oleh Pemerintah Indonesia yang meliputi: Berlawanan dengan hukum responsif, hukum
pertama, pembangunan hukum yang berintikan ortodoks lebih tertutup terhadap tuntutan-tuntutan
pembuatan dan pembaruan terhadap materi-materi kelompok maupun individu-individu di dalam
hukum agar dapat sesuai dengan kebutuhan; kedua, masyarakat. Dalam pembuatannya peranan dan
pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada partisipasi masyarakat relatif kecil. Untuk
termasuk penegasan fungsi lembaga dan pembinaan mengkualifikasi apakah suatu produk hukum
para penegak hukum. responsif atau konservatif, indikator yang dipakai
Hubungan hukum dengan politik digambarkan adalah proses pembuatan hukum, sifat fungsi hukum,
oleh Rahardjo9 yang mengutip pendapat Talcott dan kemungkinan penafsiran atas sebuah produk
12
Parsons dengan konsep Sibernetik-nya. Di dalam hukum.
masyarakat digambarkan oleh Parsons ada empat Menurut Mahfud MD13, perkembangan
sub sistem yaitu budaya, sosial, politik dan ekonomi. konfigurasi politik sampai dengan 1998 (terbitnya
Dilihat dari arus energi, budaya mempunyai energi buku Politik Hukum di Indonesia} dimulai dari periode
paling rendah, dan naik semakin tinggi pada sub demokrasi liberal, periode demokrasi terpimpin, dan
sistem sosial, politik, dan tertinggi pada sub sistem periode Orde Baru. Pada periode demokrasi liberal
ekonomi. Hukum merupakan bagian dari sub sitem (1945-1950), jika dilihat dari sudut bekerjanya pilar-
sosial, dengan demikian hukum dikondisikan oleh sub pilar demokrasi, maka terlihat peranan partai-partai
sistem politik dan ekonomi. Dalam konteks hubungan melalui parlemen sangat dominan. Sebaliknya
hukum dengan politik, maka hukum berada dalam peranan eksekutif atau kabinet sangat lemah,
kedudukan yang lebih lemah daripada politik. sehingga hampir dikatakan tidak berfungsi. Sekalipun
Berkaitan dengan lebih kuatnya energi politik begitu r produk hukumnya berkarakter
dalam berhadap dengan hukum, Oahrendorf" responsif/populistik.14 Berikutnya periode terpimpin,
mengatakan bahwa hukum merupakan cermin dari ditandai oleh tarik tambang antara tiga kekuatan
kehendak pemegang kekuasaan atau identik dengan politik utama,yaitu Soekarno, Angkatan Darat, dan
kekuasaan. Mahfud11 mengatakan bahwa konfigurasi PKI. Tetap secara politis posisi Soekarno paling kuat
politik suatu negara akan melahirkan karakter produk sehingga menjelmakan dirinya sebagai pemimpin
hukum tertentu di negara tersebut. Di dalam negara yang otoriter. Pada periode produk hukumnya dapat
yang konfigurasi poliliknya demokratis, maka produk dikualifikasikan sebagai hukum yang
hukumnya berkarakter responsilpopulistik, konservatif/ortodoks/elitis.15Tetapi khusus untuk

8. Moh.Mahfud MD, PoliUk Hukum di Indonesia, Jakarta, LP3ES, 2006, him. 9.


9. Sa~ipto Rahardjo, //mu Hukum, Bandung, Alumni, 1982, him. 37 -38.
10. Moh.Mahfud MD, Op. Ci~ him. 14.
11. Ibid, him. 15.
12.Moh. MahfudMD, Ibid, hlm.25-26.
13. Ibid, hlm.30().
14. lbid,hlm321.
MMH, Ji/id 40 No. 3 Juli 2011

produk hukum berupa UUPAdapat dikatakan sebagai mempunyai harta benda, milik keduniaan dan
produk hukum yang responsif. Kemudian periode milik gaib; golongan-golongan demikianlah yang
Orde Baru yang otoriter-birokratis telah memberi bersifat persekutuan hukurn',
bobot yang lebih besar terhadap perkembangan Apabila disederhanakan pendapat itu
ekonomi dalm kerangka pembangunan nasionalnya. mengandung persyaratan masyarakat hukum adat
Produk hukum pada periode Orde Baru berkarakter yaitu memiliki penduduk, wilayah (teritorial}, struktur
konservatif/ortodoks/elitis. yang tetap, pengurus, harta benda yang berujud
maupun tidak berujud, dan bertindak atas nama
Politik Hukum Negara Dalam Pengakuan kesatuannya.
Masyarakat Hukum Adat dan Hak-hak Di kalangan pemerhati masyarakat hukum adat
Tradisionalnya maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM} yang
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai mengadvokasi masyarakat hukum adat, lebih memilih
pengakuan negara terhadap masyarakat hukum adat istilah Tribal People atau Indigenous People yang
dan hak-haknya, ada baiknya terlebih dahulu berasal dari Konvensi International Labour
dijelaskan tentang pluralisme istilah yang berkaitan Organization (ILO) Nomor 169 Tahun 1989 mengenai
dengan masyarakat hukum adat. Sampai sekarang Bangsa Pribumi dan Masyarakat Adat di Negara-
belum terdapat istilah baku untuk menyebut suatu Negara Merdeka. Konvensi tersebut menentukan
masyarakat yang masih dominan menggunakan bahwa yang disebut dengan indigenous people
hukum adat dan budayanya sendiri, baik di antara adalah suku-suku bangsa yang berdiam di negara
para ahli hukum adat, pemerhati masyarakat hukum merdeka yang kondisi sosial, budaya dan
adat maupun dalam peraturan perundangan. Di ekonominya berbeda dengan kelompok masyarakat
kalangan studi hukum adat dipakai istilah masyarakat yang lain. Atau suku-suku bangsa yang telah
hukum adat atau persekutuan hukum adat, mendiami sebuah negara sejak masa kolonial yang
sedangkan di luar itu masih banyak istilah yang memiliki kelembagaan ekonomi, budaya dan politik
dipakai seperti masyarakat adat, masyarakat asli, sendiri.
masyarakat terasing, masyarakat tradisional, Sementara itu Jose Martinez Cobc", seorang
masyarakat suku dan lain sebagainya. pelapor khusus PBS untuk Komisi Pencegahan
Para ahli hukum menggunakan istilah masyarakat Diskriminasi dan Perlindungan Kaum Minoritas,
hukum adat sebagai terjemahan dari memberikan pengertian tentang indigenous people
rechtsgemeenschap, yang pertama kali dengan menyatakan:
diperkenalkan oleh Cornelis van Vollenhoven. "Indigenous communities, people and nations are
Kemudian pengikut Vollenhoven, Ter Haar" those which, having a historical continuity with pre-
mengatakan: invasion and pre-colonial societies that developed
"Di seluruh kepulauan Indonesia pada tingkatan on their territories, consider themselves distinct
rakyat jelata, terdapat pergaulan hid up di dalam from other sectors of the societies now prevailing
golongan-golongan yang bertingkah laku sebagai in those territories, or parts of tnem'.
kesatuan terhadap dunia luar, lahir dan batin; Pengertian indigenous people disini diartikan
golongan-golongan itu mempunyai tata susunan sebagai kelompok masyarakat dan suku bangsa yang
yang tetap dan kekal, dan orang-orang memiliki kelanjutan sejarah dengan masa sebelum
segolongan itu masing-masing mengalami invasi dan setelah invasi yang berkembang di wilayah
kehidupannya dalam golongan sebagai hal mereka, menganggap diri mereka berbeda dari
sewajarnya, hal menurut kodrat alam; tidak ada kelompok masyarakat lain atau bagian dari
seorangpun dari mereka yang mempunyai masyarakat. Sedang mengenai tribal people, Cobo
pikitran akan kemungkinan pembubaran menyatakan sebagai berikut:
golongan itu; golongan manusia tersebut "Tribal People in independent state whose social,
mempunyai pula pengurus sendiri dan cultural and economic conditions distinguish then
15. lbkf, hlm.348.
16. R. Soepomo, 1987, 881>-bab Tentang HukumAdat, Jakarta, Pradnya Paramita, hal.46.
17. Dalam Emil Ola Kleden, 'Evolusi Perjuangan Gagasan 'Indigenous Peoples Rights' Dalam Ranah Nasional dan lntemasional' dalam Advanced Training Hak-hak
Masyaral<at Ada/ (lndige1101Js Peoples Rights) Bagi Dosen Peng ajar HAM di Indonesia, Dlselenggarakan oleh Pusdokham -UII bekerjasama dengan N01Wegian
Centre for Human Rights, Yogyakarta, 21-24 Agustus 2007, hlm.11.

378
Sukimo. Pengakuan Negara Terhadap Masyarakat Hukum Adat

from other sections of the national community and Manusia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004
whose status is regulated wholly or partially by Tentang Sumberdaya Air. Undang-Undang Nomor 18
their own customs or traditions or by special laws Tahun 2004 Tentang Perkebunan. Undang-Undang
or regulations". Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan. dan
Tribal people pada konsep di alas diartikan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang
sebagai kelompok masyarakat di suatu negara Mahkamah Konsfitusi, Undang-Undang Nomor 34
merdeka yang kondisi soslal, budaya dan ekonomi Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, serta
berbeda dengan kelompok masyarakat lain dan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Sadan
statusnya kelompok itu diatur secara keseluruhan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1999 Tentang
atau sebagian oleh kebiasaan mereka sendiri atau Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat
oleh hukum atau peraturan khusus. Masyarakat HukumAdat.
Bila ILO mengkategorisasikan istilah indigenous Sedangkan peraturan perundangan yang
people maupun tribal people sebagai masyarakat menggunakan istilah "masyarakat adat', antara lain
adat, sebaliknya beberapa penulis memberikan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang
pengertian yang berbeda. Misalnya pendapat yang Otonomi Khusus Papua. Undang-Undang Nomor 20
dikemukakan oleh lfdhal Kasim, Ketua Komnas HAM Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional,
(2007), menerjemahkan indigenous people sebagai Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang
bangsa pribumi, sedangkan tribal people Minyak dan Gas Bumi, Undang-Undang Nomor 27
diterjemahkan sebagai masyarakat adat. Sedangkan Tahun 2003 Tentang Panas Bumi, serta Undang-
Emil Ola Kleden menerjemahkan indigenous people Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan
menjadi masyarakat hukum adat. Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Selain dua
Berkaitan dengan istilah masyarakat adat, istilah yang ada di peraturan perundang-undangan
Lembaga Swadaya Masyarakat Jaringan Pembela tersebut di alas, Kementerian Sosial mempunyai
Hak-hak Masyarakat Adat (Japhama) dalam istilah yang berbeda untuk menyebut masyarakat
Sarasehan Tana Toraja tahun 1993, mengartikan yang sama, yaitu komunitas adat terpencil.
masyarakat adat sebagai kelompok masyarakat yang Jadi didalam peraturan perundang-undangan
memiliki asal-usul leluhur (secara turun-temurun) di ada tiga istilah yang dipakai yaitu masyarakat hukum
wilayah geografis tertentu, serta memiliki nilai, adat, masyarakat adat, dan komunitas adat terpencil.
ideologi, ekonomi, politik, budaya, dan wilayah Di kalangan studi hukum adat dipakai istilah
sendiri. Definisi tersebut selanjutnya diadopsi oleh masyarakat hukum adat atau persekutuan hukum
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) pada adat, sedangkan di luar itu banyak istilah yang dipakai
Kongres I Tahun 1999. Penggunaan istilah seperti masyarakat adat, masyarakat asli,
masyarakat adat dianggap lebih bersifat holistik masyarakat terasing, masyarakat tradisional,
meliputi segala aspek baik aspek politik, sosial, masyarakat suku dan lain sebagainya.Dari berbagai
ekonomi, budaya, serta hukum. Sedangkan istilah istilah tersebut, masing-masing menyebut dengan
masyarakat hukum adat dianggap hanya menaruh istilah yang berlainan untuk maksud yang sama yaitu
perhatian pad a aspek hukum semata. ,a masyarakat yang masih dominan menggunakan
Peratuturan perundangan yang menggunakan hukum adat dan budayanya sendiri.
istilah "masyarakat hukum adat' antara lain Undang- Peraturan perundang-undangan yang langsung
Undang Dasar Tahun 1945 Perubahan Tahun Kedua, berkaitan maupun yang tidak langsung berkaitan
Tap MPR Tentang Pengelolaan Sumberdaya Alam, masyarakat hukum adat beserta hak-hak
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang tradisionalnya pada umumnya tersebar di berbagai
Peraturan Oasar Pokok-pokok Agraria, Undang- peraturan perundang-undangan dan di berbagai
Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan instansi pemerintah.
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Dalam UUD 1945 NRI amandemen ke-dua
Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Undang- tanggal 18 Agustus 2000 kita temukan dua pas al yang
Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi langsung maupun tidak langsung mengatur tentang

18. Rikardo Simarmata, Pengakuan Hulwm terlladap MasyarakatAdatdi Indonesia, UNDP, Jakarta, 2006, him. 25.
19. Rafael Edy Bosco, Hale-hale MasyarakatAdatDalam KonteksPengelolaan SumberDayaAlam,Jakarta, ELSAM. 2006, hlm.117.

379
MMH, Ji/id 40 No. 3 Juli 2011

tanah hak ulayat. Dalam Pasal 18 B ayat (2) dan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan
Pasal28 I ayat(3) UUD NRI 1945. atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan
Bunyi Pasal 18 B ayat (2) sebagai berikut :Negara dengan undang-undang dan peraturan-peraturan
mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan yang lebih tinggi.
masyarakat hukum adat beserta hak-hak Jika kita perhatikan dengan seksama maka
tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai ketentuan dalam Pasal 3 ini merupakan pasal karet
dengan perkembangan masyarakat dan prinsip dan menimbulkan ambivalensi, disatu sisi tanah hak
Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur ulayat diakui tetapi disisi lain tidak boleh bertentangan
dalam undang-undang. kepentingan nasional dan negara, serta undang-
Sedangkan Pasal 28 I ayat (3) menyatakan undang dan peraturan yang lebih tinggi. Sehingga
sebagai berikut: "ldentitas budaya dan hak pelaksanaan Pasal 3 dilapangan tergantung selera
masyarakat tradisional dihormati selaras dengan penguasa dalam menafsirkan kepentingan nasional.
perkembangan zaman dan perubahan" Kenyataan membuktikan pada regim Orde Baru di
Dalam UUD NRI 1945 tersebut memang tidak bawah kepemimpinan Presiden Soeharto, banyak
secara eksplisit mengakui adanya tanah hak ulayat, proyek-proyek pemerintah dan swasta yang
akan tetapi bisa ditafsirkan bahwa UUD NRI 1945 mengatas-namakan kepentingan umum mengambil
mengakuinya dalam kata-kata "hak-hak tanah ulayat tanpa ganti rugi atau ganti rugi yang
tradisionalnya" (dalamPasal 188 ayat 2) dan 'hak tidak memadai.
masyarakat tradisional dihormati" (dalam Pasal 28 I
ayat (3) yang termasuk di dalamnya hak atas tanah Undang Undang No.41 Tahun 1999 tentang
ulayat. Kehutanan
Satu hal yang menarik dalam UUD NRI 1945 Dalam Pasal 5 ayat (2) menyatakan bahwa hutan
khususnya pada pasal 18 B ayat (2) adalah negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
menugaskan pada pemerintah untuk membuat dapat berupa hutan adat. Selanjutnya ayat (3) dari
undang-undang untuk masyarakat hukum adat agar pasal yang sama menyebutkan sebagai berikut:
pengakuan dan perlindungannya bisa terjamin. Sejak Pemerintah menetapkan status hutan sebagaimana
amandemen kedua UUD NRI 1945 tanggal 18 dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2); dan hutan adat
Agustus 2000, hingga tahun 2009 belum juga ditetapkan sepanjang menurut kenyataannya
terwujud adanya UU tentang masyarakathukum adat. masyarakat hukum adat yang bersangkutan masih
Pada bulan Agustus 2007, Presiden Susilo Bambang ada dan diakui keberadaannya.
Yudhoyono pernah mengemukakan bahwa Dengan demikian, hutan adat dianggap bukan
pemerintah akan menyiapkan UU masyarakat adat, hutan hak, karena hak ulayat bukan merupakan hak
tetapi hingga SBY selesai mas a jabatan pertama akhir sebagaimana Hak Milik,Hak Guna Usaha, Hak Guna
September 2008 belum juga terwujud. Baik dalam Bangunan, dan lain sebagainya. Pembuat UU
Prolegnas DPR 2004-2009 maupun Prolegnas DPR mungkin mengikuti alur pikir dari UUPA yang
2009-2014, RUU Perlindungan Masyarakat Adat menyatakan hak ulayat adalah hak yang sifatnya
termasuk materi yang akan dibahas. sementara.
Sebenarnya dalam UU Kehutanan mengakui
Undang Undang No.5 Tahun 1960 tentang masyarakat hukum adat dalam Pasal 67 yang
Ketentuan PokokAgraria berbunyi sebagai berikut:
Kalau berbicara masalah pertanahan maka tidak (1) Masyarakat hukum adat sepanjang
bisa dilepaskan dari UU No.5/1960 (selanjutnya kenyataannya masih ada dan diakui
disebut dengan UUPA). Dalam UUPA ada satu pasal keberadaannya berhak:
yang menyebut adanya tanah hak ulayat, yaitu dalam a. melakukan pemungutan hasil hutan untuk
Pasal 3 yang berbunyi sebagai berikut: pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari
Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam Pasal masyarakat adat yang bersangkutan;
1 dan 2, pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak serupa b. melakukan kegiatan pengelolaan hutan
dengan itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, berdasarkan hukum adat yang berlaku dan
sepanjang kenyataannya masih ada, harus tidak bertentangan dengan undang-undang;
sedemikian rupa sehingga sesuai dengan dan

380
Sukirno, Pengakuan Negara Terhadap Masyarakat HukumAdat

c. mendapatkan pemberdayaan dalam rangka terhadap masyarakat hukum adat ditegaskan dalam
meningkatkan kesejahteraannya. Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) yang berbunyi sebagai
(2) Pengukuhan keberadaan dan hapusnya berikut:
masyarakat hukum adat sebagaimana dimaksud (1) Dalam rangka penegakan hak asasi manusia,
pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan perbedaan dan kebutuhan dalam masyarakat
Dae rah hukum adat harus diperhatikan dan dilindungi
(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud oleh hukum masyarakat, dan Pemerintah.
pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan (2) ldentitas budaya masyarakat hukum adat,
Peraturan Pemerintah. termasuk hak atas tanah ulayat dilindungi selaras
dengan perkembangan zaman.
Jika kita cermati Pasal 67 tersebut kelihatannya Berkaitan dengan pelanggaran terhadap hak-hak
mengakui dan melindungi masyarakat hukum adat masyarakat hukum adat, maka setiap warga
(selanjutnya disebut MHA), tetapi dengan adanya masyarakat/kelompok dapat mengajukan laporan
pembukaan HPH, HTI sering terdengar MHA selalu dan pengaduan lisan maupun tertulis kepada Komnas
dikalahkan. Biasanya yang menjadi sengketa adalah HAM.
batas HTI, HPH yang sering masuk ke wilayah hutan
adat yang merupakan tanah hak ulayat MHA. Politik Hukum Pengakuan Negara Terhadap
Masyarakat Hukum Adat Mendatang
Undang Undang No.18 Tahun 2004 tentang Politik hukum pengakuan negara terhadap
Perkebunan masyarakat hukum adat pada masa mendatang perlu
Dalam UU Perkebunan disinggung sedikit tentang mengakomodir aspirasi masyarakat adat, instrumen
penggunaan tanah untuk usaha perkebunan yang hukum internasional, dan berpedoman pada rambu-
berasal dari tanah hak ulayat, sebagaimana diatur rambu yang terdapat dalam Pancasila sebagai kaidah
dalam Pasal 9 ayat (2) sebagai berikut: penuntun.
Dalam hal tanah yang diperlukan merupakan tanah Pengakuan negara yang diinginkan oleh
hak ulayat masyarakat hukum adat yang menurut masyarakat hukum adat adalah pengakuan yang
kenyataannya masih ada, mendahului pemberian hak holistik, artinya pengakuan yang tidak membelah-
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemohon hak belah totalitas masyarakat hukum adat, yaitu
wajib melakukan musyawarah dengan masyarakat pengakuan mengenai hak-hak terutama hak ulayat,
hukum adat pemegang hak ulayat dan warga masyarakat hukum adat, adat-istiadat, lembaga adat
pemegang hak atas tanah yang bersangkutan, untuk dan hukum adat. Pengakuan ini membawa
memperoleh kesepakatan mengenai penyerahan konsekuensi bahwa proyek pemerintah di ulayat
tanah dan imbalannya. harus seizin dari masyarakat hukum adat, dengan
Dalam pelaksanaannya di lapangan ban yak tan ah memberikan kompensasi, juga pengakuan sebagai
hak ulayat yang diklaim sebagai bagian dari legal entity dan legal personality dari masyarakat
perkebunan dengan alasan pengusaha sudah hukum adat.
mengantongi ijin lokasi dan ijin usaha sekian ribu Dalam ranah internasional, upaya perlindungan
hektar, sehingga akhirnya menjadi konflik antara masyarakat hukum adat semakin menguat sejak
investor dengan masyarakat hukum adat. Akar diterbitkannya Konvesi ILO No.107 Tahun 1957 yang
masalahnya sebenarnya dari sisi masyarakat hukum berprinsip integrasionis.Prinsip ini belakangan direvisi
adat tidak punya bukti tertulis berupa sertifikat dan dengan dikeluarkannya Konvensi ILO No.169 Tahun
batas-batas mungkin kurang jelas, disisi lain 1989 mengenai bangsa Pribumi dan MasyarakatAdat
pengusaha juga tidak mempunyai peta yang jelas dari di Negara-negara Merdeka, yang berprinsip seff-
pemerintah yang menerbitkan hak, lebih lebih tanah identification. Euforia pemikiran kebangkitan
tersebut belum ada haknya tetapi sudah perkebunan masyarakat adat ini berkembang terus sehingga PBS
sudah dioperasikan. mengakui hak asasi masyarakat adat dengan
disahkannya United Nations Declaration on the Rights
Undang. Undang No.39 Tahun 1999 tentang Hak of Indigenous Peoples (UNDRIP) pada tanggal 13
Asasi Manusia September 2007, di man a Indonesia merupakan salah
Dalam UU tentang HAM, pengakuan hak asasi satu dari 144 negara yang ikut menandatangani

381
MMH, Jilk! 40 No. 3 Juli 2011

deklarasi tersebut. Selain hal-hal tersebut maka pengaturan hak-hak


Selain itu, pengakuan terhadap masyarakat tradisionalnya khususnya tanah hak ulayat dalam
hukum adat untuk tidak diperlakukan secara suatu undang-undang masyarakat adat perlu
diskriminatif yang merupakan bagian dari hak asasi mengedepankan semangat Pasal 33 ayat (3) UUD
manusia (HAM) juga dijamin dalam Universal NRI 1945 yaitu bumi dan air dan kekayaan alam yang
Declaration of Human Rights (Pasal 2 dan 7), terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
Kovenan lnternasional tentang Hak-hak Sipil dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran
Politik/ International Covenant on Civil and Poutical rakyat, bukan seperti sekarang ini pemerintah seolah-
Rights/ /CCPR ( Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 dan Pasal olah bertindak sebagai pemilik (privat) tanah yang
26), Kovenan lnternasional tentang Hak-hak semau-maunya memberi konsesi pada pengusaha
Ekonomi, Sosial dan Budaya/ International Covenant HPH dan HTI tanpa mengingat masyarakat pada
on Economic, Social and Cultural Rights/lCESCR umumnya dan masyarakat hukum adat pada
(Pasal 2 ayat (2) dan (3), dan Pasal 3) dan Konvensi khususnya. Jadi pemerintah sejak Orde Baru hingga
tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi sekarang lebih mengedepankan pendekatan kapitalis
Rasia!, Konvensi lnternasional tentang Penghapusan daripada pendekatan populis sebagaimana
Segala Bentuk Diskriminasi/ International Convention tercantum dalam UUD NRI 1945 Pasal 33 ayat (3).
on Elimination of All Forms of Racial
Discriminationl/CERD ( Pasal 1 ayat (1 )). Komite Hak Simpulan
Asasi Manusia PBB'9 telah memberi komentarbahwa Beranjak dari pembahasan tersebut di atas, dapat
prinsip non diskriminatif dalam ICCPR menuntut ditarik simpulan sebagai berikut:
negara-negara pihak untuk tidak hanya mengambil 1. Politik hukum pengakuan negara terhadap
tindakan perlindungan, tetapi juga affirmatif action masyarakat hukum adat pada masa demokrasi
dalam upaya untuk menjamin penikmatan hak-hak terpimpin, Orde Baru, hingga reformasi dilakukan
secara positif. Affirmatif action mengharuskan secara hati-hati dengan memberikan empat
negara-negara untuk menerapkan perfakuan yang syarat sebagaimana diatur dalam UUPA, UUD
berbeda. NRI 1945 dan UU Kehutanan, UU Perkebunan.
Untuk masa mendatang politik hukum yang Sehingga karakter produk hukumnya dikatakan
dituangkan dalam produk hukum terhadap masih belum responsif karena belum mengacu
masyarakat hukum adat dan hak-hak tradisionalnya, pada kaidah penuntun Pancasila, dan belum
setidaknya perlu dilakukan dua hal. Pertama, untuk mengakomodir aspirasi masyarakat hukum adat
mengatasi overlapping dan tabrakan kepentingan serta instrumen hukum internasional.
karena ego sektoral dari instansi pemerintah, maka 2. Politik hukum pengakuan negara terhadap
perlu diadakan moratorium penyusunan undang- masyarakat hukum adat mendatang perlu
undang yang terkait dengan masyarakat hukum adat mengakomodir aspirasi masyarakat hukum adat,
dan hak-hak tradisionalnya, untuk mengkaji instrumen hukum intemasional yang mengatur
harmonisasi peraturan yang ada, seraya menunggu mengenai indigenous people, dan kepentingan
terbentuknya undang-undang tentang masyarakat negara, dengan tetap mengacu pada Pancasila
hukum adat. Kedua, jika diatur dalam suatu undang- sebagai kaidah penuntunnya.*****
undang masyarakat adat maka setidaknya harus
memuat empat hal. Keempat hal tersebut meliputi: 1) Daftar Pustaka
pengakuan masyarakat adat beserta hak-haknya dari
pemerintah daerah, 2). Penggunaan instrumen FPIC Bosco, Rafael Edy, 2006, Hak-hak Masyarakat Adat
(Free, Prior and Informed Consen~ atau keputusan Oalam Konteks Pengelolaan Sumber Daya
bebas, didahulukan dan diiformasikan (KBDD) yang Alam, Jakarta: ELSAM
tercermin dalam UNDRIP (United Nations Declaration Kleden, Emil Ola, 2007, "Evolusi Perjuangan
on the Right of Indigenous Peoples) sebagai syarat Gagasan 'lndiqenous Peoples Rights" Dalam
penggunaaan tanah hak ulayat oleh pihak luar, 3). Ranah Nasional dan lntemasional" dalam
pengukuran, pemetaan tanah hak ulayat, Advanced Training Hak-hak Masyarakat Adat
pemasangan patok sebagai batas, 4). penerbitan (Indigenous Peoples Rights) Bagi Dosen
sertifikat hak milik atau hak pakai. Pengajar HAM di Indonesia,

382
Sukimo, Pengakuan Negara Terhadap Masyarakat Hukum Adat

Diselenqqarakan oleh Pusdokham -UII


bekerjasama dengan Norwegian Centre for
Human Rights, Yogyakarta, 21-24 Agustus
2007.
Mahfud MD, Moh, 2006, Politik Hukum di Indonesia,
LP3ES, Jakarta, 2006.
Nurlinda, Ida, 2009, Perkembangan Hukum
Pertanahan Indonesia: Suatu Pendekatan
Ekonomi-Politik, Jakarta: Rajawali Pers
Rahardjo, Satjipto, 1982, I/mu Hukum, Bandung:
Alumni
Simarmata, Rikardo, 2006, Pengakuan Hukum
terhadap Masyarakat Adat di Indonesia,
,Jakarta: UNDP
Soepomo, R, 1987, Bab-bab Tentang Hukum Adat,
Jakarta: Pradnya Paramita.
Soemardjono, Maria S.W, 2003, Penyempurnaan
UUPA dan Sinkronisasi Kebijakan. Kompas
24 September.
Susilaningtyas, 2005, "Resource Tenure, Legal
Pluralism and Tenur Security" dalam Tanah
Masih di Langit, Jakarta: Yayasan Kem ala.
Taneko, Soleman Biasane, 1987, HukumAdat Suatu
Pengantar: Awai dan Prediksi Masa
Mendatang, Bandung: Eresco.
Kompas, 23 Januari 2011.
Kompas, 31 Oktober2009.
Kompas,24 Februari 2008

383

Anda mungkin juga menyukai