Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Susu formula adalah susu yang secara khusus diformulasikan sebagai


pengganti ASI untuk bayi sampai berusia 6 bulan. Dengan maraknya iklan susu
formula di Indonesia, mengakibatkan susu formula menjadi makanan pokok bayi,
bukan lagi pengganti ASI. Pemberian susu formula pada bayi yang kurang tepat
frekuensi, takaran dan sanitasi penyajiannya akan mengakibatkan masalah gizi,
bisa gizi lebih atau gizi kurang (Kemenkes RI,2018).

Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2019, laporan anak dunia
2011 yaitu dari 136,7 jutabayi lahir diseluruh dunia dan hanya 32,6% dari mereka
yang disusui secara eksklusif dalam 6 bulan pertama. Sedangkan di negara
industry, bayi yang tidak diberi ASI eksklusif lebih besar meninggal dari pada
bayi yang diberi ASI eksklusif. Sementara di negara berkembang hanya 39% ibu-
ibu yang memberikan ASI eksklusif (UNICEF,2019).

Pemberian ASI eksklusif di indonesia masih rendah yaitu 61,5%, bila


dibandingkan dengan target cakupan pemberian ASI eksklusif di indonesia yaitu
80%. Sebagaimana data yang diperoleh Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia tahun 2010 dari 33 provinsi, Sumatera Utara berada di posisi no.8
terendah cakupan pemberian ASI eksklusif dengan persentase 57,6% (Kemenkes
RI,2018).

Di Sumatera Utara, konsumsi susu formula terutama terjadi di kota besar yaitu
sebesar 75,80% dari 6.833 bayi usia 0-6 bulan. Berdasarkan Data Dinas
Kesehatan Kota Binjai, status gizi balita Kota Binjai selama 7 tahun terakhir gizi
lebih mengalami kenaikan dari tahun 2005 sampai 2011, sebesar 5,04% menjadi
2,55%. Gizi kurang selama 7 tahun mengalami naik turun, pada tahun 2012
sebesar 6,10%. Dan gizi buruk cenderung mengalami penurunan, pada tahun 2012
sebesar 0,69% (Dinkes,2019).

1
Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pada kenyataannya tidak sesederhana
yang dibayangkan. Banyak kendala yang timbul dalam upaya memberikan ASI
eksklusif (Partiwi,2019).

Seperti tradisi susu formula di rumah sakit, minimnya pengetahuan dan


pendidikan ibu tentang manfaat dan prose menyusui, minimnya dukungan atau
motovasi dari pasangan atau keluarga, masalah pekerjaan ibu. Pada ibu bekerja,
penyebab kurangnya cakupan pemberian ASI eksklusif adalah singkatanya masa
cuti hamil atau melahirkan yaitu rata-rata hanya tiga bulan, keterbatasan waktu
atau kesibukan kerja, dan ketersediaan fasilitas untuk menyusui di tempat kerja
menyebabkan penggunaan susu botol atau susu formula diberikan lebih dini
(Kementerian Kesehatan,2018). Semakin banyak wanita yang bekerja, akan
mempengaruhi upaya ibu menyusui bayi (Swandari,2017).

Cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan di indonesia pada
tahun 2020 berdasarkan laporan sementara hasil Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia 2018, masih cukup renddah yakni sebesar 42% dimana target
pencapaian pemberian ASI eksklusif pada tahun 2014 sebesar 80%. Salah satu
penyebab rendahnya cakupan pemberian ASI eksklusif bagi bayi dibawah usia 6
bulan karena produksi ASI pada ibu post partum yang terhambat pada hari-hari
pertama pasca persalinan (Venny,2020).

Survei Demografi World Health Organization (WHO) menentukan bahwa


pemberian ASI eksklusif selama 4 bulan pertama sangat rendah terutama di Afrika
Tengah dan Utara, Asia dan Amerika Latin. Berdasarkan penelitian World Health
Organization (WHO) di 6 negara berkembang, resiko kematian bayi antara 9-12
bulan meningkat 40% jika bayi tersebut tidak disusui, untuk bayi berusia di bawah
2 bulan, angka kematian ini meningkat menjadi 48% (Wenas,2020).

Menyesui dapat mempererat hubungan antara ibu dan bayi, dimana menyusui
merupakan proses alamiah yang keberhasilannya tidak diperlukan alat-alat khusus
dan biaya yang mahal namun membutuhkan kesabaran, waktu, dan pengetahuan
tentang menyusui serta dukungan dari lingkungan keluarga terutama suami. Bayi
dibawah usia 6 bulan yang tidak diberikan ASI mempunyai resiko lima kali lipat

2
terhadap kesakitan dan kematian akibat diare dan pneumonia di bandingkan
dengan bayi yang mendapatkan ASI eksklusif (Proverawati,2018).

Menurut Penelitian (Apriyanti,2018) didapatkan 32,6% bahwa faktor-faktor


yang berhubungan dengan pemberian susu formula antara lain tingkat pendidikan,
pekerjaan, akses informasi, pengetahuan dan dukungan suami.

Berdasarkan data yang peneliti dapatkan di Dinas Kesehatan Kota Binjai


Tahun 2019 data ASI eksklusif yang terendah di Klinik Pratama Darni Sembiring
Kelurahan Limau Sundai Kecamatan Binjai Barat adalah 30 ibu yang mempunyai
bayi usia 0-6 bulan.

Dari hasil wawancara yang dilakukan tanggal 14 juni 2021 di klinik pratama
darni sembiring pada 30 ibu yang mempunyai bayi, diketahui bahwa 22 di
antaranya memberikan susu formula kepada bayinya dikarenakan ASI tidak keluar
dan bayi rewel, sedangkan 8 diantaranya mengatakan memberikan ASI secara
eksklusif.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka saya tertarik untuk mengetahui


bagaimana hubungan pengetahuan dengan tindakan ibu tentang pemberian susu
formula pada bayi usia 0-6 bulan di klinik pratama darni sembiring kelurahan
limau sundai kecamatan binjai barat tahun 2021.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah maka penulis membuat


rumusan masalah penelitian sebagai “Hubungan Pengetahuan Dengan Tindakan
Ibu Tentang Pemberian Susu Formula Pada Bayi Usia 0-6 Bulan Di Klinik
Pratama Darni Sembiring Kelurahan Limau Sundai Kecamatan Binjai Barat
Tahun 2021.

3
1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana


hubungan pengetahuan dengan tindakan ibu tentang pemberian susu formula pada
bayi usia 0-6 bulan di klinik pratama darni sembiring kelurahan limau sundai
kecamatan binjai barat tahun 2021.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pengetahuan ibu tentang pemberian susu formula pada


bayi usia 0-6 bulan di klinik pratama darni sembiring kelurahan limau
sundai kecamatan binjai barat.
b. Untuk mengetahui tindakan ibu tentang pemberian susu formula pada bayi
usia 0-6 bulan di klinik pratama darni sembiring kelurahan limau sundai
kecamatan binjai barat.
c. Untuk mengtahui hubungan tindakan ibu tentang pemberian susu formula
pada bayi usia 0-6 bulan di klinik pratama darni sembiring kelurahan
limau sundai kecamatan binjai barat.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Ibu

Sebagai informasi dan dapat menambah wawasan serta pengetahuan ibu-ibu


khususnya yang memberi susu formula sampai dengan umur 0-6 bulan.

1.4.2 Bagi Klinik Pratama Darni Sembiring

Sebagai sarana untuk memberikan pengetahuan tentang pemberian susu


formula pada ibu-ibu yang ada di kelurahan limau sundai kecamatan binjai barat.

1.4.3 Bagi Peneliti

Untuk menambah wawasan dan pengalaman peneliti dalam pembuatan


karya tulis ilmiah khususnya hubungan pengetahuan dengan tindakan ibu tentang

4
pemberian susu formula pada bayi usia 0-6 bulan di klinik pratama darni
sembiring kelurahan limau sundai kecamatan binjai barat.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

2.1.1 Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca
indra manusia, yakni : indra pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga
(Notoatmodjo, 2017).

2.1.2 Tingkat pengetahuan

Pengetahuan adalah salah satu komponen dari perilaku yang termasuk


dalam tingkat kognitif yang terdiri dari 6 tingkat, yaitu :

a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Hal ini dapat digambarkan
apabila seseorang hanya mampu menjelaskan secara garis besar apa yang
telah dipelajarinya.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar. Seseorang dikatakan faham jika seseorang berada
pada tingkat pengetahuan dasar dan dapat menerangkan kembali secara
mendasar ilmu pengetahuan yang dipelajarinya.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Pada tingkat

6
ini seseorang telah mampu untuk menggunakan apa yang telah
dipelajarinya dari suatu situasi untuk diterapkan pada situasi yang lain.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek
kedalam komponen_komponen. Tetapi masih didalam suatu struktur
organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Pada
tingkatan ini, kemampuan seseorang lebih meningkat sehingga ia dapat
menerangkan bagian-bagian yang menyusun suatu bentuk pengetahuan
tertentu dan menganalisis hubungan satu dengan yang lain.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Sintesis dapat dinilai jika seseorang disamping mempunyai
kemampuan untuk menganalisa, ia pun mampu meyusun kembali
kebentuk semula atau kebentuk lain.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian itu berdasarkan
suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria
yang telah ada. Pada tingkat iniseseorang telah mampu mengetahui secara
menyeluruh dari semua bahan yang dipelajarinya (Notoatmodjo, 2019).

2.1.3 Cara Memperoleh Pengetahuan

Menurut Notoadmodjo (2018), cara memperoleh pengetahuan untuk


memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang jarak, dapat dikelompokkan
menjadi 2, yaitu :

1) Cara Tradisional atau non Iilmiah

Cara tradisional untuk memperoleh pengetahuan, antara lain meliputi :

a. Cara Coba-Salah (Trial and Error)


Cara ini paling tradisional yang pernah digunakan oleh manusia untuk
memperoleh pengetahuan yaitu melalui cara coba-coba saja. Cara coba-

7
coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan memecahkan
masalah, apabila tidak berhasil dicoba kemungkinan yang lain sampai
masalah terselesaikan.

b. Cara kekuasaan otoriter


Sumber pengetahun tersebut berupa pemimpin pemimpin masyarakat baik
formal maupun informal, ahli agama, pemegangan pemerintahan dan
sebagainya. Dengan kata lain, pengetahuan tersebut dapat diperoleh
berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan, baik tradisi otoritas
pemerintahan agama maupun ahli ilmu pengetahuan. Dimana prinsip ini
orang lain berpendapat yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai
otoritas tanpa penguji dulu atau membuktikan kebenarannya, baik
berdasarkan fakta empiris penalaran sendiri.

c. Berdasarkan pengalaman pribadi


Pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh
pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara pengulangan kembali
pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang
dihadapi pada masa yang lalu, bila gagal dengan cara tersebut ia sehingga
dapat berhasil memecahkannya.

d. Melalui jalan pikiran

Dari sini manusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam


memperoleh pengetahuan. Dalam memperoleh kebenaran, pengetahuan,
manusia telah menggunakan jalan pikirannya baik melalui pertanyaan-
pertanyaan khusus kepada yang umum disebut diskusi. Sedangkan edukasi
adalah pembuatan kesimpulan dari pertanyaan-pertanyaan umum kepada
yang khusus.

2) Cara Modern Ilmiah

Cara baru memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebuh sestematis, logis,
dan ilmiah yang disebut metodepenelitian ilmiah. Kemudian metode berfikir

8
induktif yang dikembangkan oleh B.Bacon dilanjutkan oleh Van Dalen bahwa
dalam pemperoleh kesimpulan dilakukan dengan mengadakan observasi Lngsung
dan membuat penctatan terhadap semua fakta sehubungan dengan objek yang
diamati.

2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2018) mengemukakan ada 8 faktor yang


mempengaruhi tingkat pengetahuan, sebagai berikut :

1) Pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin mudah menerima
informasi, sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki,
sebaiknya pendidikan yang kurang akan menghemat perkembangan sikap
seseorang terhadap nilai-nilai yang diperkenalkan. Jadi pendidikan
menuntun manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupannya untuk
mencapai keselamatan dan kebahagiaan, pendidikan diperlukan untuk
mendapatkan informasi.
2) Usia
Adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat
berulang tahun, semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan berkerja.
3) Pekerjaan
Seseorang yang bekerja pengetahuannya akan lebih luas daripada
seseorang yang tidak bekerja karena dengan bekerja seseorang akan
mempunyai banyak informasi dan pengalaman.
4) Informasi
Dengan memberikan informasi tentang kebiasaan hidup sehat dengan cara
pencegahan penyakit diharapkan akan terjadi peningkatan pengetahuan
sikap dan perilaku kesehatan dalam idri indvidu/kelompok sasaran
berdasarkan kesadarn dan kematangan individu yang bersangkutan.
5) Pengalaman
Pengalaman merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran
pengetahuan. Pengalaman dapat menuntun seseorang untuk menarik

9
kesimpulan dengan benar, sehingga dari pengalaman yang benar
diperlukan berfikir yang logis dan kritis.
6) Lingkungan
Lingkungan berpengaruh terhadap pengetahuan, jika orang hidup dalam
lingkungan yang berpikiran luas maka tingkat pengetahuan akan lebih baik
daripada orang yang tinggl di lingkungan orang yang berpikiran sempit.
7) Sosial ekonomi
Mempengaruhi tingkah laku seorang ibu atau masyarakat yang berasal dari
social ekonomi tinggi dimungkinkan lebih memiliki sikap positif
memandang diri dan masa depannya, tetapi bagi ibi-ibu atau masyarakat
yang social ekonomi rendah, akan tidak merasa takut untuk mengambil
sikap atau tindakan.
8) Sosial budaya
Dapat mempengaruhi proses pengetahuan khususnya dalam penyerapan
nilai-nilai sosial, keagamaan untuk memperkuat super egonya.

2.2 Tindakan

Tindakan adalah suatu perbuatan, perilku, atau aksi yang dilakukan oleh
manusia sepanjang hidupnya guna mencpai tujuan tertentu. Suatu langkah atau
perbuatan yang dilakukan oleh seseorang, sikap yang harus dilakukan dengan
tanggung jawab terhadap masalah yang dialami.

2.2.1 Faktor-Faktor Tindakan

1. Kurangnya pengetahuan ibu terhadap pemberian susu formula pada bayi


usia 0-6 bulan.
2. Persepsi tingkat keseriusan ibu terhadap pemberian susu formupa dapa
bayi usia 0-6 bulan.

10
2.3 Hubungan

Hubungan berasal dari kata hubungan yang menurut kamus besar bahasa
indonesia artinya bersambung atau berangkaian (yang satu denngan yang lain).
Jadi hubungan adalah keterkaitan suatu hal dengan hal lainnya, seperti hubungan
kekeluargaan, darah, dagang, diplomatic, analogi, hokum, formal, kebudayaan,
variabel penelitian dan masih banyak yang lainnya.

2.4 Ibu

2.4.1 Pengertian Ibu

Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada
pada diri anaknya dalam hal mengasuh, membimbing dan mengawasi
perkembangan anakanya kearah yang lebih baik. Dalam kamus besar bahasa
indonesia (KBBI) disebut bahwa ibu adalah seorang perempuan yang telah
mengandung selama Sembilan bulan dan telah melahirkan seorang anak serta
merawat dengan penuh kasih saying (Nurul,2017).

2.4.2 Peran Ibu

Peran ibu terhadap anaknya adalah sebagai pembimbing kehidupan di


dunia. Ibu sangat berperan dalam kehidupan buah hatinya di saat anaknya masih
bayi hingga dewasa bahkan sampai anaknya sudah di lepas tanggung jawab atau
menikah dengan orang lain, seorang ibu tetap berperan dalam kehidupan anaknya
(Zulkifli, 2017).

Peran ibu yaitu:

1. Pemberian aman dan sumber kasih sayang.


2. Tempat mencurahkan isi hati.
3. Pengatur kehidupan rumah tangga.
4. Pembimbing kehidupan rumah tangga.
5. Pendidi segi emosional.
6. Penyimpan tradisi.

11
2.5 Susu Formula

2.5.1 Pengertian Susu

Susu adalah cairan bewarna putih yang disekresikan oleh kelenjar mamae
pada mamalia, untuk bahan makanan sumber gizi anaknya (Winarno, 2020). Susu
yang dikonsumsi manusia sebagian besar berasl dari sapi yang biasa disebut susu
sapi, sedangkan susu ternak lainbisanya diikuti nama ternak asal tersebut,
misalnya susu kerbau, susu kambing, susu unta, dan sebagainya dan susu manusia
disebut ASI atau Air Susu Ibu (Sediaoetama, 2021). Susu merupakan bahan
makanan yang sangat penting untuk mememnuhi kebutuhn manusia, karena
mengandung zat yang sangat diperlukan olehtubuh seperti protein, lemak,
karbohidrat, vitamin dan mineral. Dipandang dari segi peternakan, susu adalah
suatu hasil sekresi kelenjar susu sapi, kerbau, kambing, unta, dan ternak mamalia
lainnya yang sedang laktasi dan dilakukan pemerahan dengan sempurna, tidak
termasuk kolostrum serta tidak ditambah atau dikurangi suatu komponen apapun.

Susu mengandung zat kimia organis atau anorganis berupa zat padat,air dan
zat terlarut dalam air yang meliputi protein, karbohidrat, lemak, mineral, vitamin
dan enzim (Soeparno et al, 2019). Muchtadi et al 2018 menyatakan bahwa susu
merupakan bahan makanan yang hamir sempurna dan mmerupakan makanan
alamiah bagi binatang menyusui yang baru lahir, dimana susu merupakan satu-
satunya sumber makanan pemberi kehidupan segera sesudah kelahiran. Susu juga
di definisikan sebagai hasil sekresi kelenjar susu binatang yang menyusui anknya
(mamalia).

Menurut Walstra et al (2020), susu merupakan hasil sekresi kelenjar


mamari dan mamalia, dnegan fungsi utama sebagai sumber nutrisi bagi anaknya.
Sebagian besar susu yang diproduksi adalah sekresi yang komposisinya sangat
berbeda dari komposisi darah yang merupakan komponen asal susu. Sebagai
bahan pangan susu dapat digunakan dalam bentuk aslinya atau sebagai satu
kesatuan, maupun dri bagian bagiannya.

12
2.5.2 Pengertian Susu Formula

Susu formula menurut WHO (2019) yaitu susu yang di produksi oleh
industry untuk keperluan asupan gizi yang di perlukan bayi. Susu formula
kebanyakan tersedia dalam bentuk bubuk. Perlu di pahami susu cair steril
sedangkan susu formula tidak steril.

Pemberian susu formula di indikasikan untuk bayi yang karena sesuatu hal
tidak mendapatkan ASI atau sebagai tambahan jika produksi ASI tidak mencukupi
kebutuhan bayi. Penggunaan susu formula ini sebaiknya meminta nasehat kepada
petugas kesehatan agar penggunaannya tetap (Nasar,dkk,2019).

Walaupun memiliki susunan nutrisi yang baik, tetapi susu sapi sangat baik
hanya untuk anak sapi, bukan untuk bayi. Oleh karena itu, sebelum di pergunakan
untuk makanan bayi, susunan nutrisi susu formula harus di ubah hingga cocok
untuk bayi. Sebab, ASI merupakan makanan bayi yang ideal sehingga perubahan
yang di lakukan pada konposisi nutrisi susu sapi harus sedemikian rupa hingga
mendekati susunan nutrisi ASI (Khasanah,2011).

2.5.3 Kandungan Susu Sapi

Komposisi susu sapi berbeda komposisi ASI. Seperti halnaya dengan ASI
yang sangat baik bagi bayi, susu sapi juga sangat baik untuk anak sapi, bukan
untuk anak manusia. Maka dari itu sebelum dipakai sebagai pengganti ASI,
komposisi susu sapi harus diubah dahulu hingga mendekati susunan yang terdapat
pada ASI. Namun tetap saja susu formula tidak sebaik ASI walaupun pembuatan
susu formula dibuat semirip mungkin dengan ASI.

Jika melihat keterangan kandungan susu formula yang tertera dalam


kemasannya, semua susu formula dengan bahan susu sapi memiliki kandungan
nutrisi yang hampir sama. Jadi orang tua tidak perlu terkecoh dengan beragam
promosi tentang adanya tambahan gizi tertentu karena rata-rata kandungan
nutrisinya sama.

13
2.5.4 Jenis Susu Formula

Ada beberapa jenis susu formula menurut Khasanah (2017), yaitu:

1. Susu Formula Adaptasi atau Pemula


Susu formula adaptasi adalah susu formula yang biasa digunakan sebagai
pengganti ASI oleh bayi baru lahir sampai umur 6 bulan untuk memenuhi
kebutuhan nutrisinya (Kodrat,2018).
Susu formula adaptasi ini disesuaikan dengan keadaan fisiologis bayi.
Komposisinya hampir mendekati komposisi ASI sehingga cocok diberikan
kepada bayi yang baru lahir hingga berusia 4 bulan (Bambang,2018)
Untuk bayi yang baru dengan pertimbangan khusus untuk filosopinya
dengan syarat rendah mineral, digunakan lemak tumbuhan sebagai sumber
energy dan susunan zat gizi yang mendekati ASI. Susu jenis ini
merupakan jenis yang paling banyak mengalami penyesuaian dan banyak
beredar di pasaran (Febry,2019).

2. Susu Formula Awal Lengkap


Susu formula awal lengkap (complete starting formula) yaitu susunan zat
gizinya lengkap dan dapat diberikan setelah bayi lahir. Keuntungan dari
susu formula bayi ini terletak pada harganya . pembuatannya sangat
mudah maka ongkos pembuatan juga lebih murah hingga dapat dipasarkan
dengan harga lebih rendah. Susu formula ini dibuat dengan bahan dasar
susu sapid an komposisi zat besinya dibuat mendekati komposisi ASI
(Nasar,dkk,2020).
Komposisi yang dikandung sangat lengkap, sehingga diberikan kepada
bayi sebagai formula permulaan (Bambang,2018).

3. Susu Formula Follow-Up (Lanjutan)


Susu formula lanjutan yaitu susu formula yang menggantikan kedua susu
formula yang digunakan sebelumnya dan untuk bayi yang berusia 6 bulan
ke atas, sehingga disebut susu formula lanjutan (Bambang,2018).

14
Susu formula ini dibuat dari susu sapi yang sedikit dimodifikasi dan telah
ditambah vitamin D dan zat besi (Praptiani,2019).
Susu formula ini dibuat untuk bayi yang berumur sampai 1 tahun
meskipunada juga yang menyebutkan sampai umur 3 tahun
(Nasar,dkk2019). Febry (2020), juga menjelaskan susu formula ini dibuat
untuk bayi usia 6-12 bulan.

4. Susu Formula Prematur


Bayi yang lahir premature atau belum cuckup bulan belum tumbuh dengan
sempurna. Menjelang dilahirkan cukup bulan, bayi mengalami
pertumbuhan fisik yang pesat. Sehingga dibuat susu formula premature
untuk mengejar tertinggalnya berat badan prematurnya (Nadesul,2018).
Susu formula ini harus dengan petunjuk dokter karena fungsi saluran cerna
bayi belum sempurna, maka susu formula ini dibuat dengan merubah
bentuk karbohidrat, protein dan lemak sehingga mudah dicerna oleh bayi
(Nasar,dkk,2019).

5. Susu Hipoalergenik (Hidrolisat)


Ssusu formula hidrolisat digunakan apabila tidak memungkinkan ibu
menyusui bayinya karena mengalami gangguan pencernaan protein. Susu
formula ini dirancang untuk mengatasi alergi da nada beberapa yang
disusun untuk mencegah alergi. Susu formula ini hanya diberikan
berdasarkan resep dari dokter (Praptiani,2018).

6. Susu Soya (Kedelai)


Department of Health merekomendasikan agar susu soya hanya diberikan
jika bayi tidak torelan terhadap susu sapi atau laktosa karena terdapat
kekhawatiran tentang kemungkinan efek senyawa yang diproduksi oleh
kacang kedelai dan tingkat mangan serta alumunium yang tidak dapat
diterima dalam formula tersebut (Praptiani,2019).
Bayi yang terganggu penyerapan protein maupun gila susunya
membutuhkan susu yang terbuat dari kacang kedelai. Gangguan

15
metabolism juga sering bersamaan dengan gangguan penyerapan gila susu
(Nadesul,2018).

7. Susu Rendah Laktosa atau Tampa Laktosa


Apabila usus bayi tidak memproduksi lactase gula susu akan utuh tidak
dipecah menjadi glukosa dan galaktosa sehingga menyebabkan bayi
mencret, kembung, mulas dan pertumbuhan bayi tidak optimal. Selama
mengalami gangguan pencernaan gula susu, bayi perlu diberikan formula
rendah laktosa (LLM) agar pertumbuhannya optimal (Nadesul,2018).

8. Susu Formula dengan Asam Lemak MCT (Lemak Rantai Sedang) yang
Tinggi
Susu formula dengan lemak MCT tinggi untuk bayi yang menderita
kesulitan dalam menyerap lemak. Sehingga, lemak yang diberikan harus
banyak mengandung MCT (Lemak Rantai Sedang) tinggi agar mudah
dicerna dan diserap oleh tubuhnya (Khasanah,2017).

9. Susu Formula Semierlementer


Untuk bayi yang mengalami gangguan pencernaan gula susu, protein dan
lemak sehingga membutuhkan formula khusus yang dapat ditoleransi oleh
ususnya (Nadesul,2020).

2.6 Dampak Negatif Dari Susu Formula Yang Biasa Terjadi Pada Bayi

Dampak susu formula pada bayi 0-06 bulan sangat penting diketahui oleh para
ibu. Hal ini kemudian sering diantisipasi dengan memberikan susu formula pad
bayi 0-06 bulan. Pemberian susu formula pad bayi yang baru lahir ini tentunya
memiliki dampak negatif. Apa saja dampak negatif tersebut, yakni :

a. Menghambat kecedasan kognitif maksimal


Mencerdasan kognitif maksimal seorang bayi dapat dimilki dengan
memberikan asupan Asi eksklusif sejak lahir hingga minimal 6 bulan
usianya.

16
b. Menyebabkan gangguan sistem pencernaan
Dampak susu formula pada bayi 0-6 bulan juga dapat ditunjukan dengan
terjadinya gangguan sistem pencernaan.
c. Meningkatkan peluang bayi kegemukan
Kegemukan atau obesitas pada bayi sering terjadi.
d. Menyebabkan infeksi saluran pernafasan
Dampak lain yang mengancam dari pemberian susu formula pada bayi
usia 0-6 bulan adalah terjadinya infeksi saluran pernapasan.
e. Meningkatkan resiko penyakit jantung pada bayi
Menurut beberapa penlitian yang pernah dilakukan, susu formula ternyata
dapat meningkatkan tekanan darah hingga kerja jantung pun menjadi
semakin meningkat.

2.7 Efek Atau Dampak Negatif Pemberian Susu Formula

Roesli (2018) menjelaskan berbagai dampak negatif yang terjadi pada bayi
akibat dari pemberian susu formula, antara lain :

1) Gangguan saluran pencernaan (muntah, diare)


Judarwanto 2017 menjelaskan bahwa anak yang diberi susu formula lebih
sering munah/gumoh, kembung ”cegukan”, sering buang angina, sering
rewel, susah tidur terutama malam hari.
Saluran pencernaan bayi dapat terganggu akibat dari pengenceran susu
formula yang kurang tepat, sedangkan susu yang terlalu kental data
membuat usus bayi susah mencerna, sehingga sebelum susu dicerna oleh
usus akan dikeluarkan kembali melalui anus yang mengakibatkan bayi
mengalami diare (Khasanah, 2019).

2) Infeksi salauran pernafasan


Gangguan saluran pencernaan yang terjadi dalam jangka panjang dapat
mengakibatkan daya tahan tubuh berkurang sehingga mudah terserang
infeksi terutama ISPA (Judarwanto, 2017).

17
Susu sapi tidak mengandung sel darah putih hidup dan antibiotik sebagai
perlindungan tubuh dari infeksi. Proses penyimpanan susu formula yang
kurang steril dapat menyebabkan bakteri mudah masuk (Khasanah, 2019).

3) Meningkatkan resiko serangan asma


Asi dapat melindungi bayi dari penyakit langka botulism, penyakit ini
merusak fungsi saraf. Menimbulakan berbagai penyakit pernapasan dan
kelumpuhan otot (Nasir, 2019). Peneliti sudah mengevaluasi efek
perlindungan dari pemberian Asi, bahwa pemberian Asi melindungi
terhadap asma dan penyakit alergi lain. Sebaiknya, pemberian susu formla
dapat meningkatkan resiko tersebut (Oddy dkk, 2021) dalam (Roesli,
2018).

4) Meningkatkan kejadian karies gigi susu


Kebiasaan bayi minum susu formula dengan botol atau menjelang tidur
dapat menyebabkan karies gigi (Retno, 2021).
Asi mengurangi penyakit gigi berlubang pada anak (tidak berlaku pada
Asi dalam botol), karena menusui lewat payudara ada seperti keran, jika
bayi berhenti menghisap, otomatis Asi akan juga berhenti dan tidak seperti
susu botol. Sehingga Asi tidak akan mengumpul pada gigi dan
menyebabkan karies gigi (Nasir, 2019).

5) Menurunkan perkembangan kecerdasan kognitif


Susu formla mengandung glutamate (MSG-asam amino) yang merusak
fungsi hipotalamus pada otak. Glutamate adalah salah satu zat yang
dicurigai menjadi penyebab autis (Nasir, 2019).
Penelitian Smith dkk (2020), bayi yang tidak diberi Asi mempunyai nilai
lebih rendah dalam semua fungsi intelektual, kemampuan verbal dan
kemampuan visual motoric dibandingkan dengan bayi yang diberi Asi.

18
6) Meningkatkan resiko kegemukan (obesitas)
Kelebihan berat badan pada bayi yang mendapatkan susu formula
diperkirakan karena kelebihan air dan komposisi lemak tubuh yang
berbeda dibandingkan bayi yang mendapatkan Asi (Khasanah, 2019).
Penelitian yang dilakukan oleh Amstron dkk (2020) membukatikan bahwa
kegemukan jauh lebih tiggi pada anak-anak yang diberi susu formula.
Kries dan Roesli (2018) menambahkan bahwa kejadian obesitas mencapai
4,5 %-40% leoh tinggi pada anak yang tidak pernah diberi Asi.

7) Meningkatan resiko penyakit jantung dan pembuluh darah


Asi membantu tubuh bayi untuk mendapat kolesterol baik, atimya
melindungi bayi dari penyakit jantung pada saat sudah dewasa. Asi
mengandung kolesterol tinggi (Fatty acid) yang bermanfaat untuk bai
dalam membangun jaringan-jaringan saraf dan otak. Susu yang berasal dri
Asi tidak mengandung kolesterol ini (Nasir, 2019).
Hasil penelitian Singhal, dkk (2021) menimpulkan bahwa pemberian Asi
pada anak yang lahir premature dapat menurunkan darah pada tahun
berikutnya.

8) Meningkatkan resiko infeksi yang berasal dari susu formula yang tercemar
Pembuatan susu formula dirumah tidak menjamin bebas dari kontaminasi
mikroorganisme pathogen. Penelitian menunjukan bahwa banyak susu
formula yang terkontaminasi oleh mikroorganisme pathogen (Sidhi, et al
2004 : 11).
Kasus wabah entrobakteri zaka zaki di Amerika Serikat, dilaporkan
kematian bayi berusia 20 hari yang mengalami demam, takikardia,
menurunnya aliran darah dan kejang pada usia 11 hari (Weir, 2020).

19
9) Meningkatkan kurang gizi
Pemberian susu formula yang encer untuk menghambat pengeluaran dapat
mengakibatkan kekurangan gizi juga akan terjadi jika anak sering sakit,
terutama diare dan radang pernapasan (Roesli, 2018).

10) Meningkatkan resiko kematian


Chen dkk (2020), bayi yang tidak pernah diberi Asi beresiko meninggal
25% lebih tinggi dalam periode sesudah kelahiran daripada bayi yang
mendapat Asi. Pemberian Asi yang lebih lama akan menurunkan resiko
kematian bayi.
Peraptiani (2021), menyusui adalah tindakan terbaik karena memberikan
susu melalui botol dapat meningkatkan resiko kesehatan yang berhubungn
dengan pemberian susu forula diantaranya yaitu : peningkatan infeksi
lambung, infeksi otitis media, infeksi perkemihan, resiko penyakit atopic
pada keluarga yang mengalami riwayat penyakit ini, resiko kematian bayi
secara mendadak, resiko diabetes melitud bergantung insulin, penyakit
kanker dimasa kanak-kanak.

2.8 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi pemberian Susu Formula

Arifin (2020), menjelaskan ada beberapa faktor yang mempengaruhi


pemberian susu formula pada bayi usia 0-6 bulan :

1) Faktor pendidikan
Seseorang yang berpendidikan tinggi dan berpengetahuan luas akan lebih
bisa menerima alasan untuk memberikan ASI eksklusif karena pola
pikirnya yang lebih realistis dibandingkan yang tingkat pendidikan rendah
(Arifin,2020).
2) Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif adalah hal yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang, salah satunya kurang memadainya
pengetahuan ibu mengenai pentingnya ASI yang menjadikan penyebab
atau masalah dalam peningkatan pemberian ASI (Roesli,2018).

20
3) Pekerjaan
Bertambahnya pendapatan keluarga atau status ekonomi yang tinggi serta
lapangan pekerjaan bagi perempuan berhubungan dengan cepatnya
pemberian susu botol. Artinya mengurangi kemungkinan untuk menyusui
bayi dalam waktu yang lama (Amirudin,2017).
Penelitian erfiana (2019), ibu yang tidak memberikan susu formula
sebagai besar oleh ibuyang tidak bekerja yaitu sebanyak 32 responden
(88,9%) sehingga status pekerjaan dapat mempengaruhi pemberian susu
formula pada bayi.
4) Ekonomi
Hubungan antara pemberian ASI dengan ekonomi/penghasilan ibu dimana
ibu yang mempunyai ekonomi rendah mempunyai peluang lebih memilih
untuk memberikan ASI dibandingkan ibu dengan social ekonomi tinggi
karena ibu yang ekonominya rendah akan berfikir jika ASI nya keluar
maka tidak perlu diberikan susu formula karena pemborosan
(Arifin,2020).
5) Budaya
Budaya modern dan perilaku masyarakat yang meniru negara barat
mendesak para ibu untuk segera menyapih anaknya dan memilih air susu
buatan atau susu formula sebagai jalan keluarnya (Arifin,2020).
6) Psikologis
Ibu yang mengalami stres dapat menghambat produksi ASI sehingga ibu
kurang percaya diri untuk menyusui bayinya (Kurniasih,2018).
Ibu yang tidak memberikan susu formula sebagai besar dilakukan oleh ibu
yang kondisi psikologi baik yaitu sebanyak 33 responden (89,2) sehingga
psikologis ibu mempengaruhi pemberian susu formula pada bayi
(Erfiani,2017).
7) Informasi susu formula
Ibu yang tidak memberikan susu formula sebagaian besar yang tidak
terpapar produk susu formula sebanyak 4 responden (36,4%) sehingga
iklan produksi susu formula dapat mempengaruhi pemberian susu formula.

21
8) Kesehatan
Ibu yang menderita sakit tertentu seperti ginjal atau jantung sehingga harus
mengkonsumsi obat-obatan yang dikhawatirkan dapat mengganggu
pertumbuhan sel-sel bayi, bagi ibu yang sakit tetapi masih bisa menyusui
maka diperbolehkan untuk menyusui bayinya (Kurniasih,2018).
9) Takut kehilangan daya tarik sebagai seorang wanita
Terdapat anggapan bahwa ibu yang menyusui akan merusak penampilan.
Padahal setiap ibu yang mempunyai bayi selalu mengalami perubahan
payudara, walaupun menyusui atau tidak menyusui (Arifin,2020).
10) Ketidaktahuan ibu tentang pentingnya Asi
Cara menyusui yang benar dan pemasaran yang dilancarkan secara agresif
oleh para produsen susu formula merupakan faktor penghambat
terbentuknya kesadaran orang tua dalam memberikan ASI eksklusif
(Nuryati,2017).
11) Meniru teman, tetangga atau orang terkemuka yang memberikan susu
botol
Persepsi masyarakat gaya hidup mewah membawa dampak menurutnya
kesadaran menyusui. Bahkan adanya pandangan bagi kalangan tertentu
bahwa susu botol sangat cocok untuk bayi dan dipengaruhi oleh gaya
hidup yang selalu ingin meniru orang lain (Khasanah,2021).

2.9 Kondisi yang dibenarkan bayi diberikan susu formula

Menurut Khasanah (2019), ada beberapa bagian keadaan yang tidak


memungkinkan ibu untuk menyusui bayinya antara lain sebagai berikut :

a. Berhubungan dengan kesehatan ibu. Seperti ibu yang menderita penyakit


tertentu (kangker atau jantung, Hb rendah) dan ibu yang menderita
HIV/AIDS dan hepatitis B.
b. Air susu ibu tidak keluar sama sekali sehingga satu-satunya makanan
yang dapat menggantikan ASI adalah susu sapi.
c. Ibu meninggal sewaktu melahirkan atau bayi masih memerluka ASI.

22
d. ASI keluar, tetapi jumlahnya tidak cukup untuk memenuhi bayi sehingga
perlu tambahan seperti susu formula.
e. Ibu kecanduan narkotika dan zat adiktif lainnya atau (NAPZA).
f. Adanaya anggapan bayinya menolak atau diare karena minum ASI dan
sebagainya, meskipun kasus ini jarang terjadi.

2.10 Pengertian Bayi

Bayi usia 0-12 bulan merupakan sama pertumbuhan dan perkembangan


yang pesat yang mencapai puncaknya pada usia 24 bulan, sehingga kerap
diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis (Maryunani,2020).

Bayi adalah anak manusia yang belum lama lahir. Dalam konteks kedokteran,
bayi yang baru berusia di bawah 28 hari disebut neonata. Istilah bayi premature dan
bayi posmatur merujuk kepada bayi yang dilahirkan dengan durasi kehamulan yang
dibatas normal pada 37-40 minggu. Bayi yang belum lahir disebut dengan janin.

23
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep
yang satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti
(Notoadmojo,2017). Penelitian ini memiliki kerangka konsep sebagai berikut:

Dependent Independen

Pengetahuan tentang susu Pemberian/tindakan tentang


formula susu formula

3.2 Definisi Oprasional

Definisi oprasional adalah mendefinisikan variabel secara oprasional


berdasarkan karangteristik yang diamati, sehingga memungkinkan penelitian
untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek
atau fenomena (Hidayat,2017). Adapun definisi oprasional yang digunakan dalam
penelitian ini dapat dilihat pada table 3.1 di bawah ini.

Tabel 3.1

Defenisi Operasional

N Variabel Defenisi Cara Ukur Alat Hasil Skala


o Operasional Ukur Ukur Ukur
DEPENDEN
1. Pengetahua Segala Menyebarka kuesioner -Tinggi Ordinal
n sesuatu n angkat -Rendah
yang dengan

24
diketahui kriteria:
pengetahua Baik, bila
n ibu benar 76%-
tentang 100% (16-
susu 20)
formula Cukup bila
benar: 56%-
75% (12-15)
Kurang bila
benar: <55%
(<12)
INDEPENDEN
2. Penggunaan Penggunaa Menyebarka Kuesione - Nomina
n susu n angket r Dilakuka l
formula dengan n
kriteria: -Tidak
Dilakukan dilakukan
bila ibu
menggunaka
n susu
formula
Tidak
dilakukan
bila ibu tidak
menggunaka
n susu
formula

3.3 Hipotesis

25
Ho : Tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan tindakan ibu tentang
pemberian susu formula pada bayi usia 0-6 bulan di klinik pratama darni
sembiring kelurahan limau sundai kecamatan binjai barat tahun 2021.

Ha : Ada hubungan antara pemberian dengan tindakan ibu tentang pemberian susu
formula pada bayi usia 0-6 bulan di klinik pratama darni sembiring kelurahan
limau sundai kecamatan binjai barat tahun 2-21.

3.4 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian dengan pendekatan


crossectional yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang hubungan
antara dua atau lebih variabel penelitian,yaitu untuk mengetahui hubungan
pengetahuan dan tindakan ibu dengan pemberian susu formula pada bayi 0-6
bulan di klinik pratama darni sembiring kelurahan limau sundai kecamatan binjai
barat Tahun 2021.

3.5 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di klinik pratama darni sembiring kelurahan limau


sundai kecamatan binjai barat.

3.5.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di klinik pratama darni sembiring kelurahan limau


sundai kecamatan binjai barat.

3.5.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan juni – desember 2021.

3.6 Populasi dan Sampel Penelitian

26
3.6.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang akan diteliti. Populasi


dapat berupa orang, benda, gejala, atau wilayah yang ingin di ketahui oleh
peneliti (Notoadmojo,2010).

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh ibu yang
mempunyai bayi 0-6 bulan di klinik darni sembiring kelurahan limau sundai
kecamatan binjai barat.

3.6.2 Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah
dari karakteristik yang diambil dari populasi sampel dari penelitian ini
menggunakan rumusan total populasi dimana seluruh populasi dijadikan sampel.

3.7 Jenis dan Cara Pengumpulan Data

3.7.1 Jenis Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdari atas 2 jenis yaitu :

1. Data Primer

Data primer diperoleh dari responden dengan hasil wawancara dari jawaban
responden yang terdapat pada kuesioner penelitian dengan ibu mengenai
pemberian susu formula dan hasil penimbangan berat badan pada bayi 0-6 bulan
saat ini.

2. Data Sekunder

Data sekunder di peroleh dari laporan perkembangan susu formula pada 0-6
bulan yang didapat dari buku KMS yang dimiliki oleh responden.

3.7.3 Cara Pengumpulan Data

27
1. Pada saat pengumpulan data, penelitian menjelaskan tujuan penelitian dan
prosedur penelitian kepada calon responden yaitu ibu yang mempunyai bayi 0-6
bulan dan bersedia berpartisipasi untuk diwawancarai untuk menanyakan apakah
calon responden memenuhi kriteria inklusi dalam penelitian ini.

2. Setelah responden memenuhi kriteria inklusi , maka diminta untuk


menandatangani lembat persetujuan (Informed Consent).

3. Selanjutnya diberikan kuesioner kepada ibu yang mempunyai bayi 0-6 bulan
dan memberikan kesempatan untuk mengisi kuesioner kemudian menimbang bayi
dengan timbangan scale merek ONEMED dan mencatatn hasilnya di daftar table
dan KMS.

3.8 Pengolahan dan Analisa Data

3.8.1 Pengolahan Data

Menurut Sulistyaningsih (2018), pengumpulan data dilakukan melalui lima


tahapan yaitu:

a. Pengeditan
Merupakan kegiatan memeriksa data, kelengkapan, kebenaran pengisian
data, keseragaman ukuran, keterbacaan tulisan, dan konsistensi data
berdasarkan tujuan penelitian.
b. Pengkodean
Merupakan pemberian kode pada data yang berskala nominal dan ordinal,
berbentuk angka, numeric, nomor, bukan symbol.
c. Memasukkan
Memasukkan data hasil pengisian kuesioner kedalam master table atau
data base computer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana
atau dengan membuat table kontingensi dengan bantuan program SPSS
memudahkan peneliti untuk menganalisa data.
d. Pembersihan

28
Merupakan proses pembersihan data sebelum diolah secara, statistic,
mencakup pemberian konsistensi dan perawat respon yang hilang serta
consistency cheks yaitu mengidentifikasi data yang keluar dari range, tidak
konsisten secara logis, atau punya nilai extreme.
e. Pentabulasi
Cleaning sebelum analisis data, yaitu memasukan data kedalam table
berdasarkan tujuan penelitian.

3.8.2 Analisa Data

Analisa data dapat dilakukan dengan meliat presentase data yang terkumpul
dan di sajikan dalam bentuk table distribusi frekuensi yang dilanjutkan dengan
membahas hasil penelitian berdasarkan teori.

3.9 Etika Penelitian

Masalah etika dalam penelitian kebidanan merupakan masalah yang sangat


penting, mengingat dalam penelitian ini menggunakan manusia sebagai subjek.
Dalam penelitian ini, menekankan pada masalah etika yang meliputi:

a. Tanpa Nama
Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak
mencantumkan nama responden pada lembar kuesioner yang diisi oleh
responden. Lembar tersebut hanya di beri kode tertentu.

b. Kerahasiaan
Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dari responden dijamin
kerahasiaannya. Hanya kelompok data tertentu saja yang dilaporkan pada
hasil penelitian (Hidayat,2016).

29

Anda mungkin juga menyukai