Anda di halaman 1dari 12

The Answer For You

Kamis, 11 April 2013


Tantangan Sumber Daya Perusahaan (Peternakan)

TANTANGAN SUMBER DAYA PERUSAHAAN

1.Tantangan persaingan global

Terjadinya interdependensi antar negara. Sangat dimungkinkan bahwa pesaing secara


sengaja menciptakan interdependensi yang kompetitif antar negara dengan menggunakan suatu
strategi global. Hal ini akan ditandai dengan adanya aktivitas bersama. Sebagai contoh, perusahaan
dapat menggunakan pabrik di Indonesia untuk melayani pasar Jepang dan Amerika, sehingga pangsa
pasar yang dicapai di Amerika akan mempengaruhi volume di pabrik Indonesia. Semakin tingginya
volume perdagangan internasional. Semakin meningkatnya volume ekspor dan impor antar Negara
menyebabkan semakin tingginya tingkat aktivitas para pesaing yang ada di negara-negara lain untuk
berinteraksi satu sama lain. Disamping itu tingkat perdagangan yang tinggi dapat merubah sifat
persaingan. Perusahaan-perusahaan dari negara lain yang beroperasi pada tingkat dunia, seperti dari
Jepang, Korea Selatan, Taiwan dan Singapore banyak dibantu oleh pemerintah masing-masing.

Strategi dalam persaingan global

Istilah strategi yang dipakai disini sudah tidak sesuai lagi jika menggunakan pendekatan tradisional
yang diartikan sebagai suatu rencana manajemen puncak untuk mencapai keluaran yang selaras
dengan misi dan tujuan organisasi. David (1995),  bahwa strategi itu merupakan rencana dan
kejadian riil yang dilakukan oleh perusahaan. Perubahan perubahan kondisi yang nyata terjadi tanpa
direncanakan juga dimasukkan ke dalam pengertian strategi. Berbagai alternatif strategi bisnis yang
dapat ditempuh perusahaan dalam menghadapi persaingan global adalah:

1. Memperluas wilayah pasar secara geografis.

2. Melakukan deversifikasi

3. Melakukan akuisisi

4. Mengadakan pengembangan produk


5. Melakukan penetrasi pasar

6. Mengadakan perampingan bisnis

7. Melakukan likuidasi

8. Mengadakan joint venture.

Sedang alternatif strategi pemasaran global yang memungkinkan untuk ditempuh oleh perusahaan
adalah:

1. Strategi pemasaran global terpadu

2. Strategi segmen global.

3. Strategi ketegori produk global

4. Strategi elemen bauran pemasaran global

5.  Strategi produk global

6. Strategi periklanan global.7

Strategi untuk memasuki pasar internasional merupakan suatu rencana yang komprehensif.
Mencakup penentuan tujuan, sasaran, sumber-sumber dan kebijakan yang akan memandu
perusahaan dalam operasi bisnis internasionalnya agar dapat mencapai pertumbuhan di pasar global
dalam jangka panjang. Periode waktu untuk strategi ini adalah tiga sampai lima tahun. Strategi yang
seharusnya dibangun didasarkan pada segmen pasar luar negeri untuk setiap jenis produk, karena
setiap segmen pasar mempunyai karakteristik yang berbeda. Jika strategi tidak dikembangkan untuk
pasar/produk, maka pendekatan yang dipakai hanya pendekatan penjualan terhadap pasar luar
negeri.

2. Tantangan pengangguran

Salah satu penyebab rendahnya tingkat produktifitas tenaga kerja di Indonesia adalah
tingginya angka pengangguran di Indonesia. Menurut Depdiknas, pengangguran Sarjana di Indonesia
lebih dari 300.000 orang. Di sisi lain para Head Hunter  dan HRD Officer mengeluhkan sulitnya
mendapatkan tenaga kerja terdidik di Indonesia. Ternyata terdapat fenomena bahwa para lulusan
perguruan  tinggi hanya berminat pada perusahaan besar dan menengah yang jumlahnya sangat
terbatas. Sementara perusahaan berskala kecil dan menengah jumlahnya lebih dari 40 juta, namun
tidak sanggup memberi gaji besar sehingga para lulusan perguruan tinggi memilih menganggur,
sehingga jumlah pengangguran terdidik pun setiap tahun bertambah. Namun, banyak juga
perusahaan yang mengeluhkan rendahnya kompetensi para lulusan/pelamar kerja dibandingkan
standart atau spesifikasi kompetensi yang dibutuhkan. Tidak heran, bila pada akhirnya diperoleh
kesimpulan bahwa selain produktifitas, tingkat kompetensi tenaga kerja/SDM di Indonesia pun pada
umumnya masih rendah. Pembinaan keahlian dan produktifitas masih lebih banyak dilakukan oleh
perusahaan dimana tenaga kerja tersebut bekerja. Bagi perusahaan-perusahaan besar yang memiliki
pengembangan tenaga kerja hal tersebut tidak menjadi masalah. Namun, bagi perusahaan kecil
menengah memperoleh tenaga kerja terampil dengan produktifitas tinggi masih sangat sulit. Dalam
hal ini harusnya perusahaan mengambil tindakan yang harus jelas dan mengambil sedikit tindakan
lebih dalam penggunaan sarjana yang berkualitas di atas personalan gaji y6ang besar pada sarjana
tersebut, karena sudah jelas bahwa penggunaan sarjana sebagai tenaga kerja akan menghasilkan
kesuksesan sebuah perusahaan tersebut, sebenarnya bukan sekedar sarjana yang seharusnya
dipekerjakan, pengangguran yang bukan dari kalangan sarjana juga perlu diperhatikan sehingga
peran perusahaan sebagai penyedia lapangan kerja dan memajukan perekonomian dapat lebih jelas
terwujud.

3.tantangan tanggung jawab sosial

           
Millenium Development Goals (MDGs)

MDGs atau tujuan pembangunan millennium merupakan paradigma pembangunan global


yang disepakati secara internasional oleh 189 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
dalam konferensi tingkat tinggi milenium PBB September 2000 silam. majelis umum PBB kemudian
melegalkannya ke dalam resolusi majelis umum PBB nomor 55/2 tanggal 18 September 2000
tentang Deklarasi milenium PBB. PBB mendiskusikan berbagai macam permasalahan-permasalahan
di dunia, antara lain:

1. Setiap tahun, lebih dari 18 juta orang meninggal dunia akibat hal-hal yang                berhubungan
dengan kemiskinan, umumnya mereka adalah kaum perempuan dan anakanak,

2. 600 juta anak hidup dalam kemiskinan,


3. 800 juta orang tertidur dalam kondisi lapar setiap harinya,

4. Hampir separuh dari penduduk dunia hidup dengan biaya kurang dari 2 dollar (kurang dari
Rp.20.000)

5. Lebih dari 1 miliar penduduk dunia hidup dengan biaya 1 dollar (Rp. 10.000) per hari

6. Setiap tahun, hampir 11 juta anak meninggal dunia sebelum mencapai usia balita

Indonesia sebagai salah satu Negara yang telah mengadopsi MDGs juga memiliki beberapa target
dan indikatornya. MDGs menempatkan pembangunan manusia sebagai fokus utama pembangunan
serta memiliki tenggat waktu dan kemajuan yang terukur. MDGs didasarkan atas konsensus dan
kemitraan global, sambil menekankan tanggung jawab negara berkembang untuk melaksanakan
pekerjaan rumah mereka. Jadi boleh dikatakan bahwa MDGs adalah merupakan janji Negara kepada
rakyatnya. Deklarasi MDGs ini berisi kesepakatan negara-negara tentang arah pembangunan berikut
sasaran-sasarannya yang perlu diwujudkan. Secara ringkas, arah pembangunan yang disepakati
secara global meliputi:

(1) menghapuskan kemiskinan dan kelaparan berat,

(2) mewujudkan pendidikan dasar untuk semua orang,

(3) mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan,

(4) menurunkan angka kematian anak,

(5) meningkatkan kesehatan maternal,

(6) melawan penyebaran HIV/AIDS, dan penyakit kronis lainnya (malaria dan tuberkulosa),

(7) menjamin keberlangsungan lingkungan,

(8) mengembangkan kemitraan global untuk Pembangunan

Dampak positif dari MDGs, paling tidak dapat dilihat dari dua aspek yaitu:

Pertama, orientasi pembangun-an yang menekankan pada pemerataan akan mengangkat


kesejahteraan penduduk secara lebih luas. Dengan begitu, lebih banyak penduduk yang dapat
menikmati hasil pembangunan.

Kedua, secara timbal balik, karena semakin banyaknya penduduk yang kesejahteraannya meningkat,
pada gilirannya akan lebih banyak lagi sumberdaya manusia yang dapat berpartisipasi dalam
pembangunan. Dengan demikian keberlanjutan pembangunan menjadi lebih pasti.
Sebaliknya orientasi pembangunan yang menekankan pada pertumbuhan ekonomi semata
akan lebih menghasilkan kesenjangan dalam masyarakat. Upaya mengedepankan
pembangunan yang berorientasi pada kesejahteraan umat manusia, baik untuk generasi saat ini
maupun generasi mendatang

Bagaimana peran perusahaan dalam pencapaian MDGs?

Peran perusahaan dalam pembangunan semakin menonjol dalam dimensi praktis maupun
normatif. Mau tidak mau, Corporate Social Responsibility  (CSR) mengalami apropriasi menuju "peran
perusahaan dalam pembangunan secara luas". Di sinilah kemudian CSR berintegrasi dengan MDGs
yang menjadikan pembangunan dengan mudah dilihat tujuan-tujuan terpentingnya. Kontribusi
perusahaan dalam pencapaian MDGs memang sangatlah penting. Seperti yang disampaikan oleh
Ban Ki-Moon pada kesempatan UN Global Compact Leaders Summmit 5 Juli 2007 lalu. Dijelaskan
keterlibatan perusahaan dalam MDGs adalah bahwa agar mereka bisa beroperasi dalam jangka
panjang, mereka haruslah dipercaya dan diberi legitimasi sebagai bagian penting dalam
memecahkan berbagai masalah pembangunan, bukan menjadi sumber masalahnya. Perusahaan,
harus dapat membuktikan dirinya berkontribusi dalam mengurangi kemiskinan ekstrem dan
meningkatkan mutu lingkungan, bukan menambah jumlah orang miskin dan meruntuhkan daya
dukung lingkungan. Hanya apabila perusahaan bisa membuktikan diri sebagai aktor pembangunan
yang membawa dampak positiflah maka kepercayaan dan legitimasi dapat diraih. Jane Nelson dan
Dave Prescott dalam "Business and the Millennium Development Goals: A Framework for Action"
(diterbitkan oleh UNDP dan IBLF, 2003)” menyatakan bahwa ada tiga alasan kuat (business case)
mengapa perusahaan perlu berkontribusi dalam pencapaian MDGs, yaitu:

1. perusahaan akan mendapatkan lingkungan yang baik untuk mendukung bisnisnya,

2. perusahaan bisa mengelola risiko dari dampak operasinya, dan

3. perusahaan akan mendapatkan berbagai peluang bisnis baru.

Perusahaan harus memproduksikan produk yang aman, menghasilkan keuntungan dan menambah
investasi, menciptakan pekerjaan, membangun SDM, mengembangkan kesempatan berusaha di
tingkat lokal, serta menyebarkan standar dan praktik terbaik. "Obey the law, manage risks,
minimize negative sosial and environmental impacts and create positive values..." adalah kunci
bagaimana perusahaan harus berperilaku dalam bisnis. CSR memang bukan semata-mata tanggung
jawab, melainkan juga peluang. telah menemukan bukti kuat bahwa menjalankan bisnis dengan
mereka yang miskin-diistilahkan dengan bottom of the

pyramid  ternyata sangat menguntungkan. Kebijakan perusahaan yang sangat penting adalah
kebijakan-kebijakan menyangkut tata kelola lingkungan, menarik dan mempertahankan investasi,
membuka pasar ekspor, serta meningkatkan bantuan pembangunan dari negara-negara maju.
Sebagaimana yang dikemukakan di atas, muara dari kontribusi perusahaan dalam pencapaian MDGs
adalah kepercayaan dan legitimasi dari publik. Menurut hukum besi tanggung jawab sosial dari Keith
Davis, "Society permits business to exist, allows them to have power, and grants them legitimacy. If
businesses abuse their power, they will loose it."  Karenanya, keterlibatan perusahaan dalam
pembangunan masyarakat adalah masalah yang sangat serius. Ia menentukan hidup matinya
perusahaan.

Global Compact (GC)

Apa itu GC? GC adalah kerangka kerja bisnis yang memiliki komitmen untuk
menyelaraskan operasi dan strategi bisnis dengan sepuluh prinsip-prinsip universal yang meliputi
hak asasi manusia, standar tenaga kerja, lingkungan hidup dan anti-korupsi (UN, 2007). GC bukan
merupakan instrument regulasi, jadi tidak mengatur/ memaksa atau mengukur perilaku perusahaan.
GC menitikberatkan pada akuntabilitas public, transparansi dan pencerahan tujuan dari
masingmasing perusahaan, buruh dan masyarakat sipil untuk berinisiatif atau berbagi aksi-aksi
selaras prinsip-prinsip GC. Hingga kini hampir 5.000 perusahaan menandatangani sepuluh prinsip
utama GC. Di Indonesia baru 22 perusahaan yang telah menandatangani GC. Perusahaan bisa
menerapkan 10 prinsip GC sesuai dengan core values bisnisnya masing-masing. Pelaksana-an dari
perusahaan ataupun institusi masing-masing lebih merupakan tanggung jawab moral, dan bukan
berupa komitmen yang mengikat secara hukum. Dalam hal lingkungan, prinsip 7-8-9 dari 10 prinsip,
meliputi:

Prinsip-7: perusahaan harus mendukung upaya untuk mencegah kerusakan lingkungan hidup;

Prinsip-8: perusahaan mengambil inisiatif tanggung jawab pengelolaan lingkungan yang lebih besar,

Prinsip-9: mendorong penggunaan teknologi yang ramah lingkungan. Ketiga prinsip tersebut dibuat
berdasar deklarasi Agenda 21 United Nations Conference on Environment and Develop ment (the
Earth Summit)  di Rio de Janeiro, 1992.

Prinsip-prinsip lingkungan hidup GC secara umum ditujukan untuk menanggulanggi beberapa


tantangan, yaitu:

􀀹 Kehilangan biodiversity  dan kerusakan ekosistem jangka panjang


􀀹 Pencemaran udara dan perubahan iklim

􀀹 Kerusakan ekosistem aquatik

􀀹 Degradasi lahan

􀀹 Dampak penggunaan dan limbah bahan kimia

􀀹 Produksi/ timbulan limbah

􀀹 Penurunan sumber daya tak terbarukan

Partisipasi Perusahaan dalam GC

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, perusahaan bisa menerapkan 10 prinsip Global
Compact sesuai dengan core values bisnisnya masing-masing. Perusahaan secara sukarela dapat
berpartisipasi dengan mengkomunikasikan progres pelaksanaannya kepada stakeholders melalui
laporan Communications on Progress  (COP). Metode komunikasi/ COP berupa annual
atau sustainability report,  atau melalui jalur komunikasi publik seperti (websites, koran, intranet dan
sebagainya). Kebijakan laporan “Communication on Progress” diatur oleh United Nations Global
Compact. Pada beberapa perusahaan, beberapa report di validasi oleh badan independen. Bagi
perusahaan yang menerapkan GC ini memiliki keuntungan antara lain dalam hal insentif reputasi
dan brand value  dalam pengelolaan bisnisnya, meningkatkan moral tenaga kerja,
mengkomunikasikan pengalaman dalam memecahkan kritikal isu kepada stakeholder atau sesama
anggota secara transparan. Jika kerangka kerja MDGs Based Poverty Reduction Strategy  2015
terwujud, maka GC 2025 antara negara-negara kaya dan miskin untuk mengakhiri kemiskinan global
akan berjalan baik

Equatorial Principles

Tantangan pengelolaan lingkungan hidup dan tanggung jawab sosial dalam industri finansial
juga menjadi isu penting dalam pembiayaan suatu project. Risiko sosial, etika dan lingkungan hidup
juga dipertimbangkan dalam kajian pemberian pinjaman serta proses persetujuan kredit. Pada tahun
2002, sekelompok bank bersama dengan Bank Dunia (the World Bank Group's International Finance
Corporation (IFC)), mendiskusikan isu tersebut. Kemudian mereka membuat kerangka kerja industry
perbankan yang berorientasi kepada risiko lingkungan hidup dan sosial. Kerangka itu kemudian
dinamakan Equatorial Principles (EP) dan untuk pertama kali diluncurkan Juni 2003. Edisi revisi dan
terbaru direalease pada Juli 2006. EP merupakan suatu pedoman bersifat sukarela bagi lembaga/
institusi keuangan yang memperhitungkan dampak sosial dan lingkungan dari pembiayaan suatu
proyek, serta menempatkan kelestarian/ keberlanjutan (sustainability) sebagai inti dari
pembangunan ekonomi. Penerapannya meliputi kajian terperinci atas proposal kredit dan investasi,
dukungan terhadap praktek dan pengembangan lingkungan hidup yang berkelanjutan, serta
komitmen terhadap kesejahteraan dan pembangunan di lingkungan setempat. Institusi finansial
yang mengadopsi EP tidak akan memberikan biaya, jika suatu proyek jika pelaksana proyek tidak
mau, atau tidak mampu memenuhi salah satu di antara prinsip-prinsip yang tertuang
pada Equator Principles. Untuk industri yang berpotensi akan berdampak negatif pada kondisi sosial,
etika atau lingkungan, kredit hanya akan diberikan setelah dilakukan kajian tambahan dan terperinci
terhadap dampak tersebut, untuk menjamin bahwa keterlibatan lembaga pembiayaan dalam
transaksi tersebut telah memenuhi standar dan komitmen terhadap pelestarian alam
(sustainability). Saat ini telah 58 institusi finasial yang telah mengadopsi EP. Peran EP  dalam industri
pembiayaan terutama atas project yang bernilai lebih 10 juta USD akan sangat penting. Beberapa
lembaga finansial yang telah secara sukarela ikut EP, dapat dibilang “mewajibkan” projectproject
yang akan dibiayainya untuk mengikuti prinsip-prinsip yang tertuang dalam EP. Jika partisipasi atau
peran perusahaan dalam MDGs dan GC  lebih kepada sukarela, maka EP,  boleh dibilang lebih
memaksa perusahaan yang akan melakukan suatu project untuk mengikuti prinpip-prinsip yang
telah ditetapkan. Secara fisik perusahaan harus bisa membuktikan bahwa rencana kegiatan yang
akan dilakukan dalam bentuk dokumen yang dapat disebut sebagai “EP conformities document”.

5.Tantangan gaya hidup dan kecenderungannya

Untuk dapat bersaing di pasar global sangat diperlukan barang dan jasa yang
berdaya saing tinggi, yaitu barang dan jasa yang memiliki keunggulan-keunggulan tertentu.
Untuk menghasilkan barang dan jasa yang berdaya saing tinggi diperlukan tingkat efisiensi
yang tinggi. Tingkat efisiensi yang tinggi ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia yang
tinggi, yaitu sumber daya manusia yang profesional dan terampil yang dapat menciptakan
nilai tambah baru dan mampu menjawab tantangan baru. Selanjutnya kualitas sumber daya
manusia yang tinggi tersebut hanya dapat ditentukan oleh sistem pendidikan yang
menghasilkan sumber daya yang kreatif dan inovatif. Sumber daya kreatif dan inovatif hanya
terdapat pada wirausaha.oleh sebab itu, wirausaha yang mampu menciptakan keunggulan
bersaing melalui kemampuan menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (create the new
and different)  Produk barang dan jasa yang dihasilkan seringkali dipengaruhi oleh
perubahan demografi dan gaya hidup. Kelompok-kelompok masyarakat, gayahidup,
kebiasaan, pendapatan, dan struktur masyarakat bisa menjadi peluang. Pada prinsipnya
semua lingkungan di atas bisa menciptakan peluang bagi wirausaha. Dari berbagai
lingkungan seperti di ataslah peluang baru dalam bisnis diperoleh. Zimmerer (1996:98)
menganalisis peluang baru dari lingkungan tersebut dengan menyebutnya pengamatan
lingkungan (environment scanning), yaitu suatu proses di mana semua sektor kritis
lingkungan yang mempengaruhi perusahaan baru diamati, dievaluasi, dan diuji untuk
menentukan pengaruh perubahaan yang terjadi dalam lingkungan tersebut terhadap potensi
perusahaan. Maksud dari proses pengamatan ini adalah untuk mengidentifikasi peluang-
peluang baru atau tantangan baru yang tercipta akhir perubahan lingkungan. Zimmerer
menganalisis peluang baru tersebut dalam bentuk analisis dampak silang (cross impact
analysis).

6.Tantangan etika

Dalam globalisasi tuntutan terhadap implementasi etika bisnis pada perusahaan semakin
memuncak. Di Indonesia, pemerintah merespon etika bisnis dengan menerbitkan Tap MPR No. II
Tahun 1998 dan UU No. 5 tahun 1998. Tuntutan akan etika bisnis berangkat dari suatu keyakinan
bahwa dengan etika, maka akan terjamin secara konsekuen kegiatan bisnis yang baik, etis dan fair
(Keraf dan Imam, 1998). Etika bisnis merupakan bagian etika sosial, yang tumbuh dari etika pada
umumnya yang beroperasi pada tingkat individual, organisasi, dan sistem, dalam Ludigdo (1999).
Adapun etika bisnis meliputi prinsip otonomi, prinsip kejujuran, prinsip keadilan, prinsip saling
menguntungkan, dan prinsip integrasi moral. Prinsip-prinsip etika tersebut perlu dicermati karena
mengingat bisnis di Indonesia akan menghadapi tantangan yang semakin besar. Disamping itu,
kemajuan ekonomi mendorong muncunya pelaku bisnis baru sehingga menimbulkan persaingan
bisnis yang cukup tajam. Semua usaha bisnis tersebut utuk memperoleh keuntungan yang sebesar-
besarnya. Namun terkadang untuk mencapai tujuan itu, segala upaya dan tindakan dilakukan
walaupun pelaku bisnis harus melakukan tindakan-tindakan yang mengabaikan berbagai dimensi
moral dan etika bisnis itu sendiri, termasuk profesi akuntan. Untuk mengantisipasi hal tersebut,
maka profesionalisme suatu profesi harus dimiliki oleh setiap anggota profesi, yaitu berkeahlian,
berpengetahuan, dan berkarakter. Karakter menunjukkan personalitas seorang profesionalisme yang
diwujudkan dalam sikap profesional dan tindakan etisnya. Dalam dekade belakangan ini etika
akuntan telah menjadi issue  yang sangat menarik. Di Indonesia, issue  ini berkembang seiring dengan
terjadinya beberapa pelanggaran etika, salah satunya adalah rekayasa laporan keuangan oleh
akuntan intern perusahaan yang dilakukan sejumlah perusahaan go publik. Menurut catatan Biro
Riset Infi-Bank (BIRI), pada tahun 2002 terdapat 12 perusahaan go publik  yang melakukan praktik
tersebut. Hal seperti itu seharusnya tidak terjadi apabila setiap akuntan memiliki pengetahuan,
pemahaman, dan menerapkan etika secara memadai dalam pelaksanaan pekerjaan profesionalnya.
Perlu kiranya untuk mengetahui bagaimana pemahaman akuntan dan calon akuntan terhadap
persoalanpersoalan etika dan pendidikan etika merupakan hal penting dalam rangka pengembangan
dan peningkatan peran profesi akuntan, terutama bila dikaitkan dengan rawannya profesi ini
terhadap perilaku tidak etis dalam bisnis. Disamping lingkunga bisnis, hal yang dapat mempengaruhi
seseorang berperilaku etis adalah lingkungan dunia pendidikan. Oleh karena itu, dalam konteks
pendidikan tinggi akuntansi, calon akuntan (Mahasiswa) perlu diberi pemahaman yang cukup
terhadap masalah-masalah etika bisnis dan etika profesi. Terdapatnya mata kuliah yang berisi ajaran
moral dan etika yang relevan untuk disampaikan kepada mahasiswa. Dengan dilaksanakan konteks
pendidikan etika diharapkan dapat menumbuhkan pemahaman etika keada mahasiswa akuntansi
sebagai calon akuntan, sehingga mereka dapat berperilaku etis guna memelihara integritas pribadi
dan pfofesinya. Sebagai akibatnya, munculnya dua issu menarik yang berkaitan dengan perekrutan
calon pegawai oleh KAP. Isu yang pertama adalah meningkatnya proporsi wanita diantara clon
pegawai yang direkrut oleh KAP.jika sebelumnya profesi akuntan publik didominasi pria, maka
sekarang ini peran wanita telah mengalami peningkatan. Isu yang kedua adalah bahwa KAP mulai
memikirkan untuk merekrut calon pegawai yang memiliki disiplin akademis diluar akuntansi. Dalam
memberikan jasa professional kepada para klien yang memiliki latar belakang industri dan bisnis
yang berbeda, KAP juga jelas memiliki pengetahuan luas dibidangnya. Perpaduan pengetahuan
tersebut akan saling melengkapi dan pada akhirnya KAP akan mampu memberikan jasa yang
maksimal bagi kliennya.

7.Tantangan keanekaragaman angkatan kerja

       Di Indonesia keragaman tenaga kerja bersifat terbatas, terutama yang agak
menonjol adalah perbedaan berdasarkan jenis kelamin dan usia. Namun perusahaan di
Indonesia harus siap dalam mengantisipasi keragaman tenaga kerja dalam rangka
globalisasi, karena keragaman akan meluas dengan masuknya modal asing yang berarti
juga masuknya tenaga kerja asing dari berbagai etnis atau bangsa. Dari sudut MSDM berarti
mengharuskan dilakukannya usaha mengantisipasi sebagai berikut :

• Perusahaan harus berusaha memiliki SDM yang mampu mengatasi pengaruh perkembangan
bisnis/ekonomi internasional seperti resesi, penurunan/kenaikan nilai uang.

• Perusahaan harus berusaha memiliki SDM dengan kemampuan ikut serta dalam bisnis
global/internasional dan perdagangan bebas.

Tenaga kerja terampil semakin banyak diperlukan, baik untuk melaksanakan pekerjaan teknis,
maupun untuk pekerjaan manajerial dan pelayanan, yang tidak mudah mendapatkan yang
kompetitif di antara yang tersedia di pasar tenaga kerja.

8.Tantangan pertumbuhan penduduk

            Tantangan pertama Indonesia adalah ledakan penduduk yg sudah mencapai jumlah 230 juta
jiwa akan berdampak pada peningkatan berbagai kebutuhan dasar seperti infrastuktur transportasi,
energi, komunikasi, makanan, kebutuhan akan layanan pendidikan yang bermutu, layanan
kesehatan, dan lain lain. Laju pertumbuhan penduduk harus dikendalikan dengan berbagai program
untuk mengatasi dampak ledakan penduduk ini. Dan sebagai perusahaan maka perusahaan tersebut
memerlukan suatu inovasi dalam memaanfaatkan populasi penduduk ini dalam memajukan suatu
perusahaan. Populasi yang besar ini tidak hanya dapat digunakan sebagai tenaga kerja yang banyak
dan berkualitas, tetapi seharusnya juga akan mendorong suatu perusahaan dalam memproduksi
barang yang cukup besar dengan populasi penduduk yang banyak tersebut sebagai lahan penjualan.

           

TINJAUAN PUSTAKA
------- , “Tanggung Jawab Sosial (Semu) Korporasi”, written on Tuesday, July
24th 2007, http://www.media-indonesia.com which was accessed on February 13, 2008
Pradjoto (2007). Tanggung jawab  Sosial Korporasi, Kompas 23 Juli 2007,  http://www. kompas.
com/kompas-cetak/0707/23/utama/3711215.

McManus, T.2007. The business strategy corporate social responsibility “mash-up” Department of


Management and General Business, Frank G. Zarb School of Business New York

David, F.R. ( 1993, Strategic Management,  5th ed. Englewood Cliff, N.J. :

Practice Hall, Inc.

Hill, C.W.L. and G.R. Jones (1995), Stratgeic Management; An Integral Approach,  Boston, Houghton
Mifflin Company.

Purwanto, Djoko, (2003), Komunikasi Bisnis,  Edisi Kedua, Penerbit

Erlangga, Jakarta.

___mik di 20.28
Berbagi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar

coment here...



Beranda

Lihat versi web


Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai