Disusun oleh:
Joana Asmara
0432950119014
1. Definisi Penyakit
Gagal Ginjal Kronik merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang
progresif dan irreversible dari berbagai penyebab dimana terjadi ketika tidak mampu
mengangkut sampah metabolik tubuh atau melakukan fungsi regulernya (Suharyanto
dan Majid, 2017).
CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal
mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar (insidius)
dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme, cairan, dan
keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2017).
Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan
fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi
pengganti ginjal tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Setiati, 2014)
2. Etiologi
Penyebab tersering terjadinya CKD adalah diabetes dan tekanan darah tinggi, yaitu
sekitar dua pertiga dari seluruh kasus (National Kidney Foundation, 2015). Menurut
teori, hipertensi pada pasien gagal ginjal dapat terjadi karena adanya penyempitan
pembuluh darah yang disebabkan oleh penumpukan lemak di dalam pembuluh darah
akibat dari tingginya kadar natrium dan cairan yang tidak seimbang, jika hal tersebut
terjadi pada pembuluh darah ginjal maka ginjal akan mengalami kerusakan yang
berakibat pada gagal ginjal, selain itu ginjal memproduksi enzim renin angiotensin
yang diubah menjadi angiotensin II yang menyebabkan pembuluh darah mengkerut dan
mengeras (Asriani et al, 2012). Diabetes Melitus terjadi dengan adanya gangguan pada
pankreas kemudian meningkatkan kadar glukosa, lalu terjadi gangguan metabolisme
karbohidrat sehingga karbohidrat tidak dapat menjadi sumber energi secara sempurna,
maka lemak dan protein yang menjadi sumber energinya. Sel-sel tubuh juga tidak dapat
menyimpan gula dalam bentuk glikogen (Senthilkumar et al., 2017).
Ureum merupakan produk akhir dari metabolisme asam amino, dalam katabolisme
protein dipecah menjadi asam amino dan deaminasi amonia, amonia dalam proses ini
disintesis menjadi urea. Reaksi kimia sebagian besar terjadi di hati dan sedikit terjadi di
ginjal. Kadar normal ureum adalah 10-40 mg/dL dan ureum dieksresikan rata-rata 30
gram sehari (Bhagaskara, Liana, & Santoso, 2015). Pemeriksaan ureum ini dapat
dijadikan sebagai skrining awal Penyakit Ginjal Kronik (PGK). Namun diperlukan
waktu 5-10 tahun untuk menjadi masalah kerusakan ginjal (Loho, Rambert, & Wowor,
2016).
3. Patofisiologi
Faktor pencetus terjadinya gagal ginjal kronik yaitu dimulai dari zattoksik, vaskular
infeksi dan juga obstruksi saluran kemih yang dapat menyebabkan arterio sclerosis,
kemudian suplay darah dalam ginjal menurun yang mengakibatkan GFR (Glomerular
Filtration Rate) menurun, saat GFR menurun memicu adanya retensi natrium dalam
tubuh, ketika sudah terjadi retensi natrium dalam tubuh maka cairan juga akan
menumpuk dan berpengaruh pada beban jantung sehingga jantung harus bekerja lebih
keras lagi dan jika cardiac output menurun maka aliran darah dalam ginjal akan
menurun, maka akan terjadi retensi Na dan cairan yang akan menyebabkan kelebihan
volume cairan (Amin & Hardhi, 2015). Apabila kelebihan volume cairan pada tubuh
tidak segera diatasi maka akan berdampak pada beberapa masalah lain yaitu, adanya
edema perifer karena terjadi perubahan tekanan hidrostatik atau osmotic kapiler dan
juga dapat menyebabkan hipertensi, hipertensi dapat terjadi akibat dari peningkatan
aktifitas renin angiotensin, peningkatan resistensi vaskular, kelebihan volume cairan
dan penurunan prostaglandin. (Pricilla,2016).
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolism protein (yang normalnya diekskresikan
ke dalam urin) tertimbun dalam darah, sehingga terjadi uremia dan mempengaruhi
setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan
semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis (Brunner & Suddarth,
2013).
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah
glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi darah
yang sebenarnya dibersihkan oleh ginjal. Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR)
dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaan klirens
kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens
kreatinin akan menurun dan kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar
nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan
indicator yang paling sensitif dari fungsi karena substansi ini diproduksi secara
konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga
oleh masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan
medikasi seperti steroid.
Ginjal juga tidak mampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin secara
normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap
perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari tidak terjadi. Pasien sering
menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung
kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis renin
angiotensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain
mempunyai kecenderungan untuk kehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi
dan hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan
natrium, yang semakin memperburuk status uremik.
3. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic seiring
dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang
berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus
gjnjal untuk menyekresi ammonia (NH3 ̅) dan mengabsopsi natrium bikarbonat
(HCO3) penurunan ekskresi fosfat dan asam organic lain juga terjadi.
4. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia sel
darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan
akibat status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal,
produksi eritropoetin menurundan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina
dan sesak napas.
5. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal
kronis adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan
fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat,
maka yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal,
terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya penurunan kadar serum
kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari
kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak berespon secara normal
terhadap peningkatan sekresi parathormon dan mengakibatkan perubahan pada
tulang dan penyakit tulang. Selain itu juga metabolit aktif vitamin D (1,25 -
dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal menurun.
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat dan
keseimbangan parathormon.
4. Manifestasi Klinis
Menurut Brunner & Suddarth (2013) setiap sistem tubuh pada gagal ginjal kronis
dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan menunjukkan sejumlah tanda dan
gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan
ginjal, usia pasien dan kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala pasien gagal ginjal
kronis adalah sebagai berikut :
1. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi system renin-
angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki, tangan, sakrum), edemaperiorbital,
Friction rub perikardial, pembesaran vena leher.
2. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis
dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
3. Manifestasi Pulmoner
4. Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia, mual,
muntah, konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal
5. Manifestasi Neurologi
6. Manifestasi Muskuloskeletal
7. Manifestasi Reproduktif
5. Klasifikasi
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju Filtration
Glomerulus) atau glomerulus filtration rate (GFR) dimana nilai normalnya adalah 125
ml/min/1,73m2 dengan rumus Kockroft - Gault sebagai berikut :
Nilai GFR menunjukkan seberapa besar fungsi ginjal yang dimiliki oleh pasien
sekaligus sebagai dasar penentuan terapi oleh dokter. Semakin parah CKD yang
dialami, maka nilai GFR nya akan semakin kecil (National Kidney Foundation, 2010).
Penurunan fungsi ginjal ditandai dengan peningkatan kadar ureum dan
kreatinin serum. Penurunan GFR dapat dihitung dengan mempergunakan rumus
Cockcroft-Gault (Suwitra, 2009). Penggunaan rumus ini dibedakan berdasarkan jenis
kelamin (Willems et al., 2013).
Selain itu fungsi ginjal juga dapat dilihat melalui pengukuran Cystatin C. Cystatin C
merupakan protein berat molekul rendah (13kD) yang disintesis oleh semua sel berinti
dan ditemukan diberbagai cairan tubuh manusia. Kadarnya dalam darah dapat
menggambarkan GFR sehingga Cystatin C merupakan penanda endogen yang ideal
(Yaswir & Maiyesi, 2012).
6. Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami beberapa
komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer (2017) antara lain adalah :
2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin angiotensin
aldosteron.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
yang rendah, metabolism vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar
alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
7. Pemeriksaan Diagnostik
1. Radiologi
b. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk
diagnosis histologis.
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.
3. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal ginjal pada
usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
4. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal, anatomi sistempelviokalises,
dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomisistem pelviokalises dan
ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
5. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi gangguan (vaskuler, parenkhim) serta
sisa fungsi ginjal
10. EKG Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)
11. Biopsi Ginjal dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal
kronis atau perlu untuk mengetahui etiologinya.
b. Urin
Volume: Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidakada (anuria).
Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus/nanah,
bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat, sedimen kotor, warna kecoklatan
menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin.
Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan
ginjal berat).
d. Hiponatremia
e. Hiperkalemia
i. Hipertrigliserida
j. Asidosis metabolic
8. Penatalaksanaan Medis
2. Dialisis peritoneal
3. Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan cara pengobatan yang lebih disukai untuk pasien
gagal ginjal stadium akhir. Namun kebutuhan transplantasi ginjal jauh melebihi
jumlah ketersediaan ginjal yang ada dan biasanya ginjal yang cocok dengan pasien
adalah yang memiliki kaitan keluarga dengan pasien. Sehingga hal ini membatasi
transplantasi ginjal sebagai pengobatan yang dipilih oleh pasien (Price, Sylvia A &
M. Wilson, 2015). Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila pasien sudah
memerlukan dialisi tetap atau transplantasi. Pada tahap ini biasanya GFR sekitar 5-
10ml/mnt. Dialisis juga diiperlukan bila :
5. Efusi pericardial
1. Pengkajian
1. Demografi.
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang
mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal seperti
proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD dapat terjadi
pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai peranan penting sebagai
pemicu kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk/berdiri yang terlalu
lama dan lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum/mengandung
banyak senyawa/ zat logam dan pola makan yang tidak sehat.
2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulonefritis,
hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan traktus
urinarius bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD.
4. Pola eliminasi
5. Pengkajian fisik.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran pasien dari
compos mentis sampai coma.
b. Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat dan
reguler.
c. Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6bulan terakhir karena kekurangan nutrisi, atau
terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
d. Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga,
hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan
pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
f. Dada
g. Abdomen.
h. Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat
ulkusi.
i. Ekstremitas.
j. Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat /
uremia, dan terjadi perikarditis.
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD adalah sebagai berikut:
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan denganan oreksia mual
muntah.
3 Perubahan pola napas Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3350 Respiratory Monitoring
berhubungan dengan selama 1x24 jam pola nafas adekuat. 1. Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha
hiperventilasi paru Kriteria Hasil: respirasi
NOC : Respiratory Status 2. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan,
- Peningkatan ventilasi dan penggunaan otot tambahan, retraksi otot
oksigenasi yang adekuat supraclavicular dan intercostal
- Bebas dari tanda tanda distress 3. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,
pernafasan hiperventilasi, cheyne stokes
- Suara nafas yang bersih, tidak 4. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak
ada sianosis dan dyspneu adanya ventilasi dan suara tambahan
(mampu mengeluarkan 3320 Oxygen Therapy
sputum, mampu bernafas 1. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
2. Ajarkan pasien nafas dalam
dengan mudah, tidak ada
3. Atur posisi senyaman mungkin
pursed lips) 4. Batasi untuk beraktivitas
- Tanda tanda vital dalam 5. Kolaborasi pemberian oksigen
rentang normal
4 Gangguan perfusi jaringan Setelah dilakukan asuhan keperawatan 4066 Circulatory Care
berhubungan dengan selama 3x24 jam perfusi jaringan 1. Lakukan penilaian secara komprehensif fungsi sirkulasi
penurunan suplai O2 dan adekuat. periper. (cek nadi priper,oedema, kapiler refil, temperatur
nutrisi ke jaringan sekunder. Kriteria Hasil: ekstremitas).
2. Kaji nyeri
NOC: Circulation Status
3. Inspeksi kulit dan Palpasi anggota badan
- Membran mukosa merah muda 4. Atur posisi pasien, ekstremitas bawah lebih rendah untuk
- Conjunctiva tidak anemis
memperbaiki sirkulasi.
- Akral hangat
5. Monitor status cairan intake dan output
- TTV dalam batas normal.
6. Evaluasi nadi, oedema
- Tidak ada edema
7. Berikan therapi antikoagulan.
5. Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3320 Oxygen therapy
berhubungan dengan selama 3x24 jam, klien gangguan 1. Observasi tanda pada oksigen yang disebabkan
perubahan membrane pertukaran gas teratasi hipoventilasi
kapiler paru Kriteria Hasil: 2. Pertahankan kepatenan jalan nafas
- Tekanan oksigen di darah 3. Anjurkan pasien untuk mendapatkan resep oksigen
arteri (PaO2) tambahan
- Tekanan karbondioksida di 4. Konsultsi dengan tenaga kesehatan lain mengenai
darah arteri (PaCO2) penggunaan oksigen saat aktivitas
- PH arterial
- Saturasi oksigen
- Keseimbangan perfusi
ventilasi
6. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1400 Pain Management
dengan agen injury selama 3x24 jam, nyeri teratasi 1. Tentukan dampak nyeri terhadap kualitas hidup klien
Kriteria Hasil: 2. Kontrol faktor lingkungan yang mungkin
Pain Control menyebabkan respon ketidaknyamanan klien
- Kenali awitan nyeri 3. Pilih dan terapkan berbagai cara (farmakologi, non
- Jelaskan faktor penyebab nyeri farmakologi)
- Gunakan obat analgesik dan 4. Observasi tanda-tanda non verbal dari
non analgesik ketidaknyamanan
- Laporkan nyeri yang terkontrol
C. Refrensi
Bhagaskara, Liana, P., & Santoso, B. 2015. Hubungan Kadar Lipid dengan Kadar
Ureum & Kreatinin Pasien Penyakit Ginjal Kronik di RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang. Kedokteran Dan Kesehatan, 2(2), 223– 230
Brunner & Suddarth. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa:
Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli, Kuncara., I.made karyasa. Jakarta: EGC
Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dotcherman, Joanne M. 2015. Nursing
Interventions Classification (NIC). Jakarta: mocomedia
Le Mone, Priscilla. 2016. Buku ajar keperawatan medikal bedah. Jakarta: EGC
Loho, I. K. A., Rambert, G. I., & Wowor, M. F. (2016). Gambaran Kadar Ureum Serum
pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik Stadium 5 Non Dialisis. Jurnal E-Biomedik, 4, 2–7
Nahas, Meguid El & Adeera Levin. 2010. Chronic Kidney Disease: A Practical Guide
to Understanding and Management. USA : Oxford University Press